Orang Amori
Bangsa Amori atau Orang Amori (/ˈæməˌraɪts/; Bahasa Sumeria 𒈥𒌅 MAR.TU; Bahasa Akkadia Tidnum atau Amurrūm; Bahasa Mesir Amar; Bahasa Ibrani אמורי ʼĔmōrī; bahasa Yunani Kuno: Ἀμορραῖοι) adalah sebuah bangsa penutur bahasa Semit kuno[1] dari Suriah yang juga mendiami wilayah-wilayah luas di Mesopotamia selatan sejak abad ke-21 SM sampai pada akhir abad ke-17 SM, tempat mereka mendirikan sejumlah negara kota ternama yang masih ada bekas-bekasnya sampai sekarang, teristimewa Babel yang tumbuh dari sebuah kota administratif kecil menjadi sebuah negara merdeka sekaligus sebuah kota besar. Kata Amurru dalam naskah-naskah Akkadia dan Sumeria merujuk pada bangsa ini, sekaligus pada dewa utama mereka.
Asal-usul
Dalam naskah-naskah Sumeria terawal yang berisi keterangan mengenai bangsa Amori, sejak sekitar 2400 SM, yang dimaksud dengan tanah orang Amori ("tanah orang Mar.tu") bukanlah Mesopotamia melainkan wilayah-wilayah di sebelah barat Sungai Efrat, termasuk Kanaan dan wilayah yang kelak menjadi Suriah menjelang abad ke-3 SM, yang pada masa itu dikenal sebagai Tanah Orang Amurru, dan kemudian sebagai Aram dan Eber-Nari.
Mereka digambarkan sebagai suatu bangsa nomaden yang belum beradab dalam naskah-naskah Mesopotamia terawal yang berasal dari Sumeria, Akkadia serta Asyur, dan memiliki ikatan istimewa dengan daerah bergunung-gunung yang sekarang ini bernama Jebel Bishri di utara Suriah dan disebut "pegunungan orang Amori". Kata Amurru dan Amar masing-masing adalah sebutan bagi mereka dalam bahasa Sumerian serta Akkadia, dan dalam bahasa Mesir Kuno. Sejak abad ke-21 SM, mungkin akibat bencana kemarau panjang yang bermula sekitar 2200 SM, terjadi perpindahan suku-suku Amori secara besar-besaran ke kawasan selatan Mesopotamia. Mereka menjadi salah satu penyebab keruntuhan Dinasti ketiga Ur. Wangsa-wangsa Amori merampas kedudukan para penguasa pribumi di negara-negara kota bangsa Babilonia yang sudah lama berdiri seperti Isin, Larsa, Eshnunna serta Kish, dan juga mendirikan negara-negara kota baru. Yang paling termasyhur di antaranya adalah Babel, meskipun sebelumnya merupakan sebuah negara kota kecil dan tidak berarti.
Peninggalan tertulis bangsa Amori yang ada saat ini adalah yang ditulis dalam salah satu dialek bahasa Akkadia pada lempeng-lempeng tanah liat yang ditemukan di Mari berasal dari 1800–1750 SM. Karena bahasa itu memperlihatkan bentuk-bentuk, kosa kata, dan susunan khas Semit barat laut, maka Bahasa Amori pun diyakini merupakan cabang barat laut dari Rumpun bahasa Kanaan. Sumber utama dari pengetahuan akan bahasa Amori yang benar-benar terbatas ini adalah nama-nama orang yang tidak khas Akkadia, yang dipertahankan dalam naskah-naskah itu. Bahasa Akkadia yang dituturkan penduduk pribumi di negara-negara, kota-kota dan satuan-satuan masyarakat berpemerintahan di Mesopotamia (Akkad, Asyur, Babilonia, Isin, Kisy, Larsa, Ur, Nippur, Uruk, Eridu, Adab, Aksyak, Esynunna, Nuzi, Ekallatum, dan lain-lain) berasal dari Rumpun bahasa Semit timur, sama seperti bahasa Ebla di kawasan utara Levant.
Sejarah
Dalam naskah-naskah berbahasa Sumeria terawal, semua negeri di seberang Sungai Efrat, termasuk kawasan Levant sekarang ini, dikenal sebagai "tanah mar.tu (orang Amori)". Kata ini muncul dalam Enmerkar dan Penguasa Aratta, yang menggambarkan negeri itu di zaman Enmerkar sebagai salah satu di antara negeri-negeri yang dihuni oleh orang-orang berbahasa lain. Naskah lain yang dikenal sebagai Lugalbanda dan burung Anzud meriwayatkan bahwa pada tahun ke-50 pemerintahan Enmerkar, orang-orang Martu muncul di Sumer dan Akkad (Mesopotamia selatan), sehingga perlu dibangun sebuah tembok untuk melindungi Uruk.
