Sumer

peradaban kuno dan kawasan bersejarah di kawasan selatan Mesopotamia

Sumer adalah peradaban tertua yang diketahui saat ini, berlokasi di selatan kawasan bersejarah Mesopotamia (sekarang Irak Selatan-Tengah), muncul pada Zaman Tembaga dan Zaman Perunggu Awal antara milenium keenam sampai milenium kelima SM. Seperti tetangganya, Elam, Sumer merupakan salah satu bijana peradaban, bersama-sama dengan Mesir, lembah sungai Sindu, Erligang di lembah sungai Kuning, Karal-Supe, dan Mesoamerika. Para petani Sumer yang berdiam di sepanjang lembah sungai Tigris dan Efrat membudidayakan tanaman biji-bijian maupun aneka tanaman pangan lain secara besar-besaran. Kelebihan hasil panen memampukan mereka untuk mendirikan permukiman-permukiman setara kota. Sastra tertua di dunia yang diketahui saat ini berasal dari kota-kota Sumer, yaitu Uruk dan Jamdat Nasir, dan diperkirakan tercipta dalam rentang waktu sekitar tahun 3350 hingga sekitar tahun 2500 SM yang menyusul kurun waktu purwaleka sekitar tahun 4000 hingga sekitar tahun 2500 SM.

Sumer
(ca. 5500 – ca. 1800 SM)
Sumer di Near East

Lokasi Sumer pada peta modern, dan lokasi kota-kota utama Sumer dengan garis pantai purba. Pada masa lampau, garis pantai berhampiran dengan kota Ur.
Jangkauan
geografis
Mesopotamia, Timur Dekat, Timur Tengah
PeriodeZaman Batu Muda Akhir, Zaman Perunggu Madya
TanggalSekitar tahun 5500 hingga sekitar tahun 1800 SM
Didahului olehBabak Ubaid
Diikuti olehKemaharajaan Akad
Sumerians
Kiri: Arca kepala Gudea, pemimpin orang Sumer, sekitar tahun 2150 SM. Kanan: Aksara baji untuk Saĝ-gíg (𒊕𒈪), "orang kepala hitam", sebutan asli masyarakat Sumer bagi diri mereka sendiri. Aksara yang pertama adalah tanda piktografis untuk "kepala" ( , kemudian hari berubah menjadi  ), aksara yang kedua adalah tanda piktografis untuk "malam", juga untuk "hitam" apabila dilafazkan gíg ( , kemudian hari berubah menjadi  ).[1][2][3][4]

Istilah "Sumer" (bahasa Akadː 𒋗𒈨𒊒, šumeru)[5] berasal dari sebutan masyarakat Akad untuk "orang Sumer", masyarakat kuno penutur bahasa rumpun Nonsemit yang mendiami kawasan selatan Mesopotamia.[6][7][8][9][10] Di dalam peninggalan-peninggalan tertulis, orang Sumer menyebut negeri mereka dengan nama "Kengir", "negeri tuan-tuan mulia" (bahasa Sumerː 𒆠𒂗𒄀, ki-en-gi(-r), negeri + tuan-tuan + mulia), dan menyebut bahasa mereka dengan nama "Emegir" (bahasa Sumerː 𒅴𒂠, eme-g̃ir, atau 𒅴𒄀 eme-gi15).[6][11][12]

Asal-usul orang Sumeria tidak diketahui, tetapi mereka menyebut diri sebagai "yang hitam kepalanya" atau "orang kepala hitam"[6][13][14][15] (bahasa Sumerː 𒊕𒈪, sag̃-gíg, kepala + hitam, atau 𒊕𒈪𒂵, sag̃-gíg-ga, secara fonetis /saŋ ɡi ɡa/, kepala + hitam + penanda relatif).[1][2][3][4] Sebagai contoh, raja orang Sumer yang bernama Syulgi membanggakan diri sebagai "raja empat tepas dunia, penggembala orang kepala hitam".[16] Orang Akad juga menyebut orang Sumer sebagai "orang kepala hitam", atau ṣalmat-qaqqadi dalam bahasa Akad yang tergolong ke dalam rumpun bahasa Semit.[2][3]

Orang Akad, masyarakat penutur bahasa rumpun Semit Timur yang kelak menaklukkan negara-negara kota orang Sumer, adalah pihak yang memberi Sumer nama bersejarahnya yang utama, tetapi pertumbuhkembangan fonologis istilah šumerû tidak diketahui secara pasti.[17] Istilah Šinʿar (שִׁנְעָר) dalam bahasa Ibrani, Sngr dalam bahasa Mesir, dan Šanhar(a) dalam bahasa Het, yang sama-sama merujuk kepada kawasan selatan Mesopotamia, mungkin saja merupakan ragam barat dari istilah Sumer.[17]

Asal-usul

sunting

Kebanyakan sejarawan menduga bahwa negeri Sumer pertama kali dihuni secara permanen pada rentang waktu sekitar tahun 5500 sampai sekitar tahun 3300 SM oleh suatu masyarakat Asia Barat yang menuturkan bahasa Sumer (merujuk kepada nama-nama kota, sungai, pekerjaan dasar, dan lain-lain sebagai bukti), salah satu bahasa isolat aglutinatif yang tergolong ke dalam rumpun Nonsemit maupun rumpun Non-India-Eropa.[18][19][20][21][22]

 
Monumen-monumen Blau memadukan lambang-lambang purwaaksara baji dengan ilustrasi orang Sumer mula-mula, babak Jamdat Nasir, tahun 3100–2700 SM, koleksi Museum Inggris

Sejarawan selebihnya menduga bahwa orang Sumer adalah masyarakat Afrika Utara yang bermigrasi dari Sahara Hijau ke Timur Tengah dan bertanggung jawab atas menyebarnya pertanian di Timur Tengah.[23] Sekalipun demikian, bukti-bukti yang bertentangan dengan pandangan tersebut menyiratkan kesan yang kuat bahwa pertanian muncul untuk pertama kalinya di kawasan Hilal Subur.[24] Meskipun tidak secara khusus membahas orang Sumer, Lazaridis dkk. 2016 telah membersitkan dugaan bahwa beberapa kebudayaan di Timur Tengah memiliki sedikit keterkaitan asal-usul dengan Afrika Utara, khususnya kebudayaan Natufi, sesudah memetakan genom tulang-belulang manusia dari petilasan-petilasan kebudayaan Natufi dan kebudayaan Zaman Batu Muda Pratembikar.[24] Analisis kraniometis juga menyiratkan adanya hubungan kekerabatan antara masyarakat Natufi dan masyarakat Afrika Utara.[25]

Beberapa sarjana mengait-ngaitkan orang Sumer dengan orang Huri dan orang Urartu, serta memperkirakan bahwa Kaukasus adalah janabijana mereka.[26][27][28] Pandangan ini tidak berterima umum.[29]

Berdasarkan penyebutan Dilmun sebagai "kota kelahiran negeri Sumer" di dalam legenda-legenda dan karya-karya sastra Sumer, sarjana-sarjana lain menduga bahwa mungkin sekali orang Sumer berasal dari Dilmun, yang diteorikan sama dengan Pulau Bahrain di Teluk Persia.[30][31][32] Di dalam mitologi Sumer, Dilmun juga disebut sebagai persemayaman dewata, misalnya Enki.[33][34] Status Dilmun sebagai janabijana cikal bakal orang Sumer belum dimapankan, tetapi para arkeolog telah menemukan bukti-bukti peradaban di Bahrain, yaitu cakram-cakram khas Mesopotamia.[35]

