Museum Sonobudoyo
Museum Sonobudoyo (bahasa Jawa: Hanacaraka, ꧋ꦩꦸꦱꦶꦪꦸꦩ꧀ꦱꦤꦧꦸꦢꦪ, Musium Sanabudaya) adalah museum sejarah dan kebudayaan Jawa, termasuk bangunan arsitektur klasik Jawa. Museum ini menyimpan koleksi mengenai budaya dan sejarah Jawa yang dianggap paling lengkap setelah Museum Nasional Republik Indonesia di Jakarta. Selain keramik pada zaman Neolitik dan patung perunggu dari abad ke-8, museum ini juga menyimpan beberapa macam bentuk wayang kulit, berbagai senjata kuno (termasuk keris dan topeng Jawa).
Museum Sonobudoyo ꧋ꦩꦸꦱꦶꦪꦸꦩ꧀ꦱꦤꦧꦸꦢꦪ Musium Sanabudaya | |
---|---|
Informasi umum | |
Gaya arsitektur | Joglo Limasan, Jawa |
Kota | Jalan Pangurakan No. 6 , Yogyakarta |
Negara | Indonesia |
Mulai dibangun | 1934 |
Rampung | 1935 |
Data teknis | |
Ukuran | 7.867 m² |
Desain dan konstruksi | |
Arsitek | Ir. Th. Karsten |
Situs web | |
Situs resmi Museum Sonobudoyo | |
Museum Sonobudoyo terdiri dari dua unit. Museum Sonobudoyo Unit I terletak di Jalan Trikora No. 6 Yogyakarta, sedangkan Unit II terdapat di Ndalem Condrokiranan, Wijilan, di sebelah timur Alun-Alun Utara Keraton Yogyakarta.
Museum yang terletak di bagian utara Alun-Alun Utara dari Keraton Yogyakarta itu pada malam hari juga menampilkan pertunjukkan wayang kulit dalam bentuk penampilan aslinya (dengan menggunakan bahasa Jawa diiringi dengan musik gamelan Jawa). Pertunjukan wayang kulit ini disajikan secara ringkas dari jam 20.00-22.00 WIB malam pada hari kerja untuk para turis asing maupun turis domestik.
Sejarah
Java Instituut merupakan sebuah yayasan yang bergerak dibidang kebudayaan Jawa, Madura, Bali, Madura, Lombok yang berdiri tahun 1919 di Surakarta.
Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Jakarta dengan No. 73, tanggal 17 Desember 1919 yang ditanda tangani oleh Sekretaris Umum G. Rd. Redtrienk merupakan jawaban Surat Dr. Hoesein Djajadiningrat dan Dr. F.D.K. Bosch tanggal 3 Oktober 1919. Surat Gubernur Jenderal tersebut memberikan wewenang kepada Java Instituut untuk melakukan kegiatan organisasi selama 29 tahun, terhitung mulai tanggal 4 Agustus 1919.
Dengan Java Instituut berpusat di Surakarta, sebagai direktur adalah Prof. Dr. R.A. Hoesien Djajadiningrat. Sebagai dasar Java Instituut adalah Statuten Java Instituut, dalam pasal 3 disebutkan antara lain mempunyai kegiatan membantu kegiatan, melestarikan dan mengembangkan kebudayaan pribumi (de insheemsche cultuur) yang mencakup wilayah kebudayaan Jawa, Madura, Bali dan Lombok.
Pada tahun 1924 Java Instituut mengadakan kongres di Surakarta dengan menghasilkan keputusan untuk mendirikan museum dengan tujuan mengumpulkan data kebudayaan dari daerah Jawa, Madura, Bali, dan Lombok.
Pada tanggal 12 Juli 1928 dibentuklah satu komisi "Nyverheid Commisie" pada tanggal 12 Juli 1928. Komisi tersebut diresmikan pada tanggal 19 Nopember 1928 Oleh J.E. Jasper, Gubernur Yogyakarta. Tugas utama komisi tersebut mempelajari, mengumpulkan dan memajukan kebudayaan pribumi. Hasil pengumpulan data tersebut dibukukan dalam "De Inheemsche Nijverheid op Java, Madura, Bali en Lombok" yang diterbitkan tahun 1929 sebagai dasar pedoman pengumpulan koleksi.
