Norodom Sihanouk

Raja Kamboja

Norodom Sihanouk (bahasa Khmer: នរោត្តម សីហនុ; 31 Oktober 1922 – 15 Oktober 2012) adalah Raja Kamboja dari tahun 1941 sampai 1955 dan tahun 1993 sampai 2004. Dikenal masyarakat Kamboja dengan sebutan Samdech Euv (bahasa Khmer: សម្តេចឪ, bapak pangeran), Sihanouk menjadi raja pada 1941. Setelah Perang Dunia Kedua, ia berkampanye untuk kemerdekaan Kamboja dari penjajahan Perancis, yang dilakukan pada 1953. Pada 1955, Sihanouk turun tahta dan menyerahkan jabatan tersebut kepada ayahnya Norodom Suramarit, dan membentuk organisasi politik Sangkum. Sihanouk memimpin Sangkum menuju kemenangan dalam pemilihan umum 1955, dan menjadi Perdana Menteri Kamboja. Setelah ayahnya meninggal pada 1960, Sihanouk memperkenalkan sebuah amendemen konstitusi yang membuatnya menjadi Kepala Negara Kamboja, sebuah jabatan yang ia pegang sampai 1970. Mulai tahun1955 sampai 1970, Sihanouk memerintah Kamboja di bawah pemerintahan satu partai dan menindak perbedaan pandangan politik antara Partai Demokrat dan Pracheachon. Meskipun ia secara resmi mengambil posisi netral dalam hubungan luar negeri, pada praktiknya ia lebih berteman dengan negara-negara komunis, terutama Tiongkok, ketimbang dengan Amerika Serikat dan sekutu-sekutu anti-Komunisnya.

Norodom Sihanouk
Raja Kamboja
Masa jabatan pertama24 April 1941 – 3 Maret 1955
Penobatan3 Mei 1941
PendahuluSisowath Monivong
PenerusNorodom Suramarit
Perdana Menteri
Masa jabatan kedua24 September 1993 – 7 Oktober 2004
Penobatan24 September 1993
PendahuluChea Sim (Pemangku raja)
PenerusNorodom Sihamoni
Perdana Menteri
Kelahiran(1922-10-31)31 Oktober 1922
Phnom Penh, Kamboja
Kematian15 Oktober 2012(2012-10-15) (umur 89)
Beijing, Tiongkok
Pemakaman13 Juli 2014
PasanganNorodom Monineath
(m. 1952)
Lihat daftar
Keturunan14
Lihat daftar
WangsaWangsa Norodom
AyahNorodom Suramarit
IbuSisowath Kossamak
AgamaBuddha Theravada

Pada Maret 1970, Sihanouk dilengserkan oleh Lon Nol dan Sisowath Sirik Matak, dalam rangka pembentukan Republik Khmer. Ia melarikan diri ke Tiongkok dan Korea Utara dan membentuk pemerintahan dalam pengasingan dan gerakan pemberontakan yang masing-masing dikenal sebagai Pemerintahan Kerajaan Uni Nasional Kamboja (GRUNK) dan Front Bersatu Nasional Kamboja. Sebagai pemimpin GRUNK, Sihanouk menggalang dukungan terhadap Khmer Merah, yang bertarung melawan Republik Khmer dalam Perang Saudara Kamboja. Setelah Khmer Merah menang, sebuah pemerintahan baru, yaitu Kamboja Demokratik dibentuk. Kemudian, Sihanouk kembali ke Kamboja dan menjadi kepala negaranya. Pada 1976, Sihanouk turun dari jabatannya yang berujung pada penahanan rumahnya. Ia ditahan sampai 1979, saat pasukan Vietnam melengserkan Khmer Merah. Sihanouk mengasingkan diri kembali, dan pada 1981 ia membentuk FUNCINPEC, sebuah partai pemberontak. Pada tahun berikutnya, Sihanouk dilantik sebagai Presiden Koalisi Pemerintahan Kamboja Demokratik (KPKD), yang terdiri dari tiga faksi pemberontak anti-Vietnam – FUNCINPEC, Khmer Merah dan Front Pembebasan Nasional Rakyat Khmer (FPNRK).

Pada akhir tahun 1980an, perbincangan tak resmi dilakukan untuk mengakhiri pertikaian antara Republik Rakyat Kamboja (RRK) dan faksi-faksi pemberontak yang berada di bawah naungan KPKD. Pada 1990, Dewan Nasional Tertinggi Kamboja (DNT) dibentuk sebagai sebuah badan transisional untuk memperjuangkan kedaulatan Kamboja, dengan Sihanouk sebagai presidennya. Pada 1991, perjanjian damai ditandatangani, dan Otoritas Transisional Perserikatan Bangsa-Bangsa di Kamboja (OTPBBK) dibentuk pada tahun berikutnya. OTPBBK mengadakan pemilihan umum pada 1993, dan sebuah pemerintahan koalisi, yang secara bersama-sama dipimpin oleh putranya Norodom Ranariddh dan Hun Sen, kemudian dibentuk. Pada Juni 1993, Sihanouk kembali diangkat menjadi Kepala Negara Kamboja, dan pada September 1993 dilantik menjadi raja. Pada 2004, Sihanouk turun tahta lagi dan menyerahkan jabatan tersebut kepada putranya yang lain, Norodom Sihamoni, yang menggantikannya sebagai raja. Ia dikenal sebagai ayah raja sampai kematiannya pada 2012. Sihanouk menjalani karier artistik sepanjang masa hidupnya, dan menulis sejumlah komposisi musikal. Ia memproduksi 50 film antara 1966 dan 2006, yang juga ia bintangi dan sutradarai.

Kehidupan awal dan masa jabatan pertama

Norodom Sihanouk adalah anak tunggal yang lahir dari pasangan Norodom Suramarit dan Sisowath Kossamak.[1] Orangtuanya, yang diberi nasihat oleh astrolog kerajaan bahwa ia bakal sekarat pada usia muda bila ia dibesarkan di bawah asuhan keluarga pihak ayah, menempatkannya di bawah asuhan nenek Kossamak, Pat. Ketika Pat meninggal, Kossamak dibawa Sihanouk untuk tinggal dengan kakek pihak ayahnya, Norodom Sutharot. Sutharot menyerahkan tanggung jawab pengasuhan putrinya, Norodom Ket Kanyamom.[2] Sihanouk meraih pendidikan dasarnya di Sekolah Francois Baudoin dan sekolah Nuon Moniram di Phnom Penh.[3] Pada masa tersebut, ia meraih dukungan keuangan dari kakek pihak ibunya, Sisowath Monivong, untuk memimpin sebuah tim sepak bola dan kelompok pertunjukan amatir.[1] Pada 1936, Sihanouk dikirim ke Saigon, dimana ia menjalani pendidikan menengahnya di Lycée Chasseloup Laubat, sebuah sekolah asrama.[4]

Ketika raja Monivong yang memerintah meninggal pada 23 April 1941, Gubernur Jenderal Indochina Perancis, Jean Decoux memilih Sihanouk untuk menggantikannya.[5] Pemilihan Sihanouk sebagai raja diresmikan pada hari berikutnya oleh dewan mahkota Kamboja,[6] dan acara pelantikannya diadakan pada 3 Mei 1941.[7] Pada masa pendudukan Jepang di Kamboja, ia menjalani sebagian besar waktunya untuk berolahraga, membuat film, dan melakukan tur ke seluruh penjuru negara tersebut.[8] Pada Maret 1945, militer Jepang, yang telah menduduki Kamboja sejak Agustus 1941, membubarkan pemerintahan kolonial Perancis. Di bawah tekanan Jepang, Sihanouk memproklamasikan kemerdekaan Kamboja[9] dan memegang jabatan perdana menteri sesambil menjabat sebagai raja pada waktu yang sama.[10]

Sebagai perdana menteri, Sihanouk diberi sebuah permintaan yang dikeluarkan oleh residen tertinggi terakhir Kamboja, Georges Gautier, untuk meromanisasikan abjad Khmer.[11] Setelah menyerahnya Jepang pada Agustus 1945, pasukan nasionalis yang dipimpin oleh Son Ngoc Thanh meluncurkan sebuah kudeta, yang berujung pada diangkatnya Thanh menjadi perdana menteri.[12] Ketika Perancis kembali ke Kamboja pada Oktober 1945, Thanh dilengserkan dan digantikan oleh paman Sihanouk Sisowath Monireth.[13] Monireth bernegosiasi untuk otonomi yang lebih luas dalam hal mengurusi urusan dalam negeri Kamboja. Sebuah Modus Vivendi ditandatangani oleh Januari 1946 dimana Kamboja meraih otonomi penuh dari Uni Perancis.[14] Sebuah komisi Perancis-Kamboja bersama dibentuk setelah perancangan konstitusi Kamboja,[15] dan pada April 1946, Sihanouk memperkenalkan klausa yang disediakan untuk sebuah parlemen terpilih atas dasar hak pilih laki-laki universal serta kebebasan pers.[16] Konstitusi pertamanya ditandatangani secara efektif oleh Sihanouk pada Mei 1947.[17] Pada masa tersebut, Sihanouk melakukan dua perjalanan ke Saumur, Perancis dimana ia menghadiri pelatihan militer di Sekolah Pelatihan Cabang Kavaleri Bersenjata pada 1946, dan kembali pada 1948. Ia menjadi seorang kapten reserve untuk angkatan darat Perancis.[18]

 
Sihanouk pada acara pelantikannya, November 1941

Pada awal 1949, Sihanouk pergi ke Paris dengan orangtuanya untuk bernegosiasi dengan pemerintah Perancis untuk meningkatkan otonomi atas Kamboja. Modus Vivendi digantikan oleh sebuah traktat Perancis-Khmer baru, yang mengakui kemerdekaan Kamboja dari Uni Perancis.[19] Pada praktiknya, traktat tersebut hanya memberikan pemerintahan sendiri yang terbatas kepada Kamboja. Meskipun Kamboja diberi kebebasan untuk mengurusi kementerian luar negerinya dan sebagian kecil pertahanannya, sebagian besar kementerian masih berada di bawah kontrol Perancis.[20] Akibatnya, para legislator dari majelis nasional mulai menyerang pemerintahan yang dipimpin oleh perdana menteri Penn Nouth atas kegagalannya dalam menyelesaikan persoalan keuangan dan masalah-masalah korupsi yang terjadi di negara tersebut. Para legislator pembangkang, yang dipimpin oleh Yem Sambaur, yang keluar dari Partai Demokrat pada November 1948,[21] melengserkan Penn Nouth.[22] Yem Sambaur menggantikannya, namun pelantikannya tidak sejalan dengan para anggota Partai Demokrat, yang meminta Sihanouk untuk membubarkan majelis nasional dan mengadakan pemilihan-pemilihan.[23]

Sihanouk, yang sekarang terlibat dalam politik, membubarkan majelis pada September 1949,[24] namun mengeluarkan dekret pada dua tahun berikutnya sebelum pemilihan umum diadakan, yang dimenangkan oleh Partai Demokrat.[25] Pada Oktober 1951, Thanh kembali ke Kamboja dan disambut oleh 100,000 pendukung, sebuah sambutan yang Sihanouk pandang sebagai hinaan bagi otoritasnya.[26] Thanh menghilang enam bulan kemudian, diyakini bergabung dengan Khmer Issarak.[27] Sihanouk memerintahkan pemerintahan yang dipimpin Partai Demokrat untuk menangkap Thanh namun diabaikan.[28] Kemudian, unjuk rasa sipil yang dilakukan untuk menentang monarki dan Perancis pecah di negara tersebut,[29] mengancam Sihanouk, yang mulai menuduh bahwa Partai Demokrat memainkan peran dalam peristiwa tersebut.[30] Pada Juni 1952, Sihanouk menyingkirkan nominee Partai Demokrat Huy Kanthoul dan menjadikan dirinya sendiri sebagai perdana menteri. Beberapa hari kemudian, Sihanouk sendiri mengaku kesal dengan chargé d'affaires AS, Thomas Gardiner Corcoran, yang menyatakan bahwa demokrat parlementer tak cocok untuk negara Kamboja.[30]

Pada Januari 1952, Sihanouk menunjuk kembali Penn Nouth sebagai perdana menteri sebelum pergi ke Perancis. Di sana, Sihanouk meminta kemerdekaan penuh Kamboja kepada presiden Perancis Vincent Auriol, dengan alasan merebaknya sentimen anti-Perancis yang terjadi pada masyarakat Kamboja.[31] Auriol meneruskan permintaan Sihanouk kepada komisioner Perancis untuk teritorial seberang laut, Jean Letourneau, yang menyatakan untuk menolaknya. Kemudian, Sihanouk pergi ke Kanada dan Amerika Serikat, dimana ia memberikan wawancara radio untuk melayangkan kasusnya. Ia mengeluarkan sikap sentimen anti-komunis di negara-negara tersebut, dengan menyatakan bahwa Kamboja menghadapi ancaman Komunis yang mirip dengan Viet Minh di Vietnam, dan bahwa solusinya adalah memberi kemerdekaan penuh kepada Kamboja.[32] Sihanouk kembali ke Kamboja pada Juni 1953 dan singgah di Siem Reap.[33] Ia mengadakan pawai-pawai publik untuk menyerukan masyarakat Kamboja agar berjuang untuk kemerdekaan, dan membentuk sebuah pasukan militer sipil yang diikuti oleh sekitar 130,000 orang yang direkrut.[34]