Masyarakat prasejarah yang mendiami kawasan selatan Mesopotamia sebelum kedatangan orang Sumer diberi sebutan "orang Purwaefrat" atau "orang Ubaid",[36] dan diteorikan tumbuh dari kebudayaan Samara di kawasan utara Mesopotamia.[37][38][39][40] Sekalipun keberadaannya tidak pernah disebut-sebut oleh orang Sumer sendiri, orang Ubaid diperkirakan sebagai daya pemberadab pertama di Sumer oleh para sejarawan modern. Orang Ubaidlah yang menguruk paya-paya untuk digarap, mengembangkan perdagangan, maupun menciptakan berbagai industri, antara lain kriya tenun, kriya kulit samak, kriya logam, kriya lepa, dan kriya termbikar.[36]

 
Raja Ur, kemungkinan besar Ur-Pabilsag, bersemayam di atas singgasana didampingi juak-juak, sekitar tahun 2600 SM

Beberapa sarjana menggugat gagasan yang mengatakan bahwa orang Sumer menuturkan semacam bahasa Purwaefrat atau bahasa substratum. Menurut mereka, bahasa Sumer mungkin saja berasal dari masyarakat-masyarakat pemburu dan penangkap ikan yang mendiami daerah paya dan Pesisir Timur Jazirah Arab, dan merupakan bagian dari kebudayaan perkakas batu bermata dua di Jazirah Arab.[41] Juris Zarins meyakini bahwa orang Sumer berdiam di sepanjang pesisir Kawasan Timur Jazirah Arab, yaitu kawasan Teluk Persia sekarang ini, sebelum kawasan tersebut dilamun air pada penghujung Zaman Es.[42]

Peradaban Sumer terbentuk pada babak Uruk (milenium ke-4 SM), yang berlanjut ke babak Jamdat Nasir dan babak Kulawangsa Perdana. Eridu, kota orang Sumer yang terletak di pesisir Teluk Persia, diyakini sebagai salah satu kota tertua, tempat mungkin pernah menjadi kancah peleburan tiga kebudayaan berbeda, yaitu kebudayaan petani pedesaan Ubaid yang menghuni pondok-pondok bata lumpur dan mengamalkan ilmu irigasi, kebudayaan penggembala kelana Semit yang tinggal di dalam kemah-kemah hitam dan mengawasi kawanan kambing domba, serta kebudayaan penangkap ikan yang mendiami pondok-pondong gelagah di daerah paya, dan yang mungkin saja merupakan cikal bakal orang Sumer.[43]

Rekam sejarah yang andal bermula dari masa pemerintahan Enmebaragesi (babak Kulawangsa Perdana I). Kedaulatan orang Sumer terus-menerus hilang digerogoti negara-negara Semit dari barat laut. Negeri Sumer ditaklukkan oleh raja-raja Kemaharajaan Akad penurut bahasa rumpun Semit sekitar tahun 2270 SM (menurut kronologi pendek), tetapi bahasa Sumer terus hidup sebagai bahasa keagamaan. Kedaulatan bumiputra Sumer kembali pulih kurang lebih seabad lamanya ketika Kulawangsa Ur Ketiga berkuasa kira-kira dari tahun 2100 sampai 2000 SM, tetapi bahasa Akad juga terus hidup beberapa waktu lamanya.[43]

Penemuan arkeologis

sunting

Keberadaan orang Sumer sama sekali tidak diketahui pada masa-masa awal perkembangan arkeologi modern. Jules Oppert adalah sarjana pertama yang mencuatkan kata Sumer di dalam sebuah materi kuliah pada tanggal 17 Januari 1869. Ekskavasi-ekskavasi besar pertama di situs kota-kota Sumer adalah ekskavasi tahun 1877 di situs Girsu yang dilakukan arkeolog Ernest de Sarzec dari Prancis, ekskavasi tahun 1889 di situs Nipur yang dilakukan John Punnett Peters dari Universitas Pennsylvania yang berlangsung antara tahun 1889 sampai tahun 1900, dan ekskavasi di situs Syurupak yang dilakukan arkeolog Robert Koldewey dari Jerman antara tahun 1902 sampai 1903. Terbitan karya-karya tulis ilmiah yang menonjol terkait temuan-temuannya adalah "Decouvertes en Chaldée par Ernest de Sarzec" yang diterbitkan Léon Heuzey pada tahun 1884, "Les Inscriptions de Sumer et d'Akkad" yang diterbitkan François Thureau-Dangin pada tahun 1905, dan "Grundzüge der sumerischen Grammatik" mengenai tata bahasa Sumer yang diterbitkan Arno Poebel pada tahun 1923.[44]

Negara-negara kota di Mesopotamia

sunting
 
Rangkuman salinan daftar nama kota dari penghujung babak Uruk, antara lain Nipur, Uruk, Ur, Eresy, Kesy, dan Zabala

Menjelang penghujung milenium ke-4 SM, negeri Sumer terbagi-bagi menjadi banyak negara kota merdeka yang batas-batasnya ditandai oleh kanal-kanal dan tapal-tapal batas dari batu. Masing-masing negara kota berpusat pada bangunan kuil yang didarmabaktikan kepada dewa atau dewi pelindung tertentu dan diperintah oleh seorang pendeta pemangku (ensi) atau seorang raja (lugal) yang erat hubungannya dengan upacara-upacara keagamaan negara kota yang bersangkutan.

Anu ziggurat and White Temple
Zigurat Anu dan Kuil Putih di Uruk. Zigurat Anu, yakni bangunan menyerupai piramida yang lebih dulu didirikan sekitar tahun 4000 SM, sementara bangunan Kuil Putih yang berdiri di atasnya diduga rampung sekitar tahun 3500 SM.[45] Kemungkinan besar rekabentuk zigurat adalah leluhur rekabentuk piramida-piramida Mesir, yang tertua di antaranya diduga berasal dari sekitar tahun 2600 SM.[46]

Berikut ini adalah daftar tak lengkap kota-kota yang mungkin pernah didatangi, berinteraksi dan berdagang dengan, diinvasi, ditaklukkan, dihancurkan, diduduki, dikolonisasi oleh, dan/atau justru berada di dalam mandala pengaruh orang Sumer (diurut dari selatan ke utara):

  1. Eridu (Tal Abu Syahrain)SC
  2. Kuara (kemungkinan besar Tal Laham)SU
  3. Ur (Tal Muqayar)SC
  4. Kesy (kemungkinan besar Tal Jidir)SU
  5. Larsa (Tal Sankarah)S
  6. Uruk (Warka)SC
  7. Badtibira (kemungkinan besar Tal Madain)SC
  8. Lagasy (Tal Hiba)S
  9. Girsu (Tal Taluh)S
  10. Uma (Tal Jukhah)S
  11. Zabala (Tal Ibzaikh)S
  12. Syurupak (Tal Farah)SC
  13. Kisura (Tal Abu Hatab)S
  14. Masykan-syapir (Tal Abu Duwari)S
  15. Eresy (kemungkinan besar Tal Abu Salabikh) SU
  16. Isin (Isyanul Bahriyat)SC
  17. Adab (Tal Bismayah)SC
  18. Nipur (Afak)SH
  19. Marad (Tal Wanatus Sadum)S
  20. Dilbat (Tal Dulaim)S
  21. Borsipa (Birs Nimrud)M
  22. Larak (kemungkinan besar Tal Wilayah)SCU
  23. Kisy (Tal Uhaimir dan Tal Inghara)MC
  24. Kusa (Tal Ibrahim)M
  25. Sipar (Tal Abu Habah)MC
  26. Der (Badrah)M
  27. Aksyak (kemungkinan besar Tal Risyad)MCU
  28. Akad (kemungkinan besar Tal Mizyad)MCU
  29. Esynuna (Tal Asmar)M
  30. Awan (kemungkinan besar Godin Tepe)ICU
  31. Mari (Tal Hariri)WC
  32. Hamazi (kemungkinan besar Kani Juwaz)NCU
  33. Nagar (Tal Birak)W

Selain kota Mari, yang berjarak 330 kilometer (205 mil) dari barat laut kota Agade, tetapi disebutkan di dalam daftar raja sebagai kota yang pernah mengemban kedaulatan raja pada babak Kulawangsa Perdana II, dan kota Nagar, salah satu kota terpencil, semua kota yang disebutkan di atas terletak di dataran aluvial Efrat-Tigris di selatan kota Bagdad, yakni di daerah-daerah yang dewasa ini menjadi bagian dari wilayah Provinsi Bābil, Provinsi Diyala, Provinsi Wāsit, Provinsi Zikar, Provinsi Basra, Provinsi Almusanā, dan Provinsi Alqādisiyah di Irak.

