Agama di Indonesia

artikel daftar Wikimedia

Agama di Indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dinyatakan dalam ideologi bangsa Indonesia, Pancasila: “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sejumlah agama di Indonesia berpengaruh secara kolektif terhadap politik, ekonomi dan budaya.[1] Menurut hasil sensus tahun 2010, 87,18% dari 237.641.326 penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam, 6,96% Protestan, 2,9% Katolik, 1,69% Hindu, 0,72% Buddha, 0,05% Kong Hu Cu, 0,13% agama lainnya, dan 0,38% tidak terjawab atau tidak ditanyakan.[2]

Peta penyebaran agama di Indonesia berdasarkan hasil sensus 2010.

Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa "tiap-tiap penduduk diberikan kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan kepercayaannya" dan "menjamin semuanya akan kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau kepercayaannya".[3] Pemerintah, bagaimanapun, secara resmi hanya mengakui enam agama, yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Khonghucu.[4][5]

Dengan banyaknya agama maupun aliran kepercayaan yang ada di Indonesia, konflik antar agama sering kali tidak terkalahkan. Lebih dari itu, kepemimpinan politis Indonesia memainkan peranan penting dalam hubungan antar kelompok maupun golongan. Program transmigrasi secara tidak langsung telah menyebabkan sejumlah konflik di wilayah timur Indonesia.[6]

Sejarah

 
Jalur Sutra, yang menghubungkan antara India dan Indonesia.

Berdasar sejarah, kelompok pendatang telah menjadi pendorong utama keanekaragaman agama dan budaya di dalam negeri dengan pendatang dari India, Tiongkok, Portugal, Arab, dan Belanda.[7] Bagaimanapun, hal ini sudah berubah sejak beberapa perubahan telah dibuat untuk menyesuaikan budaya di Indonesia

Hindu dan Buddha telah dibawa ke Indonesia sekitar abad kedua dan abad keempat Masehi ketika pedagang dari India datang ke Sumatera, Jawa dan Sulawesi, membawa agama mereka. Hindu mulai berkembang di pulau Jawa pada abad kelima Masehi dengan kasta Brahmana yang memuja Siva. Pedagang juga mengembangkan ajaran Buddha pada abad berikut lebih lanjut dan sejumlah ajaran Buddha dan Hindu telah memengaruhi kerajaan-kerajaan kaya, seperti Kutai, Sriwijaya, Majapahit dan Sailendra.[8] Sebuah candi Buddha terbesar di dunia, Borobudur, telah dibangun oleh Kerajaan Sailendra pada waktu yang sama, begitu pula dengan candi Hindu, Prambanan juga dibangun. Puncak kejayaan Hindu-Jawa, Kerajaan Majapahit, terjadi pada abad ke-14 M, yang juga menjadi zaman keemasan dalam sejarah Indonesia.[9]

Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-14 melalui pedagang di Gujarat, India.[7] Islam menyebar sampai pantai barat Sumatera dan kemudian berkembang ke timur pulau Jawa. Pada periode ini terdapat beberapa kerajaan Islam, yaitu kerajaan Demak, Pajang, Mataram dan Banten. Pada akhir abad ke-15 M, 20 kerajaan Islam telah dibentuk, mencerminkan dominasi Islam di Indonesia.

Kristen Katolik dibawa masuk ke Indonesia oleh bangsa Portugis, khususnya di pulau Flores dan Timor.[10]

Kristen Protestan pertama kali diperkenalkan oleh bangsa Belanda pada abad ke-16 M dengan pengaruh ajaran Calvinis dan Lutheran. Wilayah penganut animisme di wilayah Indonesia bagian Timur, dan bagian lain, merupakan tujuan utama orang-orang Belanda, termasuk Maluku, Nusa Tenggara, Papua dan Kalimantan. Kemudian, Kristen menyebar melalui pelabuhan pantai Borneo, kaum misionarispun tiba di Toraja, Sulawesi. Wilayah Sumatera juga menjadi target para misionaris ketika itu, khususnya adalah orang-orang Batak, dimana banyak saat ini yang menjadi pemeluk Protestan.[11]

Perubahan penting terhadap agama-agama juga terjadi sepanjang era Orde Baru.[12] Antara tahun 1964 dan 1965, ketegangan antara PKI dan pemerintah Indonesia, bersama dengan beberapa organisasi, mengakibatkan terjadinya konflik dan pembunuhan terburuk pada abad ke-20.[13] Atas dasar peristiwa itu, pemerintahan Orde Baru mencoba untuk menindak para pendukung PKI, dengan menerapkan suatu kebijakan yang mengharuskan semua untuk memilih suatu agama, karena kebanyakan pendukung PKI adalah ateis.[12] Sebagai hasilnya, tiap-tiap warganegara Indonesia diharuskan untuk membawa kartu identitas pribadi yang menandakan agama mereka. Kebijakan ini mengakibatkan suatu perpindahan agama secara massal, dengan sebagian besar berpindah agama ke Kristen Protestan dan Kristen Katolik. Karena Konghucu bukanlah salah satu dari status pengenal agama, banyak orang Tionghoa juga berpindah ke Kristen atau Buddha.[12]

Enam agama utama di Indonesia

Berdasarkan Penjelasan Atas Penetapan Presiden No 1 Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama pasal 1, "Agama-agama yang dipeluk oleh penduduk di Indonesia ialah Islam, Kristen (Protestan), Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu (Confusius)".[14]

Islam

 
Masjid Raya Baiturrahman di Banda Aceh, Indonesia.
 