Bangsa Amori sesekali muncul dalam lempeng-lempeng tanah liat peninggalan Kerajaan Ebla yang berbahasa Semit Timur, berasal dari 2500 SM sampai kehancuran kota itu ca. 2250 SM: dari sudut pandang bangsa Ebla, orang Amori adalah sekelompok masyarakat pedesaan yang mendiami lembah sempit di daerah hulu dan tengah Sungai Efrat di utara Suriah.[2] Bagi raja-raja Akkadia di Mesopotamia tengah, Mar.tu adalah salah satu dari "Empat Pemukiman" di sekitar Kota Akkad, tiga pemukiman lainnya adalah Subartu/Assur, Sumer, dan Elam. Naram-Sin dari Akkad mencatat tentang kemenangan dalam perang melawan orang Mar.tu di utara Syria sekitar 2240 SM, demikian pula dengan penggantinya, Shar-Kali-Sharri.
Menjelang hari-hari terakhir kekuasaan Wangsa Ketiga Ur, arus kedatangan orang-orang Amori telah menjadi ancaman besar sehingga raja-raja seperti Shu-Sin terdesak untuk membangun tembok sepanjang 170 mil (270 km) dari Sungai Tigris dampai ke Sungai Efrat untuk menghadang mereka.[3] Orang Amori tampak seperti puak-puak pengembara yang dipimpin oleh kepala-kepala suku yang kejam, yang nekad menerobosi wilayah-wilayah yang mereka perlukan bagi penggembalaan ternak-ternak mereka. Beberapa peninggalan tertulis Akkadia dari zaman ini memuar perkataan-perkataan yang meremehkan orang-orang Amori, dan menyiratkan bahwa penduduk Mesopotamia yang berbahasa Akkadia dan Sumeria menganggap cara hidup mereka yang nomaden dan primitif itu menjijikkan dan nista, misalnya:
Orang MAR.TU yang tidak mengenal biji-bijian... Orang MAR.TU yang tidak mengenal rumah apalagi kota, orang-orang kampungan dari pegunungan... Orang MAR.TU yang menggali-gali umbi jamur... yang tidak menekuk lutut (untuk menggarap lahan), yang makan daging mentah, yang tidak berumah seumur hidupnya, yang matinya tidak dikubur.[4]
"Mereka telah mengolah gandum dan gú-nunuz (biji-bijian) menjadi penganan, tetapi orang Amori akan memakannya tanpa tahu dari apa penganan itu terbuat!"[5]
Seiring runtuhnya tata pemerintahan terpusat Wangsa Ketiga, daerah-daerah bagian seperti Asyur di utara dan negara-negara kota di selatan seperti Isin, Larsa dan Esynunna, kembali memerdekakan diri. Hal yang sama juga terjadi di wilayah-wilayah Mesopotamia selatan yang dihuni orang Amori. Di tempat lain, bala tentara Elam dari Iran selatan menyerang dan memperlemah kekaisaran itu, menjadikannya rentan terhadap serangan.
Banyak kepala suku Amori di Mesopotamia selatan lekas-lekas memanfaatkan kejatuhan kekaisaran itu untuk merampas kekuasaan bagi diri mereka sendiri. Tidak ada invasi bangsa Amori atas Mesopotamia selatan, akan tetapi bangsa Amori memang berhasil mendapatkan kekuasaan di banyak tempat, terutama pada masa pemerintahan raja terakhir Kekaisaran Sumeria Baru, Ibbi-Sin. Pemimpin-pemimpin dengan nama khas Amori memegang kekuasaan di banyak tempat, menggeser posisi para pemimpin pribumi Akkadia, termasuk di Isin, Esynunna dan Larsa. Babel, yang sampai saat itu masih kecil, dan dari segi politik serta militer tidaklah berarti, ditingkatkan statusnya menjadi sebuah negara kota kecil yang merdeka di bawah pimpinan Sumu-abum pada 1894 SM.
Negara-negara kota orang Amori
Di Levant: |
Di Mesopotamia: |
Bangsa Amori dalam Alkitab
Kata Amori digunakan dalam Alkitab merujuk pada para pendaki dari dataran tinggi yang mendiami tanah Kanaan, yang dalam Kejadian 10:16 disebut sebagai keturunan Kanaan bin Ham. Mereka digambarkan sebagai orang-orang perkasa berbadan besar "yang tingginya seperti tinggi pohon aras," (Amos 2:9) yang mendiami tanah di sebelah timur dan sebelah barat Sungai Yordan. Tinggi badan dan kekuatan orang Amori yang digambarkan dalam Amos 2:9 telah membuat beberapa cendekiawan Kristen, termasuk Orville J. Nave, yang menulis buku klasik Nave's Topical Bible, menjuluki orang Amori sebagai "raksasa."[6]
Raja orang Amori, Og, digambarkan sebagai "yang tinggal hidup dari sisa-sisa orang Refaim" (Ulangan 3:11). Agaknya kata Amori dan Kanaan digunakan bergantian untuk maksud yang kurang lebih sama, Kanaan digunakan dalam arti yang lebih umum sementara Amori lebih spesifik digunakan untuk menyebut salah satu puak bangsa Kanaan yang mendiami negeri itu.
