Hukum Uni Eropa

Sekumpulan Traktat dan Perundang-Undangan yang Berpengaruh Langsung atau Tidak Langsung Terhadap Hukum Negara Anggota Uni Eropa
Revisi sejak 12 November 2018 17.46 oleh AABot (bicara | kontrib) (Bot: Penggantian teks otomatis (- di tahun + pada tahun))

Artikel ini berisi tentang sejarah hukum Uni Eropa pada masa sebelum ditandatanganinya Perjanjian Lisboa. Hukum Uni Eropa (sebelumnya disebut Hukum Komunitas Eropa) adalah sekumpulan traktat dan perundang-undangan yang dapat berpengaruh langsung atau tidak langsung terhadap hukum negara anggota Uni Eropa. Untuk tujuan penyederhanaan klasifikasi traktat-traktat tersebut dapat dibagi menjadi sumber hukum primer, sumber hukum sekunder, sumber eksternal, sumber pelengkap, dan sumber yang dihasilkan dari penafsiran hukum Komunitas oleh Mahkamah Eropa.[1] Sumber primer utama hukum Uni Eropa adalah Traktat Pendirian Uni Eropa. Sumber sekunder meliputi Regulasi, Direktif, keputusan, rekomendasi, dan opini yang didasarkan pada traktat-traktat.[2][3] Lembaga utama yang membentuk struktur dasar Uni Eropa terdiri dari Parlemen Eropa, Dewan, Komisi Eropa, Mahkamah Eropa dan Mahkamah Audit Eropa.[4] Hukum Uni Eropa memiliki sistem hukum sui generis, yang berbeda dengan hukum yang dikembangkan perjanjian internasional lainnya, sehingga tidak bersifat hukum nasional atau federal; dengan hubungan spesifik antara hukum nasional dan hukum yang berasal dari Perjanjian Pendirian Uni Eropa.[5] Hukum Uni Eropa diterapkan oleh pengadilan-pengadilan negara anggota, di mana Mahkamah Eropa merupakan pengadilan tertinggi yang dapat menafsirkan Hukum Eropa.[6]

Pada perkara Van Gend en Loos, Mahkamah Eropa menyatakan bahwa hukum Eropa tidak hanya menimbulkan kewajiban bagi negara-negara Uni Eropa, tetapi juga hak bagi individu,[7] di mana Komunitas merupakan 'tatanan hukum baru dari hukum internasional' yang memberikan hak dan kewajiban pada individu, serta pada negara anggota yang berpartisipasi, tanpa perlu menerapkan undang-undang, dan pengadilan nasional harus melindungi hak-hak tersebut.[8] Sementara pada perkara Costa v ENEL, Mahkamah Eropa juga menekankan bahwa bila terjadi konflik antara hukum negara anggota dengan hukum Uni Eropa, maka hukum Uni Eropa lebih unggul. Sehingga, negara anggota harus menghapuskan hukum nasional yang tidak sesuai dengan hukum Uni Eropa.[9][10]

Sejarah

 
Gagasan integrasi Eropa tentang pembangunan manusia dan perdamaian dapat ditelusuri hingga Abad Pertengahan.

Penyatuan Eropa dapat ditelusuri kembali hingga masa-masa Kekaisaran Romawi yang merupakan representasi kekuasaan Eropa di masa kini. Setelah jatuhnya Romawi pada tahun 476 M, Karel yang Agung berusaha mendirikan ulang struktur besar tersebut di abad ke-9 dengan membangun Kekaisaran Romawi Suci, yang berdiri hingga tahun 1806. Kekaisaran ini mencakup Eropa Barat dan Eropa Tengah.[11] Lalu, pemikiran tentang negara bangsa tumbuh dan menyebar di abad ke-19. Di akhir tahun 1930-an, Winston Churchill khawatir dengan ancaman Fasisme Jerman yang berkuasa hampir di seluruh Eropa, dan mengajukan penyatuan federal antara Britania dan Prancis yang berdasarkan pada kewarganegaraan umum dan parlemen bersama.[11][12] Pengajuan ini tidak pernah terealisasikan. Namun, pengajuan tersebut merupakan gagasan awal tentang Federalisme bagi benak negarawan Eropa. Periode pasca perang, setelah kekuatan sekutu meraih kemenangan melawan Nazisme pada tahun 1945; Eropa sepenuhnya hancur, khususnya di bidang ekonomi.[11] Para pemimpin Eropa Barat berkoordinasi merekonstruksi negara-negara Eropa dengan berupaya mencari tatanan politik baru yang dapat menjamin keamanan negara-negara, serta memberi peluang keberhasilan pembangunan di masa depan.[13] Di masa Perang Dingin awal, gagasan kerja sama Eropa didukung oleh Amerika Serikat.[14] Negara-negara Eropa mengambil inisiatif membentuk lembaga-lembaga umum, yang memungkinkan negara-negara Eropa supaya tidak berperang satu sama lain. Selain itu, George Marshall, seorang tokoh politik Amerika Serikat, menyusun rencana pemberian bantuan ekonomi bagi negara-negara Eropa.[11] Kemudian pada April 1948, Organisasi Kerja Sama Ekonomi Eropa (OEEC) didirikan dengan enam belas negara anggota, dan menyelenggarakan implementasi Rencana Marshall. Lembaga ini bertugas membantu pembangunan ekonomi bagi negara-negara yang terlibat konflik;[11][14] yang tidak termasuk dalam lingkup pengaruh Uni Soviet. Kemudian pada tahun 1960, organisasi tersebut berganti nama menjadi Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), di mana sebagian besar negara-negara Barat dan Jepang menjadi anggotanya.[14] Perjanjian Brussels 1948 juga menyatukan kekuatan-kekuatan Eropa. Namun, pada tahun berikutnya, perjanjian tersebut tergantikan dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), yaitu sebuah organisasi penghubung bidang pertahanan Eropa Barat dengan bantuan militer Amerika Serikat dan Kanada. Jerman yang pada mulanya dikeluarkan dari organisasi, diizinkan bergabung kembali pada tahun 1955. Majelis Eropa (CoE) kemudian didirikan pada tahun 1949, dengan tujuan mencapai kerja sama di bidang budaya, politik, hukum dan sosial.[11]

Meskipun OECD dan NATO berkontribusi besar terhadap unifikasi Eropa, tetapi bagaimana pun, kedua organisasi tersebut merupakan organisasi yang bekerja antarpemerintah. Oleh kareanya, untuk memperkuat hubungan antara negara-negara Eropa lebih jauh, Robert Schuman, seorang Menteri Luar Negeri Prancis, mengusulkan pembentukan sebuah organisasi independen yang memiliki otoritas atas pemerintahan negara anggota, pada dua kawasan industri utama, yaitu batu bara dan baja.[15] Penyatuan produksi batu bara dan baja, yang kemudian menjadi sumber semua kekuatan militer, diusulkan sebagai "fondasi konkret pertama atas federasi Eropa". Gagasan ini disampaikan oleh Robert Schuman dalam sebuah pidato pada 9 Mei 1950.[16][17] Kini, tanggal tersebut diperingati sebagai ‟Hari Eropa‟. Gagasan Schuman menyatakan bahwa jika negara-negara berbagi sumber daya dan saling membutuhkan satu sama lain perihal bahan pokok mereka, maka kecenderungan berperang satu sama lain akan berkurang.[16] Pada mulanya, rencana tersebut hanya melibatkan Prancis dan Jerman, tetapi kemudian negara-negara Eropa lainnya ikut bergabung.[15][14] Kemudian Komunitas Batu Bara dan Baja Eropa (ECSC) dibentuk dan Perjanjian Komunitas Batu Bara dan Baja Eropa (TECSC) ditandatangani di Paris pada 18 April 1951.[13][16] Keenam negara anggota pendiri Komunitas Batu Bara dan Baja Eropa tersebut terdiri dari negara-negara Benelux, Italia, Prancis, dan Jerman Barat. Perjanjian ini membentuk pasar umum batu bara dan baja, yang diawasi oleh Otoritas Tinggi, yaitu sebuah badan independen supranasional negara-negara anggota yang terdiri dari pegawai negeri internasional, yang memiliki kekuatan besar dalam menentukan kondisi produksi dan harga batu bara dan baja, dengan kegiatan pertama yang dimulai pada tahun 1952.[15][18] Pembentukan ECSC pada intinya mendorong pengintensifan upaya integrasi Eropa.[13]

Di tahun 1950, selama negosiasi Perjanjian Paris, Perang Korea dimulai. Amerika Serikat terancam dengan Pemerintahan Stalin, Uni Soviet dan menekan persenjataan Jerman, serta keanggotaannya di dalam NATO.[19][20] Perang Korea mendorong upaya pembentukan pasukan khusus Eropa di antara negara-negara anggota ECSC.[21] Kemudian pada 27 Mei 1952, keenam negara ini membentuk dua komunitas baru, yaitu Komunitas Pertahanan Eropa (EDC) dan Masyarakat Politik Eropa (EPC). Tugas utama Komunitas Pertahanan Eropa (EDC) adalah mengkoordinasikan kebijakan luar negeri negara-negara Eropa Barat dan membangun pasar bersama, sementara Masyarakat Politik Eropa (EPC) bertujuan menciptakan tentara Eropa bersama, yang terdiri dari kontingen militer yang berasal dari negara-negara tertentu, serta mengatur markas bersama tentara Eropa.[13] Kemudian pada tahun 1954, Uni Eropa Barat (WEU) didirikan, dengan tujuan kerja sama menuju terciptanya sistem keamanan bersama di negara-negara anggota ECSC.[13] Namun, WEU tidak memainkan peran penting, meskipun merevitalisasi saat-saat krisis kerja sama Eropa.[14]

 
Perjanjian Roma ditandatangani di Museum Capitolini, dan merupakan perjanjian internasional pertama yang mempertimbangkan integrasi sosial, ekonomi, dan politik pada bidang-bidang yang terbatas bagi negara bangsa.

Meskipun ditandatangani oleh semua negara anggota, pada tahun 1954, Majelis Nasional Prancis menahan ratifikasi Perjanjian Komunitas Pertahanan Eropa, yang merupakan akibat penggabungan politik kiri-kanan Prancis, dan memunculkan pemikiran besar tentang masa depan kerja sama dan integrasi Eropa.[21] Terlepas dari kegagalan EDC dan EPC, serta penyempitan proses integrasi ke bidang ekonomi, para pemimpin Eropa Barat kemudian mengusulkan pembentukan komunitas lain, dengan pendekatan berbeda dari konsep integrasi sektor ekonomi yang diadvokasi sebelumnya.[13]

Di tahun 1955, pertemuan tingkat atas berlangsung di Messina, (Italia). Pertemuan tersebut menandai awal peluncuran kembali Eropa.[21] Menteri Luar Negeri Belanda, Johan Beyen mengusulkan Pasar Bersama Eropa,[13] yang merupakan integrasi ekonomi di antara negara-negara anggota.[21] Kemudian, komite antarpemerintah dibentuk, dan dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Belgia, Paul-Henri Spaak, dengan laporan akhir tentang garis besar struktur kelembagaan dan bidang kebijakan utama organisasi. Laporan tersebut dimasukkan ke dalam rancangan perjanjian pembentukan Masyarakat Ekonomi Eropa (EEC),[21] yang kemudian ditandatangani di Roma pada 25 Maret 1957.[21] Pada saat yang sama, perjanjian fungsionalis terkait Perjanjian Euratom, ditandatangani.[21][16]

Perjanjian Roma berkontribusi pada penghapusan hambatan serta pembatasan secara bertahap yang memisahkan pasar dan ekonomi negara-negara Eropa Barat. Perjanjian ini memperkenalkan empat kebebasan pasar umum, yaitu kebebasan bergerak bagi individu, jasa, barang-barang, dan modal.[13][16] Perjanjian pembentukan Masyarakat Ekonomi Eropa (EEC) membentuk struktur yang mirip dengan komunitas ECSC, yaitu lembaga eksekutif independen dalam bentuk Komisi dalam bentuk Menteri Dewan, dengan otoritas yudisial pada Mahkamah dan Parlemen Eropa. Wilayah utama pertama yang menjadi perhatian lembaga-lembaga tersebut adalah bidang pertanian, yang di bahas pada pertemuan di Stresa, Italia. Pertemuan tersebut dihadiri oleh pejabat Komisi, perwakilan petani, dan pakar nasional, dengan hasil kerangka kerja Kebijakan Pertanian Bersama.[22] Bersamaan dengan Perjanjian Roma, sebuah lembaga yang bertanggung jawab atas ECSC, Euratom dan EEC dibentuk. Kemudian, Parlemen Eropa (terdiri dari 142 anggota) didirikan pada Maret 1958, dengan Schuman sebagai ketua pertama.[14] Di tahun 1961, Britania Raya, Denmark, Irlandia dan Norwegia mengajukan permohonan keanggotaan, tetapi diveto pada tahun 1963 oleh Charles de Gaulle. Spanyol juga mengajukan permohonan, tetapi ditolak karena masih dipimpin oleh kediktatoran Franco. Di tahun yang sama, Mahkamah Eropa menyatakan bahwa Komunitas merupakan "tatanan hukum baru atas hukum internasional".[23]

Perjanjian Penggabungan mulai berlaku pada 1 Juli 1967, membentuk lembaga eksekutif tunggal, yaitu 'Masyarakat Eropa' (EC) atas organisasi ECSC, EEC dan Euratom.[14] Perjanjian Penggabungan memudahkan keputusan yang koheren dan rasional pada bidang-bidang energi dan kebijakan industri. Secara geografis, setalah Perjanjian Penggabungan ditandatangani, kini Komisi berbasis di Brussels, sementara Otoritas Tinggi ECSC sebelumnya berbasis di Luksemburg.[24] Kemudian, pada tahun 1970-an, negara-negara anggota menyiapkan 'pengawas keuangan' Komunitas, atau Pengadilan Auditor (CoA). Di tahun berikutnya, Britania Raya dipimpin oleh Edward Heath, yaitu seorang pendukung antusias integrasi Eropa.[25] Lalu, Britania Raya, Denmark, dan Irlandia bergabung sebagai anggota Masyarakat Ekonomi Eropa (EEC) pada tahun 1973.[26][14]

 
Uni Eropa berevolusi dari Masyarakat Batu Bara dan Baja Eropa yang pada mulanya terdiri dari enam negara anggota, menjadi sebuah komunitas dengan jumlah 28 negara anggota pada tahun 2013.