Peta persebaran umat Islam di Indonesia berdasarkan sensus tahun 2010.

Indonesia merupakan negara dengan penduduk Muslim terbanyak di dunia, dengan 85% dari jumlah penduduk adalah penganut ajaran Islam.[15] Mayoritas Muslim dapat dijumpai di wilayah barat Indonesia seperti di Jawa dan Sumatera. Sedangkan di wilayah timur Indonesia, persentase penganutnya tidak sebesar di kawasan barat.[16] Sekitar 98% Muslim di Indonesia adalah penganut aliran Sunni.[17] Sisanya, sekitar dua juta pengikut adalah Syiah (di atas satu persen), berada di Jawa [17]

Sejarah Islam di Indonesia sangatlah kompleks dan mencerminkan keanekaragaman dan kesempurnaan tersebut kedalam kultur.[16] Pada abad ke-12, sebagian besar pedagang orang Islam dari India tiba di pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Hindu yang dominan beserta kerajaan Buddha, seperti Majapahit dan Sriwijaya, mengalami kemunduran, dimana banyak pengikutnya berpindah agama ke Islam. Dalam jumlah yang lebih kecil, banyak penganut Hindu yang berpindah ke Bali, sebagian Jawa dan Sumatera.[16] Dalam beberapa kasus, ajaran Islam di Indonesia dipraktikkan dalam bentuk yang berbeda jika dibandingkan dengan Islam daerah Timur Tengah.

Ada pula sekelompok pemeluk Ahmadiyah yang kehadirannya belakangan ini sering dipertanyakan. Aliran ini telah hadir di Indonesia sejak 1925. Pada 9 Juni 2008, pemerintah Indonesia mengeluarkan sebuah surat keputusan yang praktis melarang Ahmadiyah melakukan aktivitasnya ke luar. Dalam surat keputusan itu dinyatakan bahwa Ahmadiyah dilarang menyebarkan ajarannya.[18]

Kekristenan

Kristen Protestan

 
Peta persebaran umat Kristen Protestan di Indonesia berdasarkan sensus tahun 2010.
 
Permakaman seorang kepala suku Kristen di Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi (1971). Rumah didekorasi dengan salinan lukisan Perjamuan Terakhir oleh Leonardo da Vinci.

Kristen Protestan berkembang di Indonesia selama masa kolonial Belanda (VOC), pada sekitar abad ke-16. Kebijakan VOC yang mereformasi Katolik dengan sukses berhasil meningkatkan jumlah penganut paham Protestan di Indonesia.[19] Agama ini berkembang dengan sangat pesat pada abad ke-20, yang ditandai oleh kedatangan para misionaris dari Eropa ke beberapa wilayah di Indonesia, seperti di wilayah barat Papua dan lebih sedikit di kepulauan Sunda.[20] Pada 1965, ketika terjadi perebutan kekuasaan, orang-orang tidak beragama dianggap sebagai orang-orang yang tidak ber-Tuhan, dan karenanya tidak mendapatkan hak-haknya yang penuh sebagai warganegara.[20] Sebagai hasilnya, gereja Protestan mengalami suatu pertumbuhan anggota.

Protestan membentuk suatu perkumpulan minoritas penting di beberapa wilayah. Sebagai contoh, di pulau Sulawesi, 17% penduduknya adalah Protestan, terutama di Tana Toraja, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara. Sekitar 75% penduduk di Tana Toraja adalah Protestan. dibeberapa wilayah, keseluruhan desa atau kampung memiliki sebutan berbeda terhadap aliran Protestan ini, tergantung pada keberhasilan aktivitas para misionaris.[21]

Di Indonesia, terdapat tiga provinsi yang mayoritas penduduknya adalah Protestan, yaitu Papua, Maluku,dan Sulawesi Utara dengan 90%,91%,94% dari jumlah penduduk. Di Papua, ajaran Protestan telah dipraktikkan secara baik oleh penduduk asli.Di Ambon, ajaran Protestan mengalami perkembangan yang sangat besar. Di Sulawesi Utara, kaum Minahasa, berpindah agama ke Protestan pada sekitar abad ke-18.[22] Saat ini, kebanyakan dari penduduk asli Sulawesi Utara menjalankan beberapa aliran Protestan. Selain itu, para transmigran dari pulau Jawa dan Madura yang beragama Islam juga mulai berdatangan. Sepuluh persen lebih-kurang; dari jumlah penduduk Indonesia adalah penganut Kristen Protestan.

Kristen Katolik

 
Peta persebaran umat Kristen Katolik di Indonesia berdasarkan sensus tahun 2010.
 
Katedral di Jakarta
Perintis: 645 - 1500

Agama Katolik untuk pertama kalinya masuk ke Indonesia pada bagian pertama abad ketujuh di Sumatera Utara. Fakta ini ditegaskan kembali oleh (Alm) Prof. Dr. Sucipto Wirjosuprapto. Untuk mengerti fakta ini perlulah penelitian dan rentetan berita dan kesaksian yang tersebar dalam jangka waktu dan tempat yang lebih luas. Berita tersebut dapat dibaca dalam sejarah kuno karangan seorang ahli sejarah Shaykh Abu Salih al-Armini yang menulis buku "Daftar berita-berita tentang Gereja-gereja dan pertapaan dari provinsi Mesir dan tanah-tanah di luarnya". yang memuat berita tentang 707 gereja dan 181 pertapaan Serani yang tersebar di Mesir, Nubia, Abbessinia, Afrika Barat, Spanyol, Arabia, India dan Indonesia.

