Cuaca

keadaan atmosfer
Revisi sejak 28 Desember 2020 17.13 oleh UcokMN (bicara | kontrib) (menambahkan teks dan referensi)

Cuaca adalah keadaan udara di atmosfer pada waktu dan tempat tertentu yang sifatnya tidak menentu dan berubah-ubah. Penilaian terhadap kategori cuaca umumnya dinyatakan dengan memperhatikan kondisi hujan, suhu udara, jumlah tutupan awan, penguapan, kelembaban, dan kecepatan angin di suatu tempat dari hari ke hari. Analisis cuaca menggunakan kurun waktu antara satu hari sampai satu minggu.[1] Unsur-unsur pembentuk cuaca yaitu suhu udara, tekanan udara, kelembaban udara, laju uap air, awan, hujan dan angin.[2] Nilai-nilai unsur cuaca dinyatakan secara berbeda apabila waktu kesatuannya berbeda. Pernyataan cuaca pada suatu waktu yang singkat harus menggunakan nilai-nilai unsur cuaca yang ada pada saat itu. Sedangkan pernyataan cuaca dalam waktu kesatuan yang lebih panjang harus menggunakan nilai-nilai unsur cuaca dengan tingkatan paling rendah, paling tinggi, atau paling dapat terasa oleh panca indra.[3] Proses-proses dalam atmosfer dapat membentuk fenomena cuaca berupa hidrometeor, litometeor, fotometeor, dan elektrometeor.[4]

Citra satelit yang menunjukkan pergerakan hurricane mendekati pantai timur Amerika Serikat.

Cuaca terjadi karena suhu dan kelembaban yang berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya. Perbedaan ini bisa terjadi karena sudut pemanasan matahari yang berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya karena perbedaan lintang bumi. Perbedaan yang tinggi antara suhu udara di daerah tropis dan daerah kutub bisa menimbulkan jet stream. Sumbu bumi yang miring dibanding orbit bumi terhadap matahari membuat perbedaan cuaca sepanjang tahun untuk daerah sub tropis hingga kutub. Di permukaan bumi suhu biasanya berkisar ± 40 °C. Selama ribuan tahun perubahan orbit bumi juga memengaruhi jumlah dan distribusi energi matahari yang diterima oleh bumi dan memengaruhi iklim jangka panjang.

Cuaca di bumi juga dipengaruhi oleh hal-hal lain yang terjadi di angkasa, di antaranya adanya angin matahari atau disebut juga star's corona.

Fenomena

Hidrometeor

Hidrometeor adalah fenomena selain awan yang timbul karena keberadaan unsur air. Bentuk hidrometeor yaitu embun, kabut, hujan, dan salju.[4] Embun merupakan penguapan air yang terjadi pada sisi permukaan air. Keberadaan embun dapat diamati pada dedaunan dan tangkai rumput saat waktu pagi di musim panas, musim semi, dan musim gugur.[5] Kabut merupakan tetesan air yang melayang di udara dalam ukuran yang sangat kecil. Kabut terbentuk pada ketinggian yang sangat dekat dengan permukaan bumi.[6] Hujan merupakan tetes-tetes air di dalam awan yang berukuran besar sehingga dapat melawan gaya apung udara dan jatuh ke permukaan Bumi. Pembentukan hujan juga dapat berasal dari salju yang mencair.[7] Salju merupakan uap air yang menguap di bawah suhu titik embun. Salju terlihat seperti kristal berbentuk heksagon.[8]

Litometeor

Litometeor merupakan fenomena yang timbul akibat adanya butir-butir kecil dari benda yang tidak mengandung air. Bentuk umum dari litometeor adalah debu dan asap.[4]