Pada Agustus 1953, Perancis setuju untuk memberikan kuasa atas urusan dalam negeri dan yudisial kepada Kamboja, dan kemudian juga kementerian pertahanan pada October 1953. Pada akhir bulan, Sihanouk datang ke Phnom Penh,[35] dimana ia mendeklarasikan kemerdekaan Kamboja dari Perancis pada 9 November 1953.[33] Pada Mei 1954, Sihanouk mengirim dua menteri kabinetnya, Nhiek Tioulong dan Tep Phan, untuk mewakili Kamboja di Konferensi Jenewa.[36] Sebuah perjanjian ditandatangani yang membuat kemerdekaan Kamboja diakui dan mengijinkan bantuan militer dari negara manapun tanpa syarat. Pada masa yang sama, hubungan Sihanouk dengan partai Demokrat yang memerintah masih meradang, karena mereka berusaha menghalang-halangi pertumbuhan pengaruhnya dalam politik.[37] Untuk menangkis perlawanan dari Partai Demokrat, Sihanouk mengadakan sebuah referendum nasional untuk memperlihatkan persetujuan masyarakat terhadap upayanya dalam mewujudkan kemerdekaan nasional.[38] Meskipun hasilnya 99.8 persen setuju, sejarawan Australia Milton Osborne menyatakan bahwa pemungutan suara tersebut dilakukan secara terbuka dan para pemilih memberikan suara setuju di bawah pengawasan polisi.[39]

Era Sangkum

Turun tahta dan masuk politik

Pada 2 Maret 1955, Sihanouk turun tahta,[33][40] dan menyerahkan jabatan tersebut kepada ayahnya, Suramarit.[3] Dalam pidato turun tahtanya, Sihanouk menyatakan bahwa ia turun tahta dalam rangka melepaskan dirinya dari "intrik" kehidupan istana dan dapat dengan mudah menyentuh masyarakat umum sebagai seorang "warga biasa". Menurut Osborne, Sihanouk turun tahta agar ia bebas berpolitik meskipun tetap mengurus tugas-tugasnya saat ia menjadi raja.[41] Pada April 1955, Sihanouk membentuk partai politiknya sendiri, Sangkum, dan ikut dalam pemilihan umum yang diadakan pada September 1955. Meskipun Sangkum merupakan sebuah partai politik, Sihanouk menyatakan bahwa Sangkum dipandang sebagai sebuah "organisasi" politik, dan menyatakan bahwa ia mengakomodasi orang-orang dengan orientasi-orientasi politik pada kondisi tunggal yang mereka berjanji setia kepada monarki.[42]

Setelah itu, beberapa partai politik dengan orientasi politik yang berbeda seperti Partai Renovasi Khmer, Partai Rakyat,[43] dan Partai Liberal,[44] bergabung dengan Sangkum. Pada saat yang sama, Sihanouk bersaing dengan Partai Demokrat dan partai sayap kiri Pracheachon, karena keduanya menolak untuk bergabung dengan partainya dan berkampanye menentangnya. Ia dilantik sebagai direktur keamanan nasional Dap Chhuon,[45] yang memerintahkan polisi nasional untuk menahan para pemimpin mereka dan membubarkan pawai pemilihan mereka.[46] Ketika pemilihan diadakan, Sangkum meraih 83 persen suara valid. Mereka menduduki seluruh kursi dalam Majelis Nasional, menggantikan Partai Demokrat, yang sebelumnya menjadi partai mayoritas.[47] Pada bulan berikutnya, Sihanouk dilantik menjadi perdana menteri.[48]

Perdana Menteri (1955–60)

 
Pertemuan di Beijing pada 1956: (dari kiri) Mao Zedong, Peng Zhen, Sihanouk, Liu Shaoqi

Saat menjabat, Sihanouk memperkenalkan beberapa perubahan konstitusional, yang meliputi pemberian kedudukan terhadap kaum wanita, mengadopsi bahasa Khmer sebagai bahasa resmi tunggal di negara tersebut[49] dan menjadikan Kamboja sebuah monarki konstitusional dengan memberikan kuasa membuat kebijakan kepada perdana menteri ketimbang raja.[50] Ia memandang sosialisme sebagai sebuah konsep ideal untuk mendirikan kesetaraan sosial dan memajukan kohesi nasional pada negara Kamboja yang baru saja merdeka. Pada Maret 1956, ia mengeluarkan program nasional "sosialisme Buddhis", yang mempromosikan prinsip-prinsip sosialis pada satu sisi sementara mengutamakan budaya Buddhis di kerajaan tersebut pada sisi yang lain.[51] Antara 1955 dan 1960, Sihanouk naik-turun jabatan perdana menteri beberapa kali, dikarenakan kelelahan yang disebabkan oleh pekerjaan.[52] Majelis Nasional menominasikan politikus-politikus berpengalaman seperti Sim Var dan San Yun untuk menjadi perdana menteri saat Sihanouk melepas jabatan, namun mereka sama-sama melepas jabatan mereka beberapa kali, beberapa bulan dalam masa jabatan mereka,[53] karena menteri-menteri kabinet bersikukuh tak menyetujui materi-materi kebijakan masyarakat.[54]

Pada Mei 1955, Sihanouk menerima bantuan militer dari AS.[55] Pada bulan Januari berikutnya, saat ia berada di Filipina pada sebuah kunjungan negara, para anggota Central Intelligence Agency (CIA) menawarkannya agar Kamboja ditempatkan di bawah perlindungan Pakta Pertahanan Asia Tenggara (SEATO).[56] Kemudian, Sihanouk mulai menduga bahwa AS berupaya untuk mengatur pemerintahannya dan menggalang dukungan kepada partai Demokrat, yang pada saat itu tak memiliki perwakilan parlementer, untuk keperluan tersebut.[57] Pada sisi lain, Sihanouk mengembangkan hubungan baik dengan Tiongkok, dimana perdana menteri Zhou Enlai, memberikannya sambutan hangat pada kunjungan pertamanya disana pada Februari 1956. Mereka menandatangani sebuah traktat persahabatan, dimana Tiongkok menjanjikan bantuan ekonomi sejumlah US$40 juta kepada Kamboja.[58] Ketika Sihanouk kembali dari Tiongkok, Sarit Thanarat dan Ngo Dinh Diem, yang masing-masing pemimpin Thailand dan Vietnam Selatan namun keduanya sama-sama simpatisan pro-Amerika, menuduhnya pro-Komunis. Vietnam Selatan kemudian menahan embargo dagang terhadap Kamboja dengan cara mencegah kapal-kapal dagang berlayar dari sungai Mekong menuju Phnom Penh, melalui Saigon.[59] Ketika Sihanouk menyatakan bahwa ia mengambil posisi netralitas, Sarit dan Diem masih tak mempercayainya, terlebih lagi setelah ia menjalin hubungan diplomatik resmi dengan Tiongkok pada 1958.[60]

Partai Demokrat masih mengkritik Sangkum dan Sihanouk dalam surat kabar mereka.[61] Pada Agustus 1957, Sihanouk akhirnya hilang kesabaran dan mengajak para pemimpin Partai Demokrat untuk berdebat. Lima anggota dari mereka hadir. Pada saat berdebat, yang diadakan di istana kerajaan, Sihanouk berpidato dengan nada yang lantang, menantang para pemimpin Demokrat untuk menghadirkan bukti kecacatan dalam pemerintahannya dan mengundang mereka untuk bergabung dengan Sangkum. Para pemimpin Partai Demokrat memberikan tanggapan ragu-ragu, dan menurut sejarawan Amerika David P. Chandler, acara tersebut memberikan pesan kepada para audien bahwa partai tersebut tidak sejalan dengan monarki.[57] perdebatan tersebut berujung pada hilangnya pengaruh pada partai Demokrat, karena para pemimpinnya kemudian dilucuti oleh para prajurit pemerintah atas perintah Sihanouk.[62] Dengan mundurnya Partai Demokrat, Sihanouk berfokus untuk mempersiapkan pemilihan umum yang diadakan pada Maret 1958. Ia memajukan politikus-politikus sayap kiri, yang meliputi Hou Yuon, Hu Nim, dan Chau Seng, untuk maju sebagai para kandidat Sangkum, dengan tujuan memenangkan dukungan sayap kiri dari Pracheachon.[63] Pracheachon memajukan lima kandidat mereka pada pemilihan tersebut. Namun empat kandidat diantaranya mengundurkan diri, karena mereka dipaksa oleh polisi nasional untuk tidak mengadakan pawai pemilihan apapun. Ketika pemungutan suara diadakan, Sangkum memenangkan seluruh kursi dalam majelis nasional.[64]

Pada Desember 1958, Ngo Dinh Nhu – adik dan ketua penasehat Diem – melancarkan gagasan mengadakan sebuah kudeta untuk menggulingkan Sihanouk.[65] Nhu menghubungi Dap Chhuon, Menteri Dalam Negeri Sihanouk, yang dikenal sebagai simpatisan pro-Amerika, untuk mempersiapkan sebuah kudeta melawan pemimpinnya.[66] Chhuon meraih bantuan keuangan dan militer dari Thailand, Vietnam Selatan, dan CIA.[67] Pada Januari 1959, Sihanouk mengetahui rencana kudeta tersebut melalui para perantara yang memiliki kontak dengan Chhuon.[68] Sebulan kemudian, Sihanouk mengirim tentara untuk menangkap Chhuon, yang kemudian dihukum mati seusai ia ditangkap, yang secara efektif mengakhiri upaya kudeta tersebut.[69] Sihanouk kemudian menuduh Vietnam Selatan dan Amerika Serikat merancang upaya kudeta tersebut.[70] Enam bulan kemudian, pada 31 Agustus 1959, sebuah kemasan kayu kecil, yang berisi sebuah bom parsel, dikirim ke istana kerajaan. Norodom Vakrivan, kepala protokol, tewas dengan sekejap saat ia membuka kemasan tersebut. Orangtua Sihanouk, Suramarit dan Kossamak, yang duduk di ruang lainnya tak jauh dari Vakrivan, berhasil melarikan diri tanpa luka sedikit pun. Sebuah penyelidikan menyatakan bahwa bom parsel tersebut berasal dari sebuah pangkalan militer Amerika di Saigon.[71] Meskipun Sihanouk secara terbuka menuduh Ngo Dinh Nhu merupakan dalang di balik serangan bom tersebut, ia diam-diam mendakwa bahwa AS juga terlibat.[72] Peristiwa makin memperkeruh hubungannya dengan AS.[73]

Tahun-tahun awal sebagai Kepala Negara (1960–65)

Setelah beberapa bulan kesehatannya menurun, Suramarit, ayah Sihanouk, wafat pada 3 April 1960[74] yang membuat Sihanouk menuduh bahwa ayahnya mengalami syok akibat serangan bom parcel.[71] Pada hari berikutnya, dewan tahta kerajaan bertemu untuk memilih Monireth sebagai pemangku raja.[75] Pada dua bulan berikutnya, Sihanouk memperkenalkan amendemen-amendemen konstitusional untuk membuat jabatan baru Kepala Negara Kamboja, yang menyediakan kekuasaan seremonial yang setara dengan raja. Sebuah referendum diadakan pada 5 Juni 1960 menyetujui proposal Sihanouk, dan Sihanouk secara resmi dilantik menjadi Kepala Negara pada 14 Juni 1960.[76] Sebagai kepala negara, Sihanouk mengambil berbagai tugas seremonial raja, seperti memegang audiensi publik[77] dan memimpin Upacara Musim Tanam Kerajaan. Pada masa yang sama, ia tetap memainkan peran aktif dalam politik sebagai pemimpin Sangkum.[78]

 
Sihanouk dengan Presiden AS John F. Kennedy di New York City pada 25 September 1961

Pada 1961, jurubicara Pracheachon, Non Suon, mengkritik Sihanouk karena gagal menangani inflasi, pengangguran, dan korupsi di negara tersebut. Kritikan Non Suon membuat Sihanouk memutuskan untuk menangkap para pemimpin Pracheachon, dan menurutnya, ia menemukan rencana-rencana yang dibuat oleh partai tersebut untuk memantau perkembangan politik lokal atas perantara kekuatan-kekuatan asing.[79] Pada Mei 1962, Tou Samouth, sekretaris-jenderal Pracheachon, menghilang, dan aliansi ideologinya, Partai Komunis Kamboja, menduga bahwa Samouth secara diam-diam ditangkap dan dibunuh oleh polisi.[80] Namun, Sihanouk memperbolehkan para politikus sayap kiri Sangkum untuk maju kembali pada pemilihan umum 1962, yang semua kursi mereka menangkan.[81] Ia sempat melantik dua politikus sayap kiri, Hou Yuon dan Khieu Samphan, masing-masing sebagai sekretaris perencanaan dan komersial setelah pemilihan tersebut.[82]

Pada November 1962 Sihanouk menyerukan AS untuk berhenti mendukung Khmer Serei, yang ia percaya secara diam-diam mereka bersekongkol dengan CIA. Ia mengancam memutus semua bantuan ekonomi dari AS jika mereka tidak menanggapi tuntutannya,[83] sebuah ancaman yang kemudian ia keluarkan pada 19 November 1963.[84] Pada masa yang sama, Shianouk juga menasionalisasikan perdagangan, sektor, dan industri di negara tersebut.[85] Untuk mengatur materi-materi dan kebijakan-kebijakan luar negeri pada perdagangan di negara tersebut, ia membentuk Badan Pelaksana dan Perusahaan Ekspor-Impor Nasional, yang lebih dikenal sebagai "SONEXIM".[86] Ketika Sarit, Diem, dan presiden AS John F. Kennedy meninggal pada November dan Desember 1963, Sihanouk menyanjung kematian mereka, karena ia menuduh mereka berupaya membuat Kamboja tidak stabil. Ia mengadakan konser-konser dan memberikan para PNS tambahan hari libur untuk merayakan peristiwa tersebut. Ketika pemerintah AS menentang perayaan Sihanouk, ia menanggapinya dengan menarik duta besar Kamboja untuk AS, Nong Kimny.[87]