Dengan terus dilakukan penyelidikan berita dari Abu Salih al-Armini kita dapat mengambil kesimpulan kota Barus yang dahulu disebut Pancur dan saat ini terletak di dalam Keuskupan Sibolga di Sumatera Utara adalah tempat kediaman umat Katolik tertua di Indonesia. Di Barus juga telah berdiri sebuah Gereja dengan nama Gereja Bunda Perawan Murni Maria (Gereja Katolik di Indonesia seri 1,diterbitkan oleh KWI)

Awal mula: abad ke-14 - abad ke-18

Dan selanjutnya abad ke-14 dan ke-15 entah sebagai kelanjutan umat di Barus atau bukan ternyata ada kesaksian bahwa abad ke-14 dan ke-15 telah ada umat Katolik di Sumatera Selatan.

Kristen Katolik tiba di Indonesia saat kedatangan bangsa Portugis, yang kemudian diikuti bangsa Spanyol yang berdagang rempah-rempah.[20]

Banyak orang Portugis yang memiliki tujuan untuk menyebarkan agama Katolik Roma di Indonesia, dimulai dari kepulauan Maluku pada tahun 1534. Antara tahun 1546 dan 1547, pelopor misionaris Kristen, Fransiskus Xaverius, mengunjungi pulau itu dan membaptiskan beberapa ribu penduduk setempat.[23]

Pada abad ke-16, Portugis dan Spanyol mulai memperluas pengaruhnya di Manado dan kawasan Minahasa, serta mencapai Flores dan Timor. Portugis dan Spanyol berperan menyebarkan agama Kristen Katolik, namun hal tersebut tidak bertahan lama sejak VOC berhasil mengusir Spanyol dan Portugis dari Sulawesi Utara dan Maluku. VOC pun mulai menguasai Sulawesi Utara, untuk melindungi kedudukannya di Maluku.

Selama masa VOC, banyak penyebar dan penganut agama Katolik Roma yang ditangkap. Belanda adalah negara basis Protestan, dan penganut Katolik dianggap sebagai kaki-tangan Spanyol dan Portugis, musuh politik dan ekonomi VOC. Karena alasan itulah VOC mulai menerapkan kebijakan yang membatasi dan melarang penyebaran agama Katolik. Yang paling terdampak adalah umat Katolik di Sulawesi Utara, Flores dan Timor. Di Sulawesi Utara kini mayoritas adalah penganut Protestan. Meskipun demikian umat Katolik masih bertahan menjadi mayoritas di Flores, hingga kini Katolik adalah agama mayoritas di Nusa Tenggara Timur. Diskriminasi terhadap umat Katolik berakhir ketika Belanda dikalahkan oleh Perancis dalam era perang Napoleon. Pada tahun 1806, Louis Bonaparte, adik Napoleon I yang penganut Katolik diangkat menjadi Raja Belanda, atas perintahnya agama Katolik bebas berkembang di Hindia Belanda.

Agama Katolik mulai berkembang di Jawa Tengah ketika Frans van Lith menetap di Muntilan pada 1896 dan menyebarkan iman Katolik kepada rakyat setempat. Mulanya usahanya tidak membawa hasil yang memuaskan, hingga tahun 1904 ketika empat kepala desa dari daerah Kalibawang memintanya menjelaskan mengenai Katolik. Pada 15 Desember 1904, sebanyak 178 orang Jawa dibaptis di Semagung, Muntilan, Magelang.

Pada tahun 2006, 3% dari penduduk Indonesia adalah Katolik, lebih kecil dibandingkan para penganut Protestan. Mereka kebanyakan tinggal di Papua dan Flores. Selain di Flores, kantung Katolik yang cukup signifikan adalah di Jawa Tengah, yakni kawasan sekitar Muntilan, Magelang, Klaten, serta Yogyakarta. Selain masyarakat Jawa, iman Katolik juga menyebar di kalangan warga Tionghoa-Indonesia.

Hindu

 
Peta persebaran umat Hindu di Indonesia berdasarkan sensus tahun 2010
 
Seorang perempuan Hindu Bali sedang menempatkan sesajian di tempat suci keluarganya

Kebudayaan dan agama Hindu tiba di Indonesia pada abad pertama Masehi, bersamaan waktunya dengan kedatangan agama Buddha,[24] yang kemudian menghasilkan sejumlah kerajaan Hindu-Buddha seperti Kutai, Mataram dan Majapahit. Candi Prambanan adalah kuil Hindu yang dibangun semasa kerajaan Majapahit, semasa dinasti Sanjaya. Kerajaan ini hidup hingga abad ke 16 M, ketika kerajaan Islam mulai berkembang. Periode ini, dikenal sebagai periode Hindu-Indonesia, bertahan selama 16 abad penuh.[25]

Hindu di Indonesia berbeda dengan Hindu lainnya di dunia.[26] Sebagai contoh, Hindu di Indonesia, secara formal ditunjuk sebagai agama Hindu Dharma, tidak pernah menerapkan sistem kasta. Contoh lain adalah, bahwa Epos keagamaan Hindu Mahabharata (Pertempuran Besar Keturunan Bharata) dan Ramayana (Perjalanan Rama), menjadi tradisi penting para pengikut Hindu di Indonesia, yang dinyatakan dalam bentuk wayang dan pertunjukan tari. Aliran Hindu juga telah terbentuk dengan cara yang berbeda di daerah pulau Jawa, yang jadilah lebih dipengaruhi oleh versi Islam mereka sendiri, yang dikenal sebagai Islam Abangan atau Islam Kejawen.[27]

