Notoprojo

Revisi sejak 6 Desember 2018 09.00 oleh AABot (bicara | kontrib) (Bot: Perubahan kosmetika)

Kanjeng Pangeran Haryo (K.P.H.) Notoprojo, juga dikenal sebagai Ki Tjokrowasito, K.R.T. Wasitodipuro, K.R.T. Wasitodiningrat, di antara nama-nama lainnya (terlahir Wasi Jolodoro, 17 Maret 1909 – 30 Agustus 2007 - umur 104 menurut Kalender Jawa), adalah seorang empu (tokoh ahli) karawitan dan salah satu seniman gamelan Jawa yang paling dihormati.

K.P.H. Notoprojo
K. P. H. Notoprojo
K. P. H. Notoprojo
Informasi latar belakang
Nama lahirWasi Jolodoro
Nama lainKi Cokrowasito
K.R.T. Wasitodipuro
K.R.T. Wasitodiningrat
Lahir(1909-03-17)17 Maret 1909
Belanda Yogyakarta, Hindia Belanda
GenreGamelan, Musik Rakyat, Tradisional
PekerjaanMusisi karawitan, Komposer, Dosen, Penata Sendratari
InstrumenGamelan, Rebab, Saron, Kendhang, Bonang
Tahun aktif1934 - 1992
LabelNonesuch Records, CMP Records
Artis terkaitOrkes Gamelan Pura Paku Alaman, Daya Pradangga, Mardi Wirama

Dia memimpin gamelan Pura Paku Alaman serta gamelan untuk Radio Republik Indonesia Yogyakarta, dan mengajar gamelan di universitas-universitas di seluruh dunia. Ia juga adalah seorang komposer dan pemain rebab terkenal. Ia terkenal dengan karya komposisi gamelannya yang merakyat seperti "Kuwi Opo Kuwi", "Gugur Gunung" dan "Modernisasi Desa".[1]

Berbagai penghargaan pernah ia raih termasuk dari UNICEF pada 2002. Pada 9 Maret 2004, ia menerima Penghargaan Nugraha Bhakti Musik Indonesia, sebuah penghargaan karya musik yang hanya diterima sedikit musisi di Indonesia.

Nama

Dia telah dikenal dengan sejumlah besar nama, sesuai dengan berbagai gelar penghargaan yang ia terima. Ia dilahirkan dengan nama Wasi Jolodoro. Nama Tjokrowasito didapatkannya setelah tiga tahun magang sebagai calon abdi dalem Langen Praja di Pura Pakualaman (1925–1927) dan pada tahun 1932 diangkat menjadi abdi dalem dengan nama Raden Bekel Tjokrowasito ("Cokrowasito" dalam EYD) [2], dan dikenal sebagai Pak Cokro.

Setelah ia menjadi mahir dan terkenal dalam bidang musiknya, teman-temannya memanggilnya Ki Tjokrowasito ("Ki" adalah gelar penghormatan tak resmi dalam budaya Jawa). Pada tahun 1960-an, Kraton Paku Alaman memberinya gelar Kanjeng Raden Tumenggung Wasitodipuro karena kontribusi kesenian dan ketenarannya. Kemudian, ia dihormati sebagai Kanjeng Raden Tumenggung Wasitodiningrat. Pada tahun 2001 ia secara resmi diakui sebagai anak kandung Paku Alam VII, dan saudara seayah dari Paku Alam VIII, dan mendapat gelar mirip dengan Pangeran, yaitu Kanjeng Pangeran Haryo Notoprojo.

Kehidupan dan karier

Dia dilahirkan di Yogyakarta, Indonesia. Ia dibesarkan di Pura Paku Alaman, dan mulai belajar gamelan pada usia lima tahun dari ayah legalnya, RW Padmowinangum, yang memimpin gamelan istana. Pendidikan formalnya diperoleh di sekolah menengah Taman Siswa, dan diperkaya oleh studi di istana.