Pada awal 1964, Sihanouk menandatangani sebuah perjanjian rahasia dengan Vietnam Utara dan Viet Cong, yang memperbolehkan bantuan militer Tiongkok diberikan kepada mereka dengan dikirim melalui pelabuhan Sihanoukville. Selain itu, tentara Kamboja akan dibayar untuk mengirim bantuan pangan kepada Viet Cong, dan waktu yang sama, 10 persen perangkat keras militer dikirim.[88] Selain itu, ia juga mengijinkan Viet Cong untuk membangun sebuah jalur di timur Kamboja, sehingga pasukan mereka mendapatkan bantuan dari Vietnam Utara. Jalan tersebut kemudian dikenal sebagai Jalur Sihanouk.[89] Saat AS mengetahui kepentingan Viet Cong di timur Kamboja, mereka memulai sebuah kampanye pengeboman di sepanjang wilayah tersebut,[90] yang membuat Sihanouk memutus hubungan diplomatik dengan AS pada Mei 1965.[89] Sebagai hasil sebuah perjanjian rahasia, negara-negara Komunis, yang meliputi Tiongkok, Uni Soviet, dan Cekoslowakia, menyediakan bantuan militer kepada Kamboja.[91]

Melanjutkan kepemimpinan sebagai kepala negara (1966–70)

 
Sihanouk pada 1967

Pada September 1966, pemilihan umum diadakan,[92] dan para legislator Sangkum yang memegang paham konservatif dan sayap kanan mendominasi majelis nasional. Selain itu, mereka menominasikan Lon Nol, seorang jenderal militer yang menjadi simpatisan politik mereka, sebagai perdana menteri. Namun, pilihan mereka tidak dikehendaki oleh Sihanouk.[93] Untuk melawan pengaruh konservatif dan sayap kanan, pada Oktober 1966, Sihanouk membentuk pemerintahan bayangan yang terdiri dari para legislator Sangkum yang memegang paham sayap kiri.[94] Pada akhir bulan, Lon Nol ditawarkan untuk mengundurkan diri dari jabatannya, namun ironisnya dihentikan oleh Sihanouk.[95] Pada April 1967, Kebangkitan Samlaut terjadi, dengan para petani lokal bertarung melawan pasukan pemerintah di Samlaut, Battambang.[96] Karena pasukan pemerintah berhasil mengendalikan pertarungan tersebut,[97] Sihanouk mulai menduga bahwa tiga legislator Sangkum sayap kiri – Khieu Samphan, Hou Yuon dan Hu Nim – merupakan dalang di balik pemberontakan tersebut.[98] Saat Sihanouk mengancam akan membawa Khieu Samphan dan Hou Yuon ke pengadilan militer, mereka lari ke hutan untuk bergabung dengan Khmer Merah, meninggalkan Hu Nim.[99]

Lon Nol mengundurkan diri dari jabatan sebagai perdana menteri pada awal Mei 1967, dan Sihanouk melantik Son Sann sebagai penggantinya.[98] Pada saat yang sama, Sihanouk mengganti para presiden berpaham konservatif yang dilantik oleh Lon Nol dengan para politikus berpaham sayap kiri dan teknokrat.[99] Pada akhir bulan, setelah mendapatkan berita bahwa kedutaan besar Tiongkok di Kamboja menerbitkan dan menyebarkan propaganda Komunis kepada masyarakat Kamboja yang memuji Revolusi Kebudayaan,[100] Sihanouk menuduh Tiongkok menghasut Tionghoa Kamboja pendukung lokal untuk melakukan aktivitas "terselubung" dan "subversif".[101] Pada Agustus 1967, Sihanouk mengirim Menteri Luar Negeri-nya, Norodom Phurissara, ke Tiongkok. Namun, ia gagal menyuruh Zhou untuk meminta kedutaan besar Tiongkok berhenti menyebarkan propaganda Komunis.[102] Sebagai tanggapannya, Sihanouk menutup Asosiasi Persahabatan Kamboja–Tiongkok pada September 1967. Saat pemerintah Tiongkok melayangkan protes,[103] Sihanouk mengancam akan menutup kedutaan besar Tiongkok di Kamboja.[104] Zhou mengambil langkah untuk meredakan Sihanouk,[105] dan berkompromi dengan menyuruh kedutaan besarnya untuk menyerahkan publikasi-publikasinya kepada kementerian informasi Kamboja untuk pemeriksaan dini terhadap publikasi tersebut.[104]

Karena hubungan dengan Tiongkok meradang, Sihanouk memutuskan untuk menjalin kembali hubungan dengan AS. Ia mengetahui bahwa janda Kennedy, Jacqueline Kennedy, mengeluarkan keinginan untuk melihat Angkor Wat. Memandang hal ini sebagai sebuah kesempatan untuk memulihkan hubungan dengan AS, Sihanouk mengundangnya untuk mengunjungi Kamboja dan secara pribadi mendampingi perjalanannya pada Oktober 1967.[106] Kunjungan Jacqueline Kennedy menjadi langkah maju Sihanouk untuk bertemu dengan Chester Bowles, duta besar AS untuk India. Kepada Bowles, Sihanouk mencurahkan keinginannya untuk mengembalikan hubungan bilateral dengan AS, memberitahu keberadaan pasukan Viet Cong di Kamboja, dan menyatakan bahwa ia tidak akan ikut campur saat pasukan AS memasuki Kamboja untuk menyerang Viet Cong.[107] Bowles meneruskan pesan Sihanouk kepada pemerintah AS, dan pada Maret 1969, mereka meluncurkan Operasi Menu, sebuah kampanye pengeboman yang dilakukan di bagian timur Kamboja. Pengeboman tersebut memaksa Viet Cong untuk melarikan diri dari hutan-hutan dan mengungsi ke desa-desa dan kota-kota berpenduduk.[108] Akibatnya, Sihanouk menyatakan bahwa Kamboja berbalik halauan pada Perang Vietnam. Pada Juni 1969, ia menyatakan pengakuan diplomatik kepada Pemerintah Revolusioner Provisional Republik Vietnam Selatan (PRPRVS),[109] dengan harapan agar ia dapat membuat pasukan Viet Cong meninggalkan Kamboja saat mereka memenangkan perang. Pada saat yang sama, ia juga secara terbuka membongkar keberadaan pasukan Viet Cong di Kamboja untuk pertama kalinya[110] dalam rangka memulihkan hubungan diplomatik formal AS dengan Kamboja yang diwujudkan tiga bulan kemudian.[111]

Karena ekonomi Kamboja tersendat karena korupsi sistematis,[112] Sihanouk membuka dua kasino – di Phnom Penh dan Sihanoukville – pada Januari 1969.[113] Meskipun kasino tersebut berhasil meraih keuntungan sejumlah 700 juta riel pada tahun tersebut, hal tersebut juga menyebabkan peningkatan jumlah kebangkrutan dan bunuh diri.[113] Pada Agustus 1969, Lon Nol terpilih kembali menjadi Perdana Menteri, dengan Sisowath Sirik Matak sebagai deputinya. Dua bulan kemudian, Lon Nol meninggalkan Kamboja untuk mendapatkan perawatan medis, meninggalkan Sirik Matak menjalankan pemerintahan. Antara Oktober dan Desember 1969, Sirik Matak mengadakan beberapa perubahan kebijakan yang berseberangan dengan keinginan Sihanouk, seperti memperbolehkan bank-bank swasta dibuka kembali di negara tersebut dan mendevaluasi riel. Ia juga meminta para duta besar untuk melayangkan pesan kepada Lon Nol secara langsung, yang membuat Sihanouk menjadi naik pitam.[114] Pada awal Januari 1970, Sihanouk meninggalkan Kamboja untuk perawatan medis di Perancis.[115] Tak lama setelah ia pergi, Sirik Matak mengambil kesempatan untuk menutup kasino-kasino.[116]

Penggulingan, GRUNK dan tahun-tahun Khmer Merah

Pada 11 Maret 1970, sebuah unjuk rasa besar di luar kedutaan besar PRPRVS dan Vietnam Selatan, karena para pengunjuk rasa menuntut pasukan Viet Cong keluar dari Kamboja. Unjuk rasa tersebut berujung pada pertikaian, karena para pengunjuk rasa memasukki kedua kedutaan besar tersebut dan ditembaki, yang mengejutkan Sihanouk.[117] Sihanouk, yang berada di Paris pada waktu itu, mengalami dilema antara pulang untuk menenangkan situasi, dan mengunjungi Moskwa, Beijing, dan Hanoi. Ia memilih pilihan terakhir, dengan berpikir bahwa ia dapat bertemu dengan para pemimpinnya untuk mengembalikan kembali Viet Cong ke wilayah hutan, dimana mereka aslinya membangun diri mereka sendiri antara 1964 dan 1969.[118] Lima hari kemudian, Oum Mannorine, saudara tiri dari istri Sihanouk, Monique, membujuk Majelis Nasional untuk menjawab masalah-masalah korupsi.[119] Pada malam tersebut setelah terdengar, Mannorine memerintahkan para pasukan di bawah komandonya untuk menangkap Lon Nol dan Sirik Matak, namun berakhir dengan ditangkap balik oleh pasukan Lon Nol. Pada 18 Maret 1970, Majelis Nasional memutuskan untuk menggulingkan Sihanouk,[120] agar Lon Nol dapat memegang kekuasaan darurat.[121]

 
Sihanouk (kiri) mengunjungi Rumania pada 1972, dengan Presiden Rumania Nicolae Ceaușescu

Pada hari tersebut, Sihanouk berada di Moskwa menemui menteri luar negeri Soviet Alexei Kosygin, yang mematahkan berita tentang dirinya.[122] Dari Moskwa, Sihanouk terbang ke Beijing, dimana ia disambut oleh Zhou. Zhou meminta Perdana Menteri Vietnam Utara, Pham Van Dong untuk terbang dari Hanoi ke Beijing dan bertemu dengan Sihanouk.[123] Zhou dan Dong meminta Sihanouk untuk menentang Lon Nol dan memberikannya dukungan keuangan dan militer. Pada 23 Maret 1970, Sihanouk mengumumkan pembentukan gerakan pemberontakannya, Front Persatuan Nasional Kamboja (FUNK). Ia mengajak masyarakat Kamboja untuk bergabung dengannya dan dan bertarung melawan pemerintahan Lon Nol. Pasukan Khmer Merah menyiarkan pesan Sihanouk ke seluruh belahan negara Kamboja, yang mengakibatkan unjuk rasa yang menyebabkan tindakan brutal dari pasukan Lon Nol.[124] Beberapa hari kemudian, pada 5 Mei 1970, Sihanouk mengumumkan pembentukan pemerintah dalam pengasingan yang dikenal sebagai Pemerintahan Kerajaan Uni Nasional Kamboja (GRUNK), yang membuat negara-negara Komunis yang meliputi Tiongkok, Vietnam Utara, dan Korea Utara untuk memutuskan hubungan dengan rezim Lon Nol.[125] Di Phnom Penh, sebuah pengadilan militer diadakan pada 2 Juli 1970, dimana Sihanouk didakwa melakukan pengkhianatan dan korupsi pada masa ia menjabat sebagai Kepala Negara. Setelah pengadilan selama tiga hari, para hakim menerima kedua dakwaan Sihanouk dan menyatakan hukuman mati pada 5 Juli 1970.[126]

Antara 1970 dan 1975, Sihanouk bermukim di rumah-rumah tamu negara di Beijing dan Pyongyang, yang masing-masing merupakan ibukota pemerintahan Tiongkok dan Korea Utara.[127] Pada Februari 1973, Sihanouk berkunjung ke Hanoi, dimana ia memulai perjalanan panjang dengan Khieu Samphan dan pemimpin Khmer Merah lainnya. Konvoi dilakukan di sepanjang jalur Ho Chi Minh dan mencapai perbatasan Kamboja di Provinsi Stung Treng pada bulan berikutnya. Dari sana, mereka menjelajahi provinsi Stung Treng, Preah Vihear, dan Siem Reap. Sepanjang perjalanannya, Sihanouk menyaksikan pesawat-pesawat Amerika membombardir dalam Operasi Freedom Deal.[128] Di Siem Reap, Sihanouk mengunjungi candi Angkor Wat, Banteay Srei, dan Bayon.[129] Pada Agustus 1973, Sirik Matak menulis sebuah surat terbuka yang meminta Sihanouk untuk mengakhiri Perang Saudara Kamboja dan menyatakan kemungkinan kepulangannya ke negara tersebut. Saat surat tersebut diterima Sihanouk, ia menolak dengan tegas permintaan-permintaan Sirik Matak.[130]

Setelah Republik Khmer jatuh ke tangan Khmer Merah pada 17 April 1975, sebuah rezim baru di bawah naungannya, Kamboja Demokratik, dibentuk. Sihanouk dilantik sebagai Kepala Negara-nya, sebuah posisi seremonial.[131] Pada September 1975,[132] Sihanouk kembali ke Kamboja untuk melarung abu ibunya,[133] sebelum kembali ke luar negeri untuk melobi pengakuan diplomatik Kamboja Demokratik.[134] Ia kembali pada 31 Desember 1975 dan memimpin sebuah pertemuan untuk membentuk konstitusi Kamboja Demokratik.[135] Pada Februari 1976, Khieu Samphan melakukan sebuah kunjungan ke seluruh belahan negara Kamboja. Sihanouk kaget melihat penggunaan buruh paksa dan pelucutan penduduk yang dilakukan oleh pemerintahan Khmer Merah, yang dikenal sebagai Angkar. Setelah kunjungan tersebut, Sihanouk memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatan sebagai Kepala Negara.[136] Angkar awalnya disangkal sebagai alasan pengunduran dirinya, meskipun mereka kemudian mengakuinya pada pertengahan April 1976, yang memuncak pada 2 April 1976.[137]