Semua praktisi agama Hindu Dharma berbagi kepercayaan dengan banyak orang umum, kebanyakan adalah Lima Filosofi: Panca Srada.[28] Ini meliputi kepercayaan satu Yang Maha Kuasa Tuhan, kepercayaan di dalam jiwa dan semangat, serta karma atau kepercayaan akan hukuman tindakan timbal balik. Dibanding kepercayaan atas siklus kelahiran kembali dan reinkarnasi, Hindu di Indonesia lebih terkait dengan banyak sekali yang berasal dari nenek moyang roh. Sebagai tambahan, agama Hindu di sini lebih memusatkan pada seni dan upacara agama dibanding kitab, hukum dan kepercayaan.[26]

Menurut catatan, jumlah penganut Hindu di Indonesia pada tahun 2006 adalah 6,5 juta orang),[29] sekitar 1,8% dari jumlah penduduk Indonesia, merupakan nomor empat terbesar. Namun jumlah ini diperdebatkan oleh perwakilan Hindu Indonesia, Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI). PHDI memberi suatu perkiraan bahwa ada 18 juta orang penganut Hindu di Indonesia.[30] Sekitar 93 % penganut Hindu berada di Bali. Selain Bali juga terdapat di Sumatera, Jawa, Lombok, dan pulau Kalimantan yang juga memiliki populasi Hindu cukup besar, yaitu di Kalimantan Tengah, sekitar 15,8 % (sebagian besarnya adalah Hindu Kaharingan, agama lokal Kalimantan yang digabungkan ke dalam agama Hindu).

Buddha

 
Peta persebaran umat Buddha di Indonesia berdasarkan sensus tahun 2010.
 
Bhikku Buddha melaksanakan puja bakti di Borobudur

Buddha merupakan agama tertua kedua di Indonesia, tiba pada sekitar abad keenam masehi.[31] Sejarah Buddha di Indonesia berhubungan erat dengan sejarah Hindu, sejumlah kerajaan Buddha telah dibangun sekitar periode yang sama. Seperti kerajaan Sailendra, Sriwijaya dan Mataram. Kedatangan agama Buddha telah dimulai dengan aktivitas perdagangan yang mulai pada awal abad pertama melalui Jalur Sutra antara India dan Indonesia.[32] Sejumlah warisan dapat ditemukan di Indonesia, mencakup candi Borobudur di Magelang dan patung atau prasasti dari sejarah Kerajaan Buddha yang lebih awal.

Mengikuti kejatuhan Soekarno pada pertengahan tahun 1960-an, dalam Pancasila ditekankan lagi pengakuan akan satu Tuhan (monoteisme).[33] Sebagai hasilnya, pendiri Perbuddhi (Persatuan Buddha Indonesia), Bhikku Ashin Jinarakkhita, mengusulkan bahwa ada satu dewata tertinggi, Sang Hyang Adi Buddha. Hal ini didukung dengan sejarah di belakang versi Buddha Indonesia pada masa lampau menurut teks Jawa kuno dan bentuk candi Borobudur.

Menurut sensus nasional tahun 2000, kurang lebih dari 2% dari total penduduk Indonesia beragama Buddha, sekitar 4 juta orang.[31] Kebanyakan penganut agama Buddha berada di Jakarta, walaupun ada juga di lain provinsi seperti Riau, Sumatera Utara dan Kalimantan Barat. Namun, jumlah ini mungkin terlalu tinggi, mengingat agama Konghucu dan Taoisme tidak dianggap sebagai agama resmi di Indonesia, sehingga dalam sensus diri mereka dianggap sebagai penganut agama Buddha.[31]

Konghucu

 
Peta persebaran umat Khonghucu di Indonesia berdasarkan sensus tahun 2010.

Agama Konghucu berasal dari Cina daratan dan yang dibawa oleh para pedagang Tionghoa dan imigran. Diperkirakan pada abad ketiga Masehi, orang Tionghoa tiba di kepulauan Nusantara.[4] Berbeda dengan agama yang lain, Konghucu lebih menitikberatkan pada kepercayaan dan praktik yang individual, lepas daripada kode etik melakukannya, bukannya suatu agama masyarakat yang terorganisir dengan baik, atau jalan hidup atau pergerakan sosial. Di era 1900-an, pemeluk Konghucu membentuk suatu organisasi, disebut Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) di Batavia (sekarang Jakarta).

Setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, umat Konghucu di Indonesia terikut oleh beberapa huru-hara politis dan telah digunakan untuk beberapa kepentingan politis. Pada 1965, Soekarno mengeluarkan sebuah keputusan presiden No. 1/Pn.Ps/1965 1/Pn.Ps/1965, di mana agama resmi di Indonesia menjadi enam, termasuklah Konghucu.[4] Pada awal tahun 1961, Asosiasi Khung Chiao Hui Indonesia (PKTHI), suatu organisasi Konghucu, mengumumkan bahwa aliran Konghucu merupakan suatu agama dan Confucius adalah nabi mereka.

