Wijayakusuma (bunga)

spesies kaktus
Revisi sejak 24 Agustus 2017 04.33 oleh Rachmat04 (bicara | kontrib)
Wijayakusuma
Photo: Emma Lindahl
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
(tanpa takson):
(tanpa takson):
(tanpa takson):
Ordo:
Famili:
Subfamili:
Tribus:
Genus:
Spesies:
E. anguliger
Nama binomial
Epiphyllum anguliger
Sinonim

Phyllocactus anguliger Lem.
Phyllocactus serratus Brongnart
Phyllocactus angularis Labouret
Phyllocactus darrahii K.Schumann
Epiphyllum darrahii (K.Schumann) Britton & Rose

Bunga Wijayakusuma (Epiphyllum anguliger) termasuk jenis tanaman kaktus yang mempunyai kelas dicotiledoneae.[1] Tanaman ini berasal dari Amerika tropika (Venezuela dan Caribia) dan dapat hidup pada daerah dengan iklim sedang sampai beriklim tropis.[1] Meskipun begitu, tidak semua jenis tanaman ini bisa berbunga karena hal ini dipengaruhi oleh keadaan iklim, kesuburan tanah juga cara pemeliharaan.[1] Bunga Wijayakusuma hanya merekah beberapa saat saja dan dapat tumbuh dengan baik di tempat yang tidak terlalu panas.[1] Pada umumnya tanaman jenis kaktus agak sulit ditentukan morfologinya, berbeda halnya dengan wijayakusuma.[1] Tanaman ini mudah diidentifikasi setelah berusia tua, kita dapat melihat mana daunnya, mana batangnya, dan bagian-bagian yang lain.[1] Di kalangan masyarakat Yogyakarta dan Surakarta, khususnya keraton, percaya bahwa seorang raja yang akan naik tahta haruslah memiliki bunga Wijayakusuma sebagai syarat.[2] Bunga ini juga dipercaya sebagai pusaka keraton Dwarawati titisan Wisnu sang pelestari Alam, Batara Kresna.[2]

Bentuk Tanaman

 
Lekukan-lekukan pada daun Wijayakusuma

Batangnya terbentuk dari helaian daun yang mengeras dan mengecil yang mana bentuk batang induknya adalah silinder.[1][3] Tinggi batang dapat mencapai 2-3 meter, sedang daunnya berkisar 13–15 cm.[3] Helaian daunnya sendiri berbentuk pipih serta berwarna hijau dengan permukaan daun halus tanpa duri tidak seperti kaktus-kaktus yang lain.[1] Kemudian setiap tepian daunnya terdapat lekukan-lekukan yang biasanya ditumbuhi tunas daun maupun bunga.[1] Adapun diameter bunganya adalah 10 cm, berwarna putih dan hanya mekar di malam hari.[3] Bentuk buahnya bulat yang mempunyai warna merah dan mempunyai biji yang berwarna hitam.[3] Pembiakkan biasanya dilakukan dengan penyetekkan ataupun biji.[3]

Khasiat Tanaman

Bunga wijayakusuma mempunyai khasiat untuk meredam rasa sakit serta menetralisir pembekuan darah.[1] Bunga ini juga mempunyai daya mempercepat penyembuhan luka abses.[1] Caranya mudah, tinggal menumbuk satu helai daun wijayakusuma lalu oleskan pada luka dan setelah itu gunakan perban untuk membungkus luka yang telah diolesi tumbukan daun.[1] Selain itu, bunga ini juga dapat mengobati bisul, cukup menempelkan bunganya pada bisul tersebut sebelum tidur dan melakukannya secara teratur.[4] Selain itu, Wijayakusuma bisa digunakan sebagai obat anti radang, obat batuk, juga pendarahan (hemostatis).[3] Khasiat lainnya adalah mengatasi tuberkulosis paru dengan batuk asma, batuk darah dan muntah darah.[5]

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h i j k l A.N., Thomas (1989).Tanaman Obat Tradisional.Yogyakarta:Penerbit Kanisius. Hal 20-21 Cet 23
  2. ^ a b Bangunjiwa, Ki Juru (200).Belajar Spiritual bersama The Thinking General.Yogyakarta:Jogja Bangkit Publisher. Hal 95-96 Cet 1
  3. ^ a b c d e f Dalimartha, Setiawan (2007).Atlas Tumbuhan Obat Indonesia.Jakarta:Puspa Swara. Hal 182 Cet IV
  4. ^ G.W., Riyanti (2007).Muslimah Cerdas dan Kreatif.Jakarta:Qultum Media. Hal 73 Cet 1
  5. ^ Hariana, Arief.Tumbuhan Obat dan Khasiatnya.Depok:Penebar Swadaya. Hal 162

Pranala Luar

  • Sastra Jawa: Serat Centhini yang mengisahkan sejarah Mataram, khususnya suatu sejarah tempat -- yang dilihat dari Ujung Alang, Gunung Ciwiring oleh Mas Cebolang dan para santrinya dan Ajar Naradhi -- bernama Pulo Bandhung dengan mitologi Kresna yang melabuhkan bunga Wijayakusuma yang selanjutnya menjadi sebuah pulau -- sesuai dengan gambaran posisinya dan kisahnya di dalam teks tersebut, kemungkinan tempat tersebut sekarang dikenal sebagai pulau Nusakambangan-- http://www.sastra.org/kisah-cerita-dan-kronikal/68-serat-centhini/954-centhini-kamajaya-1986-1988-92-761-jilid-021-.