Pada KTT Paris yang diadakan pada Desember 1974, Kepala Negara dan Pemerintahan Komunitas sepakat bertemu tiga kali dalam setahun sebagai Dewan Eropa. Kemudian, Pemerintah Norwegia berencana mengambil bagian dalam perluasan Komunitas pada gelombaang pertama ini, tetapi gagal karena referendum menolak keanggotaannya di dalam Komunitas.[25] Kemudian, pada Juni 1979, Parlemen Eropa dipilih oleh hak pilih universal langsung untuk pertama kalinya, sehingga memberikan legitimasi demokratis. Di tahun yang sama, Mekanisme Nilai Tukar Eropa mulai beroperasi, dan menjadi alat penstabil mata uang, sehingga memungkinkan penyatuan moneter.[27]

Parlemen tumbuh menjadi 198 anggota, di mana pada Januari 1981, Yunani bergabung dengan Komunitas. Kemudian, Spanyol serta Portugal berpartisipasi pada tahun 1986, sehingga Parlemen terus tumbuh; dari 410 anggota (di tahun 1979) menjadi 518 anggota.[14]

 
Tembok Berlin menjadi simbol runtuhnya negara-negara Tirai Besi pada tahun 1989 dan penyatuan Jerman pada tahun 1990, memungkinkan Uni Eropa melakukan perluasan lebih lanjut.

Perluasan bidang hukum substansial dan kelembagaan EEC diperluas dengan kerja sama Komunitas dalam kebijakan ekonomi dan sosial, perlindungan lingkungan, serta pengembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi. Undang-Undang Eropa Tunggal (SEA) kemudian disepakati dan memengaruhi transformasi prosedur pengambilan keputusan di dalam Komunitas, dan memberikan peningkatan aktivitas pasar umum Eropa, serta kerja sama politik antara negara-negara anggota. UU Eropa Tunggal (SEA) merupakan perjanjian internasional yang berisi tentang kerangka kerja Komunitas Eropa yang memodifikasi Perjanjian Roma. Perubahan utama yang diperkenalkan oleh Komunitas atas dasar SEA dimulai pada 1 Januari 1993, dengan pembentukan Pasar Internal Uni Eropa di dalam Komunitas.[13] Sementara aspek hukum pada perubahan perjanjian membentuk Komunitas Eropa, di mana 'Masyarakat Ekonomi Eropa' (EEC) diganti menjadi 'Komunitas Eropa' (EC). Lingkup kerja ekonomi awal di antara negara-negara anggota Komunitas ditambahkan pada Perjanjian Uni Eropa (atau Perjanjian Maastricht) dengan Tiga Pilar utama yang meliputi: Aspek-aspek Pembentukan Uni Eropa (Pilar Pertama), Kebijakan Luar Negeri dan Keamanan Bersama (Pilar Kedua), serta Peradilan dan Urusan Dalam Negeri (Pilar Ketiga).[13] Perjanjian Uni Eropa dipandang sebagai reformasi Perjanjian Roma yang paling komprehensif, yang menghasilkan jadwal yang jelas dalam kemajuan lebih lanjut menuju Persatuan Ekonomi dan Moneter Uni Eropa (EMU).[13]

Perubahan Eropa Tengah dan Eropa Timur, serta "runtuhnya Tembok Berlin" dan penyatuan kembali Jerman pada 3 Oktober 1990 memaksa terjadinya reformasi besar-besaran di dalam Komunitas Eropa. Sehingga Uni Eropa dibentuk sebagai struktur kerja sama antarnegara yang sifatnya berbeda dengan perkara organisasi internasional tradisional. Dengan kata lain, Uni Eropa adalah organisasi internasional yang terus bertahap menuju integrasi penuh di bidang ekonomi, politik dan moneter bagi negara-negara Eropa Barat.[13] Kemudian pada tahun 1994, Uni Eropa dan Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (EFTA) dengan tujuh anggota membentuk Wilayah Ekonomi Eropa, dengan Pasar Tunggal atas sembilan belas negara. Uni Eropa menyelesaikan negosiasi keanggotaan dengan anggota EFTA yang tidak meratifikasi perjanjian aksesi pada tahun 1995 seperti Austria, Finlandia, Norwegia . Kemudian Austria, Finlandia dan Swedia bergabung dengan Uni Eropa pada 1 Januari 1995, dan Parlemen Eropa tumbuh menjadi 626 anggota.[14]

 
Seluruh Komisi Santer mengundurkan diri dalam merespon laporan Komite Ahli Independen.

Perjanjian Uni Eropa membawa perubahan kelembagaan yang cukup besar, dengan pengaruh peningkatan status, serta kekuasaan Parlemen Eropa. Perkembangan penting berikutnya berupa Perjanjian Amsterdam, yang disepakati pada Konferensi Antarpemerintah yang diadakan pada Juni 1997.[28] Perubahan besar dari perjanjian tersebut memperluas yurisdiksi Uni Eropa ke bidang kebijakan baru, dengan meningkatkan kekuatan Parlemen Eropa, yang menjadikannya mitra legislatif penting Menteri Dewan; dan perubahan kelembagaan lainnya. Pada gilirannya, perjanjian ini menuntun pada sebuah laporan Komite Ahli Independen (Komisi Santer), yang didirikan oleh Parlemen Eropa, tentang penipuan, salah urus dan nepotisme di dalam Komisi, yang mendorong pengunduran diri seluruh Komisi yang dipimpin oleh Jacques Santer pada tahun 1999. Langkah ini didorong oleh keputusan Parlemen Eropa, yang tidak memberi Komisi pembebasan pada tahun anggaran 1996. Komisi baru, dipimpin oleh mantan Perdana Menteri Italia, Romano Prodi, yang mulai menjabat pada September 1999.[29] Namun, Konferensi Nice menandai satu kemajuan signifikan perluasan yuridiksi Uni Eropa, dengan pengadopsian Piagam Hak Asasi Uni Eropa. Piagam hak-hak sipil dan politik ini berasal dari Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia (ECHR), dan dari tradisi konstitusional umum bagi negara-negara anggota.[30]

Hukum konstitusional

 
Parlemen Eropa, yang dipilih oleh warga Uni Eropa, membuat undang-undang baru dengan Komisi dan Dewan.[31]

Uni Eropa secara tradisional seringkali menggunakan istilah "Komunitas" dan "Uni". Hal ini menjadikan Uni Eropa sulit diklasifikasikan, khususnya dengan melibatkan perbedaan antara hukum nasional (di mana individu dan korporasi merupakan subjek hukum yang termasuk di dalamnya) dan hukum internasional (dengan subjek yang terdiri dari negara berdaulat dan organisasi internasional), serta klasifikasi tradisi konstitusional Eropa dan Amerika yang berbeda.[32] Dalam konteks tradisi Eropa, istilah federasi setara dengan negara federal yang berdaulat di dalam hukum internasional; sehingga Uni Eropa tidak dapat disebut federasi; setidaknya, bukan federasi tanpa kualifikasi. Namun demikian, dapat digambarkan dengan model federal atau federal alamiah; yang dianggap pantas sebagai uni negara-negara federal, yaitu sebuah struktur konsep yang terletak antara konfederasi negara-negara dan negara federal.[33] Mahkamah Konstitusi Jerman mengacu Uni Eropa sebagai "Staatenverbund", yaitu struktur yang berada di antara "Staatenbund" dan "Bundesstaat"(negara federal).[34]

Konstitusi Uni Eropa, sebagaimana asosiasi negara-negara tentunya memiliki tugas dan fungsi yang spesifik. Berbeda halnya dengan kebanyakan konstitusi negara anggota, konstitusi Uni Eropa tidak ditetapkan dalam dokumen konstitusional yang komprehensif, tetapi muncul dari keseluruhan aturan-aturan dan nilai-nilai fundamental yang dengannya memiliki sifat mengikat.[35][a] Peraturan-peraturan Uni Eropa dapat ditemukan sebagian di dalam traktat-traktat atau instrumen hukum yang dihasilkan oleh lembaga-lembaga Komunitas Eropa.[35] Di negara anggota, tubuh politik ini dibentuk oleh dua prinsip utama, yaitu aturan hukum dan demokrasi. Semua kegiatan Uni Eropa harus setia pada persyaratan mendasar dari hukum dan demokrasi, sehingga memiliki legitimasi legal dan bersifat demokratis; baik pada elemen-elemen yang didirikan, struktur, kekuatan, cara kerja, posisi negara anggota dan lembaga-lembaganya, beserta posisi warga negaranya.[35]

Traktat-traktat

Traktat-traktat perjanjian Uni Eropa menetapkan tujuan Uni Eropa, aturan bagi lembaga-lembaga Uni Eropa, bagaimana keputusan dibuat dan hubungan antara Uni Eropa dengan negara-negara anggotanya. Traktat-traktat ini dari waktu ke waktu diubah untuk mereformasi lembaga-lembaga Uni Eropa, serta memberinya wilayah tanggung jawab baru, yang memungkinkan negara-negara baru dapat bergabung dengan Uni Eropa. Traktat-traktat ini dinegosiasikan dan disepakati oleh semua negara Uni Eropa, kemudian disahkan oleh parlemen setelah referendum.[2] Pada Perjanjian Uni Eropa (TEU) Pasal 5(2), "prinsip perundingan" mengatakan bahwa Uni Eropa tidak dapat melakukan apapun kecuali jika otoritas menghendakinya. Keterbatasan kompetensi dibangun oleh Dewan Peradilan Uni Eropa, dan dewan-dewan, serta Parlemen dari negara-negara anggota.[36]

Untuk tujuan penyederhanaan klasifikasi sumber hukum Komunitas, traktat-traktat tersebut dibagi dengan tipologi sebagai berikut:[1]

  1. Sumber hukum primer, yaitu sumber hukum yang terkandung di dalam Perjanjian-Perjanjian Pendirian; sebagaimana yang telah diubah, protokol-protokol dan konvensi-konvensi yang dilekatkan, serta akta-akta aksesi negara anggota baru.
  2. Sumber hukum sekunder, yaitu akta sepihak yang diadopsi oleh lembaga-lembaga EC berdasarkan Perjanjian, seperti Regulasi, Direktif dan Keputusan.
  3. Sumber eksternal yang berasal dari perjanjian internasional antara Komunitas dengan negara ketiga.
  4. Sumber-sumber pelengkap, yang mencakup konvensi internasional yang disepakati antara negara-negara anggota, keputusan, kesepakatan, deklarasi, resolusi, dan sebagainya yang diadopsi oleh negara-negara anggota di luar kerangka Perjanjian, tetapi berlaku di antara negara-negara anggota tersebut, dan akta-akta yang diadopsi di bawah Pilar Kedua dan Ketiga.
  5. Sumber yang dihasilkan dari penafsiran hukum Komunitas oleh Mahkamah Eropa, seperti prinsip-prinsip umum hukum Komunitas, termasuk perlindungan hak asasi manusia.