Tahun 1967, Soekarno digantikan oleh Soeharto, menandai era Orde Baru. Di bawah pemerintahan Soeharto, perundang-undangan anti Tiongkok telah diberlakukan demi keuntungan dukungan politik dari orang-orang, terutama setelah kejatuhan PKI, yang diklaim telah didukung oleh Tiongkok.[4] Soeharto mengeluarkan instruksi presiden No. 14/1967, mengenai kultur Tionghoa, peribadatan, perayaan Tionghoa, serta menghimbau orang Tionghoa untuk mengubah nama asli mereka. Bagaimanapun, Soeharto mengetahui bagaimana cara mengendalikan Tionghoa Indonesia, masyarakat yang hanya 3% dari populasi penduduk Indonesia, tetapi memiliki pengaruh dominan di sektor perekonomian Indonesia.[34] Pada tahun yang sama, Soeharto menyatakan bahwa “Konghucu berhak mendapatkan suatu tempat pantas di dalam negeri” di depan konferensi PKTHI.[4]

Pada tahun 1969, UU No. 5/1969 dikeluarkan, menggantikan keputusan presiden tahun 1967 mengenai enam agama resmi. Namun, hal ini berbeda dalam praktiknya. Pada 1978, Menteri Dalam Negeri mengeluarkan keputusan bahwa hanya ada lima agama resmi, tidak termasuk Konghucu.[4] Pada tanggal 27 Januari 1979, dalam suatu pertemuan kabinet, dengan kuat memutuskan bahwa Konghucu bukanlah suatu agama. Keputusan Menteri Dalam Negeri telah dikeluarkan pada tahun 1990 yang menegaskan bahwa hanya ada lima agama resmi di Indonesia.

Karenanya, status Konghucu di Indonesia pada era Orde Baru tidak pernah jelas. De jure, berlawanan hukum, di lain pihak hukum yang lebih tinggi mengizinkan Konghucu, tetapi hukum yang lebih rendah tidak mengakuinya. De facto, Konghucu tidak diakui oleh pemerintah dan pengikutnya wajib menjadi agama lain (biasanya Kristen atau Buddha) untuk menjaga kewarganegaraan mereka. Praktik ini telah diterapkan di banyak sektor, termasuk dalam kartu tanda penduduk, pendaftaran perkawinan, dan bahkan dalam pendidikan kewarga negaraan di Indonesia yang hanya mengenalkan lima agama resmi.[4]

Setelah reformasi Indonesia tahun 1998, ketika kejatuhan Soeharto, Abdurrahman Wahid dipilih menjadi presiden yang keempat. Wahid mencabut instruksi presiden No. 14/1967 dan keputusan Menteri Dalam Negeri tahun 1978. Agama Konghucu kini secara resmi dianggap sebagai agama di Indonesia. Kultur Tionghoa dan semua yang terkait dengan aktivitas Tionghoa kini diizinkan untuk dipraktikkan. Warga Tionghoa Indonesia dan pemeluk Konghucu kini dibebaskan untuk melaksanakan ajaran dan tradisi mereka. Seperti agama lainnya di Indonesia yang secara resmi diakui oleh negara, maka Tahun Baru Imlek telah menjadi hari libur keagamaan resmi.

Agama dan kepercayaan lainnya

Beberapa agama dan kepercayaan yang ada di Indonesia:

Yahudi

Terdapat komunitas kecil Yahudi yang tidak diakui di Jakarta dan Surabaya. Pendirian Yahudi awal di kepulauan ini berasal dari Yahudi Belanda yang datang untuk berdagang rempah. Pada tahun 1850-an, sekitar 20 keluarga Yahudi dari Belanda dan Jerman tinggal di Jakarta (waktu itu disebut Batavia). Beberapa tinggal di Semarang dan Surabaya. Beberapa Yahudi Baghdadi juga tinggal di pulau ini. Pada tahun 1945, terdapat sekitar 2.000 Yahudi Belanda di Indonesia. Pada tahun 1957, dilaporkan masih ada sekitar 450 orang Yahudi, terutama Ashkenazim di Jakarta dan Sephardim di Surabaya. Komunitas ini berkurang menjadi 50 pada tahun 1963. Pada tahun 1997, hanya terdapat 20 orang Yahudi, beberapa berada di Jakarta dan sedikit keluarga Baghdadi di Surabaya.[35]

Yahudi di Surabaya memiliki sinagoga. Mereka hanya sedikit hubungan dengan Yahudi di luar Indonesia. Tidak ada pelayanan yang diberikan pada sinagoga.[36] Sinagoga ini telah ditutup oleh umat Muslim yang menentang Perang Gaza 2008-2009.[37] Satu-satunya sinagoga yang masih tersisa terletak di luar kota Manado, yang dihadiri oleh sekitar 10 orang.[37]

Di Indonesia saat ini telah dibentuk The United Indonesian Jewish Community (UIJC) oleh komunitas Keturunan Yahudi Indonesia. Organisasi ini sudah dibentuk sejak Tahun 2009, tapi baru diresmikan pada Bulan Oktober Tahun 2010. UIJC ini dipimpin oleh keluarga Verbrugge. Menurut sumber dari UIJC saat ini keturunan Yahudi di Indonesia yang sudah diketahui hampir mendekati 2.000-an orang. Yang sudah terdeteksi 500-an. tersebar hampir merata di seluruh Indonesia, bahkan ada di Aceh, Sumatra Utara & Sumatra Barat. Di Sulawesi Utara mempunyai potensi sampai 800-an orang, di Jakarta diperkirakan lebih dari 200-an orang dan di Surabaya mempunyai keturunan Yahudi yang juga cukup banyak jumlah-nya. Selain itu anggota UIJC juga ada yang berasal dari daerah lain, diantaranya Lampung, Tangerang, Bekasi, Cirebon, Bandung, Semarang, Solo, Cilacap, Yogyakarta, & Bali. Umumnya mereka adalah keturunan campuran antara Indonesia dengan Yahudi Belanda, Jerman, Belgia, Irak, dan Portugis. Meski demikian, bukan berarti anggota UIJC harus beragama Yahudi,karena organisasi ini hanyalah sebagai paguyuban warga keturunan Yahudi di Indonesia. Anggota UIJC perawakannya kebanyakan sudah sangat Indonesia karena telah bercampur ras dengan pribumi.

