Stasiun relai televisi

artikel daftar Wikimedia

Stasiun relai televisi atau umumnya disebut stasiun pemancar TV atau satuan transmisi TV adalah suatu tempat atau lokasi yang berguna untuk memancarkan siaran televisi di wilayah yang akan dipancarkan setelah disepakati oleh pemilik stasiun televisi tersebut. Setiap stasiun relai mempunyai Pengendali siaran atau disebut dengan repeater dan transmitter. Repeater berguna untuk mengatur penerimaan siaran televisi dari studio televisi masing-masing dari kantor pusat (misalnya dari Jakarta). Stasiun relai TV umumnya ditempatkan di dataran tinggi dan jauh dari permukiman, agar dapat memancarkan siaran televisinya ke seluruh jangkauan areanya.

Tinggi menara pemancar

Berkas:DSC 0735.JPG
Menara pemancar televisi di Lembang, Jawa Barat.

Tinggi menara pemancar berkisar antara minimal 40 meter dan maksimal 160 meter. Terkecuali bila tidak mempunyai dataran tinggi, pihak stasiun televisi akan membangun menara pemancarnya lebih tinggi yaitu minimal 125 meter dan maksimal 425 meter. Di Indonesia, menara pemancar TV tertinggi dibangun oleh Indosiar di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat dengan tinggi pemancar mencapai 395 meter dengan kekuatan pemancar 180 kilowatt. Tetapi, jika tidak ada lahan yang strategis untuk membangun stasiun pemancar TV (umumnya ini terjadi pada suatu lokasi yang belum pernah dibangun stasiun relai), maka pihak stasiun televisi akan menyewa gedung-gedung tinggi untuk memancarkan siaran televisi.

Kekuatan pemancar

Setiap stasiun pemancar memiliki kekuatan pemancar (daya) tersendiri. Umumnya, penentuan kekuatan pemancar ditentukan oleh pihak stasiun televisi berdasarkan jumlah penduduk atau pemirsa televisi dan luas wilayah. Untuk menentukan jumlah penduduk di suatu tempat yang akan menerima siaran televisi, pihak stasiun televisi bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik. Dan untuk menentukan luas wilayah, pihak stasiun televisi bekerja sama dengan pihak terkait.

Kekuatan pemancar pun beragam, mulai dari 0,1 kilowatt (kW) hingga 180 kilowatt. Semakin besar kekuatan pemancar, maka kualitas siaran yang dihasilkan pun lebih baik, dan jangkauan siaran pun menjadi lebih luas. Begitu juga sebaliknya. Namun, kekuatan pemancar juga harus disesuaikan dengan luas wilayah,mengingat saat ini telah banyak berdiri stasiun televisi lokal. Jika kekuatan siaran tidak disesuaikan, maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut:

Kebocoran siaran

Peristiwa ini sering terjadi pada wialayah-wilayah tertentu yang dapat menerima siaran melalui pemancar di luar jangkauan. Hal ini pernah terjadi pada tahun 2008 saat stasiun televisi swasta lokal Jakarta, O Channel justru dapat ditangkap di wilayah Garut, Jawa Barat.

Tabrakan frekuensi

Peristiwa ini umumnya terkait dengan wilayah tertentu yang dapat menerima suatu siaran melalui pemancar di luar jangkauan pada suatu frekuensi, sementara pada frekuensi tersebut telah terdapat saluran televisi yang memiliki pemancar di lokasi tersebut. Sehingga terjadi tumpang tindih siaran atau tabrakan siaran (co-channel interference).

Gedung stasiun pemancar TV

Stasiun pemancar TV memiliki gedung atau tempat yang dilengkapi ruangan-ruangan seperti berikut:

  • Ruang transmitter berguna untuk mengatur transmisi siaran
  • Ruang repeater berguna untuk menerima siaran dari pusat dan dipancarkan kembali melalui menara pemancar
  • Ruang kendali siaran berguna untuk mengendalikan komponen-komponen siaran, seperti audio dan video
  • Ruang kepala transmisi
  • Ruang generator berguna untuk menyimpan generator (genset) yang digunakan sebagai penunjang pemancar siaran

Pada daerah tertentu, stasiun relai juga digunakan sebagai kantor perwakilan / biro berita di tempat tersebut.

Ciri-ciri maupun konstruksi bangunan pemancar

Secara umum, konstruksi bangunan menara pemancar televisi memang berbeda dari strukur menara komunikasi lain (seperti menara telepon seluler dan menara radio). Dan berikut adalah ciri-ciri umum bila dilihat secara kasat mata:

  • Tinggi menara umumnya lebih tinggi dan lebar (dapat terlihat jelas dari ketinggian 0 meter dpl)
  • Di ujung tiang menara, terdapat beberapa kotak (bandul) yang digunakan untuk memancarkan siaran (bersifat elektromagnetik)
  • Menara berbentuk segitiga dengan kedalaman tanah mencapai 5 meter-45 meter
  • Jauh dari permukiman warga

Tempat stasiun relai TV

Berikut ini merupakan lokasi-lokasi stasiun pemancar televisi yang berada di Indonesia.