Selain di Surakarta berdiri sebuah yayasan Panti Boedaja (Der Stichting Panti Boedaja) di bawah pimpman Pangeran Adipati Arya Mangkunegara VII, yang berdirinya pada tanggal 10 Februari 1930. Dalam perannya Panti Budaya membantu Java Instituut untuk mengumpulkan data kebudayaan terutama di dalam bidang naskah kuno dari Kasultanan Yogyakarta, Kasunanan Surakarta, Kadipaten Pakualaman dan Mangkunegaran.
Sebagai realisasi dari keputusan kongres maka dibentuklah panitia pada tahun 1913 dengan anggota antara lain Ir. Th. Karsten, P.H.W Sitsen, dan S. Koperberg dengan tugas mempersiapkan berdirinya sebuah museum. Sedangkan tanah yang digunakan untuk museum adalah bekas "Schauten" yang merupakan tanah hibah dari Sri Sultan Hamengkubuwana VII.
Awal pembangunan museum ditandai dengan candrasengkala Buta Ngrasa Esthining Lata yang menunjukan tahun 1865 Jawa atau 1934 Masehi[1].
Pada tanggal 6 November 1935 Masehi diresmikan dan dibuka untuk umum dengan ditandai candrasengkala Kayu Winayangan ing Brahaman Budha yang menunjukan 9 Ruwah 1866 Jawa[2]. Sedangkan nama museum bernama Museum Sonobudoyo, sono berarti tempat dan budoyo berarti budaya.
Pada tahun 1939 untuk menunjang dan melengkapi usaha dari Java Instituut maka dibukalah Sekolah Kerajinan Seni Ukir atau Kunstambacht School.
Pada tahun 1945, pesawat-pesawat tempur Belanda menjatuhkan bom ke beberapa bangunan penting di Yogyakarta, di antaranya RRI (Gedung Nilmy/BNI 46 sekarang), Balai Mataram dan Museum Sonobudoyo.[3][4]
Pada masa pendudukan Jepang di Yogyakarta museum dikelola oleh Bupati Paniradyapati Wiyata Praja (Kantor Sosial bagian pengajaran) dan pada masa kemerdekaan museum dikelola oleh Bupati Utorodyopati Budaya Prawito yaitu jajaran pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Selanjutnya pada akhir tahun 1974 Museum Sonobudoyo diserahkan ke Pemerintah Pusat/Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan secara langsung bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal dengan berlakunya Undang-Undang No. 22 Tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan kewenangan Provinsi sebagai Otonomi Daerah.
Pada bulan Januari 2001, Museum Sonobudoyo bergabung dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi DIY diusulkan menjadi UPTD Peraturan Daerah No. 7 / Th. 2002 Tgl. 3 Agustus 2002 tentang pembentukan dan organisasi UPTD pada Dinas Daerah dilingkungan Pem. Prop. Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Surat Keputusan Gubernur No. 161 / Th. 2002 Tgl. 4 Nopember mengenai TU–Poksi.
Bangunan
Pada prinsipnya bangunan museum berbentuk Jawa. Hal tersebut dapat terlihat antara halaman luar dengan halaman dalam dipisahkan dengan tembok (cepuri) yang berhiaskan kuncup bunga melati dan gerbang utama berbentuk semar tinandu.
Museum berdiri yang terletak di Jalan Trikora No. 6[5]. Dalam perkembangannya tanah museum mengalami perluasan hingga 7.867 m2 dengan 5.031 m2 sebagai keperluaan penyelenggaraan.
Koleksi Museum Sonobudoyo
Jumlah koleksi museum kurang lebih 43.000 dan setiap tahunnya selalu bertambah. Bertambahnya koleksi melalui hibah, proses ganti rugi, barang titipan, maupun pesanan. Koleksi Museum Sonobudoyo terbagi menjadi 10 jenis yaitu:
- Koleksi Numismatik dan Heraldika
- Objek penelitiannya adalah setiap mata uang / alat tukar yang sah, terdiri dari mata uang logam dan mata uang kertas. Heraldika adalah setiap tanda jasa, lambang dan pangkat resmi (termasuk cap /stempel).
- Koleksi Filologi adalah benda koleksi yang menjadi objek penelitian filologi, misalnya riaskah kuno, tulisan tangan yang menguraikan sesuatu hal atau peristiwa.
- Koleksi Keramologika adalah koleksi yang dibuat dari bahan tanah liat bakar (baked clay) berupa pecah belah, misalnya: Guci.