Baha'i

Di Indonesia hadir sejumlah pemeluk agama Baha'i. Berapa jumlah mereka sebenarnya tidak diketahui dengan pasti karena seringkali mereka mengalami tekanan dan penolakan dari masyarakat sekitarnya.[38] Salah satu penganut agama Baha'i yang diketahui secara terbatas adalah belasan penganut di sebuah wilayah di Kota Samarinda, Kalimantan Timur.

Kristen Ortodoks

Meskipun Kristen Ortodoks sudah hadir di Indonesia pada abad ke-7,[butuh rujukan] baru pada abad ke-20 Gereja ini hadir secara resmi dengan nama Gereja Ortodoks Indonesia, dimana para imam Gereja Ortodoks di Indonesia berasal dari dua kewilayahan, yaitu Gereja Ortodoks Yunani Kepatriarkan Konstantinopel dan Gereja Ortodoks Rusia di Luar Rusia Kepatriarkan Moskow. Ketua umum Gereja Ortodoks Indonesia adalah Arkimandrit Romo Daniel Bambang Dwi Byantoro, Ph.D. yang adalah imam Indonesia pertama Gereja Ortodoks di Indonesia.

Hubungan antar agama

Walaupun pemerintah Indonesia mengenali sejumlah agama berbeda, konflik antar agama kadang-kadang tidak terelakkan. Pada masa Orde Baru, Soeharto mengeluarkan perundang-undangan yang oleh beberapa kalangan dirasa sebagai anti Tionghoa. Presiden Soeharto mencoba membatasi apapun yang berhubungan dengan budaya Tionghoa, mencakup nama dan agama.[39] Sebagai hasilnya, Buddha dan Khonghucu telah diasingkan.[butuh rujukan]

Antara 1966 dan 1998, Soeharto berikhtiar untuk de-Islamisasi pemerintahan, dengan memberikan proporsi lebih besar terhadap orang-orang Kristen di dalam kabinet.[40] Namun pada awal 1990-an, isu Islamisasi yang muncul, dan militer terbelah menjadi dua kelompok, nasionalis dan Islam.[40] Golongan Islam, yang dipimpin oleh Jenderal Prabowo, berpihak pada Islamisasi, sedangkan Jenderal Wiranto dari golongan nasionalis, berpegang pada negara sekuler.[butuh rujukan]

Semasa era Soeharto, program transmigrasi di Indonesia dilanjutkan, setelah diaktifkan oleh pemerintahan Hindia Belanda pada awal abad ke-19. Maksud program ini adalah untuk memindahkan penduduk dari daerah padat seperti pulau Jawa, Bali dan Madura ke daerah yang lebih sedikit penduduknya, seperti Ambon, kepulauan Sunda dan Papua. Kebijakan ini mendapatkan banyak kritik, dianggap sebagai kolonisasi oleh orang-orang Jawa dan Madura, yang membawa agama Islam ke daerah non-Muslim.[6] Penduduk di wilayah barat Indonesia kebanyakan adalah orang Islam dengan Kristen merupakan minoritas kecil, sedangkan daerah timur, populasi Kristen adalah sama atau bahkan lebih besar dibanding populasi orang Islam. Hal ini bahkan telah menjadi pendorong utama[butuh rujukan] terjadinya konflik antar agama dan ras di wilayah timur Indonesia, seperti kasus Poso pada tahun 2005.

Pemerintah telah berniat untuk mengurangi konflik atau ketegangan tersebut dengan pengusulan kerjasama antar agama.[41] Kementerian Luar Negeri, bersama dengan organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama, yang dipegang oleh Sarjana Islam Internasional, memperkenalkan ajaran Islam moderat, yang mana dipercaya akan mengurangi ketegangan tersebut.[41] Pada 6 Desember 2004, dibuka konferensi antar agama yang bertema “Dialog Kooperasi Antar Agama: Masyarakat Yang Membangun dan Keselarasan”. Negara-negara yang hadir di dalam konferensi itu ialah negara-negara anggota ASEAN, Australia, Timor Timur, Selandia Baru dan Papua Nugini, yang dimaksudkan untuk mendiskusikan kemungkinan kerjasama antar kelompok agama berbeda di dalam meminimalkan konflik antar agama di Indonesia.[41] Pemerintah Australia, yang diwakili oleh menteri luar negerinya, Alexander Downer, sangat mendukung konferensi tersebut.[butuh rujukan]

Animisme

Kepercayaan terhadap benda mati (animisme) di Indonesia sama dengan penyembah benda mati di dunia lainnya, yang mana, suatu kepercayaan terhadap objek tertentu, seperti pohon, batu atau orang-orang. Kepercayaan ini telah ada dalam sejarah Indonesia yang paling awal, di sekitar pada abad pertama, tepat sebelum Hindu tiba Indonesia.[42] Lagipula, dua ribu tahun kemudian, dengan keberadaan Islam, Kristen, Hindu, Buddha, Konghucu dan agama lainnya, penyembah benda mati masih tersisa di beberapa wilayah di Indonesia. Bagaimanapun, kepercayaan ini tidak diterima sebagai agama resmi di Indonesia, sebagaimana dinyatakan di dalam Pancasila bahwa kepercayaan itu pada Ketuhanan Yang Maha Esa atau monoteisme.[42] Penyembah benda mati, pada sisi lain tidak percaya akan dewa tertentu.