Dari masa itu, Sihanouk ditahan di bawah penahanan rumah di istana kerajaan. Pada September 1978, ia dipindahkan ke apartemen lainnya di subperkotaan Phnom Penh, dimana ia tinggal sampai akhir tahun.[138] Sepanjang penahanannya, Sihanouk gagal membuat beberapa permintaan kepada Angkar untuk pergi ke luar negeri.[139] Pada Hari Tahun Baru 1979, Sihanouk pergi dari Phnom Penh ke Sisophon, dimana ia singgah selama tiga hari sampai 5 Januari, saat ia kembali ke Phnom Penh.[140] Sihanouk bertemu dengan Pol Pot, yang mengeluarkan rencana Angkar untuk menghantar kembali pasukan Vietnam, yang sejak itu menginvasi bagian timur Kamboja pada Desember 1978.[141] Pada 6 Januari 1979, Sihanouk terbang dari Phnom Penh ke Beijing, dimana ia disambut oleh penerus Zhou Enlai, Deng Xiaoping.[142] Tiga hari kemudian, Sihanouk terbang dari Beijing ke New York untuk mendatangi Dewan Keamanan PBB, dimana ia menyatakan bahwa Khmer Merah bertanggung jawab atas terjadinya genosida Kamboja serta pendudukan Vietnam di Kamboja.[143] Sihanouk kemudian meminta suaka kepada Tiongkok setelah dua kali gagal meminta suaka kepada AS dan Perancis.[144]

FUNCINPEC dan tahun-tahun PKKD

 
Sihanouk (kanan) dengan putranya, Norodom Ranariddh pada sebuah tur inspeksi ANS pada 1980an

Setelah rezim Khmer Merah lengser, sebuah pemerintahan Kamboja yang didukung oleh Vietnam, Republik Rakyat Kamboja (RRK), didirikan. Pemimpin Tiongkok, Deng Xiaoping, menjadi tak senang[145] dengan pengaruh Vietnam pada pemerintah RRK. Deng mengusulkan kepada Sihanouk agar ia bekerja sama dengan Khmer Merah untuk melengserkan pemerintahan RRK, namun disangkal,[146] karena ia menentang kebijakan genosida yang diterapkan oleh Khmer Merah saat mereka berkuasa.[145] Pada Maret 1981, Sihanouk mendirikan sebuah gerakan pemerontakan FUNCINPEC yang terbagi dalam sebuah pasukan pemerontak kecil yang dikenal sebagai Armée Nationale Sihanoukiste (ANS).[147] Ia memilih In Tam, yang menjabat sebagai Perdana Menteri Republik Khmer, sebagai ketua komandan ANS.[148] ANS membutuhkan bantuan militer dari Tiongkok, dan Deng mengambil kesempatan untuk meminta Sihanouk bekerja sama dengan Khmer Merah.[149] Sihanouk menyetujuinya, dan memulai perbincangan pada Maret 1981 dengan Khmer Merah dan Front Pembebasan Nasional Rakyat Khmer (FPNRK) yang dipimpin Son Sann pada sebuah gerakan pemberontakan anti-RRK yang bersatu.[150]

Setelah beberapa putaran negosiasi yang dimediasikan oleh Deng dan perdana menteri Singapura Lee Kuan Yew,[151] FUNCINPEC, KPNLF, dan Khmer Merah sepakat untuk membentuk Koalisi Pemerintahan Kamboja Demokratik (KPKD) pada Juni 1982. KPKD dikepalai oleh Sihanouk, dan digunakan sebagai pemerintahan dalam pengasingan.[152] Sebagai ketua KPKD, Sihanouk gagal bernegosiasi, pada lima tahun berikutnya, dengan pemerintah Tiongkok untuk membuat sebuah pemukiman politik untuk mengakhiri pendudukan Vietnam di Kamboja.[153] Pada masa tersebut, Sihanouk melantik dua putranya, Norodom Chakrapong dan Norodom Ranariddh, untuk memimpin ANS. Chakrapong dilantik sebagai deputi ketua staf untuk ANS pada Maret 1985,[154] sementara Ranariddh memegang dua jabatan sekaligus yakni ketua komandan dan ketua staf ANS pada Januari 1986, menggantikan Tam.[155] Pada Desember 1987, Perdana Menteri pemerintahan RRK, Hun Sen, pertama kali bertemu dengan Sihanouk untuk membicarakan akhir Perang Kamboja-Vietnam.[156] Pada bulan Juli, menteri luar negeri Indonesia pada waktu itu, Ali Alatas, mengadakan putaran pembicaraan pertama antara empat faksi Kamboja yang berperang yang terdiri dari FUNCINPEC, Khmer Merah, KPNLF, dan pemerintah RRK terkait masa depan Kamboja. Dua putaran pertemuan berikutnya diadakan di Februari dan Mei 1989; karena seluruh acara tersebut diadakan di Istana Bogor, sekitaran Jakarta, acara tersebut dikenal sebagai Jakarta Informal Meetings (JIM).[157]

Pada Juli 1989, Ali Alatas bergabung dengan menteri luar negeri Perancis Roland Dumas dalam pembukaan Konferensi Perdamaian Paris, dimana diskusi ditujukan terkait rencana penarikan pasukan Vietnam dan rencana pembagian kekuasaan dalam pemerintahan Kamboja pada masa mendatang.[157] Pada bulan berikutnya, Sihanouk mengundurkan diri dari jabatan sebagai presiden FUNCINPEC[158] namun masih berada di partia tersebut sebagai anggota biasa.[159] Pada September 1990, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendukung pendirian Dewan Nasional Tertinggi Kamboja (DNTK), sebuah badan administratif yang bertugas untuk mengurusi pengakuan kedaulatan Kamboja untuk sementara waktu sampai pemilihan yang didukung PBB diadakan.[160] Pembentukan DNTK kemudian diratifikasikan dengan Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa 668.[161] Pada Juli 1991, Sihanouk meninggalkan FUNCINPEC dan terpilih sebagai ketua DNTK.[162]

Masa kepemimpinan OTPBBK

Pada 23 Oktober 1991, Sihanouk memimpin FUNCINPEC, Khmer Merah, KPNLF, dan RRK dalam penandatanganan Perjanjian Perdamaian Perancis. Perjanjian tersebut mengakui DNTK sebagai "perwakilan sah dari kedaulatan Kamboja" dan membuat Otoritas Transisi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Kamboja (OTPBBK) untuk menjabat sebagai pemerintah transisi antara 1992 dan 1993.[163] Sehingga, OTPBBK memberikan mandat kepada pasukan penjaga perdamaian di Kamboja untuk menaungi gencatan senjara dari empat faksi Kamboja yang berperang dan mengadakan pemilihan nasional pada 1993.[164] Sihanouk kemudian kembali ke Phnom Penh pada 14 November 1991. Bersama dengan Hun Sen, Sihanouk menaiki sebuah limousine atas terbuka dari Bandar Udara Pochentong di seluruh jalan menuju istana kerajaan, menyapa para penduduk kota yang berada di pinggiran jalan yang menyambut kepulangannya.[165] Pemerintahan OTPBBK dibentuk pada Februari 1992, namun menangguhkan operasi penjaga perdamaiannya karena Khmer Merah menolak untuk bekerjasama dalam gencatan senjata.[166] Sebagai tanggapannya, Sihanouk meminta OTPBBK untuk menendang Khmer Merah dari proses penjagaan perdamaian sebanyak dua kali, pada Juli dan September 1992. Pada masa tersebut, Sihanouk menjalani sebagian besar waktunya dengan tinggal di Siem Reap dan biasanya melakukan perjalanan menggunakan helikopter untuk memantau persiapan pemilihan dalam pangkalan pemberontak KPNLF, FUNCINPEC, dan Khmer Merah.[167]

Sihanouk pergi pada November 1992 untuk mendatpakn perawatan medis di Beijing,[168] dimana ia menetap selama enam bulan berikutnya sampai ia pulang ke Kamboja pada Mei 1993, pada malam pemilihan.[169] Saat di Beijing, Sihanouk mengusulkan pemerintahan sistem presidensial untuk Kamboja kepada sekretaris-jenderal PBB saat itu Boutros Boutros-Ghali, namun ditolak setelah mendapatkan pertentangan dari Khmer Merah.[170] Saat pemilihan umum diadakan, FUNCINPEC, yang dikepalai oleh putra Sihanouk Norodom Ranariddh, meraih kemenangan, sementara Partai Rakyat Kamboja (PRK) yang dikepalai oleh Hun Sen menempati urutan kedua.[171] PRK tak senang dengan hasil pemilihannya, dan pada 3 Juni 1993 Hun Sen dan Chea Sim memanggil Sihanouk untuk memimpin pemerintah. Sihanouk mengiyakannya, dan mengumumkan pembentukan Pemerintahan Nasional Provisional yang dikepalainya, dengan Hun Sen dan Ranariddh sebagai deputinya.[172] Ranariddh dikagetkan dengan pengumuman Sihanouk, karena ia tidak diberitahu tentang rencana ayahnya, dan bergabung dengan Australia, Tiongkok, Britania Raya, dan Amerika Serikat untuk menentang rencana tersebut. Pada hari berikutnya, Sihanouk mengeluarkan pengumumannya melalui penyiaran radio nasional.[173]

Pada 14 Juni 1993, Sihanouk diangkat kembali menjadi kepala negara dalam sesi majelis konstituen yang dikepalai oleh Ranariddh, yang mengambil kesempatan untuk mendeklarasikan kudeta 1970 yang menggulingkan Sihanouk sebagai tindakan "ilegal".[174] Sebagai Kepala Negara, Sihanouk mengganti nama militer Kamboja dengan nama yang dipakai pra-1970, Pasukan Bersenjata Kerajaan Kamboja. Mereka juga menyeluarkan perintah untuk meresmikan penggantian nama negara tersebut dari Negara Kamboja menjadi disingkat "Kamboja", mengangkat kembali Nokor Reach sebagai Lagu Kebangsaan Kamboja dengan beberapa modifikasi kecil pada bagian liriknya, dan rancangan bendera Kamboja pra-1970.[175] Pada masa yang sama, Sihanouk melantik Ranariddh dan Hun Sen menjadi perdana menteri, dengan kekuasaan yang setara.[176] Aransemen tersebut, yang merupakan provisional, diratifikasikan oleh Majelis Konstituen pada 2 Juli 1993.[174] Pada 30 Agustus 1993[177] Ranariddh dan Hun Sen bertemu dengan Sihanouk dan mengusulkan dua rancangan konstitusi, yang satu mempertahankan monarki konstitusional yang dikepalai oleh seorang raja, dan yang lainnya sebagai sebuah republik yang dipimpin oleh seorang kepala negara. Sihanouk memilih rancangan yang mempertahankan Kamboja sebagai monarki konstitusional,[178] yang diratifikasi oleh majelis konstituen pada 21 September 1993.[179]

Masa jabatan kedua

Konstitusi baru dikeluarkan pada 24 September 1993, dan Sihanouk diangkat kembali menjadi Raja Kamboja.[180] Sebuah pemerintahan koalisi permanen dibentuk antara FUNCINPEC, PKRK dan sebuah partai politik ketiga, Partai Demokratik Liberal Buddhis (PDLB). Sehingga, Sihanouk menjadikan Ranariddh dan Hun Sen masing-masing sebagai Perdana Menteri Pertama dan Kedua.[181] Tak lama setelah itu, Sihanouk pergi ke Beijing, dimana ia menjalani beberapa bulan untuk pengobatan kanker.[182] Pada April 1994, Sihanouk kembali,[183] dan bulan berikutnya memeanggil pemerintah untuk mengadakan pemilihan barusehingga Hhmer mereka bekerja sama dalam pemerintahan. Ranariddh dan Hun Sen menolak usulan tersebut,[184][185] namun Sihanouk menyetujuinya, dan merencanakan lebih lanjut pemerintahan persatuan nadional yang terdiri dari FUNCINPEC, PRK, dan Khmer Merah yang dikepalainya.[186] Lagi-lagi, kedua perdana menteir mopenolk proposal Sihanouk, dengan menyatakan bahwa tindakan Khmer Merah pada masa lalu membuat proposal tidak realistis.[187][188] Sihanouk berbalik, dan mengeluarkan rasa tak senang terhadap Hun Sen dan Ranariddh telah menghiraukannya. Seperti kata Norodom Sirivudh[189] dan Julio Jeldres, yang masing-masing adalah adik tirinya dan biografet resminya, peristiwa tersebut menandakan bahwa kemampuan monarki untuk mengendalikan urusan nasional tidaklah mulus, setidaknya dengan para perdana menteri.[190]

 
Sihanouk bertemu dengan duta besar AS Kenneth M. Quinn pada Maret 1996

Pada Juli 1994, salah satu putranya, Norodom Chakrapong, memimpin sebuah upaya kudeta gagal untuk menggulingkan pemerintah.[191] Setelah upaya kudeta tersebut, Chakrapong mengungsi di sebuah hotel di Phnom Penh, namun pasukan pemerintah menemukan persembunyiannya dan mengepung hotel tersebut. Chakrapong meminta Sihanouk, yang bernegosiasi dengan para perwakilan pemerintah untuk mengijinkannya mengasingkan diri ke Malaysia.[192] Pada bulan November, Sirivudh dituduh berencana membunuh Hun Sen dan ditahan. Sihanouk menangguhkan kasus Sirivudh ke markas besar kementerian dalam negeri, dengan menyatakan bahwa rencana pembunuhan rahasia tersebut akan berlanjut bila ia mendekam di penjara.[193] Setelah Sirivudh dipindahkan ke tempat yang lebih aman, Sihanouk menyatakan kepada Hun Sen bahwa Sirivudh telah diasingkan ke Perancis bersama dengan keluarganya, Kemudian, Hun Sen menerima pernyataannya.[194]