Sejarah

sunting
 
Ukiran sosok seorang tawanan Sumer pada jayastamba Sargon, Raja Akad, sekitar tahun 2300 SM.[47] Potongan rambutnya (ikal di atas dan pendek di samping) merupakan ciri khas orang Sumer, sama seperti yang tampak pada Duaja Ur.[48] koleksi Museum Louvre.

Negara-negara kota Sumer berkuasa pada babak Ubaid dan babak Uruk yang tergolong zaman prasejarah. Sejarah tertulis orang Sumer merentang mundur sampai ke abad ke-27 SM dan sebelumnya, tetapi catatan sejarah masih tidak dapat dipahami sampai dengan babak Kulawangsa Perdana III, sekitar abad ke-23 SM, manakala catatan sejarah sudah menggunakan bahasa yang lebih mudah untuk diartikan, sehingga memungkinkan para arkeolog untuk membaca catatan-catatan dan prasasti-prasasti sezaman.

Kemaharajaan Akad adalah negara pertama yang berhasil mempersatukan sebagian besar Mesopotamia pada abad ke-23 SM. Sesudah babak Guti, Kerajaan Ur III juga berhasil mempersatukan beberapa daerah di utara dan selatan Mesopotamia. Kerajaan ini tumbang diserbu orang Amori pada permulaan milenium kedua SM. "Kulawangsa Isin" bentukan orang Amori bercokol sampai Mesopotamia dipersatukan di bawah pemerintahan Babel sekitar tahun 1700 SM.

  • Zaman Batu Muda: sekitar tahun 10000 – sekitar tahun 5000 SM
    • Babak Ubaid: sekitar tahun 6500 – sekitar tahun 4100 SM
  • Zaman Tembaga: sekitar tahun 5000 – 3300 SM
    • Babak Uruk: sekitar tahun 4100 – 3100 SM
      • Tahap Uruk XIV–V: sekitar tahun 4100 – 3300 SM
      • Tahap Uruk IV: sekitar tahun 3300 – 3100 SM
  • Zaman Perunggu Awal I: sekitar tahun 3300 – sekitar tahun 3000 SM
    • Babak Jamdat Nasir (tahap Uruk III): sekitar tahun 3100 – sekitar tahun 2900 SM
      • Tahap Uruk III: sekitar tahun 3100 – sekitar tahun 2900 SM
  • Zaman Perunggu Awal II: sekitar tahun 3000 – sekitar tahun 2700 SM
    • Babak Kulawangsa Perdana sekitar tahun 2900 – sekitar tahun 2334 SM
      • Babak Kulawangsa Perdana I: sekitar tahun 2900 – sekitar tahun 2800 SM
      • Babak Kulawangsa Perdana II: sekitar tahun 2800 – sekitar tahun 2600 SM
      • Babak Kulawangsa Perdana IIIa: sekitar tahun 2600 – sekitar tahun 2500 SM
      • Babak Kulawangsa Perdana IIIb: sekitar tahun 2500 – sekitar tahun 2334 SM
        • Kulawangsa Uruk II
        • Kulawangsa Ur II
        • Kulawangsa Adab
        • Kulawangsa Mari
        • Kulawangsa Kisy III
        • Kulawangsa Aksyak
        • Kulawangsa Kisy IV
        • Kulawangsa Uruk III
  • Zaman Perunggu Awal III: sekitar tahun 2700 – sekitar tahun 2200 SM
  • Zaman Perunggu Awal IV: sekitar tahun 2200 – sekitar tahun 2100 SM
    • Babak Guti: sekitar tahun 2154 – sekitar tahun 2119 SM
      • Kulawangsa Uruk IV
      • Kulawangsa Guti
  • Zaman Perunggu Madya I: sekitar tahun 2100 – sekitar tahun 2000 SM
    • Babak Ur III: sekitar tahun 2119 – sekitar tahun 2004 SM
      • Kulawangsa Uruk V
      • Kulawangsa Ur III
  • Zaman Perunggu Madya II A: sekitar tahun 2000 – sekitar tahun 1750 SM
  • Zaman Perunggu Madya II B: sekitar tahun 1750 – sekitar tahun 1650 SM

Babak Ubaid

sunting
 
Tempayan tembikar dari babak Ubaid Akhir

Babak Ubaid ditandai oleh gaya khas tembikar pulasan bermutu tinggi yang menyebar ke seantero Mesopotamia dan Teluk Persia. Bukti pemukiman tertua ditemukan di Tal Awaili, tetapi mengingat keadaan alam di kawasan selatan Mesopotamia yang nyaman untuk ditinggali manusia jauh sebelum babak Ubaid, mungkin saja ada situs-situs yang lebih tua tetapi belum ditemukan. Tampaknya kebudayaan ini berinduk kepada kebudayaan Samara yang berkembang di kawasan utara Mesopotamia. Tidak diketahui apakah masyarakatnya memang adalah orang Sumer yang erat kaitannya dengan kebudayaan Uruk yang berkembang lebih belakangan. Cerita tentang serah terima karunia-karunia peradaban (me) dari Enki, dewa hikmat yang menjadi dewa pelindung utama Eridu, kepada Inana, dewi asmara dan perang yang menjadi dewi pelindung Uruk, mungkin saja mencerminkan pergeseran kiblat peradaban dari Eridu ke Uruk.[49]

Babak Uruk

sunting

Transisi arkeologis dari babak Ubaid ke babak Uruk ditandai oleh pergeseran berangsur dari tembikar pulasan produksi rumahan yang dibuat dengan menggunakan perbot kisaran lamban ke beragam tembikar tanpa pulasan yang diproduksi secara besar-besaran oleh tenaga-tenaga ahli dengan menggunakan perbot kisaran laju. Babak Uruk merupakan kelanjutan dan turunan dari babak Ubaid, dengan tembikar sebagai tengara utama perubahan yang kasatmata.[50][51]

Raja-Pendeta Uruk memberi makan ternak suci
Raja-pendeta bersama jejenang memberi makan ternak suci, babak Uruk, sekitar tahun 3200 SM
Rekam cap silinder dari babak Uruk, sekitar tahun 3100 SM, koleksi Museum Louvre

Pada babak Uruk, yaitu kurun waktu sekitar tahun 4100–2900 SM, volume barang dagangan yang diangkut melewati kanal-kanal dan sungai-sungai di kawasan selatan Mesopotamia membuka jalan bagi munculnya banyak kota besar yang berpusat pada kuil dan dihuni masyarakat yang terstratifikasi, dengan populasi di atas 10.000 jika, tempat pemerintahan yang tersentralisasi mempekerjakan tenaga-tenaga spesialis. Dapat dipastikan bahwa pada babak Uruklah kota-kota Sumer mulai memanfaatkan tenaga budak yang diculik dari daerah perbukitan, dan ada cukup banyak bukti pemberdayaan budak budak-budak culikan sebagai tenaga kerja di dalam karya-karya sastra Sumer terdahulu. Artefak-artefak, dan bahkan koloni-koloni dari peradaban Uruk ini sudah ditemukan di seluruh daerah luas yang membentang dari Pegunungan Taurus di Turki sampai ke Laut Tengah di sebelah Barat, bahkan merentang ke timur sampai sejauh kawasan barat Iran.[52]:2–3