Tiga traktat utama atau Perjanjian Pendirian, terdiri dari: Perjanjian Paris yang mendirikan Masyarakat Batu Bara dan Baja Eropa (ECSC), yang mulai berlaku pada 23 Juli 1952 dengan jangka waktu 50 tahun, dan berakhir pada Juli 2002; Perjanjian Roma yang mendirikan Masyarakat Ekonomi Eropa (EEC), yang mulai berlaku pada 1 Januari 1958. Traktat ini dikenal sebagai Perjanjian EC, ditandatangani untuk waktu yang tidak terbatas; dan Perjanjian Roma yang membangun Komunitas Energi Atom Eropa (Euratom), ditandatangani untuk jangka waktu yang tidak terbatas.[1][37]

Sumber hukum primer

Dua sumber konstitusional utama Uni Eropa adalah Perjanjian Uni Eropa (TEU) dan Perjanjian Berfungsinya Uni Eropa (TFEU), yang disetujui oleh pemerintahan di seluruh negara anggota.[35][b] Kedua perjanjian tersebut menetapkan lembaga-lembaga Uni Eropa dapat membuat daftar kekuatan dan tanggung jawab masing-masing negara anggota, serta menjelaskan bidang-bidang apa saja yang Uni Eropa dapat buat undang-undangnya baik dalam bentuk Direktif atau Regulasi. Komisi Eropa memiliki inisiatif dalam pengajuan undang-undang.[38][39] Di dalam prosedur legislasi Uni Eropa, Dewan (menteri pemerintahan negara anggota) dan Parlemen Eropa (dipilih oleh warga negara), dapat membuat amandemen, serta harus memberikan perhatian supaya suatu undang-undang dapat disetujui.[38][40]

Pilar Pertama terdiri dari tiga Komunitas Eropa (EEC, Euratom, ECSC) yang diperluas oleh Persatuan Ekonomi dan Moneter. Komunitas Eropa merupakan penyatuan bertahap Masyarakat Batu bara dan Baja Eropa (ECSC), Komunitas Energi Atom Eropa (Euratom) dan Masyarakat Ekonomi Eropa (EEC).[41] Ketika Uni Eropa dibentuk, 'Masyarakat Ekonomi Eropa' (EEC) berubah nama menjadi 'Komunitas Eropa' (EC).[42]

Area kebijakan yang menjadi tanggung jawab Komunitas meliputi: urusan ekonomi dan moneter (berpusat di sekitar mata uang tunggal Eropa, yaitu euro); pertanian; persyaratan visa, suaka dan imigrasi; transportasi; perpajakan; pekerjaan; perdagangan; kesejahteraan sosial, pendidikan dan kesejahteraan pemuda; budaya; perlindungan dan kesehatan konsumen; jaringan trans-Eropa; industri; kohesi ekonomi dan sosial; penelitian dan teknologi; lingkungan; serta bantuan pembangunan.[42]

Krisis politik akibat Perang Teluk, perang saudara di daerah bekas Yugoslavia, serta pecahnya Uni Soviet menunjukkan bahwa instrumen kebijakan luar negeri dan keamanan tidak cukup bagi Uni Eropa–khususnya sebagai kekuatan perdagangan terbesar di dunia–dalam menjalankan urusan-urusan di negara-negara.[43] Sebelum Perjanjian Uni Eropa terbentuk, kerja sama politik antara negara-negara anggota didasarkan pada pengaturan Kerja sama Politik Eropa (EPC) yang dibentuk pada tahun 1970, serta ditingkatkan dan diperluas berdasarkan UU Eropa Tunggal (SEA) pada tahun 1986/87. Kebanyakan keputusan Kebijakan Luar Negeri dan Keamanan Bersama saat ini masih diambil atas dasar kerja sama antarnegara. Secara tradisional, kebijakan keamanan luar negeri, khususnya kebijakan keamanan itu sendiri merupakan wilayah di mana negara-negara anggota tertarik mempertahankan kedaulatan (nasional) mereka sendiri. Masalah lainnya adalah bahwa beberapa negara anggota bukan merupakan anggota NATO (Austria, Finlandia, Irlandia, Swedia) atau Uni Eropa Barat (WEU) (Denmark, Irlandia, Yunani).[44]

  • Pilar Ketiga: Kerja Sama Bidang Peradilan dan Urusan Dalam Negeri

Kerja sama peradilan memfasilitasi dan mempercepat kerja sama dalam kaitannya dengan proses dan penegakan Keputusan, memfasilitasi ekstradisi antara negara-negara anggota, menetapkan aturan minimum yang berkaitan dengan elemen-elemen penyusun akta-akta kriminal dan hukuman di bidang kejahatan terorganisir, terorisme, serta perdagangan narkoba (Pasal 31 dan 32 UE).[44] Tujuan kerja sama antara polisi dan otoritas peradilan adalah memberikan kebebasan, keamanan dan keadilan bagi warga negara, dengan bersama-sama mencegah dan memberantas kejahatan (khususnya terorisme, perdagangan manusia, perdagangan obat terlarang, perdagangan senjata, korupsi dan penipuan), rasisme dan xenofobia (Pasal 29 dan 30 UE).[44]

Perkembangan sumber hukum primer

Ditandatangani
Diberlakukan
Dokumen
1948
1948
Perjanjian Brussel
1951
1952
Perjanjian Paris
1954
1955
Modifikasi Perjanjian Brussel
1957
1958
Perjanjian Roma
1965
1967
Perjanjian Penggabungan
1975
N/A
Kesimpulan Dewan Eropa
1985
1985
Perjanjian Schengen
1986
1987
Undang-Undang Eropa Tunggal
1992
1993
Perjanjian Maastricht
1997
1999
Perjanjian Amsterdam
2001
2003
Perjanjian Nice
2007
2009
Perjanjian Lisboa
               
                         
Tiga pilar Uni Eropa:  
Komunitas Eropa:  
Komunitas Energi Atom Eropa (EURATOM)
Komunitas Batubara dan Baja Eropa (ECSC) Perjanjian kadaluwarsa tahun 2002 Uni Eropa (EU)
    Komunitas Ekonomi Eropa (EEC)
        Peraturan Schengen   Komunitas Eropa (EC)
    TREVI Peradilan dan Urusan Dalam Negeri (JHA)  
  Kerja sama Polisi dan Yudisial dalam Urusan Kriminal (PJCC)
          Kerja sama Politik Eropa (EPC) Kebijakan Luar Negeri dan Keamanan Bersama (CFSP)
Badan tidak terkonsolidasi Uni Eropa Barat (WEU)    
Perjanjian dimatikan tahun 2011  
                       
Perjanjian Amsterdam

Perjanjian Amsterdam mulai berlaku pada 1 Mei 1999, dengan penekanan pada arti kerja sama antarnegara anggota yang lebih ditingkatkan, serta kemungkinan pengadopsian sanksi terhadap negara-negara anggota Uni Eropa yang melanggar hukum dan aturan yang mengikat di dalam Komunitas. Perlindungan integritas Uni Eropa dimasukkan dalam tujuan Pilar Kedua, kemudian kantor Perwakilan Tinggi untuk Kebijakan Luar Negeri dan Keamanan Bersama dibentuk (fungsi ini dilakukan oleh Sekretaris Jenderal Dewan Uni Eropa.[13]

Perjanjian Nice

Perjanjian Nice digunakan oleh negara-negara anggota dalam mempersiapkan perluasan Uni Eropa di masa depan. Perjanjian-perjanjian tersebut direvisi dengan empat cara utama; selain itu, ukuran dan komposisi Komisi Eropa diubah, serta jumlah suara setiap anggota negara bagian di Dewan Eropa disesuaikan dan suara mayoritas yang memenuhi syarat diperluas ke area kebijakan.[45] Perjanjian Nice ditandatangani di Nice pada 26 Februari 2001, dan mengubah Perjanjian Uni Eropa yang membentuk Komunitas Eropa (TEC). Selama konferensi tersebut beberapa keputusan bersejarah bagi Uni Eropa dibuat berdasarkan aksesi demokrasi Eropa Tengah dan Eropa Timur ke dalam Komunitas. Jumlah negara anggota Uni Eropa meningkat untuk pertama kalinya dengan bergabungnya 12 negara anggota baru (Estonia, Hongaria, Latvia, Lituania, Malta, Polandia, Republik Ceko, Siprus, Slovenia, dan Slowakia (tidak termasuk bagian Bulgaria, Rumania, dan Turki).[13]

Menurut ketentuan Perjanjian, Komisi Eropa akan terdiri dari sejumlah komisaris yang sesuai dengan jumlah negara anggota Komunitas. Perjanjian tersebut memperkuat posisi Presiden Komisi Eropa dan mereformasi sistem peradilan Komunitas Eropa. Perjanjian ini secara resmi disajikan pada 30 Januari 2001 di Brussels.[13]

Perjanjian Lisboa
 
Perjanjian Lisboa mengubah Perjanjian Uni Eropa (TEU) dan Perjanjian Komunitas Eropa (TEC), dan disebut juga sebagai Perjanjian Reformasi.

Menurut Perjanjian Lisboa, Uni Eropa berfungsi hingga kini berdasarkan dua dokumen dasar, yaitu Perjanjian Uni Eropa (TEU) dan Perjanjian Komunitas Eropa (TEC), yang diubah oleh Konferensi Internasional pada 29 Oktober 2004, di mana draf Konstitusi Eropa diterima. Perjanjian ini menghapus sistem organisasi Tiga Pilar Uni Eropa, yang mempertahankan keterpisahan tertentu di dalam Komunitas, yang terkait dengan fungsi sebelumnya pada Pilar Kedua dan Ketiga.[13] Implementasi ketentuan Perjanjian Lisboa menghasilkan pembagian kompetensi Komunitas menjadi tiga bidang:[13]

  • Kompetensi Uni Eropa (realisasi tujuan Uni Eropa dan kebijakan luar negeri dan keselamatan)
  • Berbagi kompetensi (hukum komunal/Uni diutamakan atas hukum nasional negara anggota Uni Eropa, tidak termasuk daerah-daerah tertentu yang berada dalam kompetensi negara-negara anggota)
  • Kompetensi, di mana sebuah keputusan dibuat secara independen oleh masing-masing negara anggota Uni Eropa.

Perjanjian Lisboa mengubah Perjanjian Uni Eropa (TEU atau Perjanjian Maastricht) dan Perjanjian Komunitas Eropa (TEC). 'Perjanjian Komunitas Eropa' (TEC) berganti nama menjadi 'Perjanjian Berfungsinya Uni Eropa' (TFEU).[13][45] Selain itu, Perjanjian Lisboa disebut juga sebagai Perjanjian Reformasi, yang diputuskan selama KTT Uni Eropa di Lisboa pada 18-19 Oktober 2007. Setiap negara anggota Uni Eropa dapat menuntut pengulangan suara tertentu sesuai dengan sistem Nice.[13]

Konsekuensinya, kata 'konstitusi' tidak digunakan dalam dokumen ini, pasal-pasal yang berbicara tentang bendera, lagu kebangsaan dan semboyan Uni Eropa dihapus, penggunaan terminologi akta hukum khusus untuk undang-undang nasional ditolak (tetapi suatu akta, yang sebelumnya dikenal 'Regulasi' dan 'Direktif' dipertahankan). Pada perjanjian ini diputuskan bahwa mulai tahun 2014 Komisi Eropa terdiri dari 2/3 perwakilan dari negara anggota Komunitas dan masing-masing negara menominasikan komisaris dalam sistem rotasi.[13] Pada awal 2006, perkara perjanjian baru Uni Eropa dilanjutkan. Perjanjian Lisboa memperkenalkan struktur organisasi Uni Eropa yang seragam dan memberikan kepribadian hukum kepada Komunitas. Salah satu perubahan terpenting yang diperkenalkan oleh Perjanjian Lisboa adalah sistem pemilihan di Dewan Uni Eropa. Selain itu, dokumen tersebut memungkinkan negara anggota mengundurkan diri dari Keanggotaan Uni Eropa, serta hak inisiatif legislatif tidak langsung bagi warga negara anggota Uni Eropa. Perjanjian Lisboa menunjuk Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan memimpin Dinas Luar Negeri Eropa.[13]

Sumber hukum sekunder

Badan hukum yang berasal dari prinsip dan tujuan perjanjian dikenal sebagai hukum sekunder. Adapun hukum-hukum sekunder ini terdiri dari Regulasi, Direktif, keputusan, rekomendasi, dan opini.[2][3] Regulasi berlaku secara otomatis, bersifat mengikat dan seragam di seluruh negara Uni Eropa, tanpa perlu diubah menjadi undang-undang nasional.[2] Sementara, Direktif mengharuskan negara-negara anggota Uni Eropa mencapai hasil tertentu, tetapi negara-negara tersebut bebas memilih cara melakukannya. Negara-negara tersebut juga harus mengadopsi undang-undang transposisi oleh otoritas nasional kepada Komisi Eropa supaya mencapai tujuan yang ditetapkan oleh Direktif dengan tenggat waktu yang ditetapkan ketika Direktif diambil (umumnya 2 tahun). Ketika suatu negara tidak mengubah suatu Direktif, maka Komisi dapat memulai proses pelanggaran.[2]

Keputusan dapat mengikat dan berlaku di satu atau lebih negara Uni Eropa, perusahaan, atau individu. Namun, keputusan tidak perlu diubah menjadi hukum nasional.[2] Sementara, Rekomendasi memungkinkan lembaga-lembaga Uni Eropa membuat pandangan mereka diketahui, dan menyarankan suatu garis akta tanpa memaksakan kewajiban hukum apa pun kepada yang ditujukan. Namun, rekomendasi tidak memiliki kekuatan mengikat,[2] oleh karenanya tidak memberikan pengaruh langsung.[7] Sementara opini adalah instrumen yang memungkinkan lembaga-lembaga Uni Eropa membuat pernyataan, tanpa memaksakan kewajiban hukum apa pun pada subjek opini. Suatu pendapat tidak memiliki kekuatan mengikat,[2] oleh karenanya tidak memberikan pengaruh langsung.[7]

Karakter hukum Komisi Eropa

Karakter hukum Komisi Eropa ditetapkan dalam dua putusan preseden oleh Mahkamah Eropa pada tahun 1963 dan 1964.[9]

Van Gend en Loos

Pada perkara perselisihan hukum ini, perusahaan angkutan Belanda Van Gend en Loos mengajukan gugatan terhadap pihak pabean Belanda karena memaksakan bea masuk atas produk kimia dari Jerman yang lebih tinggi dibandingkan bea masuk impor sebelumnya. Perusahaan menganggap hal ini sebagai pelanggaran terhadap Perjanjian EEC Pasal 12 (sekarang Perjanjian EC Pasal 25), yang melarang pengenalan bea masuk baru atau peningkatan dalam tugas kebiasaan antara negara-negara anggota. Pengadilan di Belanda kemudian menangguhkan proses, serta merujuk masalah ini ke Mahkamah Eropa sebagai klarifikasi mengenai ruang lingkup dan implikasi hukum atas Pasal Perjanjian EC tersebut. Mahkamah Eropa menggunakan perkara ini sebagai kesempatan dalam menetapkan sejumlah temuan yang bersifat mendasar tentang sifat hukum Komisi Eropa.[9]