Hubungan antara dua perdana menteri, Ranariddh dan Hun Sen, meretak dari Maret 1996,[195] ketika Ranariddh menuduh PRK menghalangi proses pembagian jabatan pemerintahan tingkat rendah kepada para anggota FUNCINPEC.[196] Ranariddh mengancam bakal membubarkan pemerintahan koalisi[197] dan mengadakan pemilihan-pemilihan nasional pada tahun yang sama jika permintaannya tidak diwujudkan,[198] yang mempersulit Hun Sen dan para pejabat PRK lainya.[198] Pada bulan berikutnya, Sihanouk memimpin sebuah pertemuan antara beberapa anggota keluarga kerajaan dan pejabat FUNCINPEC senior di Paris. Sihanouk berupaya untuk meredam ketegangan antara FUNCINPEC dan PRK dengan jaminan agar FUNCINPEC tidak akan meninggalkan pemerintahan koalisi dan tak ada perencanaan unsur-unsur balas dendam untuk melengserkan Hun Sen atau PRK.[199] Pada Maret 1997, Sihanouk mengeluarkan keinginannya untuk turun tahta, dengan mengklaim bahwa meningkatnya sentimen anti-loyalis pada masyarakat mengancam keberadaan monarki.[200] Sebagai tanggapannya, Hun Sen memperingati Sihanouk bahwa ia akan mengeluarkan amendemen konstitusional untuk melarang para anggota keluarga kerajaan ikut campur dalam politik jika ia menaati sarannya.[201] Seperti yang Widyono katakan, Sihanouk masih populer dalam pemilihan Kamboja, dan Hun Sen takut bila ia turun tahta dan masuk politik, ia akan memenangkan pemilihan-pemilihan manapun pada masa mendatang, di samping percekcokan politik dengan PRK.[200]

Pada Juli 1997, pertikaian memuncak di Phnom Penh antara pasukan infanteri yang secara terpisah bersekutu dengan PRK dan FUNCINPEC, yang berujung pada pelengseran Ranariddh setelah pasukan FUNCINPEC dikalahkan.[202] Sihanouk tidak menganggap Hun Sen mendalangi pertikaian tersebut, namun tetap menyebut pelengseran Ranariddh sebagai sebuah "kudeta", sebuah istilah yang digunakan para anggota FUNCINPEC.[203] Saat Majelis Nasional memilih Ung Huot sebagai Perdana Menteri Pertama untuk menggantikan Ranariddh pada 6 Agustus 1997,[204] Sihanouk menyatakan bahwa pelengseran Ranariddh adalah ilegal dan mengeluarkan kembali tawarannya untuk turun tahta, sebuah rancana yang tidak dimateralisasikan.[205] Pada September 1998, Sihanouk mengadakan perbincangan politik di Siem Reap setelah FUNCINPEC dan Partai Sam Rainsy (PSR) mengadakan unjuk rasa melawan pemerintahan yang dipimpin PRK karena melakukan ketidakadilan pada pemilihan umum 1998. Perbincangan tersebut menjadi berantakan pada akhir bulan setelah Hun Sen kabur dari upaya pembunuhan, yang membuatnya menuduh Sam Rainsy sebagai dalangnya.[206] Dua bulan kemudian, pada November 1998, Sihanouk mengadakan perbincangan politik kedua antara PRK dan FUNCINPEC[207] dimana sebuah perjanjian dibuat untuk pemerintahan koalisi lainnya antara PRK dan FUNCINPEC.[206]

Sihanouk mengeluarkan sebuah buletin bulanan dimana ia menulis komentar-komentar tentang masalah-masalah politik dan menampilkan foto-foto lama Kamboja pada 1950an dan 1960an. pada 1997, sebuah karakter yang dikenal dengan nama "Ruom Rith" pertama kali muncul dalam buletin bulanannya, yang mengekspresikan komentar-komentar kritikan terhadap Hun Sen dan pemerintahannya. Hun Sen menjadi geram terhadap kritikan-kritikan Ruom Rith, dan setidaknya dua kali pada 1998 dan 2003 meminta Sihanouk untuk berhenti mempublikasikan komentar-komentarnya.[208][209] Menurut Ranariddh, Ruom Rith merupakan sebuah istilah yang menampilkan rasa egois dari Sihanouk, sebuah klaim yang kemudian dibantah.[210] Pada Juli 2002, Sihanouk mengeluarkan perhatian terhadap absennya provisi-provisi konstitusional yang mendetail atas organisasi tersebut dan memfungsikan dewan tahta Kamboja.[211] Saat Hun Sen menolak tindakan Sihanouk, yang kemudian disusul pada September 2002 dengan ancaman turun tahta, sehingga para anggota dewan tahta melakukan konvensi dan memiliki seorang penguasa monarki baru.[212]

Pada Juli 2003, pemilihan umum diadakan kembali, dan dimenangkan PRK. Namun, mereka gagal mendapatkan dua per tiga kursi parlemen, seperti yang diminta oleh konstitusi untuk membentuk sebuah pemerintahan baru. Dua partai runner-up dari pemilihan tersebut, FUNCINPEC dan PSR, mencegah PRK untuk melakukannya.[213] Sehingga, pada Agustus 2003, mereka membawakan pengaduan ke Dewan Konstitusional atas dakwaan pemilihan tak adil.[214] Setelah pengaduan mereka ditolak, FUNCINPEC dan PSR mengancam akan memboikot acara penyumpahan para anggota parlementer. Sihanouk meminta kedua partai tersebut untuk menahan keputusan mereka, dengan menyatakan bahwa ia juga tidak akan memimpin acara tersebut jika mereka tidak tidak memasalahkan keinginan-keinginannya.[215] Kedua partai tersebut kemudian menarik ancaman mereka, dan acara penyumpahan diadakan pada Oktober 2003, dengan dihadiri Sihanouk.[216] PRK, FUNCINPEC, dan PSR mengadakan pembicaraan tambahan pada 2004 untuk mengakhiri kebuntuan politik, namun gagal. Pada masa yang sama, Sihanouk memproposalkan sebuah pemerintahan persatuan yang sama-sama dipimpin oleh para politikus dari seluruh tiga partai politik tersebut, sebuah keputusan yang ditolak Hun Sen dan Ranariddh.[217][218]

Turun tahta dan tahun-tahun terakhir

Pada 6 Juli 2004 dalam sebuah surat terbuka, Sihanouk mengumumkan rencananya untuk turun tahta. Pada masa yang sama, ia mengkritik Hun Sen dan Ranariddh karena menghiraukan sarannya tentang bagaimana menyelesaikan kebuntuan politik pada tahun lampau. Sementara itu, Hun Sen dan Ranariddh telah bersepakat untuk memperkenalkan sebuah amendemen konstitusional yang disediakan untuk sebuah sistem pemungutan suara terbuka, mengajak para anggota parlementer untuk memiliki menteri-menteri kabinet dan presiden Majelis Nasional dengan tangan terbuka. Sihanouk menolak sistem pemungutan suara terbuka, dan menyuruh Presiden Senat Chea Sim untuk tidak menandatangani amendemen tersebut. Ketika Chea Sim menerima nasihat Sihanouk, ia pergi dari negara tersebut tak lama sebelum Majelis Nasional mengeluarkan suara terhadap amendemen tersebut pada 15 Juli.[219] Pada 17 Juli 2004, PRK dan FUNCINPEC sepakat untuk membentuk sebuah pemerintahan koalisi, meninggalkan PSR sebagai partai oposisi.[220] Pada 6 Oktober 2004, Sihanouk menulis sebuah surat panggilan untuk dewan tahta agar menentukan dan memilih seorang pengganti. Senat dan Majelis Nasional mengadakan pertemuan darurat untuk membuat hukum yang memperbolehkan penurunan tahta penguasa monarki. Pada 14 Oktober 2004, dewan tahta memutuskan untuk memilih Norodom Sihamoni sebagai penerus Sihanouk.[221] Sihamoni dimahkotai sebagai Raja Kamboja pada 29 Oktober 2004.[222]

Pada Maret 2005, Sihanouk menuduh Thailand, Laos, dan Vietnam mencaplok wilayah Kamboja, melalui demarkasi perbatasan unilateral telah dilakukan tanpa kehadiran Kamboja. Dua bulan kemudian, Sihanouk membentuk Dewan Nasional Tertinggi Urusan Perbatasan (DNTUP), yang ia kepalai, untuk menangani masalah tersebut.[222] Sementara SRP dan Chea Sim menyatakan dukungan terhadap Sihanouk untuk pembentukan PNTUP, Hun Sen memutuskan untuk membentuk sebuah badan terpisah, Otoritas Nasional Urusan Perbatasan (ONUP), untuk menangani masalah perbatasan, dengan DNTUP hanya menjabat sebagai badan penasehat.[223] Setelah Hun Sen menandatangani sebuah traktat perbatasan dengan Vietnam pada Oktober 2005, Sihanouk membubarkan DNTUP.[224] Pada Agustus 2007, Komite Aksi Kamboja untuk Keadilan dan Kesetaraan, sebuah organisasi non-pemerintah hak asasi manusia yang berbasis di AS, meminta imunitas negara Sihanouk untuk ditingkatkan, sehingga memperbolehkannya untuk mengurusi Dewan Luar Biasa dalam Pengadilan Kamboja (DLBPK).[225] Sihanouk menanggapi permintaan tersebut dengan mengundang pejabat urusan masyarakat DLBPK, Peter Foster, pada sebuah sesi diskusi tentang pengalaman pribadinya pada masa rezim Khmer Merah.[226] Hun Sen dan FUNCINPEC mengkritik permintaan tersebut, dengan menuduh organisasi tersebut tidak sopan.[225] DLBPK kemudian menolak undangan Sihanouk.[227]

Pada tahun berikutnya, hubungan bilateral antara Thailand dan Kamboja menjadi keruh karena perebutan klaim awal wilayah di sekitaran Candi Preah Vihear. Sihanouk mengeluarkan sebuah pembelaan pada Juli 2008 yang menyatakan bahwa candi tersebut berarsitektur Khmer dan Mahkamah Internasional menyatakan kekuasaan Kamboja atas candi tersebut pada 1962.[228] Pada Agustus 2009, Sihanouk menyatakan bahwa ia akan berhenti memposting pesan-pesan pada situs web pribadinya karena ia terlalu tua, yang membuatnya kesulitan untuk mengerjakan tugas-tugas pribadinya.[229] Antara 2009 dan 2011, Sihanouk menjalani sebagian besar waktunya di Beijing untuk perawatan medis. Ia tampil di depan publik untuk terakhir kalinya di Phnom Penh pada hari ulang tahunnya yang ke-89 dan peringatan Perjanjian Damai Paris ke-20 pada 30 Oktober 2011. Setelah itu, Sihanouk menyatakan keputusannya untuk menetap di Kamboja,[230] namun kembali ke Beijing pada Januari 2012 untuk pengobatan medis lanjutan atas nasihat dokter-dokter Tiongkok-nya.[231]

Kematian dan pemakaman

Pada Januari 2012, Sihanouk mengeluarkan sebuah surat untuk menyatakan keinginannya agar dikremasi setelah ia meninggal, dan abunya dimasukkan dalam guci emas.[232] Beberapa bulan kemudian, pada September 2012, Sihanouk berkata bahwa ia tak akan kembali ke Kamboja dari Beijing pada hari ulang tahunnya yang ke-90, dengan alasan kelelahan.[233] Pada 15 Oktober 2012, Sihanouk meninggal akibat serangan jantung pada pukul 1:20 am, waktu Phnom Penh.[234] Saat berita tersiar, Sihamoni, Hun Sen, dan para pejabat pemerintah lainnya terbang ke Beijing untuk menjenguknya untuk terakhir kalinya.[235] Pemerintah Kamboja mengumumkan masa berkabung resmi selama tujuh hari antara 17 Oktober dan 24 Oktober 2012, dan bendera-bendera negara diperintahkan untuk dikibarkan sepertiga tiang. Dua hari kemudian, jenazah Sihanouk dibawa dari Beijing menggunakan penerbangan Air China,[236] dan sekitar 1.2 juta orang berbaris di jalanan dari bandar udara sampai istana kerajaan untuk menyaksikan datangnya peti mati Sihanouk.[237]

Pada akhir November 2012, Hun Sen berkata bahwa acara pemakaman dan kremasi Sihanouk diadakan pada Februari 2013. Jenazah Sihanouk disimpan di istana kerajaan selama[238] tiga bulan kemudian sampai pemakaman diadakan pada 1 Februari 2013.[239] Sebuah prosesi jalan sejauh 6.000-meter (20.000 ft) diadakan, dan jenazah Sihanouk dimasukkan ke dalam krematorium negara sampai 4 Februari 2013 dimana jenazahnya dikremasi.[240] Pada hari berikutnya,keluarga kerajaan melarung sebagian abu Sihanouk di ke sungai Tonle Sap, sementara sisanya disimpan di balai tahta istana selama sekitar setahun.[241] Pada Oktober 2013, sebuah stupa yang menampilkan patung perunggu Sihanouk didirikan di sebelah Monumen Kemerdekaan.[242] Pada Juli 2014, abu Sihanouk dipindahkan ke pagoda perak di sebelah salah satu abu putrinya, Kantha Bopha.[243]

Karya artistik

Pembuatan film

Sihanouk memproduksi sekitar 50 film sepanjang masa hidupnya.[244] Ia mengembangkan peminatan dalam bidang perfilman pada usia muda, yang ia wujudkan dengan melakukan perjalanan untuk keperluan perfilman dengan orangtuanya.[1] Tak lama setelah menjadi raja pada 1941, Sihanouk membuat beberapa film amatir,[245] dan mengirim para pelajar Kamboja untuk belajar pembuatan film di Perancis.[246] Ketika film Lord Jim dirilis pada 1965, Sihanouk mengecam penggambaran negatif film tersebut terhadap Kamboja.[247] Sebagai tanggapannya, Sihanouk memproduksi film fitur pertamanya, Apsara, pada 1966. Ia memproduksi, menyutradarai, dan berakting dalam lebih dari delapan film antara 1966 dan 1969, menempatkan para anggota keluarga kerajaan dan jenderal militer untuk membintangi film-filmnya.[248] Sihanouk menyatakan bahwa film-filmnya dibuat untuk menampilkan Kamboja dalam sisi positif;[249] Milton Osborne juga menyatakan bahwa film-film tersebut disaring dengan tema-tema Perang Dingin[250] dan propaganda nasionalis.[251] Mantan penasehat Sihanouk, Charles Meyer, berkata bahwa film-filmnya yang dibuat dari 1960an merupakan film standar amatir, sementara sutradara Institut Reyum, Ly Daravuth, berkomentar serupa pada 2006 dengan menyatakan bahwa film-filmnya kurang memiliki kualitas artistik.[245]