Daftar kepribadian agama

Agama Pemimpin Umat Kitab Suci Tempat Ibadah Hari Libur Nasional Hari Agama Nasional Pelaksanaan Ibadah
Islam Kyai
Habib
Syekh
Ulama
Al Quran Masjid
Musholla
Langgar
Idul Fitri
Idul Adha
Tahun Baru Hijriyah
Maulid Nabi Muhammad SAW
Isra dan Mi'raj
Nuzulul Qur'an
Ramadan
Shalat Jum'at
Nisfu Sya'ban
Idul Fitri
Idul Adha
Tahun Baru Hijriyah
Lima kali sehari dari setiap hari
Kristen Protestan Pendeta Alkitab Gereja Kelahiran Yesus Kristus
Wafatnya Yesus Kristus
Kebangkitan Yesus Kristus
Kenaikan Yesus Kristus
Jumat Agung
Minggu Paskah
Natal
Minggu (Sabtu bagi Adventist)
Kristen Katolik Romo/Pastor
Uskup
Patriark
Paus
Rabu Abu
Minggu Palma
Kamis Putih
Jumat Agung
Sabtu Suci
Minggu Paskah
Natal
Setiap hari (Perayaan Ekaristi)
Hindu Sulinggih
Pedanda
Pandita
Weda Pura Nyepi Deepavali
Galungan
Kuningan
Saraswati
Siwaratri
Pagerwesi
Tiga kali sehari
Buddha Bhiksu
Dhammaduta
Pandita
Bhante
Rinpoche
Lama
Tripitaka Vihara Waisak Waisak
Kathina puja
Asadha puja
Magha Puja
Setiap hari serta setiap tanggal 1, 8, 15, dan 23 penanggalan Chandra Sengkala
Khonghucu Xueshi
Wenshi
Jiaosheng
Sishu
Wujing
Xiao Jing
Klenteng
Kong Miao
Wen Miao
Litang
Imlek Cap Go Meh
Jing Tian Gong (Khing Thi Kong)
Harlah Khonghucu
Hari Wafat Khonghucu
Qing Ming
Duan Wu
Dong Zhi
Tanggal 1 dan 15 Yinli /Imlek, Minggu

Lihat pula

 Agama
Agama
 Ateisme
Ateisme
 Buddha
Buddha
 Hindu
Hindu
 Islam
Islam
 Kristen
Kristen
 Mitologi
Mitologi
 Yahudi
Yahudi
Agama Ateisme Buddha Hindu Islam & Al Qur'an Kristen Mitologi Yahudi

Referensi

  • Bertrand J, Nationalism and Ethnic Conflict in Indonesia, Cambridge : Cambridge University Press, 2004, 278 pages, ISBN 0-521-81889-3. Retrieved October 22, 2006
  • International Coalition for Religious Freedom. (2004). "Indonesia". "Religious Freedom World Report". Retrieved September 6, 2006
  • Llyod G and Smith S, Indonesia Today, Lanham, Maryland : Rowman & Littlefield Publishers, 2001, 343 pages, ISBN 0-7425-1761-6
  • Shaw, E. "Indonesian Religions". "Overview of World Religions". Retrieved September 8, 2006
  • Bunge, F.M. (ed.) (1983). Indonesia: A Country Study. U.S. Library of Congress. Diakses tanggal 2006-10-02. 