Costa v ENEL

Setahun kemudian, perkara Costa v ENEL memberi kesempatan pada Mahkamah Eropa dalam menetapkan posisinya secara lebih terperinci. Fakta-fakta atas perkara ini berada pada tahun 1962, yaitu ketika Italia menasionalisasi produksi dan distribusi listrik, serta mengalihkan aset usaha kelistrikan ke Dewan Listrik Nasional (ENEL). Sebagai pemegang saham Edison Volt; yaitu salah satu perusahaan yang dinasionalisasi, Bapak Costa mempertimbangkan bahwa ia telah kehilangan dividennya, sehingga menolak membayar tagihan listrik untuk ITL 1 926. Di dalam persidangan sebelum pengadilan arbitrase di Milan, salah satu argumen yang diajukan oleh Bapak Costa – yang membenarkan akta-aktanya – adalah bahwa nasionalisasi melanggar sejumlah ketentuan Perjanjian EC. Supaya dapat menguji pengajuan Bapak Costa terhadap pembelaannya, pengadilan tersebut meminta Mahkamah Eropa supaya menafsirkan berbagai aspek Perjanjian EC. Unsur-unsur yang secara bersama-sama menandai sifat khusus hukum Komisi Eropa adalah:[10]

  1. Pengaturan kelembagaan memastikan bahwa akta-akta Komisi Eropa dicirikan oleh kepentingan Eropa secara keseluruhan, yang tercermin dalam atau dipengaruhi oleh kepentingan Komunitas; sebagaimana ditetapkan pada tujuan hukum tersebut.
  2. Transfer kekuasaan di lembaga-lembaga Komunitas ke tingkat yang lebih besar dibandingkan organisasi internasional lainnya, yang meluas ke wilayah di mana negara-negara anggota biasanya mempertahankan hak berdaulatnya masing-masing.
  3. Pembentukan tatanan hukumnya sendiri yang independen dari perintah hukum negara-negara anggota.
  4. Keutamaan hukum Komunitas memastikan bahwa hukum Komunitas tidak dapat dicabut atau diubah oleh hukum nasional, serta hukum Komunitas lebih diutamakan melampaui hukum nasional apabila kedua hukum tersebut berkonflik.

Komisi Eropa merupakan entitas otonom dengan hak kedaulatannya sendiri, yaitu suatu tatanan hukum yang independen atas negara-negara anggota. Oleh sebab itu, baik negara anggota, maupun warga negaranya harus tunduk pada bidang kompetensi Komisi Eropa.[46]

Hukum administratif

 
Meskipun keduanya menggunakan Bendera Eropa, Mahkamah Eropa untuk Hak Asasi Manusia di Strasbourg bukan bagian dari Uni Eropa, tetapi merupakan otoritas hak asasi manusia tertinggi di benua tersebut. Semua negara anggota Uni Eropa menandatangani Konvensi Eropa, dan perjanjian tersebut mengharuskan Uni Eropa supaya bergabung.[47]

Hukum administratif umumnya dipahami sebagai cabang hukum publik yang mengatur administrasi yang terkait dengan negara atau pemerintah.[48] Meskipun definisi antara hukum konstitusi dengan administratif, serta perbedaan di antara keduanya cenderung arbitrer, dan tumpang tindih, hukum administratif pada umumnya mengatur operasi hukum publik.[49][50] Prinsip dasar hukum administratif Eropa berasal dari traktat-traktat yang disusun oleh Mahkamah Eropa (ECJ). Peran penting hukum administratif terletak pada penetapan aturan operasi proses administratif, yaitu kerangka kerja sekunder, di mana suatu administrasi beroperasi.[49] Sistem pengujian yudisial yang dikembangkan saat ini menjadi norma dengan fungsi menetapkan legalitas akta-akta administratif, dan perlindungan hak-hak pihak swasta.[51]

Prinsip-prinsip umum hukum administratif berasal dari hukum konstitusional atau hukum administratif, dengan aturan proses yang telah dikenal, misalnya, telah lama menjadi bagian dari hukum administratif itu sendiri, yang tumpang tindih dengan hak-hak pertahanan dalam prosedur pidana. Dalam undang-undang Uni Eropa, prinsip-prinsip baru dirumuskan seperti hak 'akses ke pengadilan' dan 'peradilan yang efektif' muncul sebagai hak konstitusional. Sebagai alternatif, prinsip-prinsip umum dapat berasal dalam administrasi publik, yang dipinjam dari prinsip-prinsip 'tata pemerintahan yang baik' seperti transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi, yang diadopsi bagi Uni Eropa oleh Komisi Eropa pada tahun 2001.[51][52] Meskipun dijelaskan dalam Perjanjian-perjanjian sebagai administrasi Eropa (TEC Pasal 211), Komisi Eropa merupakan badan pengatur otonom yang bukan hanya pusat administrasi negara bangsa.[53] Komisi Eropa memiliki kekuatan formal memulai legislasi, meskipun kini, Perjanjian Lisboa membentuk keputusan bersama bagi Dewan dan Parlemen sebagai 'prosedur legislatif umum' bagi Uni Eropa (TFEU, Pasal 289 dan 29); Komisi tetap merupakan peserta yang sangat berpengaruh dalam prosedur pembuatan hukum, dan mendapat kekuatan dari legislasi yang didelegasikan (Pasal 290).[53][54]

Dua peristiwa penting yang menandai pembukaan tahapan baru hukum administratif Uni Eropa diantaranya yaitu Perjanjian Maastricht 1992; di mana Uni Eropa secara resmi memperluas ruang lingkupnya ke bidang-bidang Peradilan dan Urusan Dalam Negeri,[53] dan jatuhnya Komisi Santer pada tahun 1999, yang berpengaruh pada perubahan peran dan posisi Komisi. Komunitas Eropa pada mulanya merupakan sistem dua tingkat. Cara tradisional untuk menganalisis administrasi adalah dalam bentuk triadik, yaitu administrasi langsung, seperti pada hukum kompetisi EC; administrasi tidak langsung, di mana pelaksanaan kebijakan Uni Eropa 'diunduh' ke dalam sistem administratif nasional; dan administrasi kooperatif atau administrasi bersama, di mana kedua tingkatan bekerja bersama. Namun, sistem pemerintahan Uni Eropa berubah secara radikal, di mana Komisi Eropa lebih merupakan 'koordinator jaringan' daripada sebuah administrasi publik klasik yang bertanggung jawab atas penyediaan layanan.[55] Setelah Perjanjian Lisboa ditandatangani, hukum administratif Uni Eropa menghadapi beberapa tantangan lebih lanjut, diantaranya: perluasan aturan hukum dan prinsip legalitas ke bidang peradilan, urusan dalam negeri, dan imigrasi; yang memerlukan peningkatan perhatian atas hak-hak asasi manusia; hilangnya fungsi pemerintahan ke agen dan jaringan; dan proses globalisasi yang semakin menekan Uni Eropa, sehingga menantang otonomi pertahanannya.[56]

 
perkara Van Gend en Loos pertama kali memungkinkan warga negara Uni Eropa mengklaim hak berdasarkan undang-undang Uni Eropa. Namun, meskipun terdapat opini yang berpengaruh dari tiga Advokat Jenderal, dan pengecualian besar, Direktif dianggap tidak memberikan hak langsung di antara pihak swasta.

Pengaruh langsung

Pengaruh langsung hukum Eropa diabadikan oleh Mahkamah Eropa dalam keputusan terhadap perkara Van Gend en Loos pada 5 Februari 1963. Di dalam keputusan tersebut, Mahkamah Eropa menyatakan bahwa hukum Eropa tidak hanya menimbulkan kewajiban bagi negara-negara Uni Eropa, tetapi juga hak bagi individu. Oleh karenanya, individu dapat mengambil keuntungan atas hak-hak ini, dan secara langsung dapat memohonkan akta-akta Eropa sebelum pengadilan nasional dan pengadilan Eropa. Namun, negara-negara Uni Eropa tidak perlu mengadopsi akta Eropa yang berkaitan ke dalam sistem hukum internalnya.[7] Prinsip pengaruh langsung memastikan aplikasi dan efektivitas hukum Eropa di negara-negara Uni Eropa. Mahkamah Hukum Uni Eropa (CJEU) mendefinisikan beberapa ketentuan supaya tindakan hukum Eropa dapat diterapkan. Pengaruh langsung hanya berhubungan antara individu dan negara Uni Eropa, atau diperluas pada hubungan antar individu yang berhubungan dengan tindakan Eropa tertentu, yang bergantung pada beberapa kondisi.[7]

Pada perkara Van Gend en Loos, Mahkamah Eropa (ECJ) mengandalkan metode interpretasi yang bertujuan, yang tidak hanya mengandalkan kata-kata dari Perjanjian, tetapi juga pada semangat dan tujuan dari Komunitas. Dalam keputusan tersebut, ECJ menyatakan bahwa 'Komunitas merupakan tatanan hukum baru dari hukum internasional' yang memberikan hak dan kewajiban pada individu, serta pada negara anggota yang berpartisipasi, tanpa perlu menerapkan undang-undang. Pengadilan selanjutnya menyimpulkan bahwa pengadilan nasional harus melindungi hak-hak tersebut.[8] Dengan kata lain, ECJ menetapkan bahwa hukum EC memiliki pengaruh langsung, yang dapat dilihat sebagai konsep dengan dua arah, yaitu hukum Komunitas tidak hanya menyediakan negara anggota hak dan kewajiban, tetapi juga individu; dan hak-hak dan kewajiban seperti itu dapat ditegakkan oleh individu sebelum pengadilan nasional mereka. Berdasarkan keputusan ini – yang ditentang oleh sejumlah negara anggota, termasuk Belanda dan Belgia – dapat disimpulkan bahwa Pengadilan dimotivasi oleh pemastian integrasi, efektivitas dan keseragaman hukum Komunitas.[8] Aspek-aspek hukum Komunitas menjadikan sistem hukum Uni Eropa sebagai sistem hukum sui generis, yang bukan merupakan hukum nasional atau federal, tetapi sebuah sistem yang mencerminkan hubungan yang sangat spesifik antara hukum nasional dan hukum yang dikembangkan di bawah Perjanjian Pendirian yang bersifat khusus bagi Uni Eropa, di mana sistem hukum ini membebaskan diri dari hukum yang dikembangkan oleh perjanjian internasional lainnya dalam tiga hal penting yang meliputi pengaruh langsung, penerapan langsung, dan supremasi hukum Komunitas.[5]

Selain itu, terdapat dua aspek pengaruh langsung, yaitu aspek vertikal dan aspek horizontal. Pengaruh langsung vertikal adalah konsekuensi dalam hubungan antara individu dan negara. Aspek ini berarti bahwa individu dapat meminta ketetapan Eropa dalam hubungannya dengan Negara.[7] Pengaruh langsung horizontal bersifat konsekuensial dalam hubungan antar individu. Hal ini berarti bahwa seseorang dapat meminta ketetapan Eropa dalam kaitannya dengan individu lain.[7] Berdasarkan jenis akta yang bersangkutan, Pengadilan menerima pengaruh langsung secara penuh (pengaruh langsung horizontal dan pengaruh langsung vertikal) atau pengaruh langsung parsial (yang terbatas pada pengaruh langsung vertikal).[7]

Rujukan dan pemulihan

Asalkan kriteria tertentu terpenuhi, hukum Komunitas memiliki pengaruh langsung, dengan memberikan individu hak dan kewajiban yang dapat ditegakkan oleh pengadilan nasional.[57] Hal ini diserahkan kepada kebijaksanaan negara anggota supaya menunjuk pengadilan nasional mana yang tepat dalam mendengar tindakan yang didasarkan pada hukum Komunitas, serta prosedur yang harus diikuti. Sebagaimana dinyatakan oleh ECJ dalam perkara Comet BV v roduktschap voor Siergewassen menunjukkan bahwa penegakan hak hukum EC di pengadilan nasional harus sesuai dengan sistem nasional yang sudah ada bagi penegakan hukum nasional.[57]

Adalah bagi hukum domestik setiap negara anggota untuk menunjuk pengadilan yang memiliki yurisdiksi dan ketentuan prosedural yang mengatur tindakan hukum yang dimaksudkan, untuk memastikan perlindungan hak-hak yang subjeknya berasal dari pengaruh langsung hukum Komunitas.