Pada 1967, salah satu filmnya, The Enchanted Forest dinominasikan di Festival Film Internasional Moskwa ke-5.[252] Pada 1968, Sihanouk meluncurkan Festival Film Internasional Phnom Penh, yang diadakan untuk kedua kalinya pada 1969. Pada kedua tahun tersebut, sebuah kategori penghargaan khusus dirancang, Penghargaan Apsara Emas, dimana Sihanouk merupakan satu-satunya nominee dan pemenangnya.[251] Setelah Sihanouk digulingkan pada 1970, ia berhenti memproduksi film-film untuk tujuh belas tahun berikutnya sampai 1987.[253] Pada 1997, Sihanouk meraih sebuah penghargaan juri khusus dari Festival Film Internasional Moskwa, dimana ia menyatakan bahwa ia menghabiskan biaya dengan jumlah dari US$20,000 sampai US$70,000 untuk setiap produksi filmnya dari pemerintah Kamboja. Enam tahun kemudian, Sihanouk menyumbangkan arsip-arsip filmnya kepada École française d'Extrême-Orient di Perancis dan Universitas Monash di Australia.[245] Pada 2006, ia memproduksi film terakhirnya, Miss Asina,[246] dan kemudian mendeklarasikan bahwa ia pensiun dari pembuatan film pada Mei 2010.[254]

Musik

Sihanouk menulis sekitar 48 komposisi musik antara akhir 1940an dan awal 1970an,[255] dengan mengkombinasikan tema-tema Barat sekaligus Khmer tradisional dalam karya-karyanya.[256] Dari 1940an sampai 1960an, komposisi Sihanouk sebagian besar berdasarkan pada tema-tema sentimental, percintaan dan patriotik. Lagu-lagu percintaan Sihanouk menampilkan sejumlah hubungan percintaannya, terutama hubungannya dengan istrinya Monique,[257] dan komposisi-komposisi seperti "My Darling" dan "Monica" didedikasikan kepadanya. Ia juga menulis lagu-lagu nasionalistik, yang menampilkan keindahan kota-kota provinsi dan pada saat yang sama memberikan rasa patriotisme dan persatuan nasional pada masyarakat Kamboja. Komposisi-komposisi terkenal, seperti "Flower of Battambang", "Beauty of Kep City", "Phnom Kulen", dan "Phnom Penh", adalah beberapa contohnya. Beberapa komposisi lainnya, yang meliputi "Luang Prabang", "Nostalgia of China", dan "Goodbye Bogor" adalah lagu-lagu sentimental[258] tentang negara-negara tetangga yang meliputi Laos, Indonesia, dan Tiongkok.[259]

Setelah ia melepas jabatannya sebagai kepala negara pada 1970, Sihanouk menulis beberapa lagu-lagu bergaya revolusioner[260] yang memuji para pemimpin negara Kamunis, yang meliputi "Hommage Khmer au Maréchal Kim Il Sung" dan "Merci, Piste Ho Chi Minh". Lagu-lagu tersebut ditujukan untuk menunjukan kekagumannya terhadap para pemimpin Komunis tersebut, yang telah mendukung GRUNK antara 1970 dan 1975.[261] Dari masa muda,[1] Sihanouk belajar memainkan beberapa alat musik yang meliputi klarinet, saksofon, piano, dan akordion.[252] Pada 1960an, Sihanouk memimpin sebuah grup musik yang dibuat oleh para kerabatnya, yang menampilkan lagu-lagu Perancis dan komposisi-komposisi pribadi miliknya sendiri untuk para diplomat di istana kerajaan.[262] Dalam turnya ke seluruh provinsi Kamboja, Sihanouk diiringi oleh orkestra militer kerajaan dan para penyanyi pop Kamboja.[259] Kemudian, saat Sihanouk tinggal di pengasingan pada 1980an, ia mengadakan konser untuk menghibur para diplomat saat ia mengunjungi Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York City.[263] Setelah ia diangkat kembali menjadi raja pada 1993, Sihanouk tetap mengadakan konser yang diselenggarakan di istana kerajaan pada acara khusus.[264]

Gelar

Sihanouk dikenal dengan berbagai gelar resmi dan tak resmi sepanjang masa hidupnya,[265] dan Guinness Book of World Records mengidentifikasikan Sihanouk sebagai raja yang memegang jumlah jabatan politik dan negara terbanyak.[266] Ketika Sihanouk menjadi raja pada 1941, ia menyandang gelar resmi "Preah Bat Samdech Preah Norodom Sihanouk Varman", yang ia digunakan pada masa jabatan antara 1941 dan 1955 dan kembali dari 1993 sampai 2004.[7] Ia kembali menyandang gelar Pangeran setelah ia turun tahta pada 1955, dan pada tahun tersebut diberikan oleh ayahnya dan penerus gelar "Samdech Preah Upayuvareach",[33] yang artinya "Pangeran yang menjadi Raja".[267] Dimulai dari awal 1960an ketika ia menjadi Kepala Negara,[268] Sihanouk dikenal oleh sebagian besar orang Kamboja sebagai "Samdech Euv",[269] yang artinya "Pangeran Ayah".[266]

Pada 2004, setelah ia turun tahta untuk kedua kalinya, Sihanouk menjadi dikenal sebagai Bapak Raja Kamboja,[270] dengan gelar resmi "Preah Karuna Preah Bat Sâmdach Preah Norodom Sihanouk Preahmâhaviraksat" (bahasa Khmer: ព្រះករុណាព្រះបាទសម្តេចព្រះ នរោត្តម សីហនុ ព្រះមហាវីរក្សត្រ).[266] Ia juga disebut dengan gelar kehormatan lainnya, "Yang Mulia Raja Norodom Sihanouk Sang Raja Heroik Besar Raja-Ayah Kemerdekaan Khmer, integritas teritorial dan persatuan nasional" (ព្រះករុណា ព្រះបាទសម្ដេចព្រះ នរោត្តម សីហនុ ព្រះមហាវីរក្សត្រ ព្រះវររាជបិតាឯករាជ្យ បូរណភាពទឹកដី និងឯកភាពជាតិខ្មែរ).[271] Pada waktu yang sama, ia mengeluarkan sebuah dekret kerajaan yang meminta agar ia disebut "Samdech Ta" atau "Samdech Ta-tuot",[272] yang artinya "Kakek" dan "Kakek Buyut".[273] Ketika Sihanouk meninggal pada Oktober 2012, ia dihormati oleh putranya Sihamoni dengan gelar kehormatan "Preah Karuna Preah Norodom Sihanouk Preah Borom Ratanakkot" (bahasa Khmer: ព្រះករុណាព្រះនរោត្តម សីហនុ ព្រះបរមរតនកោដ្ឋ), yang artinya "Raja yang berada di Guci Berlian".[274]

Kehidupan pribadi

Nama Sihanouk berasal dari dua kata Sansekerta "Siha" dan "Manu", yang artinya "Singa" dan "Rahang".[275][276] Ia dapat berbicara dalam bahasa Khmer, Perancis, dan Inggris,[277] dan juga mempelajari Yunani dan Latin di SMA.[278] Pada masa SMA-nya, Sihanouk bermain sepak bola, basket, voli, dan juga berkuda.[1] Ia mengidap diabetes dan depresi pada 1960an,[279] dan terserang kembali pada akhir 1970an saat tinggal di pembuangan pada zaman Khmer Merah.[280] Pada November 1992, Sihanouk mengidap stroke[281] yang disebabkan oleh tersumbatnya arteri koroner dan aliran darah.[282] Pada 1993, ia didiagnosa dengan penyakit limfoma sel B dalam prostat[283] dan diobati dengan kemoterapi dan pembedahan.[284] Limfoma Sihanouk diobati pada 1995,[285] namun kambuh lagi pada 2005 di wilayah gastrik. Ia terserang penyakit limfioma untuk ketiga kalinya pada 2008,[283] dan setelah pengobatan, ia melakukan pemulihan lagi pada tahun berikutnya.[286]

Pada 1960, Sihanouk membangun sebuah tempat tinggal pribadi di Distrik Chamkarmon dimana ia tinggal selama lebih dari sepuluh tahun berikutnya sebagai Kepala Negara.[287] Setelah turun tahta pada 1970, Sihanouk berpindah ke Beijing, dimana ia tinggal di Wisma Tamu Negara Diaoyutai pada tahun pertama ia singgah. Pada 1971, Sihanouk pindah ke sebuah tempat tinggal yang lebih besar di kota tersebut yang sempat dijadikan kedutaan besar Perancis.[288] Tempat tinggal tersebut dilengkapi dengan kolam renang dengan pengatur suhu,[127] bioskop[289] dan tujuh chef yang memasak santapannya.[290] Pada 1974, pemimpin Korea Utara Kim Il-sung membangun Changsuwon, sebuah mansion 40 ruang, untuk Sihanouk.[291] Changsuwon dibangun di dekat sebuah danau artifisial, dan Sihanouk menjalani waktu dengan melakukan perjalanan menggunakan perahu di sana dan juga melakukan pengambilan gambar terhadap beberapa film di tempat tersebut.[292] Pada Agustus 2008, Sihanouk mendeklarasikan aset-asetnya di situs webnya, yang menurutnya terdiri dari sebuah rumah kecil di Siem Reap dan 30,000 Euro yang ditabung di sebuah bank Perancis. Ia juga menyatakan bahwa tempat-tempat tinggalnya di Beijing dan Pyongyang merupakan rumah-rumah tamu yang masing-masing dimiliki oleh pemerintah Tiongkok dan Korea Utara, dan bahwa tempat-tempat tinggal tersebut bukanlah miliknya.[293]

Keluarga

 
Istri Sihanouk, Norodom Monineath, dan putra mereka Norodom Sihamoni difoto di pemakaman Sihanouk. Yang paling kiri adalah saudara tiri Sihanouk, Norodom Sirivudh.

Pada April 1952, Sihanouk menikah dengan Paule Monique Izzi, putri dari Pomme Peang – seorang perempuan Kamboja, dan Jean-François Izzi, seorang banker Perancis keturunan Italia.[294] Monique menjadi mitra seumur hidup Sihanouk,[115] dan pada 1990an ia mengubah namanya menjadi Monineath.[295] Sebelum menikah dengan Monique, Sihanouk telah menikah dengan lima wanita lainnya yang meliputi Phat Kanhol, Sisowath Pongsanmoni, Sisowath Monikessan, Mam Manivan Phanivong, dan Thavet Norleak.[296] Monikessan meninggal saat melahirkan pada 1946, dan pernikahannya dengan wanita yang lain semuanya berakhir dengan perceraian.[297] Sihanouk memperoleh empat belas anak dengan lima istri yang berbeda kecuali Thavet Norleak, yang tidak menganugerahinya anak.[298] Pada zaman Khmer Merah, lima anak dan empat belas cucu menghilang; Sihanouk percaya bahwa mereka dibunuh oleh Khmer Merah.[299][300]

Anak-anak Sihanouk meliputi:

Nama Tahun kelahiran Tahun kematian Ibu Penyebab kematian
Norodom Buppha Devi 1943 Phat Kanhol
Norodom Yuvaneath 1943 2021 Sisowath Pongsanmoni
Norodom Ranariddh 1944 2021 Phat Kanhol
Norodom Ravivong 1944 1973 Sisowath Pongsanmoni Malaria[301]
Norodom Chakrapong 1945 Sisowath Pongsanmoni
Norodom Naradipo 1946 1976 Sisowath Monikessan Hilang pada zaman Khmer Merah[302]
Norodom Sorya Roeungsi 1947 1976 Sisowath Pongsanmoni Hilang pada zaman Khmer Merah[302]
Norodom Kantha Bopha 1948 1952 Sisowath Pongsanmoni Leukemia[303]
Norodom Khemanourak 1949 1975 Sisowath Pongsanmoni Hilang pada zaman Khmer Merah[304]
Norodom Botum Bopha 1951 1975 Sisowath Pongsanmoni Hilang pada zaman Khmer Merah[304]
Norodom Sujata 1953 1975 Mam Manivan Hilang pada zaman Khmer Merah[304]
Norodom Sihamoni 1953 Monique Izzi (Monineath)
Norodom Narindrapong 1954 2003 Monique Izzi (Monineath) Serangan jantung[305]
Norodom Arunrasmy 1955 Mam Manivan

