Yahya dari Siak
Yang Dipertuan Besar Yahya Syah atau Sultan Yahya Abdul Jalil Muzaffar Syah dari Siak Sri Inderapura, merupakan putra dari Sultan Ismail, Yang Dipertuan Besar Siak.[1]
Yahya | |||||
---|---|---|---|---|---|
Sultan Siak Sri Inderapura | |||||
Berkuasa | 1781 – 1791 | ||||
Pendahulu | Sultan Ismail | ||||
Penerus | Sultan Sayyid Ali | ||||
Pemakaman | |||||
| |||||
Dinasti | Malaka/Parameswara | ||||
Ayah | Sultan Ismail |
Bagian dari seri |
Islam |
---|
Naik Tahta
Sultan Ismail mangkat pada tahun 1781 dan dilantik putranya Tengku Yahya dengan gelar Sultan Yahya Abdul Jalil Muzaffar Syah. Karena belum dewasa, dilantiklah Tengku Muhammad Ali sebagai wali sultan dalam kurun waktu 1781-1782 hingga akhirnya kekuasaan dipegang oleh Sultan Yahya pada tahun 1782.[2]
Turun Tahta
Sultan Yahya memindahkan kembali ibu kota dari Senapelan ke Mempura karena terjadi perselisihan antara beliau dengan Sayyid Ali. Sayyid Ali mendapat dukungan dari Tengku Muhammad Ali karena merupakan panglima besar baginda semasa beliau menjadi sultan dahulu dan juga merupakan keponakan beliau sendiri. Dengan sokongan dari pembesar-pembesar kerajaan, Sayyid Ali berhasil menyingkirkan Sultan Yahya yang dianggap lemah dan tidak cakap dalam memerintah. Sultan Yahya kemudian menyingkir ke Kampar, kemudian Trengganu, hingga akhirnya mangkat di Dungun, Melaka pada tahun 1791.[2]
Rujukan
Daftar kepustakaan
- Donald James Goudie, Phillip Lee Thomas, Tenas Effendy, (1989), Syair Perang Siak: a court poem presenting the state policy of a Minangkabau Malay royal family in exile, MBRAS.
- Christine E. Dobbin, (1983), Islamic revivalism in a changing peasant economy: central Sumatra, 1784-1847, Curzon Press, ISBN 0-7007-0155-9.
- Journal of Southeast Asian studies, Volume 17, McGraw-Hill Far Eastern Publishers, 1986.
Didahului oleh: Sultan Ismail |
Sultan Siak Sri Inderapura 1781 - 1791 |
Diteruskan oleh: Sultan Sayyid Ali |