Sebagai pengakuan atas kebutuhan Komunitas dalam memastikan penegakan hukum EC yang tepat, sambil tetap menghormati otonomi negara-negara anggota; ECJ menetapkan sejumlah pedoman yang harus dipertimbangkan pengadilan nasional, diantaranya:

  • Prinsip nondiskriminasi yang berarti bahwa, meskipun pengadilan dan prosedur yang sesuai diserahkan kepada negara-negara anggota, negara-negara tersebut masih memiliki kewajiban memastikan bahwa prosedur nasional tidak mendiskriminasi individu yang ingin menegakkan hukum EC, bukan hukum nasional.[58]
  • Prosedur nasional tidak harus membuat sulit dalam mendapatkan pemulihan atas pelanggaran hukum EC. Dalam perkara Amministrozione delle Finanze dello Stato v San Giorgio, ECJ menjelaskan bahwa aturan dan prosedur nasional dalam praktiknya tidak boleh membuatnya tidak dilaksanakan bagi hak-hak yang diberikan Komunitas.[58]

Pemulihan

Mahkamah Eropa sangat berhati-hati memastikan bahwa pemulihan yang tepat tersedia berkaitan dengan pelanggaran aturan hukum Komunitas. Dalam perkara Rewe-Zentralfinanz v Landschwirtschaftskammer, Pengadilan menjelaskan bahwa meskipun seorang individu memungkinkan membawa tindakan langsung berdasarkan undang-undang EC sebelum pengadilan nasional, 'hal tersebut tidak dimaksudkan menciptakan solusi baru di pengadilan nasional yang memastikan ketaatan hukum Komunitas'.[58] Akibatnya, solusi yang tersedia untuk pelanggaran yang sama atas hukum nasional harus tersedia bagi pelanggaran hukum Komisi Eropa. Namun, hal ini memenuhi syarat pada pedoman yang ditetapkan dalam keputusan ECJ. Penyediaan pemulihan tidak boleh membeda-bedakan dan harus tersedia 'pada kondisi yang sama seperti yang akan berlaku jika hal tersebut merupakan masalah pengamatan hukum nasional'. Selain itu, pemylihan ang disediakan di bawah hukum nasional haruslah efektif.[58]

Pada perkara Von Colson, Mahkamah Eropa menjelaskan bahwa Perjanjian EC Pasal 10 (kemudian Pasal 5) menyediakan negara anggota, dan karenanya pengadilan nasional mereka, berkewajiban memfasilitasi pencapaian tujuan Komunitas.[58] Akibatnya, negara-negara anggota dan pengadilan nasional harus memastikan bahwa penyelesaian yang tersedia atas pelanggaran hukum EC harus 'efektif', di mana hukum domestik dari setiap negara anggota menunjuk pengadilan yang memiliki yurisdiksi dan ketentuan prosedural, yang mengatur tindakan pada hukum yang dimaksudkan, untuk memastikan perlindungan hak-hak; dan subjek-subjek berasal dari pengaruh langsung atas hukum Komunitas yang memiliki 'efek jera', serta bersifat proporsional.[59] Pengadilan mengembangkan prinsip ini pada perkara Johnston v Chief Constable of the RUC, dengan menekankan perlunya memastikan perlindungan peradilan yang efektif bagi mereka yang menderita sebagai akibat dari pelanggaran hukum Komunitas. Selain itu, terdapat juga dalam perkara Marshall v Southampton and South West Hampshire AHA bahwa ECJ mengambil prinsip efektivitas; yang selangkah lebih maju dengan memberikan tidak hanya pemulihannya, yang harus sebanding dengan yang tersedia bagi pelanggaran hukum nasional yang serupa (perkara Comet dan Rewe-Zentralfinanz), tetapi, jika tidak ada efek yang tersedia di bawah hukum nasional, pengadilan nasional harus memperbaiki apa yang tersedia atau merancang pemubahan ru yang sesuai.[59]

Pada perkara Francovich, ECJ menetapkan bahwa ketika suatu negara anggota gagal menerapkan tujuan Direktif dengan benar, kerusakan-kerusakan yang tersedia dari negara supaya mengkompensasi mereka yang menderita kerugian sebagai akibat pelanggaran negara. Hal ini memastikan bahwa negara-negara anggota tidak dapat mengandalkan, atau mengambil manfaat atas kesalahan mereka sendiri dan bahwa pemulihan untuk melakukan hal tersebut adalah seragam di seluruh Komunitas.[59]

Rujukan awal/keputusan

Prosedur putusan awal, di mana pengadilan nasional dan tribunal merujuk pertanyaan hukum Komunitas ke Pengadilan. Melalui prosedur ini perselisihan di tingkat nasional; di mana individu menegaskan hak Komunitas terhadap negara-negara anggota mereka bahwa Pengadilan menetapkan dan mengembangkan konsep-konsep dasar seperti supremasi, pengaruh langsung dan tanggung jawab negara.[60] Sifat alamiah prosedur menunjukkan bahwa pertanyaan sulit mengenai penafsiran yang benar (termasuk pengaruh langsung) dan oleh karenanya penerapan hukum Komunitas (Pasal-pasal Perjanjian, Regulasi, Direktif, dan Keputusan) diangkat tidak hanya secara langsung di hadapan Pengadilan, tetapi juga di pengadilan nasional dan pengadilan negara anggota dalam perkara-perkara 'dimensi Komunitas'.[60]

Pengadilan Komunitas diberdayakan supaya memberikan keputusan awal berdasarkan Perjanjian EA Pasal 150, Perjanjian EC Pasal 68 dan 234, dan Perjanjian EU Pasal 35(1). Berdasarkan prosedur pendahuluan, pengadilan nasional dan tribunal dalam beberapa perkara, dapat merujuk pertanyaan tentang penafsiran hukum Komunitas, atau keabsahan langkah-langkah Komunitas (atau langkah-langkah yang diadopsi berdasarkan Perjanjian Uni Eropa Judul VI) kepada CFI.[61] Pengadilan nasional tidak diserahkan sepenuhnya ke perangkat mereka sendiri ketika menerapkan undang-undang EC dan mempertimbangkan prosedur yang dikenal sebagai 'rujukan awal' (Pasal 234 EC), yang memberikan hubungan berharga antara Mahkamah Eropa (ECJ) dengan pengadilan domestik.[57] Meskipun pengadilan domestik biasanya digunakan untuk menegakkan hak hukum EC, tetapi terdapat tindakan tertentu yang hanya diketahui oleh ECJ (atau CFI). Hal ini termasuk 'proses pelanggaran' terhadap negara-negara anggota yang telah gagal memenuhi kewajiban Komunitas mereka (Pasal 226-28 EC) dan 'pengujian yudisial' atas tindakan dan kelalaian lembaga-lembaga Komunitas (termasuk Perjanjian EC Pasal 230–33 EC).[57] Perjanjian EC Pasal 234 menyediakan yurisdiksi bagi ECJ dalam memberikan putusan awal tentang penafisran Perjanjian dan juga pada penafsiran, serta keabsahan legislasi sekunder, ketika diminta oleh pengadilan nasional.[62]

Tujuan Pasal 234 EC adalah memastikan penafsiran yang seragam, dan menerapkan hukum Komunitas. Prinsip pengaruh langsung secara kuat menetapkan pengadilan nasional sebagai penegak hukum EC, hal ini karena apabila penafsiran diserahkan kepada pengadilan negara-negara anggota, maka keseragaman penafsiran tidak dapat dipastikan, mengingat bahwa sistem hukum yang berbeda menggunakan metode penafsiran yang berbeda pula (misalnya di Britania Raya, metode penafsiran harfiah lebih disukai. Hal ini berlawanan dengan negara anggota lainnya, yang menggunakan pendekatan yang lebih purposif.).[62] ECJ tidak harus mengikuti putusan sebelumnya sendiri. Namun, dalam kenyataannya ia melakukannya untuk memastikan konsistensi. Pengadilan nasional yang melakukan rujukan akan terikat oleh putusan ECJ dan berkewajiban menerapkan putusan yang diperoleh untuk perkara sebelumnya. Meskipun putusan biasanya bersifat retrospektif, ECJ dapat membatasi efek temporal atas putusan tersebut (seperti dalam perkara Barber v Guardian Royal Exchange, di mana Pengadilan menyatakan bahwa putusan tersebut hanya efektif sejak tanggal penilaiannya).[63]

Lembaga nasional yang merujuk perkara

Pasal 234 EC menyatakan bahwa 'pengadilan negara anggota' dapat merujuk suatu perkara ke ECJ. ECJ menerima rujukan dari berbagai pengadilan, termasuk panel arbitrase, petugas asuransi dan pengadilan administratif (rujukan di dalam Van Gend yang datang dari Pengadilan Administratif Belanda). Bagaimanapun, pertimbangan hukum perkara menunjukkan bahwa ECJ tidak memiliki yurisdiksi menerima referensi dari badan yang terletak seluruhnya atau sebagiannya di luar sistem hukum negara anggota.[64]

Dalam perkara Nordsee, misalnya, permintaan putusan dibuat oleh pengadilan arbitrase yang telah ditetapkan oleh kontrak, di mana referensi tersebut ditolak. Sebaliknya, dalam perkara Broekmeulen, ECJ menganggap bahwa badan Belanda yang dikenal sebagai Komite Permohonan Pemulihan Umum merupakan badan yang tepat, karena badan tersebut dioperasikan dengan persetujuan dan kerja sama otoritas publik dan keputusan yang disampaikan yang diakui sebagai final.[64]

Pengadilan Komunitas jarang menolak memberikan keputusan awal. Namun, hal ini dapat terjadi ketika tidak ada perselisihan antara beberapa pihak dengan proses nasional, ketika pertanyaan yang diajukan tidak memiliki relevansi dengan sengketa utama, atau ketika pengadilan yang merujuk tidak memberikan latar belakang fakta dan hukum yang cukup dalam rujukannya.[64][65] Perjanjian EC Pasal 234 membedakan pengadilan-pengadilan yang memiliki wewenang merujuk (discretionary referral) dengan mereka yang wajib untuk dirujuk ('rujukan wajib' atau mandatory referral). Terakhir merupakan pengadilan-pengadilan dari mana – dalam sistem nasional mereka –  yang tidak memiliki banding yang terletak pada perkara instan ke pengadilan yang lebih tinggi. Teradapat tiga kondisi di mana ECJ secara khusus menyatakan bahwa pengadilan nasional mungkin tidak perlu membuat rujukan.[66][65] Rujukan tentang keabsahan langkah-langkah Komunitas harus selalu dilakukan jika dinyatakan tidak sah. Hanya pengadilan Komunitas yang memiliki yurisdiksi membuat pernyataan semacam itu. Pengadilan nasional diberdayakan untuk menyatakan tindakan Komunitas adalah sah, tetapi tidak memiliki yurisdiksi untuk menyatakan tindakan Komunitas tidak sah.[65]

Pengujian yudisial

Pengujian yudisial merupakan aspek penting setiap sistem hukum yang beroperasi di bawah kekuasaan hukum. Pengujian ini memungkinkan individu melindungi hak-hak mereka, dengan bentuk kepentingan sah, sehingga menjaga keseimbangan di antara cabang-cabang politik pemerintahan, serta memberi kesempatan yang lebih besar bagi mahkamah, dengan membentuk proses pembuatan dan penerapan hukum. Pengujian yudisial berkontribusi pada akuntabilitas pemerintahan, serta perlindungan individu. Namun, masing-masing sistem hukum memiliki konsepsi berbeda mengenai sejauh mana mahkamah terlibat dalam pengujian akta-akta yang diadopsi oleh cabang-cabang pemerintahan.[67][68] Negara-negara anggota Uni Eropa memberikan pengujian akta-akta administratif yang luas tentang implementasi individu atas penerapan umum. Mahkamah menegaskan kendali administrasi yang lebih besar, yang sebagiannya bertujuan melawan dominasi eksekutif, serta menyediakan sarana akuntabilitas.[68][69] Di sisi lain, dengan alasan legitimasi demokratis, pengujian konstitusional atas akta-akta parlemen merupakan pengecualian di negara-negara anggota dan, jika ada, dipercayakan kepada mahkamah konstitusi atau pengadilan, khususnya dalam menegakkan nilai-nilai konstitusional, serta prinsip-prinsip yang telah berurat-berakar.[68][c] Pengujian yudisial merupakan sarana penjaga keseimbangan institusi dalam perselisihan antara lembaga-lembaga politik. Sifat federal pengujian yudisial dapat menjaga keseimbangan antara Uni Eropa dengan negara-negara anggota yang berselisih akibat keberadaan, dan pelaksanaan kompetensi Uni Eropa yang tidak diperdebatkan. Selain itu, perlunya perlindungan hak-hak individu yang tidak dapat diragukan lagi.[68][d] Perihal kekhawatiran serius yang muncul mengenai apakah Mahkamah Eropa dapat melakukan fungsi ini secara memadai, khususnya karena pendekatan pembatasan yang memungkinkan akses langsung individu ke Pengadilan Komunitas, dapat melawan akta-akta normatif. Permintaan liberalisasi persyaratan yang lebih besar bagi individu, secara khusus dibenarkan, karena Uni Eropa tidak memiliki kepercayaan demokratis yang sama dengan negara anggota.[70][71][e] Pengujian yudisial Uni Eropa yang paling luas didasarkan pada Perjanjian Komunitas Eropa (TEC), di mana tindakan langsung tersedia dalam pembatalan akta-akta tindakan Komunitas yang didasarkan pada Perjanjian EC Pasal 230, dan tindak menggagalkan yang didasarkan pada Perjanjian EC Pasal 232. Negara-negara anggota, serta lembaga-lembaga Uni Eropa menikmati akses istimewa ke Pengadilan-pengadilan Komunitas dengan memanfaatkan pemulihan-pemulihan ini.[70] Pihak-pihak swasta, di sisi lain, harus memenuhi syarat yang lebih ketat dalam membawa tindakan langsung di Pengadilan Tingkat Pertama (CFI). Sementara kondisi-kondisi ini biasanya memungkinkan individu menantang akta-akta administratif individu; di mana pada umumnya pihak-pihak swasta tidak memungkinkan membawa tindakan langsung tersebut terhadap akta-akta penerapan umum.[70][72]