Silsilah

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b c d e Jeldres (2005), p. 30.
  2. ^ Jeldres (2003), p. 58.
  3. ^ a b Jeldres (2003), p. 44.
  4. ^ Jeldres (2005), p. 32.
  5. ^ Osborne (1994), p. 24
  6. ^ Jeldres (2005), p. 294.
  7. ^ a b Jeldres (2003), p. 54.
  8. ^ Osborne (1994), p. 30.
  9. ^ Osborne (1994), p. 37.
  10. ^ Osborne (1994), p. 42.
  11. ^ Osborne (1994), p. 43.
  12. ^ Osborne (1994), p. 45.
  13. ^ Osborne (1994), p. 48.
  14. ^ Jeldres (2005), p. 44.
  15. ^ Osborne (1994), p. 50.
  16. ^ Osborne (1994), p. 51.
  17. ^ Jeldres (2005), p. 46.
  18. ^ Jeldres (2005), p. 206.
  19. ^ Jeldres (2005), p. 47.
  20. ^ Chandler (1991), p. 43.
  21. ^ Chandler (1991), p. 40.
  22. ^ Chandler (1991), p. 41.
  23. ^ Chandler (1991), p. 42.
  24. ^ Osborne (1994), p. 66.
  25. ^ Osborne (1994), p. 63.
  26. ^ Chandler (1991), p. 58.
  27. ^ Chandler (1991), p. 59.
  28. ^ Chandler (1991), p. 60.
  29. ^ Chandler (1991), p. 62.
  30. ^ a b Chandler (1991), p. 61.
  31. ^ Osborne (1994), p. 74.
  32. ^ Osborne (1994), p. 76.
  33. ^ a b c d Jeldres (2003), p. 61.
  34. ^ Chandler (1991), p. 70.
  35. ^ Osborne (1994), p. 80.
  36. ^ Osborne (1994), p. 87.
  37. ^ Osborne (1994), p. 88.
  38. ^ Jeldres (2005), p. 52.
  39. ^ Osborne (1994), p. 89.
  40. ^ Jeldres (2005), p. 54.
  41. ^ Osborne (1994), p. 91.
  42. ^ Osborne (1994), p. 93.
  43. ^ Chandler (1991), p. 79.
  44. ^ Chandler (1991), p. 82.
  45. ^ Osborne (1994), p. 97.
  46. ^ Chandler (1991), p. 83.
  47. ^ Jeldres (2005), p. 55.
  48. ^ Jeldres (2003), p. 68.
  49. ^ Jeldres (2005), p. 58.
  50. ^ Jeldres (2005), p. 59.
  51. ^ Chandler (1991), p. 87.
  52. ^ Chandler (1991), p. 91.
  53. ^ Chandler (1991), pp. 95, 98.
  54. ^ Osborne (1994), p. 105.
  55. ^ Chandler (1991), p. 80.
  56. ^ Burchett (1973), pp. 78–9.
  57. ^ a b Chandler (1991), p. 93.
  58. ^ Osborne (1994), p. 102.
  59. ^ Chandler (1991), p. 86.
  60. ^ Osborne (1994), p. 152.
  61. ^ Chandler (1991), p. 92.
  62. ^ Chandler (1991), p. 94.
  63. ^ Chandler (1991), p. 95.
  64. ^ Chandler (1991), p. 96.
  65. ^ Burchett (1973), p. 105.
  66. ^ Chandler (1991), p. 101.
  67. ^ Osborne (1994), p. 110.
  68. ^ Burchett (1973), p. 107.
  69. ^ Burchett (1973), p. 108.
  70. ^ Chandler (1991), p. 106.
  71. ^ a b Burchett (1973), p. 110.
  72. ^ Osborne (1994), p. 112.
  73. ^ Chandler (1991), p. 107.
  74. ^ Osborne (1994), p. 115.
  75. ^ Jeldres (2005), p. 61.
  76. ^ Jeldres (2005), p. 62.
  77. ^ Osborne (1994), p. 120.
  78. ^ Osborne (1994), p. 144.
  79. ^ Chandler (1991), p. 119.
  80. ^ Chandler (1991), p. 120.
  81. ^ Osborne (1994), p. 157.
  82. ^ Osborne (1994), p. 158.
  83. ^ Peou (2000), pp. 125–6.
  84. ^ Burchett (1973), p. 133.
  85. ^ Osborne (1994), p. 161.
  86. ^ Burchett (1973), p. 137.
  87. ^ Chandler (1991), pp. 136–7.
  88. ^ Chandler (1991), p. 140.
  89. ^ a b Marlay and Neher (1999), p. 160.
  90. ^ Burchett (1973), p. 139.
  91. ^ Peou (2000), p. 124.
  92. ^ Osborne (1994), p. 187.
  93. ^ Osborne (1994), p. 188.
  94. ^ Chandler (1991), p. 156.
  95. ^ Osborne (1994), p. 189.
  96. ^ Chandler (1991), p. 164.
  97. ^ Osborne (1994), p. 190.
  98. ^ a b Osborne (1994), p. 193.
  99. ^ a b Chandler (1991), p. 166.
  100. ^ Cohen (1968), p. 18.
  101. ^ Cohen (1968), p. 19.
  102. ^ Cohen (1968), p. 25.
  103. ^ Cohen (1968), p. 26.
  104. ^ a b Cohen (1968), p. 28.
  105. ^ Cohen (1968), p. 29.
  106. ^ Marlay and Neher (1999), p. 162.
  107. ^ Osborne (1994), p. 195.
  108. ^ Chandler (1991), p. 173.
  109. ^ Burchett (1973), p. 40.
  110. ^ Chandler (1991), p. 184.
  111. ^ Chandler (1991), p. 139.
  112. ^ Osborne (1994), p. 205.
  113. ^ a b Chandler (1991), p. 185.
  114. ^ Chandler (1991), p. 189.
  115. ^ a b Jeldres (2005), p. 70.
  116. ^ Marlay and Neher (1999), p. 164.
  117. ^ Osborne (1994), p. 211.
  118. ^ Chandler (1991), p. 195.
  119. ^ Osborne (1994), p. 213.
  120. ^ Burchett (1973), p. 51.
  121. ^ Burchett (1973), p. 50.
  122. ^ Jeldres (2005), p. 79.
  123. ^ Osborne (1994), p. 218.
  124. ^ Osborne (1994), p. 219.
  125. ^ Jeldres (2005), p. 137.
  126. ^ Burchett (1973), p. 271.
  127. ^ a b Marlay and Neher (1999), p. 167.
  128. ^ Jeldres (2005), p. 178.
  129. ^ Jeldres (2005), p. 183.
  130. ^ Osborne (1994), p. 226.
  131. ^ Press Staff (18 April 1975). "Cambodians Designate Sihanouk as Chief for Life". New York Times. Diakses tanggal 16 July 2015. 
  132. ^ Osborne (1994), p. 229.
  133. ^ Marlay and Neher (1999), p. 168.
  134. ^ Jeldres (2005), p. 191.
  135. ^ Osborne (1994), p. 231.
  136. ^ Osborne (1994), p. 232.
  137. ^ Osborne (1994), p. 233.
  138. ^ Osborne (1994), p. 238.
  139. ^ Osborne (1994), p. 234.
  140. ^ Osborne (1994), p. 240.
  141. ^ Chandler (1991), p. 311.
  142. ^ Osborne (1994), p. 242.
  143. ^ Jeldres (2005), p. 202.
  144. ^ Jeldres (2005), pp. 205–6.
  145. ^ a b Jeldres (2005), p. 207.
  146. ^ Jeldres (2005), pp. 197–8.
  147. ^ Jeldres (2005), p. 235.
  148. ^ Mehta (2001), p. 68.
  149. ^ Osborne (1994), p. 251.
  150. ^ Jeldres (2005), p. 236.
  151. ^ Jeldres (2005), p. 239.
  152. ^ Jeldres (2005), p. 240.
  153. ^ Osborne (1994), p. 252.
  154. ^ Mehta (2001), p. 73.
  155. ^ Mehta (2001), p. 184.
  156. ^ Mehta et al. (2013), pp. 154–5.
  157. ^ a b Widyono (2008), p. 34.
  158. ^ Post Staff (29 August 1989). "Final Cambodian talks under way". Lodi News-Sentinel. Diakses tanggal 25 June 2015. 
  159. ^ Findlay (1995), p. 8.
  160. ^ Osborne (1994), p. 255.
  161. ^ Findlay (1995), p. 7.
  162. ^ Findlay (1995), p. 9.
  163. ^ Findlay (1995), p. 12.
  164. ^ Findlay (1995), p. 15.
  165. ^ Widyono (2008), p. 142.
  166. ^ Widyono (2008), pp. 82–3.
  167. ^ Widyono (2008), p. 84.
  168. ^ Findlay (1995), p. 46.
  169. ^ Findlay (1995), p. 86.
  170. ^ Findlay (1995), pp. 56–7.
  171. ^ Findlay (1995), pp. 2, 84.
  172. ^ Widyono (2008), p. 124.
  173. ^ Widyono (2008), p. 125.
  174. ^ a b Findlay (1995), p. 93.
  175. ^ Mehta et al. (2013), p. 231.
  176. ^ Widyono (2008), p. 129.
  177. ^ Osborne (1994), p. 261.
  178. ^ Widyono (2008), p. 161.
  179. ^ Findlay (1995), p. 97.
  180. ^ Jeldres (2003), p. 11.
  181. ^ Widyono (2008), pp. 1844–5.
  182. ^ Mehta et al. (2013), p. 232.
  183. ^ Peou (2000), p. 220.
  184. ^ Peou (2000), p. 221.
  185. ^ Mehta et al. (2013), p. 233.
  186. ^ Widyono (2008), p. 162.
  187. ^ Peou (2000), p. 222.
  188. ^ Widyono (2008), p. 163.
  189. ^ Peou (2000), p. 223.
  190. ^ Peou (2000), p. 225.
  191. ^ Mehta et al. (2013), p. 246.
  192. ^ Nate Thayer (15 July 1994). "Frantic calls from Regent's Rm 406". Phnom Penh Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 16 August 2015. Diakses tanggal 20 February 2015. 
  193. ^ Widyono (2008), p. 184.
  194. ^ Widyono (2008), p. 185.
  195. ^ Widyono (2008), p. 214.
  196. ^ Widyono (2008), p. 216.
  197. ^ Mehta et al. (2013), p. 253.
  198. ^ a b Widyono (2008), p. 215.
  199. ^ Widyono (2008), p. 223.
  200. ^ a b Widyono (2008), p. 241.
  201. ^ Ker Munthit (21 March 1997). "Royal abdication threat ignites war of words". Phnom Penh Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 August 2015. Diakses tanggal 1 July 2015. 
  202. ^ Widyono (2008), p. 258.
  203. ^ Widyono (2008), p. 259.
  204. ^ Widyono (2008), p. 263.
  205. ^ Post Staff (21 August 1997). "Cambodian King Sihanouk offers to abdicate –But still considers son's ouster illegal". CNN. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 August 2015. Diakses tanggal 2 February 2015. 
  206. ^ a b Summers (2003), p. 238.
  207. ^ Post Staff (13 November 1998). "Ranariddh maneuvered into new summit". Phnom Penh Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 22 December 2015. Diakses tanggal 22 December 2015. 
  208. ^ Widyono (2008), pp. 167–8.
  209. ^ Imran Vittachi (16 May 1997). "King muzzles the 'Smile of the month'". Phnom Penh Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 August 2015. Diakses tanggal 6 July 2015. 
  210. ^ Mehta et al. (2013), p. 302.
  211. ^ Vong Sokheng (5 July 2002). "Succession issue troubles King". Phnom Penh Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 August 2015. Diakses tanggal 1 July 2015. 
  212. ^ Vong Sokheng & Robert Carmichael (27 September 2002). "King mulls abdication". Phnom Penh Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 August 2015. Diakses tanggal 1 July 2015. 
  213. ^ Chin (2005), p. 115.
  214. ^ Susan Front, Sam Rith & Chhim Sopheark (29 August 2003). "Council rejects complaints by SRP, Funcinpec". Phnom Penh Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 August 2015. Diakses tanggal 5 July 2015. 
  215. ^ Yun Samean & Lor Chandara (17 September 2003). "King Won't Convene New Parliament". The Cambodia Daily. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 August 2015. Diakses tanggal 5 July 2015. 
  216. ^ Yun Samean (6 October 2003). "King Swears in Legislators Despite Standoff". The Cambodia Daily. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 August 2015. Diakses tanggal 5 July 2015. 
  217. ^ Chin (2005), pp. 117, 119.
  218. ^ Widyono (2008), p. 277.
  219. ^ Chin (2005), pp. 119–120.
  220. ^ Widyono (2008), p. 278.
  221. ^ Post Staff (22 Oktober 2004). "Milestones in the life of King Norodom Sihanouk". Phnom Penh Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 Agustus 2015. Diakses tanggal 6 Juli 2015. 
  222. ^ a b Liam Cochrane (5 November 2004). "Sihamoni crowned new King". Phnom Penh Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 August 2015. Diakses tanggal 6 July 2015. 
  223. ^ Vong Sokheng (1 July 2005). "Border Affairs Council no match for the Strongman". Phnom Penh Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 August 2015. Diakses tanggal 6 July 2015. 
  224. ^ Vong Sokheng & Liam Cochrane (21 October 2005). "Border treaty sparks backlash, arrests". Phnom Penh Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 August 2015. Diakses tanggal 6 July 2015. 
  225. ^ a b Yun Samean & Emily Lodish (31 August 2007). "Gov't Rejects Call To Investigate King Father". The Cambodia Daily. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 August 2015. Diakses tanggal 5 July 2015. 
  226. ^ Erika Kinetz & Yun Samean (31 August 2007). "Retired King Invites ECCC Staff to Palace". The Cambodia Daily. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 August 2015. Diakses tanggal 5 July 2015. 
  227. ^ Erik Wasson & Yun Samean (6 September 2007). "UN Won't Attend Retired King's KR Discussion". The Cambodia Daily. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 August 2015. Diakses tanggal 6 July 2015. 
  228. ^ Post Staff (9 July 2008). "Unofficial Translation from French–Communique from Norodom Sihanouk". Phnom Penh Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 August 2015. Diakses tanggal 6 July 2015. 
  229. ^ Post Staff (20 August 2009). "Sihanouk feeling well". Phnom Penh Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 August 2015. Diakses tanggal 6 July 2015. 
  230. ^ Vong Sokheng (31 October 2011). "Return of the king". Phnom Penh Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 August 2015. Diakses tanggal 7 July 2015. 
  231. ^ Chun Sakada (19 January 2012). "Former King Sihanouk in China for More Healthcare". VOA Khmer. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 August 2015. Diakses tanggal 7 July 2015. 
  232. ^ Post Staff (9 Januari 2012). "Cambodia's Sihanouk requests cremation". The Jakarta Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 Agustus 2015. Diakses tanggal 7 Juli 2015. 
  233. ^ Meas Sokchea (28 September 2012). "Beijing birthday bash for King Father". Phnom Penh Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 August 2015. Diakses tanggal 7 July 2015. 
  234. ^ David Boyle (15 Oktober 2012). "King Father Norodom Sihanouk passed away". Phnom Penh Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 August 2015. Diakses tanggal 7 Juli 2015. 
  235. ^ AKP Phnom Penh (15 October 2012). "King and PM Depart for Beijing". Agence Kampuchea Press. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 August 2015. Diakses tanggal 7 Juli 2015. 
  236. ^ AKP Phnom Penh (17 October 2012). "Cambodian People Flood to Receive King-Father's Body". Agence Kampuchea Press. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 August 2015. Diakses tanggal 7 July 2015. 
  237. ^ Cabinet of Hun Sen; Prime Minister of Cambodia (27 October 2012). "Selected Impromptu Comments during the Handing-out of Land Titles for People in the Province of Kompong Chhnang's Rolea Pa Ea District". Cambodia New Vision. Diarsipkan dari versi asli tanggal 10 December 2015. Diakses tanggal 10 December 2015. 
  238. ^ Vong Sokheng (27 November 2012). "Date set for Sihanouk's funeral". Phnom Penh Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 August 2015. Diakses tanggal 25 Juli 2015. 
  239. ^ Rachel Vandenbrink (1 February 2013). "'Last Chance' to Pay Respects". Radio Free Asia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 August 2015. Diakses tanggal 24 July 2015. 
  240. ^ AKP Phnom Penh (4 February 2013). "Cambodia's Late King-Father Cremated". Agence Kampuchea Presse. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 August 2015. Diakses tanggal 25 July 2015. 
  241. ^ May Titthara & Shane Worrell (8 February 2013). "Sihanouk's ashes enter the Royal Palace". Phnom Penh Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 August 2015. Diakses tanggal 25 July 2015. 
  242. ^ Sen David (13 October 2013). "Sihanouk statue inaugurated". Phnom Penh Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 August 2015. Diakses tanggal 25 July 2015. 
  243. ^ Sovannara (13 July 2014). "Late Cambodian King Sihanouk's Ashes Enshrined in Stupa in Royal Palace". Khmer Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 August 2015. Diakses tanggal 25 July 2015. 
  244. ^ Cat Barton (23 August 2007). "Cambodia film makers aim to rebuild tattered image". Phnom Penh Post. Diakses tanggal 11 September 2015. 
  245. ^ a b c Kinetz et al. (2006), p. 5.
  246. ^ a b Baumgärtel (2006), p. 11.
  247. ^ Osborne (1994), p. 177.
  248. ^ Osborne (1994), p. 178.
  249. ^ Osborne (1994), p. 179.
  250. ^ Osborne (1994), p. 180.
  251. ^ a b Osborne (1994), p. 183.
  252. ^ a b Marlay and Neher (1999), p. 163.
  253. ^ Wemaere (2013), pp. 13, 54.
  254. ^ Baumgärtel (2006), p. 2.
  255. ^ Scott-Maxwell (2008), p. 184.
  256. ^ Scott-Maxwell (2008), p. 186.
  257. ^ Scott-Maxwell (2008), p. 185.
  258. ^ Scott-Maxwell (2008), p. 189.
  259. ^ a b LinDa Saphan. "Norodom Sihanouk and the political agenda of Cambodian music, 1955–1970 (The Newsletter | No.64 | Summer 2013)". International Institute for Asian Studies. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 28 August 2015. Diakses tanggal 10 July 2015. 
  260. ^ Scott-Maxwell (2008), p. 187.
  261. ^ Scott-Maxwell (2008), p. 188.
  262. ^ Michelle Vachon (17 Oktober 2012). "Norodom Sihanouk—The End of an Era". The Cambodia Daily. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 August 2015. Diakses tanggal 10 Juli 2015. 
  263. ^ Widyono (2008), p. 157.
  264. ^ Kinetz et al. (2006), p. 6.
  265. ^ Osborne (1994), p. 3.
  266. ^ a b c Narong (2007), p. 342.
  267. ^ Osborne (1994), p. 92.
  268. ^ Chandler (1991), p. 121.
  269. ^ Jeldres (2005), p. 194.
  270. ^ Widyono (2008), p. 280.
  271. ^ Post Staff (15 October 2012). "ព្រះករុណាព្រះបាទសម្តេចព្រះ នរោត្តម សីហនុ ព្រះមហាវីរក្សត្រ ព្រះវររាជបិតាឯករាជ្យ បូរណភាពទឹកដី និងឯកភាពជាតិខ្មែរ ព្រះអង្គបានយាងចូលព្រះទីវង្គត". Agence Kampuchea Presse. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 August 2015. Diakses tanggal 13 July 2015. 
  272. ^ Lor Chandara & Wency Leung (14 October 2004). "Abdication Won't Diminish King's Influence". The Cambodia Daily. Diarsipkan dari versi asli tanggal 3 September 2015. Diakses tanggal 21 July 2015. 
  273. ^ Cabinet of Prime Minister Hun Sen (12 November 2012). "Selected Impromptu Comments during the Meeting and Handing out of land titles to People in the Communes of Roen and Tbeng Lej of Siemreap's Banteay Srey District". Cambodia New Vision. Diarsipkan dari versi asli tanggal 3 September 2015. Diakses tanggal 21 July 2015. 
  274. ^ អត្ថបទ អង្គភាពព័ត៌មាន និងប្រតិកម្មរហ័ស (Press and Quick Reaction Unit) (13 November 2012). "សម្តេចតេជោពន្យល់ពីការប្រើប្រាស់ព្រះបរមបច្ឆាមរណនាមរបស់សម្តេចឪតម្រូវការសព្វាវុធការពារជាតិ និងការកែលម្អលើបញ្ហាការវាស់វែងដីធ្លី". Office of the Council of Ministers. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 August 2015. Diakses tanggal 23 July 2015. 
  275. ^ Jeldres (2005), p. 27.
  276. ^ Mehta (2001), p. 1.
  277. ^ Jeldres (2005), p. 250.
  278. ^ Jeldres (2005), p. 35.
  279. ^ Chandler (1991), p. 132.
  280. ^ Osborne (1994), p. 235.
  281. ^ Marlay and Neher (1999), p. 172.
  282. ^ AFP (13 December 1992). "Sihanouk still extremely ill". New Straits Times. Diakses tanggal 23 July 2015. 
  283. ^ a b Douglas Gillison (26 December 2008). "Retired King Says Cancer Has Returned". The Cambodia Daily. Diarsipkan dari versi asli tanggal 3 September 2015. Diakses tanggal 23 July 2015. 
  284. ^ Post Staff (25 Maret 1994). "'Healthy' King to return in New Year". Phnom Penh Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 3 September 2015. Diakses tanggal 23 July 2015. 
  285. ^ Reuter (4 February 1995). "Sihanouk cured of cancer, says paper". New Straits Times. Diakses tanggal 23 July 2015. 
  286. ^ Saing Soenthrith (30 June 2009). "Retired King Will Return Home From China in July". The Cambodia Daily. Diarsipkan dari versi asli tanggal 3 September 2015. Diakses tanggal 23 July 2015. 
  287. ^ Osborne (1994), p. 141.
  288. ^ Jeldres (2012), p. 58.
  289. ^ Jeldres (2005), p. 117.
  290. ^ Jeldres (2012), p. 59.
  291. ^ Burns, John F. (22 June 1985). "Sihanouk finds caviar and Kim Il Sung mix well". New York Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 September 2015. Diakses tanggal 30 September 2015. 
  292. ^ Poppy McPherson (7 November 2014). "A gift that keeps on giving". Phnom Penh Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 September 2015. Diakses tanggal 30 September 2015. 
  293. ^ Georgia Wilkins (29 August 2008). "Sihanouk declares assets to debunk myth he's rich". Phnom Penh Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 September 2015. Diakses tanggal 30 September 2015. 
  294. ^ Jeldres (2005), p. 69.
  295. ^ Mehta (2001), p. 182.
  296. ^ Jeldres (2005), pp. II, III (Genealogy of HM King Norodom Sihanouk).
  297. ^ Mehta (2001), p. 5.
  298. ^ Osborne (1994), pp. 34–5.
  299. ^ Osborne (1994), p. 236.
  300. ^ Douglas Gillison (22 April 2008). "Retired King Says KR Murdered His Children, Grandchildren". The Cambodia Daily. Diarsipkan dari versi asli tanggal 3 September 2015. Diakses tanggal 21 July 2015. 
  301. ^ Jeldres 2003, hlm. 84.
  302. ^ a b Jeldres 2003, hlm. 96.
  303. ^ Jeldres 2003, hlm. 83.
  304. ^ a b c Jeldres 2003, hlm. 97.
  305. ^ Lor Chandara (10 October 2003). "Prince Norodom Narindrapong Dies in France". The Cambodia Daily. Diarsipkan dari versi asli tanggal 16 August 2015. Diakses tanggal 22 July 2015. 
  306. ^ Jeldres (2005), pp. I, IV (Genealogy of HM King Ang Duong, Norodom).