Bangsa Amori dalam Alkitab tampaknya mula-mula mendiami wilayah yang terbentang mulai dari dataran tinggi di sebelah barat Laut Mati (Kejadian 14:7) sampai ke Hebron (Ulangan 3:8; 4:46–48), meliputi "seluruh Gilead dan seluruh Basan" (Ulangan 3:10), dengan Lembah Sungai Yordan di timur sungai itu (Ulangan 4:49), yakni daerah kekuasaan "dua raja orang Amori," Sihon dan Og (Ulangan 31:4; Yosua 2:10; 9:10). Baik Sihon maupun Og masing-masing berdiri sendiri. Orang-orang Amori ini tampaknya dikaitkan dengan kawasan Yerusalem, dan orang Yebus mungkin salah satu golongan dari orang Amori (Yehezkiel 16:3). Lereng selatan pegunungan Yudea disebut pula "pegunungan orang Amori" (Ulangan 1:7, 19, 20).
Lima raja orang Amori pertama-tama dikalahkan dalam pembantaian besar-besaran oleh Yosua (Yosua 10:10). Selanjutnya lebih banyak lagi raja-raja orang Amori yang dikalahkan di dekat mata air Merom oleh Yosua (Yosua 11:7-8). Diriwayatkan pula bahwa pada masa hidup Samuel, ada damai di antara mereka dan orang Israel (1 Samuel 7:14). Orang Gibeon disebut sebagai keturunan mereka, yakni segolongan orang Amori yang mengikat perjanjian dengan orang Ibrani; kelak ketika Saul melanggar perjanjian itu dan membunuh beberapa orang Gibeon, Tuhan menjatuhkan bencana kelaparan ke atas Israel.
Hipotesis Indo-Eropa
Anggapan bahwa orang Amori adalah bangsa pengembara yang berbadan tinggi dan beringas, telah mengakibatkan munculnya suatu teori yang anakronistis di kalangan para penulis rasis pada abad ke-19, yang menyatakan bahwa orang Amori adalah suku pejuang "Arya" yang suatu ketika pernah memperhamba bangsa Israel. Hal ini dimungkinkan karena bukti-bukti yang ada cocok dengan model-model migrasi bangsa Indo-Europa yang mutakhir saat itu. Teori ini dicetuskan oleh Felix von Luschan yang kelak melepaskannya.[7]
Houston Stewart Chamberlain menyatakan bahwa Raja Daud dan Yesus tergolong Ras Arya karena keduanya adalah keturunan orang Amori. Pendapat ini diulangi oleh pakar ideologi Nazi, Alfred Rosenberg.[8]
Pada kenyataannya tak dapat dipungkiri bahwa orang Amori secara ekslusif menuturkan bahasa Semit, menganut kepercayaan Semit yang ada di Timur Dekat, jelas-jelas memiliki nama diri yang khas Semit, dan diyakini berasal-usul dari negeri-negeri yang terletak tepat di sebelah barat Mesopotamia, yakni kawasan Levant (sekarang Suriah), sehingga mereka pun dianggap salah satu dari suku-suku bangsa Semit.[9][10][11]
Referensi
- ^ "Amorite (people)". Encyclopedia Britannica online. Encyclopedia Britannica Inc. Diakses tanggal 30 November 2012.
- ^ Giorgio Bucellati, "Ebla and the Amorites", Eblaitica 3 (1992):83-104.
- ^ William H. Stiebing Jr. Ancient Near Eastern History And Culture Longman: New York, 2003: 79
- ^ Chiera 1934: 58 and 112
- ^ Chiera 1934: 3
- ^ Nave's Topical Bible: Amorites, Nave, Orville J., Retrieved:2013-03-14
- ^ "Are the Jews a Race?" oleh Sigmund Feist dalam "Jews and Race: Writings on Identity and Difference, 1880-1940", disunting oleh Mitchell Bryan Hart, UPNE, 2011, hal.88
- ^ [1] Hans Jonas, New York Review of Books, 1981
- ^ Who Were the Amorites?, oleh Alfred Haldar, 1971, Brill Archive
- ^ Semitic Studies, Jilid 1, oleh Alan Kaye, Otto Harrassowitz Verlag, 1991, hal.867
- ^ The Semitic Languages, oleh Stefan Weninger, Walter de Gruyter, 23 Dec 2011, hal.361
- E. Chiera, Sumerian Epics and Myths, Chicago, 1934, Nos.58 and 112;
- E. Chiera, Sumerian Texts of Varied Contents, Chicago, 1934, No.3.;
- H. Frankfort, AAO, pp. 54–8;
- F.R. Fraus, FWH, I (1954);
- G. Roux, Ancient Iraq, London, 1980.
Pranala luar
- Bangsa Amori dalam Jewish Encyclopedia