Stasiun Bogor

stasiun kereta api di Indonesia

Stasiun Bogor (BOO)—pada masa kolonial Belanda bernama Station Buitenzorg—adalah stasiun kereta api kelas besar tipe A yang terletak di Cibogor, Bogor Tengah, Bogor. Stasiun yang terletak pada ketinggian +246 meter ini termasuk dalam Daerah Operasi I Jakarta. Stasiun yang dibangun pada tahun 1881 ini menjadi stasiun terminus untuk perjalanan KRL Commuter Line yang melayani kawasan Jabodetabek, yakni menuju Stasiun Jakarta Kota, Stasiun Angke, Stasiun Kampung Bandan, dan Stasiun Jatinegara. Stasiun Bogor memiliki delapan jalur kereta api dengan jalur 3 sebagai sepur lurus jalur ganda arah Jakarta Kota-Manggarai dan juga jalur tunggal arah Cianjur-Padalarang serta jalur 5 sebagai sepur lurus jalur ganda dari arah Manggarai-Jakarta Kota.

Stasiun Bogor

Stasiun KA Bogor
Lokasi
  • * Jalan Nyi Raja Permas nomor 1 (pintu sebelah timur, akses terbatas bukan untuk umum)
Koordinat6°35′38.68″S 106°47′26.96″E / 6.5940778°S 106.7908222°E / -6.5940778; 106.7908222
Ketinggian+246 m
Operator
Letak
Jumlah peron7 (satu peron sisi yang agak rendah, dua peron pulau yang agak tinggi, satu peron pulau yang agak rendah, dua peron pulau yang tinggi, dan satu peron sisi yang cukup tinggi; tidak ada peron pulau di antara jalur 5 dan 6 serta jalur 7 dan 8)
Jumlah jalur8
  • jalur 3: sepur lurus jalur ganda arah hulu (dari Jakarta Kota-Manggarai) dan juga jalur tunggal arah Cianjur-Padalarang
  • jalur 5: sepur lurus jalur ganda arah hilir (ke Manggarai-Jakarta Kota)
LayananKRL Commuter Line
Konstruksi
Jenis strukturAtas tanah
Akses difabelYa
Gaya arsitekturIndische, Neoklasik
Informasi lain
Kode stasiun
KlasifikasiBesar tipe A[2]
Sejarah
Dibuka1881
Nama sebelumnyaBuitenzorg
Operasi layanan
Stasiun sebelumnya     Stasiun berikutnya
Terminus Templat:KRL Jabodetabek lines
Templat:KRL Jabodetabek lines
Fasilitas dan teknis
FasilitasParkir Jalur difabel Musala Toilet Area merokok Galeri ATM 
Lokasi pada peta
Peta
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Sejarah

 
Stasiun Bogor tempoh doeloe

Stasiun ini merupakan bangunan yang terdiri atas dua bangunan yang berdampingan. Bangunan utamanya adalah bangunan area masuk ke stasiun, lobi, kantor administrasi, tempat penjualan tiket dan fasilitas lainnya. Sementara itu, bangunan keduanya adalah bangunan kanopi yang menaungi peron dan dua jalur kereta api.[3]

Stasiun Bogor dibangun oleh Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij pada tahun 1872 sebagai titik akhir jalur kereta api Batavia-Weltevreden-Depok-Buitenzorg.[3] Stasiun ini dibuka untuk pertama kalinya untuk umum pada 31 Januari 1873. Tidak kurang dari 40 tahun pertama, stasiun ini dikelola oleh Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij, dan baru pada tahun 1913 dibeli oleh SS termasuk jalurnya.[3] Tahun 1881 dibangun stasiun baru. Sepanjang 1881-1883 SS melanjutkan pembangunan jalur kereta api dari Bogor-Sukabumi dan hingga 1887 terhubung hingga Tugu Yogyakarta.[4]

Dahulu, sebuah lapangan luas bernama Taman Wilhelmina pernah menjadi bagian dari stasiun Bogor.[4]