Perdadaban babak Uruk yang dibawa serta para saudagar dan kolonis Sumer, seperti yang ditemukan di Tal Birak, berdampak kepada semua masyarakat di sekitarnya, yang berangsur-angsur mengembangkan kebudayaan dan ekonomi sendiri yang menyaingi Sumer. Kota-kota Sumer tidak mampu mempertahankan koloni-koloninya yang jauh dan terpencil dengan kekuatan militer.[52]

Kemungkinan besar pemerintahan kota-kota Sumer pada babak Uruk bersifat teokratis, dan kemungkinan besar dikepalai oleh seorang raja-pendeta (ensi), dibantu suatu badan musyawarah pinisepuh yang dianggotai laki-laki maupun perempuan.[53] Cukup besar kemungkinannya bahwa panteon Sumer akhir ditata mengikuti struktur politik semacam ini. Ada sedikit bukti peperangan yang terorganisasi atau prajurit profesional pada babak Uruk, dan kota-kota pada umumnya tidak dipagari tembok. Pada kurun waktu inilah kota Uruk menjadi kota yang paling terurbanisasi di dunia, dengan jumlah warga yang menembus angka 50.000 jiwa untuk pertama kalinya dalam sejarah dunia.

Daftar Raja Sumer kuno berisi kulawangsa-kulawangsa awal dari beberapa kota terkemuka pada kurun waktu ini. Senarai nama-nama pertama di dalam daftar tersebut adalah nama raja-raja yang dikatakan memeritah sebelum suatu kejadian banjir besar. Nama-nama awal ini mungkin saja fiktif, dan mencakup beberapa tokoh legendaris dan mitologis seperti Alulim dan Dumuzid.[53]

Babak Uruk berakhir pada waktu yang sama dengan terjadinya bolak-balik Piora, kurun waktu kemarau panjang kira-kira dari tahun 3200 sampai 2900 SM yang menandai berakhirnya iklim yang lebih basah dan lebih hangat yang berlangsung kira-kira dari 9.000 tahun silam hingga 5.000 tahun silam, yang disebut Iklim Optimum Holosen.[54]

Babak Kulawangsa Awal

sunting
 
Ketopong emas Meskalamdug, tokoh yang diduga kuat sebagai wangsakarta Kerajaan Ur I, abad ke-26 SM

Babak kulawangsa bermula sekitar tahun 2900 SM dan dikait-kaitkan dengan pergeseran dari pemerintahan kuil di bawah kepemimpinan badan musyawarah pinisepuh yang diketuai seorang agamawan yang disebut "En" (seorang pria jika kuilnya adalah tempat memuja dewi, atau seorang wanita jika kuilnya adalah tempat memuja dewa)[55] kepada suatu pemerintahan yang lebih sekuler di bawah kepemimpinan seorang Lugal (Lu = orang, Gal = besar), dan melibatkan tokoh-tokoh bapa leluhur legendaris seperti Dumuzid, Lugalbanda, dan Gilgamesy—yang memerintah tidak lama sebelum rekam sejarah bermula sekitar tahun 2900 SM, manakala tulisan silabis yang kini sudah dapat diartikan mulai berkembang menggantikan piktogram-piktogram yang menjadi cikal-bakalnya. Peradaban Sumer tetap berpusat di kawasan selatan Mesopotamia, sekalipun tak lama kemudian para penguasa Sumer melebarkan sayapnya ke kawasan-kawasan di sekitarnya, dan masyarakat-masyarakat Semit yang bertetangga dengan Sumer mengadopsi banyak budaya Sumer menjadi budaya mereka sendiri.

Populasi

sunting

Uruk, salah satu kota terbesar di Sumer, diperkirakan berpopulasi 50.000–80.000 jiwa pada masa jayanya.[56] Mengingat keberadaan kota-kota lain di Sumer, dan besarnya populasi petani, populasi Sumer secara kasar diperkirakan berkisar antara 0,8 juta hingga 1,5 juta jiwa. Populasi dunia pada zaman itu diperkirakan mencapai 27 juta jiwa.[57]

 
Zigurat Besar di Ur, sekitar tahun 2100 SM, dekat Nasiriyah, Irak

Orang Sumer menuturkan sejenis bahasa isolat. Sejumlah linguis mengaku sudah berhasil mendeteksi keberadaan suatu bahasa substratum yang tidak diketahui klasifikasinya di bahasa Sumer, lantaran nama beberapa kota besar di Sumer bukan berasal dari bahasa Sumer, sehingga menyingkap adanya pengaruh dari masyarakat yang lebih dulu mendiami kawasan itu.[58] Meskipun demikian, rekam arkeologis menunjukkan kesinambungan budaya yang jelas dan tidak terinterupsi dari zaman permukiman-permukiman babak Ubaid awal (tahun 5300–4700 SM berdasarkan uji C-14) di kawasan selatan Mesopotamia. Orang Sumer yang datang bermukim kemudian menggarap tanah kawasan itu yang subur oleh endapan lumpur dari sungai Tigris dan sungai Efrat.

Beberapa arkeolog berspekulasi bahwa masyarakat yang mula-mula menuturkan bahasa Sumer adalah masyarakat tani yang berpindah dari kawasan utara Mesopotamia sesudah menyempurnakan pertanian beririgasi di kawasan itu. Tembikar babak Ubaid di kawasan selatan Mesopotamia telah dihubungkan via gerabah peralihan Coga Mami dengan tembikar kebudayaan babak Samara (Sekitar tahun 5700 sampai tahun 4900 SM berdasarkan uji C-14) di utara, yakni kebudayaan yang pertama kali mempraktikkan suatu bentuk primitif dari pertanian beririgasi di sepanjang pertengahan sungai Tigris dan anak-anak sungainya. Keterkaitan tersebut terlihat jelas di Tal Alawaili dekat Larsa, yang diekskavasi bangsa Prancis pada dasawarsa 1980-an, tempat ditemukannya tembikar pra-Ubaid yang menyerupai gerabah Samara di delapan tingkat penggalian. Menurut teori ini, masyarakat-masyarakat tani menyebar ke kawasan selatan Mesopotamia lantaran sudah mengembangkan suatu organisasi kemasyarakatan berpusatkan kuil untuk memobilisasi tenaga kerja dan teknologi bagi kepentingan pengendalian air, sehingga memungkinkan mereka untuk bertahan hidup dan sejahtera di lingkungan yang keras.

Pihak-pihak lain membersitkan dugaan bahwa masyarakat Sumer adalah kelanjutan dari masyarakat-masyarakat pribumi yang hidup dari berburu dan menangkap ikan, yang dikaitkan dengan perkakas-perkakas batu bermata dua yang ditemukan di kawasan pesisir jazirah Arab. Juris Zarins berkeyakinan bahwa mungkin saja orang Sumer adalah masyarakat yang mendiami kawasan Teluk Persia sebelum kawasan itu dilamun air pada penghujung Zaman Es.

