Margono Djojohadikoesoemo

direktur utama pertama Bank Negara Indonesia

Raden Mas Margono Djojohadikusumo (16 Mei 1894 – 25 Juli 1978) adalah pendiri Bank Negara Indonesia. Ia adalah orang tua dari Begawan Ekonomi Indonesia, Prof. Dr. Soemitro Djojohadikusumo, dan juga ayah dari dua pemuda yang gugur dalam peristiwa Pertempuran Lengkong: Kapten Anumerta Soebianto Djojohadikusumo dan Taruna Soejono Djojohadikusumo[1]. Nama mereka diabadikan dalam nama cucunya, politikus dan mantan Danjen Kopassus dan Pangkostrad, Prabowo Subianto, serta pengusaha Hashim Sujono.

Margono Djojohadikoesoemo
Berkas:Margono Djojohadikusumo.jpg
Ketua Dewan Pertimbangan Agung Sementara ke-1
Masa jabatan
25 September 1945 – 6 November 1945
Sebelum
Pendahulu
Jabatan Baru
Informasi pribadi
Lahir(1894-05-16)16 Mei 1894
Belanda Banyumas, Jawa Tengah, Hindia Belanda
Meninggal25 Juli 1978(1978-07-25) (umur 84)
Indonesia Jakarta, Indonesia
Suami/istriSiti Katoemi Wirodihardjo
AnakSoemitro Djojohadikusumo
Soebianto Djojohadikusumo
Soejono Djojohadikusumo
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini
Margono Djojohadikusomo (duduk kanan), dan cucu-cucunya: Hashim Djojohadikusumo (duduk tengah), Siti Katoemi Wirodihardjo (duduk kiri), Prabowo Subianto (kanan atas) dan kedua saudari Prabowo pada tahun 1963 di Kuala Lumpur

Margono Djojohadikusomo yang lahir pada tanggal 16 Mei 1894 di Purwokerto, adalah cucu buyut dari Raden Tumenggung Banyakwide atau lebih dikenal dengan sebutan Panglima Banyakwide, pengikut setia dari Pangeran Diponegoro, dan anak dari asisten Wedana Banyumas. Ia bersekolah di Europeesche Lagere School (ELS) Banyumas, adalah sebuah Sekolah Dasar pada zaman kolonial Belanda di Banyumas, dari tahun 1900-1907[2].

Ketua DPAS

Sehari setelah pelantikan Soekarno dan Hatta menjadi Presiden dan Wapres, dibentuk Kabinet Presidentil dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS). Sebagai Ketua DPAS yang pertama ditunjuklah R.M. Margono Djojohadikusomo[3].

Sebagai Ketua DPAS, Margono mengusulkan supaya dibentuk sebuah Bank Sentral atau Bank Sirkulasi seperti yang dimaksud dalam UUD '45. Soekarno-Mohammad Hatta kemudian memberikan mandat kepada Margono untuk membuat dan mengerjakan persiapan pembentukan Bank Sentral (Bank Sirkulasi) Negara Indonesia pada tanggal 16 September 1945.

Pada tanggal 19 September 1945, sidang Dewan Menteri Republik Indonesia memutuskan untuk membentuk sebuah bank milik negara yang berfungsi sebagai "Bank Sirkulasi".

Akhirnya Pada 15 Juli 1946, terbitlan Perpu nomor 2 tahun 1946 tentang pendirian Bank Negara Indonesia, dan penunjukan R.M. Margono Djojohadikusomo sebagai Direktur Utama Bank Negara Indonesia (BNI)[4].

Selama ia menjadi dirut Bank BNI, pada 1970, status hukum Bank BNI dinaikkan menjadi persero.

Hak angket

Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, "Hak Angket" pertama kali digunakan DPR pada tahun 1950-an. Ihwalnya berawal dari usul resolusi oleh R.M. Margono Djojohadikusomo agar DPR mengadakan "Hak Angket" atas usaha memperoleh devisa dan cara mempergunakan devisa.

Panitia angket yang kemudian dibentuk beranggota 13 orang yang diketuai Margono. Tugasnya adalah menyelidiki untung-rugi mempertahankan devisen-regime berdasarkan Undang-Undang Pengawasan Devisen tahun 1940 dan perubahan-perubahannya[5][6].

Meninggal dunia

R.M. Margono Djojohadikusomo meninggal dunia pada tanggal 25 Juli 1978 di Jakarta, dan dimakamkan di pemakaman keluarga di Dawuhan, Banyumas, Jawa Tengah[7][8].

Penghargaan

Gedung R.M. Margono Djojohadikusomo di Universitas Gajah Mada dinamakan sesuai dengan nama beliau.

Nama R.M. Margono Djojohadikusomo juga diabadikan menjadi nama jalan di Jakarta.

Kisah kehidupannya menjadi inspirasi pembuatan film Merah Putih[9].

Tidak seperti yang dipercaya banyak orang, nama R.M. Margono Djojohadikusumo bukanlah yang menjadi asal nama Rumah Sakit Margono yang berlokasi di Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah [10].

Bibliografi

  • (Belanda) R.M. Margono Djojohadikusomo (1941) "Tien jaren cooperatie-voorlichting vanwege de overheid 1930-1940", Batavia: Volkslectuur
  • (Indonesia) R.M. Margono Djojohadikusomo (1946) "Kenang-kenangan dari tiga zaman", Jakarta: Indira
  • (Inggris) R.M. Margono Djojohadikusomo (1969) "Reminiscences from three historical periods a family tradition put in writing", Jakarta: Indira
  • (Indonesia) R.M. Margono Djojohadikusomo (1975) "Catatan-catatan dari lembaran kertas yang kumal DR. E.F.E. Douwes Dekker (DR. Danudirja Setiabudi), seorang yang tak gentar menjunjung tinggi suatu cita-cita hidup kemerdekaan politik Indonesia", Jakarta: Bulan Bintang
  • (Indonesia) Sugiarta Sriwibawa (1994) "100 tahun Margono Djojohadikusomo", Jakarta: Pustaka Aksara

Lihat pula

Referensi

Pranala luar