Daftar Pustaka


Buku

  • Burchett, William G.; Norodom, Sihanouk (1973). My War with the CIA: Cambodia's fight for survival. United States of America: Penguin Books. ISBN 0-14-021689-8. 
  • Chandler, David P. (1991). The Tragedy of Cambodian History: Politics, War and Revolutions since 1945. United States of America: Yale University Press. ISBN 0-300-05752-0. 
  • Chin, Kin Wah (2005). Southeast Asian Affairs 2005. National University of Singapore: Institute of Southeast Asian Studies. ISBN 981-230-306-5. 
  • Findlay, Trevor (1995). Cambodia – The Legacy and Lessons of UNTAC–SIPRI Research Report No. 9 (PDF). Stockholm International Peace Research Institute. Solna, Sweden: Oxford University Press. ISBN 0-19-829186-8. Diakses tanggal 22 May 2016. 
  • Jeldres, Julio A (2003). The Royal House of Cambodia. Phnom Penh Cambodia: Monument Books. OCLC 54003889. 
  • Jeldres, Julio A (2005). Volume 1–Shadows Over Angkor: Memoirs of His Majesty King Norodom Sihanouk of Cambodia. Phnom Penh Cambodia: Monument Books. ISBN 974-92648-6-X. 
  • Marlay, Ross; Neher, Clark D. (1999). Patriots and Tyrants: Ten Asian Leaders. Lanham, Maryland, United States of America: Rowman & Littlefield. ISBN 0-8476-8442-3. 
  • Mehta, Harish C. & Julie B. (2013). Strongman: The Extraordinary Life of Hun Sen: The Extraordinary Life of Hun Sen. Singapore: Marshall Cavendish International Asia Pte Ltd. ISBN 981-4484-60-1. 
  • Mehta, Harish C. (2001). Warrior Prince: Norodom Ranariddh, Son of King Sihanouk of Cambodia. Singapore: Graham Brash. ISBN 981-218-086-9. 
  • Narong, Men S. (2007). Who's Who, The Most Influential People in Cambodia. Phnom Penh Cambodia: Media Business Networks. ISBN 99950-66-00-9. 
  • Osborne, Milton E (1994). Sihanouk Prince of Light, Prince of Darkness. Honolulu, Hawaii, United States of America: University of Hawaii Press. ISBN 978-0-8248-1639-1. 
  • Peou, Sorpong (2000). Intervention and Change in Cambodia: Towards Democracy?. National University of Singapore: Institute of Southeast Asian Studies. ISBN 981-230-042-2. 
  • Summers, Laura (2003). The Far East and Australasia 2003. New York, United States of America: Psychology Press. hlm. 227–243. ISBN 1-85743-133-2. 
  • Widyono, Benny (2008). Dancing in Shadows: Sihanouk, the Khmer Rouge, and the United Nations in Cambodia. Lanham, Maryland, United States of America: Rowman & Littlefield. ISBN 0-7425-5553-4. 

Laporan

Pranala luar

Gelar kebangsawanan
Didahului oleh:
Sisowath Monivong
Raja Kamboja
1941–1955
Diteruskan oleh:
Norodom Suramarit
Didahului oleh:
Chea Sim
(Ketua Dewan Negara)
Raja Kamboja
1993–2004
Diteruskan oleh:
Norodom Sihamoni
Jabatan politik
Didahului oleh:
Jabatan baru
Perdana Menteri Kamboja
1945
Diteruskan oleh:
Son Ngoc Thanh
Didahului oleh:
Yem Sambaur
Perdana Menteri Kamboja
1950
Diteruskan oleh:
Sisowath Monipong
Didahului oleh:
Huy Kanthoul
Perdana Menteri Kamboja
1952–1953
Diteruskan oleh:
Penn Nouth
Didahului oleh:
Chan Nak
Perdana Menteri Kamboja
1954
Diteruskan oleh:
Penn Nouth
Didahului oleh:
Leng Ngeth
Perdana Menteri Kamboja
1955–1956
Diteruskan oleh:
Oum Chheang Sun
Didahului oleh:
Oum Chheang Sun
Perdana Menteri Kamboja
1956
Diteruskan oleh:
Khim Tit
Didahului oleh:
Khim Tit
Perdana Menteri Kamboja
1956
Diteruskan oleh:
San Yun
Didahului oleh:
San Yun
Perdana Menteri Kamboja
1957
Diteruskan oleh:
Sim Var
Didahului oleh:
Sim Var
Perdana Menteri Kamboja
1958–1960
Diteruskan oleh:
Pho Proeung
Didahului oleh:
Chuop Hell
Kepala Negara Kamboja
1960–1970
Diteruskan oleh:
Cheng Heng
Didahului oleh:
Penn Nouth
Perdana Menteri Kamboja
1961–1962
Diteruskan oleh:
Nhiek Tioulong
Didahului oleh:
Sak Sutsakhan
Presiden Presidium Negara
1975–1976
Diteruskan oleh:
Khieu Samphan