Budaya

sunting

Kehidupan bermasyarakat dan berumah tangga

sunting
 
Rekonstruksi jejamang dan kalung wanita yang ditemukan di Pekuburan Kerajaan di Ur, koleksi Museum Inggris

Piktogram-piktogram primitif menyiratkan[59] bahwa pada babak permulaan sejarah Sumerː

  • "Tembikar berlimpah ruah, dan ada aneka ragam bentuk jambangan, mangkuk, maupun pinggan; ada buyung-buyung khusus untuk menyimpan madu, mentega, minyak, dan khamar, yang kemungkinan besar terbuat dari kurma. Beberapa jambangan memiliki kaki-kaki lancip, dan tegak di atas lapik dengan kaki-kaki menyilang; jambangan-jambangan lain berdasar rata, dan dipasang pada rangka persegi atau persegi panjang dari kayu. Buyung-buyung minyak, dan kemungkinan besar juga buyung-buyung penyimpanan lainnya, disumpal dengan lempung, sama seperti buyung-buyung Mesir awal. Jambangan dan pinggan batu dibuat menyerupai jambangan dan pinggan dari lempung."
  • "Orang mengenakan bulang-bulang yang dihiasi bulu-bulu unggas, memakai katil, dingklik, dan kursi, dengan kaki-kaki yang diukir menyerupai tungkai-tungkai lembu. Terdapat perapian dan mezbah api."
  • "Orang sudah tidak asing lagi dengan pisau, gurdi, baji, dan sejenis perkakas yang tampak seperti gergaji, sementara tombak, gandewa, anak panah, dan belati (tidak ada pedang) digunakan untuk berperang."
  • "Loh dipakai untuk keperluan tulis-menulis. Orang menyandang belati berbilah logam dan berhulu kayu, dan tembaga ditempa menjadi pinggan, sedangkan kalung atau sangsangan terbuat dari emas."
  • "Waktu dibagi menjadi bulan-bulan kala candra."

Ada cukup banyak bukti yang berkaitan dengan seni musik Sumer. Orang Sumer sudah mengenal dan memainkan alat musik kecapi dan seruling. Contoh temuan alat musik yang terkenal antara lain adalah kecapi-kecapi Ur.[60]

Kebudayaan Sumer didominasi kaum pria dan terstratifikasi. Undang-Undang Ur-Nammu, perundang-undangan tertua yang sudah ditemukan, yang berasal dari babak Ur III, menyingkap struktur kemasyarakatan di dalam hukum Sumer akhir. Di bawah lu-gal ("orang besar" atau raja), segenap anggota masyarakat tergolong ke dalam salah satu dari kedua strata dasar, yaitu "lu" atau orang merdeka, dan budak (budak laki-laki disebut arad, sedangkan budak perempuan disebut geme). Anak laki-laki seorang lu disebut dumu-nita sebelum berumah tangga. Pada saat memasuki kehidupan berumah tangga, seorang wanita (munus) berubah status dari anak perempuan (dumu-mi) menjadi seorang istri (dam), kemudian menjadi seorang janda (numasu) apabila ditinggal mati suaminya. Seorang janda dibenarkan untuk kawin lagi dengan laki-laki yang sesuku dengan mendiang suaminya.

Pada permulaan sejarah Sumer, kaum wanita memainkan peran penting di tengah masyarakat selaku pendeta perempuan. Mereka juga dapat memiliki harta kekayaan, melakukan transaksi bisnis, dan hak-haknya dilindungi oleh mahkamah. Anak laki-laki dan perempuan mendapatkan jatah warisan yang sama besar. Status kaum wanita kian memburuk pada abad-abad sesudah tahun 2300 SM. Hak mereka untuk menjual harta benda sendiri dibatasi, bahkan dewi-dewi pun tidak lagi dipandang semulia dulu.[61][62]

Prasasti-prasasti berisi penjabaran usaha-usaha pembaharuan Raja Lagasy yang bernama Urukagina (sekitar tahun 2350 SM) menyebutkan bahwa ia menghapuskan adat poliandri di negaranya, dengan menetapkan bahwa perempuan yang bersuami banyak harus dirajam dengan batu bertuliskan kedurjanaan yang diperbuatnya.[63]

Putri Sumer (sekitar tahun 2150 SM)
Seorang putri Sumer pada zaman Gudea, sekitar tahun 2150 SM.
Detail muka.
Koleksi Museum Louvre, nomor kode AO 295.

Perkawinan biasanya diatur oleh orang tua kedua mempelai;[64]:78 pertunangan biasanya diresmikan lewat persetujuan kontrak yang dituliskan pada loh-loh lempung.[64]:78 Perkawinan dianggap sah begitu mempelai pria menyerahkan maskawin kepada ayah mempelai wanita.[64]:78 Salah satu amsal Sumer menggambarkan perkawinan yang ideal dan bahagia lewat ucapan bangga seorang suami bahwa istrinya sudah melahirkan baginya delapan orang anak laki-laki tetapi belum juga jemu bersanggama.[65]

Orang Sumeria berpandangan bahwa perempuan sepatutnya masih perawan pada waktu mulai berumah tangga,[66]:100–101 tetapi tidak mengharapkan hal yang sama dari laki-laki,[66]:102–103 kendati salah seorang penulis menganggap sanggama sebelum berumah tangga pada umumnya tidak dibenarkan.[67] Baik orang Sumer maupun orang Akad tidak memiliki kata yang benar-benar sepadan dengan kata 'keperawanan' dalam bahasa Indonesia, dan konsep keperawanan diungkapkan secara deskriptif, misalnya sebagai a/é-nu-gi4-a dalam bahasa Sumer atau la naqbat dalam bahasa Akad, artinya 'belum terjamah', atau giš nunzua, artinya 'belum kenal zakar'.[66]:91–93 Tidak jelas apakah istilah-istilah seperti šišitu di dalam karya-karya tulis medis Akad mengindikasikan selaput dara, tetapi tampaknya keutuhan selaput dara kurang relevan dalam menilai keperawanan wanita jika dibandingkan dengan kembudayaan-kebudayaan yang muncul lebih kemudian di Timur Dekat. Sebagaian besar pemastian keperawanan bergantung kepada pengakuan wanita itu sendiri.[66]:91–92

Dari rekam sejarah yang paling awal, diketahui bahwa orang Sumer menyikapi seks dengan sangat santai.[68] Moral seksual mereka bukan ditentukan oleh apakah suatu tindakan seksual dianggap imoral, melainkan oleh apakah tindakan seksual itu menajiskan seseorang.[68] Orang Sumer pada umumnya meyakini bahwa masturbasi dapat meningkatkan kemampuan seks, baik pria maupun wanita,[68] dan mereka kerap melakukannya, baik sendirian maupun bersama pasangan.[68] Orang Sumer juga tidak menabukan seks anal.[68] Para pendeta perempuan Entu dilarang beranak-pinak[69][65] dan kerap melakukan seks anal untuk mencegah kehamilan.[69]

Ada praktik pelacuran, tetapi tidak jelas apakah ada praktik pelacuran keagamaan.[70]:151

Bahasa dan aksara

sunting
 
Loh betuliskan praaksara baji piktografis; akhir milenium ke-4 SM; gamping; tinggi: 4,5 cm, lebar: 4,3 cm, tebal: 2,4 cm; koleksi Museum Louvre

Temuan arkeologis terpenting di Sumer adalah sejumlah besar loh lempung bertuliskan aksara baji. Aksara Sumer dipandang sebagai salah satu tonggak sejarah penting bukan hanya dalam dalam perkembangan kemampuan manusia untuk menciptakan rekam sejarah. melainkan juga dalam perkembangan kemampuan manusia untuk melahirkan karya sastra, baik dalam bentuk wiracarita puitis maupun dalam bentuk cerita-cerita, doa-doa, dan undang-undang.