Pada ruang VIP berdiri monumen prasasti dari marmer setinggi 1 meter. Monumen ini sebagai simbol tanda ucapan selamat pagi dari para karyawan SS kepada David Maarschalk yang memasuki masa pensiun atas usahanya mengembangkan jalur kereta api di Jawa. Prasasti ini dibuat sebagai pengganti patung David Maarschalk yang dulunya berada di tempat prasasti ini.[3]

Renovasi stasiun pernah dilakukan oleh Kementerian Perhubungan tahun 2009. Bangunan stasiun yang bertuliskan "1881" ini, yang menghadap Jalan Nyi Raja Permas Raya (Taman Topi) ini akhirnya tidak difungsikan sebagai pintu masuk stasiun untuk umum. Kini bangunan stasiun dipindah menghadap Jalan Mayor Oking.[4]

Bangunan dan tata letak

Pada dasarnya, stasiun ini terbagi atas dua bangunan yang saling berdampingan. Bangunan utamanya adalah berupa, area masuk stasiun, lobi, kantor administrasi, tempat penjualan tiket dan fasilitas lainnya. Bangunan lainnya adalah bangunan kanopi yang menaungi peron dan dua jalur kereta api. Bangunan utama stasiun yang ada saat ini, diresmikan sejak 1881 dan tidak banyak berubah sampai sekarang [3].

Stasiun ini bergaya Eropa dengan berbagai motif. Misalnya ada yang bermotif geometris awan, kaki-kaki singa, dan relung-relung bagian lantai. Gaya desain ini merupakan gaya dengan nuansa kental Yunani Klasik namun dengan campuran, yaitu memiliki bentuk simetris dan serba persegi.[3] Pada masanya, (1880 - 1889), bangunan seperti ini menjadi tren di Hindia Belanda.[3] Arsitektur bangunan utama menampilkan ciri khas dari gaya arsitektur Indische Empire dengan bentuk massa bangunan yang simetris dengan pintu masuk dan lobi utama bergaya Neo-Klasik [3]

Kesan anggun dari stasiun ini tercipta dari bentuk atap pelana dengan bentuk segitiga dan gerbang melengkung pada fasad depan bangunan. Sedangkan pada bagian belakangnya, berupa dinding plesteran dengan ornamen garis-garis serta akhiran cornice pada bagian atas berpola lekukan-lekukan kecil yang menurut istilah arsitektur klasik disebut sebagai guttae, membingkai atap jurai di atasnya. Pintu dan jendela memiliki penutup kayu yang akhirnya memperkuat kesan klasik dari bangunan ini. Sedangkan pada bangunan di emplasemen, berupa struktur atap bentang lebar dengan rangka baja dan penutup atap plat besi gelombang [3].

Stasiun ini memiliki dua lantai. Desain tangga kayu meliuk-liuk menghubungkan lantai 1 dengan lantai 2. Karakteristik bangunan utama khas dengan gaya Indische Empire sedangkan pada lobi bergaya Neoklasik.[3]

Indische Empire adalah gaya arsitektur era kolonial Belanda di Indonesia yang berkembang sekitar abad 18 dan 19. Gaya ini terlahir dari gaya hidup orang Eropa di Indonesia. Bangunan-bangunan dengan gaya ini berupa adaptasi aliran Neoklasik yang populer di Eropa pada masa itu dengan kondisi iklim dan bahan bangunan setempat. Bangunan-bangunan dengan gaya ini bercirikan umum adalah mempergunakan kolom-kolom dorik pada teras depan dan halaman yang luas.[3]

Neo Klasik yang juga disebut sebagai New Classicism adalah pergerakan aliran arsitektur di Eropa dan Amerika yang dimulai pada pertengahan abad ke-18. Gaya ini terinspirasi oleh reruntuhan arsitektur Yunani Klasik dan terutama Romawi.