(pemancar MTA TV) untuk jangkauan Yogyakarta, Sleman, Bantul, Wates, Wonosari, Klaten, Boyolali, Mungkid, Magelang, Surakarta, Sukoharjo, Karanganyar, Sragen, sebagian Wonogiri utara Purworejo,dan Temanggung, berpusat di Gunung Kidul, Yogyakarta

Dampak pembangunan stasiun pemancar TV

Pembangunan stasiun pemancar televisi, diperlukan penanganan khusus. Pasalnya, pembangunan menara stasiun televisi memiliki serangkaian prosedur yang terbilang rumit. Meski pembangunan stasiun pemancar tidak mengganggu area perhutanan, namun pembangunan stasiun pemancar televisi dapat mengganggu kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi pemancar dengan adanya radiasi pemancar. Efek yang ditimbulkan oleh radiasi tersebut berupa sakit kepala (jangka pendek), gangguan pertumbuhan tulang (jangka panjang) dan bahkan radiasi tersebut dapat tersimpan di tubuh manusia berupa medan magnet sehingga berpotensi memancing cahaya gelombang elektromagnetik yang lebih besar, seperti petir dan menyambar tubuh manusia. Walau demikian, secara langsung radiasi ini tidak menyebabkan kematian.

Pembangunan stasiun pemancar televisi, tergolong berbahaya dan sangat rentan terjadinya korban jiwa yang berjatuhan. Konstruksi menara yang tidak sesuai, pembangunan menara yang tidak mengikuti situasi cuaca (misalkan pada musim hujan ataupun angin besar), dan juga tidak memenuhi izin dari masyarakat setempat atau dinas terkait, dapat berakibat fatal pada semua pihak, seperti kecelakaan kerja dan robohnya menara. Sementara pengoperasian transmisi ataupun generator secara terus menerus tanpa adanya alat pendingin (seperti AC yang tidak bekerja dengan baik) dapat mengakibatkan kebakaran hebat karena buruknya sistem pendingin hingga menyebabkan panas berlebihan (overheating).

Berikut adalah rangkaian peristiwa buruk mengenai stasiun pemancar televisi di Indonesia:

  • 23 Januari 2006 - Menara TV7 (sekarang menjadi menara pemancar RTV) roboh di kawasan Kelapa Dua, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Dua orang meninggal dunia dan sembilan orang luka-luka. Penyebab peristiwa tersebut adalah cuaca yang buruk serta angin yang kencang[1]
  • 28 Agustus 2008 - Menara RCTI di Jakarta memakan korban. Akibat tali sling gondola putus, lima orang tewas akibat jatuh dari ketinggian 137 meter. Seorang korban tewas, tersangkut penyangga menara. Saat kejadian, lima orang tersebut tengah menjalani perawatan rutin menara pada 24 Agustus 2008. Bos konstruksi pun ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.[2]
  • 1 Juli 2010 - Pembangunan Menara TVRI di kawasan Joglo, Jakarta Barat diprotes warga. Warga takut jika kejadian runtuhnya menara seperti yang terjadi pada tahun 2006 terulang kembali.[3]
  • 27 Desember 2010 - Kantor stasiun pemancar TVRI Balikpapan, Kalimantan Timur terbakar akibat meledaknya generator di salah satu gedung.[4]
  • 5 Februari 2015 - Menara pemancar Banjar TV di Kota Banjar, Jawa Barat roboh di kompleks perkantoran Purwaharja. Robohnya tower tersebut disebabkan hujan disertai angin kencang yang melanda kawasan tersebut, sehingga besi-besi penyangga tower tidak kuat lagi menahan kencangnya tiupan angin.[5]

Catatan

  • Dalam Laporan keuangan PT Media Nusantara Citra[6] (induk usaha RCTI) dan juga laporan keuangan tahunan PT Elang Mahkota Teknologi[7] (induk usaha SCTV), RCTI dan SCTV telah menjalin kerja sama dalam pengadaan serta penyediaan Stasiun Pemancar Televisi dalam satu lokasi yang ditetapkan dan disepakati keduanya sebagai penyebarluasan siaran nasional di seluruh wilayah Indonesia. Adapun kerjasama itu dapat diakhiri sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Beberapa lokasi stasiun pemancar yang digunakan oleh RCTI dan SCTV (maupun sebaliknya) dalam satu bangunan dan pemancar antara lain :
  1. Medan (SCTV bergabung dengan RCTI)
  2. Padang (SCTV bergabung dengan RCTI)
  3. Pekanbaru (SCTV bergabung dengan RCTI)
  4. Batam (SCTV bergabung dengan RCTI)
  5. Jambi (SCTV bergabung dengan RCTI)
  6. Palembang (SCTV bergabung dengan RCTI)
  7. Bandar Lampung (SCTV bergabung dengan RCTI)
  8. Serang, Banten (RCTI bergabung dengan SCTV)
  9. DKI Jakarta (SCTV bergabung dengan RCTI)
  10. Garut (SCTV bergabung dengan RCTI)
  11. Tegal Raya (RCTI bergabung dengan SCTV)
  12. Purwokerto (SCTV bergabung dengan RCTI)
  13. Surakarta (SCTV bergabung dengan RCTI)
  14. Malang Raya (RCTI bergabung dengan SCTV)
  15. Kediri (RCTI bergabung dengan SCTV)
  16. Denpasar (RCTI bergabung dengan SCTV)
  17. Mataram (RCTI bergabung dengan SCTV)
  18. Pontianak (RCTI bergabung dengan SCTV)
  19. Samarinda (RCTI bergabung dengan SCTV)
  20. Balikpapan (RCTI bergabung dengan SCTV)
  21. Ambon (SCTV bergabung dengan RCTI)
  • Juga disebutkan dalam Laporan tersebut bahwa RCTI dan SCTV bekerja sama dengan Indosiar dalam penyediaan stasiun pemancar televisi di beberapa kota tertentu, seperti Jember, Madiun, dan Banyuwangi, Jawa Timur
  • Beberapa stasiun televisi swasta lain juga melakukan hal yang sama seperti RCTI, SCTV, dan Indosiar, dengan tujuan efisiensi biaya berikut lahannya.

Referensi