Seni rupa

sunting
 
Belati emas dari kubur PG 580, Pekuburan Kerajaan di Ur

Orang Sumer adalah seniman-seniman ulung. Artefak-artefak Sumer menampilkan banyak detail dan hiasan, ditatahi batu-batu semimulia yang diimpor dari luar negeri semisal lazuardi, pualam, dan diorit, juga logam-logam mulia semisal emas tempa. Lantaran langka, batu dikhususkan pemanfaatannya untuk pembuatan arca-arca. Bahan baku yang paling mudah didapatkan adalah lempung, itulah sebabnya banyak barang buatan Sumer yang terbuat dari lempung. Logam-logam seperti emas, perak, tembaga, dan perunggu, juga cangkang kerang dan batu permata, dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan arca-arca terhalus dan bahan tatahan. Batu-batu berukuran kecil, apapun jenisnya, termasuk batu-batu yang lebih tinggi nilainya seperti lazuardi, pelinggam, dan giok zaitun, dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan cap silinder.

Beberapa di antara mahakarya seni rupa Sumer yang paling terkenal adalah kecapi-kecapi Ur, yang diyakini sebagai alat-alat musik petik tertua di dunia yang masih lestari hingga saat ini. Kecapi-kecapi tersebut ditemukan oleh Leonard Woolley dalam ekskavasi Pekuburan Kerajaan di Ur antara tahun 1922 sampai 1934.

Arsitektur

sunting
 
Zigurat Besar di Ur (Provinsi Zikar, Irak), dibangun pada zaman Kulawangsa Ur Ketiga (sekitar tahun 2100 SM), didarmabaktikan kepada dewa bulan Nana

Daerah dataran Tigris-Efrat tidak mengandung mineral maupun ditumbuhi pepohonan. Bangunan-bangunan Sumer terbuat dari bata lempung cembung datar, tidak direkat dengan lepa maupun semen. Bangunan-bangunan bata lempung pada akhirnya akan hancur, oleh sebab itu bangunan-bangunan tersebut secara berkala dirubuhkan, diratakan dengan tanah, dan dibangun ulang di tempat yang sama. Aktivitas bangun ulang yang berlangsung terus-menerus lambat laun menaikkan permukaan tanah di kota-kota, sehingga kawasan perkotaan menjadi lebih tinggi daripada lingkungan di sekitarnya. Bukit-bukit yang dihasilkannya, yang dikenal dengan sebutan tal, dijumpai di seluruh Timur Dekat Kuno.

Menurut Archibald Sayce, piktogram-piktogram primitif dari babak awal sejarah Sumer (babak Uruk) menyiratkan bahwa "batu merupakan barang langka, tetapi sudah dipotong menjadi balok-balok dan cap-cap. Bata adalah material bangunan yang lumrah digunakan, dan dengan batalah kota-kota, benteng-benteng, kuil-kuil, dan rumah-rumah dibangun. Kota diperlengkapi dengan menara-menara dan tegak di atas landasan buatan manusia; tampilan rumah pun menyerupai menara. Rumah diperlengkapi pintu dengan daun pintu yang dapat digerakkan pada semacam sendi dan dapat dibuka tutup dengan semacam anak kunci. Pintu kota lebih besar lagi ukurannya dan tampaknya berdaun pintu ganda. Batu penjuru — lebih tepatnya bata penjuru — rumah disucikan dengan benda-benda tertentu yang dipendam di bawahnya."[59]

Bangunan Sumer yang paling mengagumkan dan paling terkenal adalah zigurat, landasan berundak raksasa tempat kuil berdiri. Cap-cap silinder Sumer juga menampilkan gambar rumah-rumah yang terbuat dari gelagah, tidak bedanya dengan rumah-rumah gelagah yang didirikan oleh orang-orang Arab Paya di Irak Selatan sampai tahun 400 Tarikh Masehi. Orang Sumer juga mengembangkan pelengkung, yang memungkinkan mereka untuk mengembangkan sejenis kubah yang kukuh. Mereka membangun kubah dengan cara membangun dan menghubungkan beberapa pelengkung sekaligus. Kuil-kuil dan istana-istana orang Sumer memanfaatkan material dan teknik-teknik yang lebih maju, misalnya tembok-tembok tunjang, relung-relung gedung, saka-saka separuh, dan pasak-pasak lempung.

Matematika

sunting

Orang Sumer mengembangkan suatu sistem metrologi yang rumit sekitar tahun 4000 SM.