Selain bermain di gamelan Kraton Paku Alaman, ia bermain dengan kelompok-kelompok gamelan ternama lainnya, seperti Daya Pradangga, dan menjabat sebagai direktur musik gamelan di stasiun radio MAVRO (Mataramsche Vereeniging Radio Omroep) dari tahun 1934, Radio Hosokyoku dari 1942-1945 selama pendudukan Jepang di Indonesia, dan RRI Yogyakarta setelah kemerdekaan. Dia mendapat kesempatan untuk mengajar karawitan di luar negeri sejak tahun 1953, dan bekerja di beberapa negara. Dia mengajar di Konservatori Tari Indonesia dan Akademi Seni Tari Indonesia, dan mendirikan sekolah untuk studi musik vokal, Pusat Olah Vokal Wasitodipuro.

Ia mengambil alih kepemimpinan gamelan Pura Pakualaman dari ayahnya pada tahun 1962. Gaya musik dari gamelan Pura Paku Alaman berbagi unsur-unsur tradisional yang mirip dengan gamelan Kesultanan Yogyakarta, dan dipengaruhi adanya persilangan budaya dengan Kraton Kasunanan di Surakarta Solo. Notoprojo, setelah residensi yang diperpanjang di Solo, memperkaya proses persilangan musik gamelan ini, mungkin ke titik di mana karakter dan gaya gamelan Pura Paku Alaman bisa terdengar sebagian besar seperti gamelan Solo.

Dia menggubah musik untuk genre baru Sendratari (tari drama) pada tahun 1960, termasuk pertunjukan pertama yang diselenggarakan di kompleks Candi Lara Jonggrang di Candi Prambanan. Ia bekerja sama dengan koreografer Bagong Kussudiardjo. Dalam lebih dari 250 komposisi musiknya, banyak potongan komposisi gamelan ringan (lagu dolanan) dan karya eksperimental "kreasi baru", dan juga banyak yang menonjol dalam perbendaharaan komposisi musik gamelan. Dia menghidupkan kembali beberapa bentuk seni yang hampir mati atau punah dari sejarah Yogyakarta, termasuk wayang gedhog. Banyak dari susunan karya-karya musiknya, serta dua-volume notasi musik vokalnya, diterbitkan oleh American Gamelan Institute.

Ia memimpin orkes gamelan di paviliun perwakilan Indonesia pada New York World's Fair tahun 1964. Kemudian ia pindah ke Valencia, California pada tahun 1971 dan mengajar di Californian Institute of The Arts hingga tahun 1992, di samping bekerja di Universitas California, Berkeley, San Jose State University, dan banyak universitas lainnya di Amerika Serikat dan Kanada. Pada tahun 1992 (umur 83 tahun) ia memutuskan untuk pensiun dan kembali ke Yogyakarta, Indonesia. Rumahnya adalah sebuah tempat tinggal bagi seniman muda, dan juga tempat pertunjukan dan sarasehan beberapa seniman gamelan Jawa terbaik.

 
"Lestarikan seni klasik Jawa sebelum kita tercerabut dari akar budaya" - Kutipan dari Monumen Tapak Prestasi Ki Cokrowasito di Monumen Tapak Prestasi, Yogyakarta.

Ia meninggal di Yogyakarta pada 30 Agustus 2007, pada usia 104 tahun dalam perhitungan kalender Jawa.[1] Dia berperan penting dalam menyebarkan apresiasi dan pengetahuan tentang gamelan Jawa di seluruh dunia. Menurut Mantle Hood, profesor dan etnomusikologis asal AS, "Sudah diterima bahwa tidak ada orang lain di Indonesia yang telah mendekati kontribusi dari orang ini (Cokrowasito) dalam membantu dunia untuk mengetahui besarnya tradisi gamelan Jawa." [3]