Catatan

  1. ^ "Instant Indonesia: Religion of Indonesia". Swipa. Diakses tanggal 2006-10-02. 
  2. ^ "Penduduk Menurut Wilayah dan Agama yang Dianut". Sensus Penduduk 2010. Jakarta, Indonesia: Badan Pusat Statistik. 15 May 2010.  Islam 207176162 (87,18%), Kristen 16528513 (6,96), Katolik 6907873 (2,91), Hindu 4012116 (1,69), Buddha 1703254 (0,72), Kong Hu Cu 117091 (0,05), lainnya 299617 (0,13), tidak terjawab 139582 (0,06), tidak ditanyakan 757118 (0,32), total 237641326
  3. ^ "Undang-undang Dasar 1945". Diakses tanggal 2006-10-02. 
  4. ^ a b c d e f g Yang, Heriyanto (2005). "The History and Legal Position of Confucianism in Post Independence Indonesia" (PDF). Religion. 10 (1). Diakses tanggal 2006-10-02. 
  5. ^ Hosen, Nadirsyah (2005-09-08). "Religion and the Indonesian Constitution: A Recent Debate" (PDF). Journal of Southeast Asian Studies. Cambridge University Press. doi:10.1017/S0022463405000238. Diakses tanggal 2006-10-26. 
  6. ^ a b "Transmigration". Prevent Conflict. April 2002. Diakses tanggal 2006-10-13. 
  7. ^ a b "Indonesian Religions". Encyclopedia of Philosophy, Theology and Religion (PHILTAR). St. Martin's College. Diakses tanggal 2006-10-02. 
  8. ^ "The Period of Hindu Kingdoms". Embassy of Republic of Indonesia at Bangkok, Thailand. 2006. Diakses tanggal 2006-10-17. 
  9. ^ Pariwono, John I. (2005). "Progress in Oceanography of the Indonesian Seas: A Historical Perspective" (PDF). Oceanography. The Oceanography Society. 18 (4): 8. doi:10.5670/oceanog.2005.04. Diakses tanggal 2006-10-27. 
  10. ^ "East Asia" (PDF). OMF International. September 2003. Diakses tanggal 2006-10-27. 
  11. ^ Goh, Robbie B.H. Christianity in Southeast Asia. Institute of Southeast Asian Studies. hlm. 80. 9812302972. 
  12. ^ a b c Bertrand, Jaques (2004). Nationalism and Ethnic Conflict in Indonesia. Cambridge University Press. ISBN 0-521-52441-5. 
  13. ^ Kahin, George McT. and Kahin, Audrey R. Subversion as Foreign Policy: The Secret Eisenhower and Dulles Debacle in Indonesia. New York: The New Press, 1995.
  14. ^ "Penetapan Presiden No 1 Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama". Diakses tanggal 2008-4-8. 
  15. ^ Suryodiningrat, Meidyatama (2006-10-02). "Who Are Indonesians?". The Jakarta Post. Diakses tanggal 2006-10-02. 
  16. ^ a b c cf. Bunge (1983), chapter Islam.
  17. ^ a b Reza, Imam. "Shia Muslims Around the World". Diakses tanggal 2006-10-04. 
  18. ^ accessdate=2008-12-03
  19. ^ Goh, Robbie B.H. Christianity in Southeast Asia. Institute of Southeast Asian Studies. hlm. p.80. 9812302972. 
  20. ^ a b c Bunge (1983). "Indonesia - Christianity". U.S. Library of Congress. U.S. Library of Congress. Diakses tanggal 2006-10-07. 
  21. ^ "Indonesia - (Asia)". Reformed Online. Reformed Online. Diakses tanggal 2006-10-07. 
  22. ^ "History - Colonialism & Independence". North Sulawesi Tourism. Diakses tanggal 2006-10-02. 
  23. ^ Vermander, Benoit. "Francis Xavier and Asia: the road to cultural inventiveness". Academic director of Taipei Ricci Institute. International Study Commission. Diakses tanggal 2006-10-07. 
  24. ^ "Hinduism". OMF International UK. OMF International UK. Diakses tanggal 2006-10-03. 
  25. ^ "History on Indonesia". Indonesian Consulate General, Los Angeles, USA. Diakses tanggal 2006-10-03. 
  26. ^ a b cf. Bunge (1983), chapter Hinduism.
  27. ^ Lidde, R. William (August 1996). "The Islamic Turn in Indonesia: A Political Explanation". Journal of Asian Studies. 55 (3): 613–634. doi:10.2307/2646448. Diakses tanggal 2006-10-27. 
  28. ^ Suryani, Luh Ketut (2004). "Balinese Women in a Changing Society". Journal of the American Academy of Psychoanalysis and Dynamic Psychiatry. 32 (1: Special issue Women and Society). doi:10.1521/jaap.32.1.213.28335. 1546-0371. Diakses tanggal 2006-10-27. 
  29. ^ Indonesia International Religious Freedom Report 2005 - US State Department
  30. ^ U.S. Department of State Annual Report on International Religious Freedom for 2006 - Indonesia - September 2006 US State Department
  31. ^ a b c "Buddhism in Indonesia". Buddha Dharma Education Association. Buddha Dharma Education Association. 2005. Diakses tanggal 2006-10-03. 
  32. ^ Flanagan, Anthony (2006). "Buddhist Art: Indonesia". About. Diakses tanggal 2006-10-03. 
  33. ^ cf. Bunge (1983), chapter Buddhism.
  34. ^ Michael Richardson. "Native Groups Seek Wealth Shift - Voluntary or Not : Indonesia Pressures Chinese". International Herarld Tribune. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2005-10-25. Diakses tanggal 2006-10-02. 
  35. ^ "The Jewish Community of Indonesia". The Databases of Jewish Communities. Museum of the Jewish People. Diakses tanggal 2006-12-15. 
  36. ^ Larry Polansky. "The Surabaya, Indonesia Jewish Community". Diakses tanggal 2006-12-15. 
  37. ^ a b Norimitsu Onishi. "In Sliver of Indonesia, Public Embrace of Judaism". Diakses tanggal 2010-11-23. 
  38. ^ http://www.kapanlagi.com/h/0000198260.html Rudi Soraya: Agama Baha'i Bukan Sekte Dalam Islam
  39. ^ Effendi, Wahyu (2004-06-28). "Pembaruan Hukum Catatan Sipil dan Penghapusan Diskriminasi di Indonesia". Diakses tanggal 2006-10-13. (Indonesia)
  40. ^ a b "Intergroup Relations". Prevent Conflict. May 2002. Diakses tanggal 2006-10-13. 
  41. ^ a b c "Transcript of Joint Press Conference Indonesian Foreign Minister, Hassan Wirajuda, with Australian Foreign Minister, Alexander Downer" (Siaran pers). Embassy of Republic of Indonesia at Canberra, Australia. 2004-12-06. Diakses tanggal 2006-10-14. 
  42. ^ a b "Animism". PHILTAR. PHILTAR. Diakses tanggal 2006-10-04.