- Koleksi Seni rupa
- Koleksi seni yang mengekspresikan pengalaman artistik melalui objek dua dimensi atau tiga dimensi
- Koleksi Teknologi
- Benda/kumpulan benda yang menggambarkan perkembangan teknologi yang menonjol berupa peralatan atau hasil produksi yang di buat secara massal oleh suatu industri/pabrik, contoh: Gramofon.
- Koleksi Geologi adalah benda yang menjadi objek ilmu geologi, antara lain batuan, mineral, fosil dan benda-benda bentukan alam lainnya (permata, granit, andesit). Contoh: Batu Barit.
- Koleksi Biologi adalah benda yang menjadi objek penelitian ilmu biologi, antara lain tengkorak atau rangka manusia, tumbuh-tumbuhan dan hewan. Misalnya burung (awetan) / dikeringkan.
- Koleksi Arkeologi adalah benda yang menjadi objek penelitian arkeologi. Benda tersebut merupakan hasil peninggalan manusia dari zaman prasejarah sampai dengan masuknya pengaruh kebudayaan barat misalnya: Cermin (darpana).
- Koleksi Etnografi adalah benda yang menjadi objek peneiitian ilmu etnografi, benda-benda tersebut merupakan hasil budaya atau menggambarkan identitas suatu etnis misalnya Kacip.
- Koleksi Historika adalah benda yang bernilai sejarah dan menjadi objek penelitian sejarah. Benda tersebut dari sejarah masuknya budaya barat sampai dengan sekarang, misalnya senapan laras panjang, Meriam.
Koleksi tersebut dipamerkan di Museum Sonobudoyo unit I dan Museum Sonobudoyo II. Untuk Sonobudoyo unit I dipamerkan di sembilan ruang
Ruang Pendopo dan Sekitarnya
Bangunan pendopo berbentuk limas dengan atap tumpang sari bertingkat dua. Fungsi pendopo dalam bangunan Jawa yaitu untuk menerima tamu. Di sebelah selatan pendapa terdapat dua buah meriam masing-masing ditempatkan di samping timur dan barat.
- Meriam di sisi Timur
- Di bagian pangkal terdapat tulisan huruf Jawa yang berbunyi "Yasa dalem meriyem ing Ngayogyakartahadiningrat ing tahun Alip, sinengkalan Nrus guna Pandhita Ratu" (Nrus = 9; guna = 3, Pandhita = 7, Ratu = 1) berarti 1739 Jawa atau tahun 1871 Masehi.
- Meriam di sisi Barat
- Meriam yang berada di sisi barat ini juga hampir sama dengan koleksi meriam di sisi timur. Pada bagian pangkal terdapat tulisan huruf Jawa dan berbunyi "Yasa dalem meriyem ing Ngayogyakartahadmingrat ing tahun Junakir, sinengkalan Naga mosik sabdaning Ratu" (Naga = 8; mosik = 6; sabda = 7; Ratu = 1) yang berarti tahun 1768 Jawa atau tahun 1846 Masehi.
Kedua koleksi meriam tersebut di atas berasal dari masa Sri Sultan Hamengku Buwana III.
Selain meriam terdapat pula arca dan relief. Berikut beberapa koleksi yang berada di halaman pendapa: Arca Dewi Laksmi, arca Mahakala, dan Makara. Sedangkan di bagian dalam pendopo terdapat seperangkat gamelan.
Ruang Pengenalan
Di atas pintu masuk menuju ke ruang pengenalan terdapat relief candrasengkala "Buta Ngrasa Esthining Lata". Ruang pengenalan berukuran 62,5 m2. Salah satu koleksi yang ada di ruang pengenalan yaitu pasren atau krobongan yang terdiri dari tempat tidur, bantal, guling, kasur, kelambu, sepasang patung loro blonyo, sepasang lampu robyong, dan sepasang lampu jlupak.
Ruang Prasejarah
Ruang ini menyajikan benda-benda peninggalan masa prasejarah yang menggambarkan cara hidup manusia pada masa itu meliputi berburu, mengumpulkan dan rneramu makanan. Pada tingkat selanjutnya manusia mulai bercocok tanam secara sederhana serta melakukan upacara- upacara yang berhubungan dengan religi (kepercayaan kepada roh nenek moyang, penguburan dan kesuburan)
Ruang Klasik dan Peninggalan Islam
Dalam penyajian koleksi dikelompokkan menjadi tujuh unsur kebudayaan universal, yaitu:
- Sistem Kemasyarakatan
- Sistem Bahasa
- Sistem Religi
- Sistem Kesenian
- Sistem Ilmu pengetahuan
- Sistem Peralatan Hidup
- Sistem Mata Pencaharian Hidup
Ruang Batik
Di ruang ini memamerkan beberapa koleksi batik. Selain itu terdapat proses membatik yang di mulai dari pengerjaan pola sampai proses jadi sebuah batik.