Baca juga

sunting

Rujukan

sunting
  1. ^ a b Foxvog, Daniel A. (2016). Elementary Sumerian Glossary (PDF). University of California at Berkeley. hlm. 52. 
  2. ^ a b c "The Pennsylvania Sumerian Dictionary: saĝgiga [humankind]". psd.museum.upenn.edu. 
  3. ^ a b c Diakonoff, I. M.; D'I︠A︡konov, Igor' Mik︠h︡aílovich (1991). Early Antiquity (dalam bahasa Inggris). University of Chicago Press. hlm. 72. ISBN 978-0-226-14465-8. 
  4. ^ a b Feuerstein, Georg; Kak, Subhash; Frawley, David (2005). The Search of the Cradle of Civilization: New Light on Ancient India (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-Second Revised). Motilal Banarsidass Publishers. hlm. 117. ISBN 978-81-208-2037-1. 
  5. ^ "emeĝir [SUMERIAN]". The Pennsylvania Sumerian Dictionary. University of Pennsylvania Museum of Anthropology and Archaeology. Diakses tanggal 14 Juli 2021. 
  6. ^ a b c "Daerah yang dimaksud (ujung selatan Mesopotamia) kini dapat disebut Sumer, dan penduduknya dapat disebut orang Sumer (Sumerians), kendati nama-nama tersebut hanyalah rekaan Inggris daro sebutan-sebutan Akad; orang Sumer sendiri menyebut negeri mereka Kengir, bahasa mereka Emegir, dan diri mereka Sag-giga, "orang kepala hitam." dalam W. Hallo; W. Simpson (1971). The Ancient Near East. New York: Harcourt, Brace, Jovanovich. hlm. 29. 
  7. ^ Black, Jeremy A.; George, A. R.; Postgate, J. N.; Breckwoldt, Tina (2000). A Concise Dictionary of Akkadian (dalam bahasa Inggris). Otto Harrassowitz Verlag. hlm. 384. ISBN 978-3-447-04264-2. 
  8. ^ Miller, Douglas B.; Shipp, R. Mark (1996). An Akkadian Handbook: Paradigms, Helps, Glossary, Logograms, and Sign List (dalam bahasa Inggris). Eisenbrauns. hlm. 68. ISBN 978-0-931464-86-7. 
  9. ^ Piotr Michalowski, "Sumerian," The Cambridge Encyclopedia of the World's Ancient Languages." Penyunting Roger D. Woodard (2004, Cambridge University Press). Halaman 19–59
  10. ^ Roŭ, Georges (1993). Ancient Iraq (edisi ke-3). London, Inggris: Penguin Books. hlm. 80–82. 
  11. ^ Toorn, Karel van der; Becking, Bob; Horst, Pieter Willem van der (1999). Dictionary of Deities and Demons in the Bible (dalam bahasa Inggris). Wm. B. Eerdmans Publishing. hlm. 32. ISBN 978-0-8028-2491-2. 
  12. ^ Edzard, Dietz Otto (2003). Sumerian Grammar (dalam bahasa Inggris). Brill. hlm. 1. ISBN 978-90-474-0340-1. 
  13. ^ "Asal-usul orang Sumer tidak diketahui; mereka menyifatkan diri sendiri sebagai 'orang kepala hitam'" Haywood, John (2005). The Penguin Historical Atlas of Ancient Civilizations (dalam bahasa Inggris). Penguin. hlm. 28. ISBN 978-0-14-101448-7. 
  14. ^ Diakonoff, I. M. (2013). Early Antiquity (dalam bahasa Inggris). University of Chicago Press. hlm. 72. ISBN 978-0-226-14467-2. 
  15. ^ Finer, Samuel Edward; Finer, S. E. (1997). The History of Government from the Earliest Times: Ancient monarchies and empires (dalam bahasa Inggris). Oxford University Press. hlm. 99. ISBN 978-0-19-820664-4. 
  16. ^ "Akulah raja empat tepas dunia, akulah gembala, penggembala 'orang kepala hitam'" dalam Liverani, Mario (2013). The Ancient Near East: History, Society and Economy (dalam bahasa Inggris). Routledge. hlm. 167. ISBN 978-1-134-75084-9. 
  17. ^ a b van der Toorn, K.; van der Horst, P. W. (January 1990). "Nimrod before and after the Bible". The Harvard Theological Review. 83 (1): 1–29. doi:10.1017/S0017816000005502. 
  18. ^ Kramer, Samuel Noah (1988). In the World of Sumer: An Autobiography. Wayne State University Press. hlm. 44. ISBN 978-0-8143-2121-8. 
  19. ^ "Ancient Mesopotamia. Teaching materials". Oriental Institute in collaboration with Chicago Web Docent and eCUIP, The Digital Library. Diarsipkan dari versi asli tanggal 5 November 2013. Diakses tanggal 5 Maret 2015. 
  20. ^ "The Ubaid Period (5500–4000 B.C.)". Heilbrunn Timeline of Art History. New York: Department of Ancient Near Eastern Art, Metropolitan Museum of Art. October 2003. Diarsipkan dari versi asli tanggal 07 Juli 2021. Diakses tanggal 22 Februari 2014. 
  21. ^ "Ubaid Culture". The British Museum. 
  22. ^ Carter, Rober A.; Graham, Philip, ed. (April 2006). "Beyond the Ubaid" (PDF). University of Durham. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 21 Maret 2014. Diakses tanggal 22 Februari 2014. 
  23. ^ Arnaiz-Villena, Antonio; Martínez-Laso, Jorge; Gómez-Casado, Eduardo (2000). Prehistoric Iberia: Genetics, Anthropology, and Linguistics:. International Conference on Prehistoric Iberia : Genetics, Anthropology, and Linguistics; November 16–17, 1998; Madrid, Spanyol. Springer Science & Business Media. hlm. 22. ISBN 978-0-306-46364-8. 
  24. ^ a b Lazaridis, I.; Nadel, D.; Rollefson, G. (2016). "Genomic insights into the origin of farming in the ancient Near East". Nature. 536 (7617): 419–424. Bibcode:2016Natur.536..419L. doi:10.1038/nature19310. PMC 5003663 . PMID 27459054. 
  25. ^ Reich, David; Pinhasi, Ron; Patterson, Nick; Hovhannisyan, Nelli A.; Yengo, Loic; Wilson, James F.; Torroni, Antonio; Tönjes, Anke; Stumvoll, Michael (August 2016). "Genomic insights into the origin of farming in the ancient Near East". Nature. 536 (7617): 419–424. Bibcode:2016Natur.536..419L. doi:10.1038/nature19310. ISSN 1476-4687. PMC 5003663 . PMID 27459054. Analisis kraniometris telah menyiratkan adanya hubungan kekerabatan antara masyarakat Natufi dan masyarakat-masyarakat di Afrika Utara maupun di Afrika Subsahara, suatu hasil yang lumayan didukung oleh analisis kromosom Y yang menunjukkan bahwa masyarakat Natufi dan masyarakat-masyarakat penerus Zaman Batu Syam membawa haplogrup E, kemungkinan bersar berasal dari Afrika, yang belum pernah terdeteksi di dalam tubuh pria-pria kuno lainnya dari Erasia Barat. Meskipun demikian, tidak ada bukti hubungan kekerabatan masyarakat Natufi dengan masyarakat Afrika Subsahara di dalam analisis genom kami, lantaran masyarakat Afrika Subsahara dewasa ini tidak memiliki lebih banyak kesamaan alel dengan masyarakat Natufi daripada dengan masyarakat-masyarakat Erasia kuno lainnya. 
  26. ^ "Sumerians had connections with the Caucasus". Scientific Russia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 15 April 2021. 
  27. ^ Kassian, A. (2014). "Lexical Matches between Sumerian and Hurro-Urartian: Possible Historical Scenarios". Cuneiform Digital Library Journal. 2014 (4). 
  28. ^ The Diversity of the Chechen culture: from historical roots to the present. UNESCO. 2009. hlm. 14. ISBN 978-5-904549-01-5. 
  29. ^ Wilhelm, Gernot (2008). "Hurrian". Dalam Woodard, Roger D. The Ancient Languages of Asia Minor. Cambridge: Cambridge University Press. hlm. 81–104. 
  30. ^ "Sumerian Civilization". San José State University. Diakses tanggal 2024-10-19. 
  31. ^ "Science: Home City of Sumer?". Time. April 18, 1960. 
  32. ^ In the World of Sumer: An Autobiography (dalam bahasa Inggris). Wayne State University Press. 1988. ISBN 978-0-8143-2121-8. 
  33. ^ "Dilmun – Tilmun – Creation – Aliens – Middle East". Crystalinks. Diakses tanggal 19 Oktober 2024. 
  34. ^ Harrassowitz, O. (2015-10-01), "Enki (Ea) in the mythology of creation", The God Enki in Sumerian Royal Ideology and Mythology, hlm. 139–188, doi:10.2307/j.ctvc16s63.14, diakses tanggal 19 Oktober 2024 
  35. ^ Van Der Toorn, K.; Van Der Horst, P. W. (1990-01-01). "Nimrod Before and After the Bible". Harvard Theological Review (dalam bahasa Inggris). 83 (1): 1–29. doi:10.1017/S0017816000005502. ISSN 1475-4517. 
  36. ^ a b "Sumer (ancient region, Iraq)". Encyclopædia Britannica. Diakses tanggal 29 Maret 2012. 
  37. ^ Kleniewski, Nancy; Thomas, Alexander R. (2010). Cities, Change, and Conflict: A Political Economy of Urban Life. Cengage Learning. ISBN 978-0-495-81222-7. 
  38. ^ Maisels, Charles Keith (1993). The Near East: Archaeology in the "Cradle of Civilization". Psychology Press. ISBN 978-0-415-04742-5. 
  39. ^ Maisels, Charles Keith (2001). Early Civilizations of the Old World: The Formative Histories of Egypt, the Levant, Mesopotamia, India and China. Routledge. ISBN 978-0-415-10976-5. 
  40. ^ Shaw, Ian; Jameson, Robert (2002). A dictionary of archaeology. John Wiley & Sons. ISBN 978-0-631-23583-5. 
  41. ^ Margarethe Uepermann (2007), "Structuring the Late Stone Age of Southeastern Arabia". Arabian Archaeology and Epigraphy Arabian Archaeology and Epigraphy, Jld. 3, edisi 2, hlmn. 65–109.
  42. ^ Hamblin, Dora Jane (May 1987). "Has the Garden of Eden been located at last?" (PDF). Smithsonian Magazine. 18 (2). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 9 Januari 2014. Diakses tanggal 8 Januari 2014. 
  43. ^ a b Leick, Gwendolyn (2003), "Mesopotamia, the Invention of the City" (Penguin)
  44. ^ Kramer (1963), The Sumerians, hlmn. 20–26.
  45. ^ Crüsemann, Nicola; Ess, Margarete van; Hilgert, Markus; Salje, Beate; Potts, Timothy (2019). Uruk: First City of the Ancient World (dalam bahasa Inggris). Getty Publications. hlm. 325. ISBN 978-1-60606-444-3. 
  46. ^ "Rekabentuk berundak pada Piramida Zoser di Saqara, piramida tepian Nil tertua yang diketahui saat ini, membersitkan dugaan adanya penyerapan konsep zigurat Mesopotamia." dalam Held, Colbert C. (University of Nebraska) (2018). Middle East Patterns, Student Economy Edition: Places, People, and Politics (dalam bahasa Inggris). Routledge. hlm. 63. ISBN 978-0-429-96199-1. 
  47. ^ Potts, D. T. (1999). The Archaeology of Elam: Formation and Transformation of an Ancient Iranian State. Cambridge University Press. hlm. 104. ISBN 978-0-521-56496-0. 
  48. ^ Nigro, Lorenzo (1998). "The Two Steles of Sargon: Iconology and Visual Propaganda at the Beginning of Royal Akkadian Relief". Iraq. British Institute for the Study of Iraq. 60: 85–102. doi:10.2307/4200454. hdl:11573/109737. JSTOR 4200454. 
  49. ^ Wolkstein, Diane; Kramer, Samuel Noah (1983). Inanna: Queen of Heaven and Earth: Her Stories and Hymns from Sumer. Elizabeth Williams-Forte. New York: Harper & Row. hlm. 174. ISBN 978-0-06-014713-6. 
  50. ^ Henrickson, Elizabeth F.; Thuesen, Ingolf; Thuesen, I. (1989). Upon this Foundation: The N̜baid Reconsidered : Proceedings from the U̜baid Symposium, Elsinore, May 30th–June1st, 1988. Museum Tusculanum Press. hlm. 353. ISBN 978-87-7289-070-8. 
  51. ^ Glassner, Jean-Jacques (2003). The Invention of Cuneiform: Writing in Sumer. JHU Press. hlm. 31. ISBN 978-0-8018-7389-8. 
  52. ^ a b Algaze, Guillermo (2005). The Uruk World System: The Dynamics of Expansion of Early Mesopotamian Civilization, Edisi ke-2, University of Chicago Press.
  53. ^ a b Jacobsen, Thorkild (Penyunting) (1939),"The Sumerian King List" (Oriental Institute of the University of Chicago; Assyriological Studies, No. 11., 1939).
  54. ^ Lamb, Hubert H. (1995). Climate, History, and the Modern World. London: Routledge. ISBN 0-415-12735-1.
  55. ^ Jacobsen, Thorkild (1976), "The Harps that Once...; Sumerian Poetry in Translation" and "Treasures of Darkness: a history of Mesopotamian Religion".
  56. ^ "The Archaeology of Mesopotamia: Home". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-04-11. Diakses tanggal 2019-07-21. 
  57. ^ Colin McEvedy dan Richard Jones, 1978, Atlas of World Population History, Facts on File, New York, ISBN 0-7139-1031-3.
  58. ^ Nemet-Nejat, Karen Rhea (1998). Daily life in ancient Mesopotamia . Greenwood Publishing Group. hlm. 13. ISBN 978-0-313-29497-6. Diakses tanggal 29 November 2011. 
  59. ^ a b Sayce (Pendeta), A. H. (1908). The Archaeology of the Cuneiform Inscriptions (edisi ke-2 (edisi terevisi)). London, Inggris; Brighton, Inggris; New York: Society for Promoting Christian Knowledge. hlm. 98–100. 
  60. ^ Goss, Clint (15 April 2017). "Flutes of Gilgamesh and Ancient Mesopotamia". Flutopedia. Diakses tanggal 14 Juni 2017. 
  61. ^ Baring, Anne; Cashford, Jules (1993). The Myth of the Goddess Evolution of an Image. Penguin Books Limited. hlm. 159. ISBN 9780141941400. 
  62. ^ Glassman, Ronald M. (2017). The Origins of Democracy in Tribes, City-States and Nation-States. Springer International Publishing. hlm. 344. ISBN 9783319516950. 
  63. ^ Cinthia Gannett (1992). Gender and the Journal: Diaries and Academic Discourse, hlm. 62.
  64. ^ a b c Kramer, Samuel Noah (1963). The Sumerians: Their History, Culture, and Character . The Univ. of Chicago Press. ISBN 978-0-226-45238-8. 
  65. ^ a b Nemet-Nejat, Karen Rhea (1998), Daily Life in Ancient Mesopotamia, Greenwood, hlm. 132, ISBN 978-0-313-29497-6 .
  66. ^ a b c d Cooper, Jerrold S. (2001). "Virginity in Ancient Mesopotamia". Sex and Gender in the Ancient Near East: Proceedings of the 47th Rencontre Assyriologique Internationale, Helsinki (PDF). Baltimore, Maryland: Johns Hopkins University Press. ISBN 978-951-45-9054-2. 
  67. ^ Dale Launderville. Celibacy in the Ancient World: Its Ideal and Practice in Pre-Hellenistic Israel, Mesopotamia, and Greece, hlm. 28.
  68. ^ a b c d e Dening, Sarah (1996). "Bab 3: Sex in Ancient Civilizations". The Mythology of Sex . London, Inggris: Macmillan. ISBN 978-0-02-861207-2. 
  69. ^ a b Leick, Gwendolyn (2013) [1994], Sex and Eroticism in Mesopotamian Literature, New York: Routledge, hlm. 219, ISBN 978-1-134-92074-7 .
  70. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Black