Desain atap emplasemen (kanopi/overkapping) membentang lebar dengan rangka baja dan penutup atap dengan besi bergelombang. Atapnya sendiri merupakan atap pelana dan memilik bentuk segitiga dan gerbang lengkung. Pada bagian belakang dinding plesteran, terdapat ornamen garis-garis serta akhiran cornice (Hiasan pada tepian dan sudut bagian atas tembok, pilar atau gedung berupa profil ukiran atau molding yang menonjol ke luar sebagai akhiran dinding)[3] pada bagian atas berpola lekukan-lekukan kecil yang dinamakan guttae (dalam istilah arsitektur klasik berarti membingkai atap jurai di atasnya).[3] Sedangkan Molding atau Moulding sendiri adalah garis/kontur dekoratif berbentuk permukaan datar atau melengkung, cekung atau menjorok keluar yang dipergunakan untuk hiasan dinding, batu atau kayu.[3]

Layanan kereta api

 
Tiga macam kereta rel listrik di Stasiun Bogor. [kiri ke kanan]: KRL Rheostatik mild steel buatan Jepang tahun 1983/1984, KRL Holec buatan Belanda/Belgia/PT Inka 1996, dan KRL Rheostatik stainless steel buatan 1986/1987

Stasiun ini disibukkan oleh komuter (penglaju) dari Bogor menuju ke Jakarta. Saat ini stasiun ini melayani dua layanan KRL Commuter Line; Yellow Line/Jakarta Loopline ke Stasiun Angke, Kampung Bandan, sampai dengan Jatinegara, serta Red Line ke Stasiun Jakarta Kota.

Selain melayani kereta komuter menuju Jakarta, Stasiun Bogor juga menjadi tempat langsiran Kereta api Pangrango yang diberangkatkan dari Stasiun Bogor Paledang yang berjarak 200 meter di sebelah selatan Stasiun Bogor untuk melayani rute Cianjur-Sukabumi-Bogor. Langsiran tersebut dilakukan di Stasiun Bogor karena Stasiun Bogor Paledang hanya memiliki satu jalur.

Langsiran

Pangrango: dari dan tujuan Sukabumi via Bogor Paledang (eksekutif dan ekonomi AC)

KRL/CommuterLine Jabodetabek

Antarmoda pendukung

Jenis angkutan umum Trayek Tujuan
Angkot[5] 01 Perumahan Yasmin–Cipinang Gading (turun di Jalan Mayor Oking)
08 Terminal Merdeka–Taman Pajajaran (turun di Jalan Mayor Oking)
10 Cimanggu Permai–Pasar Anyar (turun di Jalan Mayor Oking)
11 Curug–Taman Cimanggu–Pasar Anyar
12 Bubulak–Pabuaran–Cimanggu–Pasar Anyar
16 Stasiun Bogor–Bubulak, p.p.
29 Terminal Medeka–Pabuaran

Galeri

Referensi

  1. ^ Subdit Jalan Rel dan Jembatan (2004). Buku Jarak Antarstasiun dan Perhentian. Bandung: PT Kereta Api (Persero). 
  2. ^ a b Buku Informasi Direktorat Jenderal Perkeretaapian 2014 (PDF). Jakarta: Direktorat Jenderal Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan Indonesia. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 1 Januari 2020. 
  3. ^ a b c d e f g h i j k l m n Murti Hariyadi, Ibnu; Basir, Ekawati; Pratiwi, Mungki Indriati; Ubaidi, Ella; Sukmono, Edi (2016). Arsitektur Bangunan Stasiun Kereta Api di Indonesia. Jakarta: PT. Kereta Api Indonesia (Persero). hlm. 1 – 14. ISBN 978-602-18839-3-8. 
  4. ^ a b c Majalah KA Edisi Agustus 2014
  5. ^ Wiguna, Alfiar. "Pemerintah Kota Bogor". kotabogor.go.id. Diakses tanggal 2018-06-27. 

Lihat pula

Pranala luar

Stasiun sebelumnya     Lintas Kereta Api Indonesia   Stasiun berikutnya
Templat:KAI lines

6°35′39″S 106°47′27″E / 6.5942707°S 106.7908108°E / -6.5942707; 106.7908108{{#coordinates:}}: tidak bisa memiliki lebih dari satu tag utama per halaman