Keabsahan akta-akta umum Komunitas seperti itu biasanya hanya terbuka bagi peninjauan tidak langsung yang berdasarkan Perjanjian EC Pasal 234, melalui pengadilan nasional, di mana individu mengajukan tindakan terhadap otoritas nasional yang telah menerapkannya, atau di dalam CFI yang didasarkan pada Pasal 241, di mana lembaga-lembaga komunitas dipercayai menerapkan akta-akta tersebut. Dalam hal ini, sistem pemulihan hukum yang disediakan dalam sistem hukum Komunitas merupakan konsekuensi logika federalisme eksekutif; di mana implementasi aturan umum Komunitas menjadi tanggung jawab utama negara-negara anggota. Selain upaya hukum pengujian yudisial, Pasal 235 memberikan kewenangan kepada Pengadilan dengan memberikan ganti rugi dengan ketentuan pada Pasal 288(2).[70][f] Pengadilan menegaskan bahwa pada Perjanjian EC Pasal 230 dan Pasal 241, di satu sisi, dan Pasal 234, di sisi lain, menetapkan sebuah sistem lengkap atas upaya hukum dan prosedur yang dirancang untuk memastikan peninjauan legalitas akta-akta lembaga, serta memberi tanggung jawab untuk tinjauan semacam itu ke Pengadilan Komunitas. Di balik klaim sistem yang kuat atas pengujian yudisial, tersembunyi tugas besar, yang mengadaptasi sistem ini pada tantangan yang harus dihadapi sejak awal.[70] Tugas Pengadilan dalam hal ini di luar penafsiran belaka; di mana pada beberapa perkara, seperti kewajiban Komunitas nonkontraktual yang berdasarkan Pasal 288(2), tentang penciptaan prinsip dan aturan yang mengatur pemulihan yang tersedia di bawah Perjanjian EC. Hal ini merupakan transformasi yang terjadi di dalam sistem hukum Komunitas,[73] melalui amendemen Perjanjian yang berurutan, di mana perundingan dengan kompetensi Komunitas merupakan tantangan paling besar bagi sistem peninjauan hukum Komunitas.[70] Pengadilan Tingkat Pertama (CFI), yang didirikan pada tahun 1988,[74] hanya diberi wewenang terbatas, tetapi pada tahun 1994, memiliki kompetensi mendengar tindakan langsung yang dibawa oleh individu baik secara alami, maupun dalam bentuk hukum yang tunduk pada pengajuan banding ke Pengadilan. Meningkatnya tindakan penundaan sebelum Pengadilan membuat pengiriman lebih lanjut dari yurisdiksi menjadi tidak dapat dihindari.[75] Amandemen pada Perjanjian Nice Pasal 225(1) Komisi Eropa, memberikan kewenangan kepada CFI supaya didengar pada tindakan tingkat pertama dalam Perjanjian EC Pasal 230, 232, 235, 236 dan 238; kecuali apabila ditugaskan ke panel peradilan atau dicadangkan ke Pengadilan dalam Statuta Pengadilan.[75] Perjanjian EC Pasal 225a dimasukkan dalam Perjanjian Nice, dan memungkinkan panel yudisial dibentuk oleh keputusan Dewan. Dewan menggunakan kemungkinan ini dengan mendirikan Pengadilan Dinas Sipil Eropa yang memiliki kewenangan mendengar perkara-perkara pegawai.[75][76]

Dengan amandemen pada Pasal 51 Statuta Mahkamah Pengadilan yang menyimpan yurisdiksi bagi tindakan, yang didasarkan pada Perjanjian EC Pasal 230 dan 232, yang dibawa oleh negara anggota terhadap Parlemen Eropa dan/atau terhadap Dewan (dengan pengecualian dari apa yang didengar CFI) atau oleh satu lembaga EC yang melawan lembaga-lembaga lainnya.[75][76] Akibatnya, CFI kini memiliki kewenangan mendengar tindakan langsung yang dibawa oleh orang-orang secara alamiah atau secara hukum, berdasarkan Perjanjian EC Pasal 230 dan 232, yang meliputi: tindakan-tindakan yang dibawa negara anggota terhadap Komisi; tindakan-tindakan yang dibawa negara-negara anggota terhadap Dewan di bidang bantuan negara dan anti-dumping, serta perlwanan terhadap implementasi akta-akta tersebut; tindakan pengrusakan; tindakan berdasarkan kontrak yang memberikan kewenangan (yurisdiksi) CFI; serta tindakan yang berkaitan dengan merek dagang Komunitas. Namun, pada satu titik hukum, uji banding tersebut bertentangan dengan putusan CFI ke Mahkamah Eropa.[75] Sementara Perjanjian EC Pasal 225(3), yang disisipkan oleh Perjanjian Nice, menetapkan CFI supaya mendengar pendahuluan yang dibentuk agak terlambat sebagai kelompok sementara dalam membahas berbagai hal terkait dengan Pengadilan Komunitas.[77] Divisi-divisi di antara kelompok hanya mengubah hal-hal yang paling sederhana. Reformasi Perjanjian Konstitusi pada bagian lain memiliki dampak bagi pengujian yudisial. Misalnya, pada Perjanjian Lisboa yang telah memasukkan banyak amandemen pada Perjanjian Konstitusi yang kini terbengkalai, termasuk yang berkaitan dengan pengujian yudisial.[77][78]

Prinsip dasar dan hak asasi manusia

Hak asasi manusia sebelumnya tidak dianggap sebagai ranah Komunitas Eropa yang berfokus pada ekonomi. Setiap upaya untuk menegakkan HAM di Eropa pun akan dibawa ke Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa, yang didirikan dalam kerangka Majelis Eropa, yang tugasnya adalah menerapkan Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia (ECHR). Namun, secara bertahap, ECJ mengakui perlunya mengamati hak-hak fundamental tertentu ketika menerapkan hukum Komunitas, meskipun tidak pernah secara spesifik disebut ECHR untuk tujuan ini.[79] UU Eropa Tunggal (SEA) merupakan instrumen Komunitas pertama yang memberikan pengakuan resmi terhadap ECHR, meskipun hanya menerapkannya pada Pembukaannya. TEU menerbitkan lebih banyak tentang masalah ini. Dalam Pasal 6(2) (dulu Pasal F(2)), dengan menyatakan bahwa:[79]

Uni akan menghormati hak asasi manusia, sebagaimana dijamin oleh Konvensi Eropa untuk Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Asasi yang ditandatangani di Roma pada 4 November 1950, dan karena hak-hak ini dihasilkan dari tradisi konstitusional yang lazim bagi negara anggota, sebagai prinsip dasar hukum Komunitas.

Perjanjian Amsterdam melangkah lebih jauh dengan meningkatkan rasa hormat terhadap manusia atas hak pada status salah satu prinsip umum yang mendasari Uni Eropa (sekarang Pasal 6(1) dulu Pasal F(1)). perkara pertama Pengadilan memanfaatkan hak asasi manusia adalah perkara Stauder v Ulm.[79] Secara singkat, ECJ melindungi hak privasi (perkara National Panasonic (UK) v Commission), hak atas proses hukum yang sah, hak mendapatkan privasi dalam hubungan antara penasehat hukum dan klien-nya (perkara Australian Mining and Smelting Europe Ltd v Commission), serta hak-hak beragama (perkara Prais v Council), bahkan menjunjung hak-hak ini di dalam hukum pidana, yaitu suatu area yang pada prinsipnya tidak termasuk dalam ruang lingkup hukum Komunitas (perkara R v Kirk).[80] Konferensi Antarpemerintahan (IGC) di Nice pada Desember 2000 memiliki sejumlah dampak penting di bidang hak asasi manusia di tingkat Uni Eropa. Pada tanggal 7 Desember 2000, Piagam Hak Asasi Uni Eropa diproklamasikan oleh Presiden Parlemen Eropa, Dewan Eropa dan Komisi. Tujuannya adalah mendorong warga Uni Eropa supaya mengidentifikasi dengan menetapkan nilai-nilai umum yang dilindungi dan diakui, serta memperjelas ketentuan TEU Pasal 6(2) yang menghormati hak asasi manusia sebagai prinsip dasar hukum Uni Eropa.[80] Piagam tersebut menetapkan hak-hak sipil dan politik yang berasal dari Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia (ECHR), tradisi konstitusional umum bagi negara-negara anggota, atas hak warga negara yang tercantum dalam Perjanjian Komunitas, serta hak ekonomi dan sosial yang diilhami oleh Piagam Sosial Majelis Eropa, Piagam Hak Asasi Sosial Uni Eropa, serta legislasi yang berasal dari Komunitas.[81] Komisi meminta Piagam tersebut dimasukkan dalam traktat-traktat Perjanjian pada waktunya, supaya diberikan pengaruh hukum yang wajib, dengan mengubah TEU Pasal 6(2) dalam prosesnya.[82] Perjanjian Amsterdam juga memberikan substansi lebih lanjut pada Perjanjian Uni Eropa (TEU) Pasal 7. Selain itu Perjanjian Amsterdam juga menambahkan bahwa ECJ memiliki yurisdiksi, sesuai dengan TEU Pasal 46, hanya bagi perselisihan mengenai ketentuan prosedural yang berdasarkan TEU Pasal 7, dan bukan untuk putusan atau justifikasi kelayakan setiap keputusan yang diambil berdasarkan ketentuan ini.[82]

Prinsip-prinsip umum hukum internasional meliputi hak-hak prosedural, kepemilikan Komisi, dan tersedianya akses terhadap dokumen.[83] Sementara prinsip dasar hukum Uni Eropa merupakan prinsip-prinsip umum hukum yang diterapkan oleh Mahkamah Eropa dan pengadilan nasional dari negara-negara anggota ketika menentukan keabsahan tindakan legislatif dan administratif di dalam Uni Eropa. Prinsip-prinsip umum hukum Uni Eropa dapat berasal dari prinsip-prinsip umum hukum di berbagai negara anggota Uni Eropa, atau prinsip-prinsip umum yang ditemukan dalam hukum internasional atau hukum Uni Eropa. Pengadilan Eropa mengakui hak asasi manusia, proporsionalitas, kepastian hukum, sama di hadapan hukum dan subsidiaritas sebagai prinsip dasar hukum Uni Eropa. Prinsip-prinsip umum hukum harus dibedakan dari aturan hukum sebagai prinsip yang lebih umum dan terbuka dalam arti prinsip-prinsip ini diterapkan pada perkara-perkara tertentu dengan hasil yang benar.[84]

Kebebasan bergerak

 
Pasar Tunggal Eropa untuk ekspor perdagangan, dengan Pelabuhan Rotterdam yang merupakan pelabuhan terbesar dengan volume perdagangan lebih dari 2.840 miliar EUR (Rp46.486 triliun).[85]

Komunitas Eropa diciptakan dalam upaya memastikan perdamaian dan stabilitas ekonomi di Eropa dan Perjanjian EC menetapkan sejumlah tujuan yang ingin dicapai, di mana aspirasi ini harus terpenuhi.[86] Sebagian besar tujuan ini dapat dikategorikan sebagai bidang ekonomi, yang lainnya berdampak sosial, atau politik. Integrasi ekonomi, secara tradisional dipandang sebagai tujuan utama Komunitas dan tujuan penciptaan Pasar Bersama, yang ditetapkan secara eksplisit di bawah Perjanjian EC Pasal 2. Perjanjian EC Pasal 3 memperbesar hal ini dengan menyediakan daftar kegiatan yang harus diberlakukan oleh Komunitas dalam memastikan supaya tujuan tersebut tercapai. Pasal 3(c) secara khusus menyatakan bahwa Komunitas harus memastikan bahwa semua 'hambatan pergerakan bebas atas barang-barang, orang, jasa dan modal' dihapuskan, serta didukung oleh Perjanjian EC Pasal 14, yang menetapkan bahwa pasar internal terdiri dari daerah tanpa batas di mana pergerakan bebas dapat terjamin. Umumnya hal ini dikenal pula dengan 'empat kebebasan'.[86] Selain itu, kebijakan pengadaan otoritas publik negara anggota yang mendukung pemasok nasional, kini dilindungi oleh penyelarasan Direktif, dengan tujuan membuka prosedur penghargaan kontrak publik (misalnya, pekerjaan umum dan suplai barang publik) supaya berkompetisi di semua jenis usaha yang ada di dalam Komunitas.[87] Tiga hambatan signifikan yang menghambat pergerakan bebas barang-barang (serta, hal-hal tertentu lainnya seperti orang, jasa dan modal), meliputi hambatan fisik, hambatan fiskal, dan hambatan teknis.[88] Berkaitan dengan pergerakan bebas barang-barang pada program Pasar Bersama Komisi berfokus menghapus kontrol perbatasan secara berkelanjutan (hambatan fisik), dengan menyelaraskan PPN dan bentuk-bentuk pajak barang tidak langsung lainnya (hambatan fiskal), serta menghilangkan atau menyelaraskan aturan dan standar nasional berbeda terkait dengan barang (MEEQR) di dalam perdagangan antarnegara (hambatan teknis). Target lain seperti prosedur pengadaan publik yang diskriminatif, dan masalah terkait paten nasional dan merek dagang.[88] Tantangan terhadap hambatan perdagangan pada dasarnya terdiri dari penghapusan sebagai akibat litigasi di Pengadilan atau pengadilan nasional, dan harmonisasi peraturan-peraturan yang berbeda dari negara-negara anggota melalui legislasi masyarakat (Direktif Dewan). Hubungan penting antara dua hal tersebut dapat ditemui dalam keputusan Cassis de Dijon.[88] Penciptaan pasar tunggal yang mencakup 15 (yang akan diikuti 25) negara anggota dan, berdasarkan Perjanjian tentang Wilayah Ekonomi Eropa (EEA), lebih lanjut empat negara EFTA, menghasilkan pembentukan blok perdagangan regional yang mampu bersaing di pasar dunia dengan Amerika Serikat dan Jepang.[89]