Ruang Wayang
Museum memiliki beberapa jenis wayang salah satunya wayang klithik yang terbuat dari kayu. Pada tahun 2003, wayang mendapat pengakuan dunia.
Ruang Topeng
Sebagai salah satu bentuk karya seni tradisional Indonesia, Topeng sudah mengalami sejarah perkembangan, bersamaan dengan nilai-nilai budaya dan nilai seni rupa. Topeng yang tampil dalam bentuk tradisional mempunyai fungsi sebagai sarana upacara dan pertunjukan.
Dalam adat tradisional yang didukung pemikiran Relegi Magia ada kebiasaan untuk menutup raut muka dengan lumpur atau menggambar wajah untuk menampilkan ekspresi raut muka pada tarian-tarian ritual. Kebiasaan mereka-reka wajah tersebut sejalan dengan hasrat untuk mewujudkan citra dari makhluk yang sangat berpengaruh kepada masyarakat.
Topeng berasal dari kata tutup karena gejala bahasa yang disebut formatif (pembentukan kata), kata tutup ditambah dengan eng kemudian menjadi tupeng. Kemudian mengalami perubahaan menjadi topeng.
Ruang Jawa Tengah
Di ruang ini memamerkan ukiran kayu yang terkenal dari Jawa Tengah yaitu Jepara seperti gebyog patang aring. Selain itu terdapat keris dan senjata tajam lainnya dengan berbagai jenis.
Ruang Emas
Museum Sonobudoyo merupakan museum yang memiliki koleksi artefak emas tetapi dengan beberapa alasan belum dapat dilihat oleh umum[6].
Pada dasarnya artefak emas memiliki fungsi berbeda-beda.
- mata uang
- perhiasan
- wadah
- senjata
- simbol religius, dll.
Ruang Bali
Koleksi ruang Bali berkaitan dengan kebudayaan Bali baik mengenai yadnya (upacara) maupun berbentuk seni lukis dan seni pahat. Di bagian terpisah terdapat Candi Bentar.
Koleksi Unggulan Museum Sonobudoyo[7]
Pada tahun 2014 Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta menerbitkan buku berisi koleksi unggulan museum di Daerah Istimewa Yogyakarta, di antaranya adalah koleksi unggulan yang terpamerkan di dalam Museum Sonobudoyo. Koleksi unggulan Museum Sonobudoyo adalah sebagai berikut:
- Nekara, nekara tipe Heger 1 mendapat pengaruh dari Kebudayaan Dongson pada masa prasejarah. Nekara berfungsi sebagai genderang dengan cara memukul bagian atas (timpanon) nekara tersebut.
- Timpanon nekara, timpanon nekara adalah istilah untuk menunjukkan bidang pukul nekara yang berada di bagian atas. Timpanon nekara terbuat dari perunggu yang dihias dengan berbagai macam ornamen geometris yang indah.
- Moko, moko adalah ragam dari nekara yang berkategori Tipe Pejeng II. Moko sampai sekarang masih digunakan oleh masyarakat di Alor, Nusa Tenggara Timur. Fungsi moko adalah sebagai alat pembayaran dan pengiring upacara.
- Perhiasan emas, kalung emas yang kemungkinan berasal dari masa peradaban Mataram Kuna ini memiliki hiasan siluet biji mete.
- Arca kepala dyani bodhisatwa, arca kepala ini ditemukan di daerah Pathuk, Gunung Kidul pada tahun 1956. Arca kepala terbuat dari perunggu yang dilapisi emas.
- Genta perunggu, genta merupakan salah satu peralatan kelengkapan upacara masyarakat Jawa Kuna penganut agama hindu dan buddha. Genta yang terbuat dari perunggu ini ditemukan di dekat Candi Kalasan pada tahun 1972.
- Kori bali, kori adalah pintu kayu yang dihiasi dengan ukiran-ukiran yang sangat raya. Kori memiliki makna filosofis yaitu melambangkan manusia yang masuk ke kehidupan yang lebih baik.