Daftar karya-karya yang dipilih diurutkan berdasarkan ragam

  • Bubaran: "Purnama Siddi", Slendro pathet sanga; "Vadera", pelog pathet barang
  • Dolanan: "Dong Dong Dung", slendro pathet manyura; "Gembira Loka", slendro pathet sanga; "Kae Kae Lho", slendro pathet sanga; "Kuwi Apa Kuwi", pelog pathet barang; "Oke Oke", pelog pathet barang; "Paman Tani", slendro pathet manyura; "Rondha Malam", slendro pathet sanga; "Sepur Trutuk", pelog pathet lima; "Sundra Nirmala", slendro pathet manyura; "Tari Bali", pelog pathet barang
  • Karya panjang: "Jaya Manggala Gita" (1952)
  • Gendhing: "Hanrang Yuda", pelog pathet barang; "Gotong Royong", pelog pathet nem; "Gumarang", pelog pathet barang; "Jahnawi", pelog pathet nem; "Janger", pelog pathet barang; "Kemanak Mangkungkung", slendro pathet sanga; "Lokananta", pelog pathet barang; "Mbangun Kuta", pelog pathet nem; "Pangeran Diponegoro", pelog pathet nem; "Windu Kencana", pelog pathet lima
  • Jineman: "Mijil Wida Watèn", pelog Pathet nem; "Tatanya", pelog pathet barang
  • Ketawang: "Alun", slendro pathet sanga; "Basanta", pelog pathet nem; "Cakrawala", slendro pathet sanga; "Dana Wara", pelog pathet nem; "Duksina", pelog pathet nem; "Gendhing Purnama Siddi", slendro pathet sanga; "Kontap", pelog pathet nem; "Kumudasmara", pelog pathet nem; "Prihatin", pelog pathet lima; "Sambang Dalu", pelog pathet nem; "Santi", pelog pathet nem; "Sasmitèngrat", pelog pathet barang; "Sri Lulut", pelog pathet barang; "Sumekar", pelog pathet nem; "Sundari", pelog pathet barang; "Swédakara", slendro pathet nem; "Wedyasmara", pelog pathet nem
  • Ladrang: "Argolagu", pelog pathet nem; "Argopèni", slendro pathet manyura; "Dupara", pelog pathet nem; "Dwi Rocana", pelog pathet barang; "Jati Asih", pelog pathet lima; "Purnama Sidi", slendro pathet sanga; "Manjila", pelog pathet lima; "Rondha Malam"; "Srenggara", pelog pathet lima; "Sri Duhita", pelog pathet barang; "Suka Bagya", pelog pathet barang; "Westminster", slendro pathet sanga (melodi oleh Laras Sumbaga)
  • Lagu: "Cacah Jiwa", pelog pathet lima; "Catrik", pelog pathet nem; "Gerilya", pelog pathet nem; "Gora Marga", pelog pathet barang; "KORPRI", pelog pathet barang; "Membantu Sensus", slendro pathet sanga; "Sagung Paman Tani", pelog pathet nem; "Pulo Bali", pelog pathet barang; "Repelita", pelog pathet nem; "Sepuran", slendro pathet manyura; "Sopir becak", pelog pathet nem; "Ya, Ya, Ya", pelog pathet barang
  • Lancaran: "Aja ngono", pelog pathet nem; "Banting Stir", slendro pathet nem; "Catrik", pelog pathet nem; "Dahana", pelog pathet barang; "Gembala", pelog pathet lima; "Graksa", pelog pathet nem; "Gugur Gunung", pelog pathet barang; "Kagok pangrawit", pelog pathet lima; "Keluarga Berencana", pelog pathet barang; "Mindana", pelog pathet nem; "Modernisasi Desa", pelog pathet nem; "Orde Baru", pelog pathet barang; "Pawaka", pelog pathet barang; "Penghijauan", slendro pathet manyura; "Rudita'", pelog pathet nem; "Tahu Tempe", pelog pathet nem (diatur); "Tari Payung", slendro dan pelog; "Umban", pelog pathet nem; "Udan Angin", pelog pathet barang; "Waditra", pelog pathet nem; "Welasan Asih", pelog pathet lima
  • Sekar: "Sekar Ageng Puspa Lalita", pelog pathet nem; "Banyu Gandrung", slendro pathet sanga; "Madya Lalita", pelog pathet barang
  • Penataan Sendratari: "Alleluyah"; "Arjuna Wiwaha"; "Bandung Bandawasa"; "Calonarang"; "Damar Wulan"; "Dewi Saraswati"; "Diponegoro"; "Hamlet"; "Kelahiran dan Kebangitan Kristus"; "Mangkubumi"; "Menuntut Balas"; "Nyai Ratu Kidul / Loro Kidul"; "Pangeran Mangkubumi"; "Ramayana"; "Rara Jonggrang"; "Samgita Nusantara"; "Samgita Pancasona"; "Sri Tanjung"; "Sumpah Palapa"
  • Lain-lain: "Ayo Nyang GANEFO", slendro pathet manyura; "Banting Stir", pelog pathet liwung (Sunda); "Bedhayan Sundari", pelog pathet lima; "Bemo", slendro pathet sanga; "Ginada", slendro pathet manyura; "Holopis Kontul Baris", slendro pathet sanga; "Kanca Tani", slendro pathet sanga; "Kartika", pelog pathet nem; "Kawiwitan Meditasi / Konsentrasi", pelog pathet nem; "Liwung Bayang Kara", pelog pathet nem; "Mbangun Desa", pelog pathet barang; "Nara Karva", slendro pathet manyura; "Sensus", slendro pathet sanga; "Sesaji", pelog pathet nem; "Srepegan Mandira", slendro pathet nem; "Taman Sari", pelog pathet nem; "Tri Narpati", pelog pathet nem; "Welasan Lancar", pelog pathet barang; "Welesan Rudatin", pelog pathet barang; "Welesan Ruwida", pelog pathet nem; "Welesan Tandasih", pelog pathet nem; "Wus Miyos Ing Ratri", pelog pathet nem