Barang-barang

Istilah ‘barang’ tidak didefinisikan oleh Perjanjian dan ECJ perlu mempertimbangkan secara pasti barang mana yang harus tunduk pada peraturan Komisi Eropa. Pergerakan bebas barang-barang merupakan dasar pencapaian tujuan-tujuan Komunitas dan ECJ memberikan penafsiran yang luas terhadap istilah tersebut. Pada perkara Commission v Italy, Pengadilan mendefinisikan 'barang' sebagai produk yang dapat dinilai dalam uang dan mampu membentuk subjek transaksi komersial.[86]

Hambatan keuangan

Hambatan perdagangan sebelum dimulainya Komunitas adalah adanya bea impor dan bea masuk atas barang-barang yang masuk atau keluar dari masing-masing negara anggota. Oleh sebab itu, untuk menciptakan wilayah perdagangan tanpa hambatan, bea cukai harus dihapus dan sistem regulasi baru diberlakukan.[86] Perjanjian EC Pasal 23 mengatur pembuatan bea cukai umum (CCT), yang dikenakan pada semua barang yang diimpor dari luar Komunitas, yang dibebankan pada tingkat yang sama, tidak peduli yang mana barang-barang negara anggota yang diimpor ke atau dari mana mereka diekspor.[90] Pasal 24 EC juga mengatur tentang barang-barang nondomestik yang dikenai CCT berada dalam sirkulasi bebas dan harus diperlakukan sama dengan barang-barang domestik.[90] Sementara, Pasal 25 menghapus bea cukai yang memiliki pengaruh setara. Penafsiran dan penerapan ECJ pada Perjanjian EC Pasal 25 – berlaku baik untuk impor maupun ekspor – memberikan instruksi cukup jelas kepada negara-negara anggota, tetapi ECJ masih perlu menafsirkan maknanya dengan tepat untuk memastikan aplikasi seragam atas ketentuannya.[86] Misalnya, dalam perkara Commission v United Kingdom, disepakati bahwa bir dan anggur dianggap sama supaya bersaing, dan dapat disimpulkan bahwa tes yang sesuai adalah apakah konsumen dapat mengganti produk yang satu dengan yang lain, berdasarkan tujuan yang berbeda. Pada perkara Commission v French, perkara French Spririts, karakteristik seperti komposisi, karakteristik fisik dan penggunaan konsumen lebih dipertimbangkan.[91]

Hambatan nonkeuangan

Selain hambatan yang bersifat keuangan (bea cukai), terdapat pula hambatan nonkeuangan seperti pembatasan kuantitatif atau kuota, di mana penerapan pemeriksaan wajib atau aturan perdagangan terkait dengan komposisi, pengemasan, dll.[92] Pembatasan kuantitatif dapat digambarkan sebagai tindakan nasional yang menetapkan batas numerik pada barang dari jenis tertentu, baik ketika masuk (atau pergi) dari pasar domestik. Tujuan perilaku seperti itu seringkali menawarkan perlindungan terhadap produk domestik. Baik kuota maupun pemblokiran total dalam lingkup istilah (perkara Geddo v Ente, dan perkara R v Henn and Darby).[92] ECJ Pada perkara Commission v French, tentang pembatasan periklanan Prancis terlihat bias terhadap suasana berbasis gandum, tetapi mendukung suasana berbasis buah.[93] Otoritas Prancis membenarkan hal ini atas dasar 'kesehatan publik', dengan alasan bahwa produk berbahan dasar gandum, lebih berbahaya bagi kesehatan. Bukti independen menunjukkan bahwa pengaruh terhadap kesehatan pada kedua suasana ini menjadi identik. Menariknya, orang Prancis menghasilkan suasana berbasiskan buah, sementara yang berbasiskan gandum umumnya diimpor. Pengadilan, dalam keputusannya, menganggap pembatasan menjadi berubah-ubah, dan merupakan diskriminasi 'arbiter' (sewenang-wenang).[93] Sementara pada perkara Commission v United Kingdom, tentang penyakit Newcastle; Britania Raya melarang impor unggas dan produk-produk unggas dari negara-negara yang tidak memiliki kebijakan penyembelihan unggas terkait penyakit Newcastle. Britania Raya berusaha membenarkan hal ini atas dasar 'kesehatan'.[93] Sementara bukti menunjukkan bahwa metode lain dalam pengendalian penyakit, sama efektifnya, dan larangan tersebut diberlakukan setelah adanya tekanan dari produsen unggas Britania Raya terkait; dengan meningkatnya kalkun yang diimpor dari Prancis. Selanjutnya, ketika importir Prancis memenuhi persyaratan Britania Raya, pembatasan tambahan diberlakukan. ECJ menyimpulkan bahwa pembatasan Britania Raya tersebut merupakan 'pembatasan terselubung perdagangan'.[93] Perjanjian EC Pasal 30, secara implisit mengemukakan prinsip umum proporsionalitas yang berlaku di setiap ukuran, di mana negara anggota mengklaim pembenaran, misalnya dalam perkara Commission v United Kingdom tentang susu UHT, persyaratan 'proporsionalitas mengharuskan langkah-langkah yang tidak lebih dari sekedar yang diperlukan untuk mencapai tujuan tertentu.[94]

Pembatasan ekspor/impor

Ketentuan Pasal 28 dan 29 tidak menghalangi larangan atau pembatasan impor, ekspor atau barang yang sedang transit, yang dibenarkan atas dasar: moralitas publik; keamanan atau kebijakan publik; perlindungan kesehatan dan kehidupan manusia, hewan atau tumbuhan; perlindungan harta nasional; dan perlindungan properti industri dan komersial.[93] Namun, pasal-pasal tersebut memberikan daftar alasan-alasan tertutup, di mana suatu negara anggota dapat mengklaim pengecualian dari larangan yang tersedia. Pengadilan secara umum menyatakan keengganannya dalam mempertimbangkan perpanjangan dasar-dasar ini, karena melihat hal ini sebagai masalah legislasi.[95] Pada perkara Henn dan Darby, para terdakwa dituduh oleh otoritas Britania Raya yang secara ilegal mengimpor materi pornografi. Pada pembelaannya, mereka berpendapat bahwa aturan Britania Raya melanggar Perjanjian EC Pasal 28. ECJ menemukan bahwa larangan pornografi Britania Raya dibenarkan di bawah Pasal 30, karena setiap negara anggota berhak menentukan standar moralitas publik yang ada di dalam wilayahnya sendiri.[95] Sementara di Conegate Ltd., terdakwa mengimpor semacam 'boneka cinta' hidup ke Britania Raya. Boneka-boneka tersebut disita dan, diperdebatkan bahwa aturan Britania Raya merupakan ancaman bagi perdagangan.[95] Aturan Britania Raya tidak mengandung larangan yang sama pada pembuatan domestik 'boneka cinta', meskipun Pengadilan mengulangi dicta Henn dan Darby, peraturan ini menunjukkan bahwa negara anggota tidak dapat bergantung pada Pasal 30; 'ketika undang-undangnya tidak mengandung larangan pembuatan atau pemasaran barang-barang yang sama di wilayahnya'.[95] Oleh sebab itu, negara-negara anggota bebas menentukan standar moral dalam negara mereka sendiri, tetapi mereka tidak boleh menempatkan beban yang lebih ketat pada barang-barang nondomestik; yang mereka lakukan pada barang-barang yang diproduksi secara nasional.[95] Perjanjian EC Pasal 94 dan 95 mengatur harmonisasi aturan perdagangan di dalam Komunitas. Supaya pasar yang terintegrasi dapat tercipta, Komunitas mengakui bahwa aturan-aturan perdagangan di dalam negara-negara anggota harus diselaraskan.[96] Sebagai pengakuan atas pentingnya prinsip ini, Komisi menetapkan bahwa, 'Setiap produk yang diimpor dari negara anggota lain pada prinsipnya harus diterima di wilayah negara anggota pengimpor jika telah diproduksi secara sah, yaitu sesuai dengan peraturan dan proses pembuatan yang lazim dan secara tradisional diterima di negara pengekspor, serta dipasarkan di wilayah lain.[97] Dengan mengikuti perkembangan prinsip saling pengakuan, 'pendekatan baru' untuk mengharmoniskan perundang-undangan, dengan undang-undang yang kini perlu didefinisikan, tidak lebih dari persyaratan esensi atas kesehatan dan keselamatan dari suatu produk.[97] Pelarangan biaya dan langkah-langkah yang dikenakan oleh negara anggota mampu memiliki pengaruh pada pergerakan bebas atas barang-barang di dalam Komunitas.[98]

Pekerja

Pada awalnya bebas bergerak bagi orang-orang dipandang sebagai elemen penting dalam mencapai pasar umum, persepsi terkini cenderung melihat kebebasan ini sebagai hak fundamental yang diberikan pada semua warga negara Uni Eropa.[99] Padahal, ketentuan Perjanjian tentang bebas bergerak warga negara, pada dasarnya merupakan ekspresi khusus Pasal 12 (dulu Pasal 6), yang menyatakan bahwa 'dalam lingkup Perjanjian ini, dan tanpa mengurangi ketetuan khusus yang terkandung di dalamnya, diskriminasi apa pun atas dasar kewarganegaraan adalah terlarang'. Prinsip ini diterapkan pada kebebasan bergerak bagi pekerja dan 'kebebasan mendirikan', serta secara bertahap hukum perkara tersebut di Pengadilan berdasar ketentuan-ketentuan yang datang untuk mengembangkan gagasan kewarganegaraan Eropa (kemudian dikonfirmasi oleh TEU). Aturan nondiskriminasi merupakan salah satu prinsip umum yang membentuk sumber hukum Komunitas yang sah.[99] Aturan dasar tentang kebebasan bergerak bagi pekerja ditetapkan dalam Perjanjian EC Pasal 39–42 (dulu Pasal 48-51). Ketentuan mendasar ini tidak hanya mengatur prinsip bebas bergerak, tetapi juga menetapkan berbagai hak yang mendampingi prinsip tersebut, seperti kesetaraan perlakuan dengan tujuan pekerjaan dan cakupan hak berpindah dan menetap di bagian Komunitas manapun; yang tunduk pada kemungkinan penerapan 'pengecualian' atas kebijakan publik. Pasal 40 (dulu Pasal 49) mengharuskan lembaga-lembaga Komunitas mengadopsi undang-undang positif, di luar kebebasan bergerak bagi pekerja, berdasarkan kenyataan praktis.[99] Perjanjian EC Pasal 41 (dulu Pasal 50) mendorong pertukaran pekerja muda, dan Pasal 42 (dulu Pasal 51) terkait ketentuan pengalihan manfaat jaminan sosial.[99]

Lingkup istilah ‘pekerja’

Prinsip bebas bergerak berlaku bagi semua pekerja dari negara-negara anggota. Namun, istilah 'warga negara' berbeda dengan istilah 'pekerja' pada tujuan Perjanjian EC Pasal 39 (dulu Pasal 48).[100] Pengadilan menentukan arti dan cakupan istilah ini.[99] Pengadilan mengeluarkan pernyataan prinsip umum bahwa peraturan bebas bergerak bagi pekerja hanya mencakup bebas bergerak bagi orang-orang 'yang mengejar atau berkeinginan mengejar kegiatan ekonomi'.[101] Pengadilan dalam serangkaian keputusan, mengidentifikasi kondisi-kondisi yang dilakukan dan kondisi-kondisi yang tidak termasuk dalam ruang lingkup definisi ini.[101] ECJ menghadapi sejumlah perkara khusus di mana seseorang mengklaim status 'pekerja', meskipun dia hanya berharap bekerja. Contoh ini yang terjadi pada perkara R v IAT ex p Antonissen; di mana seorang warga negara Belgia datang ke Britania Raya untuk mencari pekerjaan. Lebih dari enam bulan kemudian, dia masih belum berhasil menemukan pekerjaan. Hal ini mendorong menteri dalam negeri mengeluarkan perintah deportasi terhadapnya. Pengadilan memutuskan bahwa undang-undang domestik mengharuskan warga negara asing supaya pergi setelah enam bulan sia-sia mencari kerja, tunduk pada banding yang sesuai dengan hukum Komunitas, kecuali orang yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa dirinya ada untuk mencari pekerjaan, dan memiliki kesempatan asli atas penawaran pekerjaan. Namun, Pengadilan mencoba beralih dengan merujuk pengadilan tentang tanggung jawab menilai aturan nasional dalam ketentuan Komunitas.[102] Setelah diterima sebagai pekerja migran yang sah, orang yang bersangkutan dapat menikmati hak yang sama seperti halnya pekerja dari kelompok warga asli. Lembaga-lembaga Komunitas mengeluarkan sejumlah instrumen undang-undang yang memberikkan substansi pada prinsip nondiskriminasi. Hal ini mencakup hak masuk dan tempat tinggal; akses ke dalam kondisi kerja; dan hak tetap berada di wilayah negara majikan setelah pekerjaannya berakhir.[102]