- Zodiak beker, zodiak beker adalah sejenis mangkok berdiameter 14 sentimeter yang terbuat dari perunggu. Di sisi luar mangkok terdapat hiasan zodiak dan wayang yang berjumlah 24. Mangkok ini berasal dari Pegununggan Tengger, Jawa timur, Indonesia.
- Yoni bersayap, koleksi yoni di Museum Sonobudoyo unik karena di bagian badan yoni tersebut terdapat relief garuda bersayap yang biasanya melambangkan pelepasan datau dunia atas.
- Ambang pintu, dorpel berasal dari masa Jawa Kuna dan terbuat dari batu andesit. Di permukaan batu terukir relief seorang dewa yang diapit oleh dua ekor gajah.
- Pasren, pasren yang menjadi koleksi Museum Sonobudoyo dibuat pada tahun 1765, yaitu semasa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono I (Pangeran Mangkubumi). Pasren adalah tempat tidur simbolis yang dilengkapi dengan patung loro blonyo. Secara simbolis pasren dimaknai sebagai tempat menanti kedatangan Dewi Sri pemberi kemakmuran dan kesuburan sawah-sawah para petani.
- Meriam, meriam ini dibuat oleh penduduk lokal pada masa Sultan Hamengku Buwana V bertahta. Di bagian badan meriam tersebut ada tulisan sengkalan yang berbunyi "naga mosik sabdaning ratu" dikonversi ke tahun masehi menjadi 1846 Masehi.
- Topeng Panji Asmarabangun, Cerita Panji sangat populer di kalangan masyarakat Jawa pada masa kuna. Cerita Panji memiliki banyak versi yang berpusat kepada Panji Asmarabangun dan cinta sejatinya, Dewi Sekartaji.
- Pakinangan, merupakan wadah penyimpanan sirih dalam tradisi menyirih masyarakat Jawa masa lalu. Pakinangan berbentuk perpaduan antara hewan bebek dan kura-kura yang di bagian atasnya ditutupi penutup berornamen hewan. Pakinangan ini terbuat dari kuningan.
- Alat permainan adu kemiri, permainan anak bangsawan keluarga kesultanan Jawa pada abad ke-18 Masehi. Mainan ini terbuat dari kayu yang terdiri dari tiga bagian yaitu alat penekan biji kemiri, pengunci biji kemiri, dan landasan.
Galeri
-
Bangunan Depan Museum Sonobudoyo Yogyakarta Unit 1.
-
Pondok Wayang di Kompleks Museum Sonobudoyo Yogyakarta Unit 1.
Referensi
- ^ candrasengkala berada di ruang peringgitan yaitu di atas pintu masuk
- ^ candrasengkala dapat ditemukan di pintu masuk menuju pendapa
- ^ Yogya, benteng Proklamasi. Badan Musyawarah Musea Daerah Istimewa Yogya, Perwakilan Jakarta. 1985.
- ^ Yogyakarta, Museum Perjuangan (2011). Buku panduan Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta. Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta.
- ^ Sebelum berubah menjadi jalan Trikora adalah Jalan Pangurakan karena Museum Berderetan dengan Bangsal Pangurakan
- ^ "Perhiasan Emas Kuno Museum Sonobudoyo Dicuri" (HTML). Diakses tanggal 2012-06-9.
- ^ Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta. (2014). Koleksi Unggulan Museum Yogyakarta. Yogyakarta, Indonesia: Penulis.
- Dinas Pariwisata DIY
- Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1993). Buku Petunjuk Koleksi Museum Negeri Sonobudoyo Yogyakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Bagian Proyek Pembinaan Permuseuman Daerah Istimewa Yogyakarta.
- Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (2001). Buku Panduan Museum Negeri Sonobudoyo Yogyakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Bagian Proyek Pembinaan Permuseuman Daerah Istimewa Yogyakarta.
- Museum Sonobudoyo Yogyakarta (2001). Welcome to Museum Negeri Sonobudoyo Yogyakarta. Museum Sonobudoyo Yogyakarta.
- Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (2000). Koleksi Emas Museum Negeri Sonobudoyo Yogyakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Bagian Proyek Pembinaan Permuseuman Daerah Istimewa Yogyakarta.
- Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta. (2014). Koleksi Unggulan Museum Yogyakarta. Yogyakarta, Indonesia: Penulis.
Sumber
- Dinas Pariwisata DIY.
Lihat pula
Pranala luar
- http://www.jogjatrip.com/id Panduan Pariwisata Yogyakarta dan sekitarnya
- http://www.sonobudoyo.com/
- Situs resmi Kementrian Pariwisata