Penghargaan

Rekaman

Sebagai artis / direktur

Komposisi

Karya tulis

Rujukan

  • Djohan Salim, dkk. 2005. "Elo, Elo! Lha Endi Buktine? Seabad Kelahiran Empu Karawitan Ki Tjokrowasito" Penerbit Maskarja, Yogyakarta
  • I N. Wenten. The Creative World of Ki Wasitodipuro: the Life and Work of a Javanese Gamelan Composer (disertasi, UCLA, 1996)
  • In L. Root, Deane. Grove Music Online. Oxford Music Online. Oxford University Press.  (perlu berlangganan)

Pranala luar

Referensi

  1. ^ a b "'Hari Ini, Empu Karawitan' Berpulang di Usia 104 Tahun". Tempo Interaktif. Diakses tanggal 2007-09-06. 
  2. ^ Djohan Salim, dkk. 2005. "Elo, Elo! Lha Endi Buktine? Seabad Kelahiran Empu Karawitan Ki Tjokrowasito" Penerbit Maskarja, Yogyakarta
  3. ^ Ethnomusicology Research Digest No. 89 (August 8 1992) Diakses 18 Mei, 2006.
  4. ^ Hutasoit, Moksa (Kamis 13 Aug 2015, 11:18 WIB). "Jokowi Beri Tanda Kehormatan ke 46 Orang, dari Paloh Sampai Goenawan Mohamad". Jakarta: News.detik.com. Diakses tanggal 13 Agustus 2015.  Keputusan Presiden nomor 86/TK/tahun 2015 tanggal 7 Agustus 2015 tentang Penganugerahan Tanda Kehormatan Bintang Budaya Paramadharma kepada 8 orang. Terdiri atas: 1. KH. Mustofa Bisri (Gus Mus), pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuh Tholibin Lteteh, Rembang. 2. Goenawan Soesatyo Mohamad, sastrawan budayawan. 3. Alm. Petrus Josephus Zoetmulder, ahli sastra Jawa Kuno dan Penyusun Kamus Jawa Kuno Inggris. 4. Alm. Wasi Jolodoro (Ki Tjokrowasito), komposer musik karawitan Jawa dan pendukung utama Sedra Tari Ramayana. 5. Alm. Hoesein Djajadiningrat, pelopor tradisi keilmuan. 6. Alm. Nursjiwan Tirtaamidjaja, perancang busana dan batik. 7. Alm. Hendra Gunawan, pelukis dan pematung. 8. Alm. Soejoedi Wiroatmojo, arsitek.