Hak masuk dan tinggal

Direktif 68/36010 diadopsi oleh Dewan untuk menghapus pembatasan hak bebas bergerak dan tempat tinggal warga negara.[102] Hak-hak yang terlibat tidak sepenuhnya bergantung pada negara anggota tuan rumah. Negara-negara anggota juga harus memberi warga negara hak meninggalkan wilayah untuk bekerja di tempat lain di dalam Perjanjian Uni Eropa (Pasal 2(1)).[103] Hak ini diberikan dengan bentuk penerbitan kartu identitas atau paspor yang sah. Negara-negara anggota harus mengeluarkan kartu identitas atau paspor yang sah tersebut kepada warga negaranya (Pasal 2(2)), dan berlaku bagi semua negara anggota dan negara-negara, di mana Komunitas nasional dapat melakukan perjalanan antarnegara anggota (Pasal 2(3)); mengingat untuk melakukan perjalanan ke negara anggota Uni Eropa, terkadang harus melewati negara ketiga (misalnya dari Italia ke Swedia, atau hampir di wilayah mana saja di dalam Komunitas ke Yunani).[103]

Selain itu, akses kondisi kerja Perjanjian EC Pasal 39(2) (dulu Pasal 48(2)) mengharuskan negara anggota menghapus semua diskriminasi berdasarkan kebangsaan mengenai pekerjaan, upah, dan ketentuan ketenagakerjaan lainnya. Untuk tujuan ini, Peraturan 1612/68 diadopsi. Ketentuan utama terkandung dalam Bagian I, yang terbagi menjadi tiga Judul,[103] yaitu: Judul I yang berkaitan dengan kelayakan pekerjaan, di mana setiap warga negara Komunitas, terlepas dari tempat tinggalnya, dapat mengambil dan mengejar pekerjaan di negara anggota lainnya sesuai dengan aturan yang berlaku; sehingga, ia memiliki prioritas yang sama dengan warga negara tuan rumah; Judul II yang menetapkan aturan tentang ketenagakerjaan dan perlakuan yang sama, bahkan mencakup kondisi-kondisi yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan; dan Judul III menyangkut keluarga pekerja, di mana pekerja migran dapat ditemani oleh pasangannya dan kerabat terdekat mereka, apapun kebangsaan mereka, dan negara anggota harus memfasilitasi penerimaan mereka.[104]

Hak tidak dirugikan

Seorang pekerja menggunakan hak bebas bergerak di Uni Eropa dengan tinggal dan bekerja di negara anggota lain, maka negara di mana dia berada tidak boleh memaksakan kerugian apapun pada orang tersebut atas apa-apa yang diakibatkannya. Dengan demikian seseorang tersebut dapat mengambil keuntungan atas hak bebas bergerak ini.[105] Hal ini merupakan hasil keputusan Pengadilan yang memberikan putusan awal dalam sengketa kewarganegaraan Belanda dan otoritas fiskal Belanda. Penggugat telah bekerja di Britania Raya untuk jangka waktu tertentu. Saat kembali ke Belanda, dia diminta membayar otoritas pajak domestik terkait dengan tahun kembalinya, dan kontribusi jaminan sosialnya melebihi dari apa yang peraturan nasional tetapkan bagi penduduk, dengan mempertimbangkan penghasilan yang dia miliki selama di Britania Raya, yang belum tunduk pada pajak penghasilan Belanda.[105]

Pengadilan menyatakan bahwa setiap warga negara Uni Eropa terlepas dari tempat tinggal atau kebangsaannya, dapat melaksanakan hak bebas bergerak bagi pekerja, dan bagi yang telah dipekerjakan di negara anggota lainnya jatuh dalam ruang lingkup ketentuan hukum Komunitas yang relevan.[105] Perjanjian EC Pasal 39 (dulu Pasal 48) juga melarang negara anggota memindahkan kediaman pekerja dalam satu tahun dari satu negara anggota ke negara lain untuk mengambil pekerjaan di sana, kontribusi jaminan sosial yang lebih besar dibandingkan dengan yang akan dibayarkan oleh seorang pekerja, yang terus berada di sepanjang tahun di negara anggota, di mana apabila bukan warga negara, maka tidak berhak pula atas manfaat tambahan.[105]

Hak menetap

Berdasarkan Peraturan 1251/70, negara anggota tidak boleh menyuruh pekerja migran meninggalkan negara setelah pekerjaan mereka berakhir karena pensiun atau karena ketidakmampuan. Pekerja pensiunan memperoleh hak ini, dan terus tinggal setelah mereka mencapai usia yang ditetapkan untuk hak pensiun usia lanjut.[105] Pekerja yang tidak mampu memperoleh hak ini setelah dipekerjakan di negara tuan rumah selama minimal dua belas bulan, serta tinggal di sana selama setidaknya tiga tahun (Pasal 2(1)). Anggota keluarga pekerja yang pensiun atau tidak mampu, berhak menetap di negara tuan rumah, bahkan setelah kematian pekerja tersebut (Pasal 3(1)).[106]

Keterangan

  1. ^ Pada 29 Mei 2005 Prancis menolak dokumen Konstitusi Euro di dalam referendum nasional, kemudian diikuti oleh Belanda pada 1 Juni 2005, sehingga menghentikan proses ratifikasi, yang akhirnya mengarah pada pengabaian Konstitusi Eropa. Namun, perwakilan negara-negara yang mempersiapkan keanggotaan Uni Eropa, seperti Bulgaria dan Rumania, serta Turki yang akan bergabung dengan Komunitas, menandatangani Akta Akhir Konstitusi. Masing-masing Negara Anggota Uni Eropa memulai proses ratifikasi Konstitusi Euro. Perjanjian ini mencabut Perjanjian Komunitas Eropa dan Perjanjian Uni Eropa, serta semua dokumen mengubah dan melengkapi kontrak-kontrak perjanjian ini.[13]
  2. ^ Selengkapnya, lihat Konvensi Wina 1969, Pasal 5 tentang aplikasi instrumen konstituen organisasi internasional.[35]
  3. ^ Diskusi lebih lanjut tentang pengujian yudisial oleh Mahkamah Konstitusi dapat dilihat dalam (Tushnet 2006).
  4. ^ Penjelasan lebih lanjut tentang pengujian yudisial di dalam hukum Uni Eropa, dapat dilihat pada (Mark 1998),(O’Keeffe & Bavasso (eds.) 2000), (Schermers & Waelbroeck 2001), dan (Angela 2007).
  5. ^ Mahkamah Eropa untuk Peradilan Komunitas Eropa terdiri dari Pengadilan, Pengadilan Tingkat Pertama (CFI) dan Pengadilan Dinas Sipil. Istilah Mahkamah Eropa merujuk pada ECJ, bergantung konteks yang digunakan, Mahkamah Peradilan Komunitas Eropa adalah istilah umum bagi ketiga bentuk Pengadilan, atau merujuk hanya bagi Pengadilan saja. Istilah Pengadilan Komunitas seringkali digunakan dalam merujuk pada Pengadilan dan Pengadilan Tingkat Pertama (CFI). Istilah 'Pengadilan' (Courts) mengacu pada 'Pengadilan' ("Courts of Justice") sebagai salah satu Pengadilan Komunitas.[70]
  6. ^ Deskripsi tentang model federalisme eksekutif klasik dapat dilihat di dalam Lenaerts (1991), hlm. 11-35, dan (Catalogue sciencespo 2003).

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ a b c Kaczorowska 2009, hlm. 206.
  2. ^ a b c d e f g h European Commission 2018a.
  3. ^ a b European Commission 2018b.
  4. ^ Kaczorowska 2009, hlm. 132.
  5. ^ a b Cairns 2002, hlm. 10.
  6. ^ Kaczorowska 2009, hlm. 170.
  7. ^ a b c d e f g h European Commission 2018c.
  8. ^ a b c Davies 2003, hlm. 47-48.
  9. ^ a b c Klaus-Dieter 2000, hlm. 22.
  10. ^ a b Klaus-Dieter 2000, hlm. 22-24.
  11. ^ a b c d e f Cairns 2002, hlm. 13.
  12. ^ Hodges 1972, hlm. 44-45.
  13. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v Europejskiportal 2018.
  14. ^ a b c d e f g h i j Wiseinternational 2018.
  15. ^ a b c Cairns 2002, hlm. 14-15.
  16. ^ a b c d e McIver 2011, hlm. 3.
  17. ^ Philpott 2016, hlm. 1.
  18. ^ Damian & Giorgio 2010, hlm. 9.
  19. ^ Damian & Giorgio 2010, hlm. 11.
  20. ^ Schwartz 1986, hlm. 369.
  21. ^ a b c d e f g Cairns 2002, hlm. 15.
  22. ^ Cairns 2002, hlm. 16.
  23. ^ European Commission 1963.
  24. ^ Cairns 2002, hlm. 16-17.
  25. ^ a b Cairns 2002, hlm. 17.
  26. ^ McIver 2011, hlm. 3-4.
  27. ^ Cairns 2002, hlm. 17-18.
  28. ^ Cairns 2002, hlm. 19.
  29. ^ Cairns 2002, hlm. 19-20.
  30. ^ Cairns 2002, hlm. 20.
  31. ^ TFEU, Pasal 293-294.
  32. ^ Schütze 2012, hlm. 47-79.
  33. ^ Law 2013, hlm. E104.
  34. ^ Bundesverfassungsgericht 2009.
  35. ^ a b c d e Klaus-Dieter 2000, hlm. 18.
  36. ^ Arnull 1990, hlm. 683-708.
  37. ^ Tillotson 2003, hlm. 67.
  38. ^ a b Union 2012, hlm. 12.
  39. ^ TEU, Pasal 17
  40. ^ TFEU, Pasal 294
  41. ^ Tokar 2001, hlm. 1.
  42. ^ a b Klaus-Dieter 2000, hlm. 18-20.
  43. ^ Klaus-Dieter 2000, hlm. 20.
  44. ^ a b c Klaus-Dieter 2000, hlm. 21.
  45. ^ a b McIver 2011, hlm. 5.
  46. ^ Klaus-Dieter 2000, hlm. 24.
  47. ^ TEU, Pasal 6(2)
  48. ^ Craig & De Búrca 2011, hlm. 439.
  49. ^ a b Craig & De Búrca 2011, hlm. 440.
  50. ^ Grey 1973, hlm. 3.
  51. ^ a b Craig & De Búrca 2011, hlm. 441.
  52. ^ European Commission 2001, hlm. 10.
  53. ^ a b c Craig & De Búrca 2011, hlm. 441-442.
  54. ^ TFEU Pasal 289, 293 (1) dan (2)
  55. ^ Craig & De Búrca 2011, hlm. 443-444.
  56. ^ Craig & De Búrca 2011, hlm. 444.
  57. ^ a b c d Davies 2003, hlm. 61.
  58. ^ a b c d e Davies 2003, hlm. 62.
  59. ^ a b c Davies 2003, hlm. 62-63.
  60. ^ a b Tillotson 2003, hlm. 197.
  61. ^ Kaczorowska 2009, hlm. 248.
  62. ^ a b Davies 2003, hlm. 63.
  63. ^ Davies 2003, hlm. 64.
  64. ^ a b c Davies 2003, hlm. 65.
  65. ^ a b c Kaczorowska 2009, hlm. 249.
  66. ^ Davies 2003, hlm. 66.
  67. ^ Gavison 2011, hlm. 216.
  68. ^ a b c d Alexander 2009, hlm. 1.
  69. ^ De Smith 1995, hlm. 1.
  70. ^ a b c d e f g Alexander 2009, hlm. 2.
  71. ^ J. H. H. & N. J. S. 2006, hlm. 66.
  72. ^ Alexander 2009, hlm. 173..
  73. ^ Craig 2008, hlm. 128-135.
  74. ^ Cvce 1988.
  75. ^ a b c d e Alexander 2009, hlm. 5.
  76. ^ a b European Commission 2004b.
  77. ^ a b Alexander 2009, hlm. 7.
  78. ^ TEU dan TFEU, Dokumen Dewan 6655/08, 15 April 2008
  79. ^ a b c Cairns 2002, hlm. 89.
  80. ^ a b Cairns 2002, hlm. 89-90.
  81. ^ European Commission 2000, hlm. 15-16.
  82. ^ a b Cairns 2002, hlm. 91.
  83. ^ Cairns 2002, hlm. 91-93.
  84. ^ Jans 2007, hlm. 418.
  85. ^ Eurostat, Tabel 1
  86. ^ a b c d e Davies 2003, hlm. 87.
  87. ^ Tillotson 2003, hlm. 261.
  88. ^ a b c Tillotson 2003, hlm. 261-262.
  89. ^ Tillotson 2003, hlm. 263.
  90. ^ a b Davies 2003, hlm. 86.
  91. ^ Davies 2003, hlm. 89-90.
  92. ^ a b Davies 2003, hlm. 91.
  93. ^ a b c d e Davies 2003, hlm. 97.
  94. ^ Davies 2003, hlm. 97-98.
  95. ^ a b c d e Davies 2003, hlm. 98.
  96. ^ Davies 2003, hlm. 100.
  97. ^ a b Davies 2003, hlm. 101.
  98. ^ Davies 2003, hlm. 102.
  99. ^ a b c d e Cairns 2002, hlm. 183.
  100. ^ Cairns 2002, hlm. 183-184.
  101. ^ a b Cairns 2002, hlm. 184.
  102. ^ a b c Cairns 2002, hlm. 185-186.
  103. ^ a b c Cairns 2002, hlm. 186.
  104. ^ Cairns 2002, hlm. 187.
  105. ^ a b c d e Cairns 2002, hlm. 187-188.
  106. ^ Cairns 2002, hlm. 188-189.

Daftar pustaka

Buku

Jurnal ilmiah

Laman web

Bacaan lanjut

Pranala luar