Bacaan lanjutan

sunting
  • Ascalone, Enrico. 2007. Mesopotamia: Assyrians, Sumerians, Babylonians (Dictionaries of Civilizations; 1). Berkeley, California: University of California Press. ISBN 0-520-25266-7 (paperback).
  • Bottéro, Jean, André Finet, Bertrand Lafont, and George Roux. 2001. Everyday Life in Ancient Mesopotamia. Edinburgh, Scotland: Edinburgh University Press, Baltimore, Maryland: Johns Hopkins University Press.
  • Crawford, Harriet E. W. 2004. Sumer and the Sumerians. Cambridge: Cambridge University Press.
  • Leick, Gwendolyn. 2002. Mesopotamia: Invention of the City. London, England and New York: Penguin.
  • Lloyd, Seton. 1978. The Archaeology of Mesopotamia: From the Old Stone Age to the Persian Conquest. London, England: Thames and Hudson.
  • Nemet-Nejat, Karen Rhea. 1998. Daily Life in Ancient Mesopotamia. London, England and Westport, Connecticut: Greenwood Press.
  • Kramer, Samuel Noah (1972). Sumerian Mythology: A Study of Spiritual and Literary Achievement in the Third Millennium B.C. (edisi ke-Revised). Philadelphia, Pennsylvania: University of Pennsylvania Press. ISBN 978-0-8122-1047-7. 
  • Roux, Georges. 1992. Ancient Iraq, 560 pages. London, England: Penguin (earlier printings may have different pagination: 1966, 480 pages, Pelican; 1964, 431 pages, London, England: Allen and Urwin).
  • Schomp, Virginia. Ancient Mesopotamia: The Sumerians, Babylonians, and Assyrians.
  • Sumer: Cities of Eden (Timelife Lost Civilizations). Alexandria, Virginia: Time-Life Books, 1993 (hardcover), ISBN 0-8094-9887-1).
  • Woolley, C. Leonard. 1929. The Sumerians Diarsipkan 2021-04-15 di Wayback Machine.. Oxford: Clarendon Press.

Pranala luar

sunting

Geografi

sunting

Bahasa

sunting

32°N 46°E / 32°N 46°E / 32; 46 Templat:Linimasa Mesopotamia

Templat:Topik Irak Templat:Penguasa Timur Dekat Kuno