Fotometeor

Fotometeor merupakan fenomena optik yang berkaitan dengan pembiasan, pemantulan, penguraian, dan interferensi sinar matahari atau cahaya bulan. Pembentukan fotometeor terjadi selama cahaya melewati atmosfer. Fotometeor terjadi karena adanya perbedaan suhu dan kerapatan lapisan-lapisan udara, atau di dalam udara terdapat partikel atau butir-butir air, maupun butir atau kristal es. Pada saat cuaca cerah atau udara panas, fotometeor dapat timbul dalam wujud fatamorgana, mirats, atau benda-benda yang terlihat bergoyang. Selain itu, fotometeor dapat timbul pada di dalam awan, hidrometeor atau litometeor. Fotometeor di atmosfer dapat berbentuk halo pada matahari atau bulan, pelangi. busur kabut, cincin Bishop. Pembentukan fotometeor dipengaruhi oleh kondisi udara yang berlapis-lapis.[9]

Elektrometeor

Elektrometeor merupakan fenomena kelistrikan yang berkaitan dengan kadar muatan listrik di dalam udara. Umumny, elektrometeor muncul dalam wujud kilat, badai petir, atau aurora. Kilat dan badai petir terbentuk oleh awan kumulonimbus. Badai petir termasuk fenomena hasil penggabungan antara fenomena hidrometeor dan elektrometeor.[10]

Cuaca ekstrim

Suatu cuaca yang terjadi secara ekstrim dapat menyebabkan bencana alam, mengubah tatanan kehidupan sosial, maupun menyebabkan kematian bagi makhluk hidup di sekitarnya, khususnya manusia. Cuaca ekstrim merupakan kondisi cuaca yang berbeda dari keadaan normal. Kondisi cuaca ekstrim hanya terjadi dalam hitungan detik, jam atau hari. Jangka waktu maksimal terjadinya cuaca ekstrim adalah 3 hari. Jenis cuaca ektrim yang terjadi pada suatu daerah dapat berbeda-beda. Hal yang mendasari perbedaan jens cuaca ekstrim ialah perbedaan garis lintang, ketinggian, topografi dan kondisi atmosfer. Cuaca ekstrim dapat berbentuk angin kencang, puting beliung, hujan lebat, gelombang laut yang tinggi, belala air, hujan es, suhu yang sangat panas, suhu yang sangat dingin, ataupun jarak pandang mendatar yang sangat rendah.[11]

Ambang batas keadaan cuaca ekstrim berbeda-beda pada tiap jenis kondisi cuaca. Ambang batas ekstrim pada angin ialah pada kecepatan 25 knot atau 45 km/jam. Hujan lebat memasuki kondisi ekstrim pada curah hujan berkisar antara 50 mm per 24 jam atau 20 mm per jam. Suhu dingin dianggap ekstrim jika telah berada pada kisaran 3 °C. Cuaca juga dianggap ekstrim jika jarang pandang secara mendatar sudah kurang dari 1 km. Sedangkan gelombang laut dianggap ekstrim jika tingginya telah melewati ketinggian 2 meter.[12]

Peran

Pertanian

Cuaca dapat memberikan dampak yang berbeda pada setiap orang, setiap benda, atau setiap kegiatan yang berkaitan dengan pertanian. Curah hujan yang sesuai untuk suatu tanaman dapat berbeda dengan curah hujan yang diperlukan tanaman lain. Manusia juga memerlukan kondisi cuaca tertentu yang dapat menguntungkan kegiatan pertanian yang akan dilakukannya. Selain itu, manusia juga menghindari cuaca tertentu yang merugikan kegiatan pertanian. Unsur cuaca yang penting dalam pertanian yaitu penyinaran matahari, suhu udara, suhu tanah, angin, kelembapan udara, hujan, penguapan dan penguap-peluhan.[13]

Referensi

  1. ^ Aldrian, dkk. 2011, hlm. 13.
  2. ^ Aldrian, dkk. 2011, hlm. 15.
  3. ^ Wirjohamidjojo dan Swarinoto 2007, hlm. 6-7.
  4. ^ a b c Wirjohamidjojo dan Swarinoto 2007, hlm. 31.
  5. ^ Tjasyono HK., dan Harijono 2012, hlm. 16.
  6. ^ Tjasyono HK., dan Harijono 2012, hlm. 17.
  7. ^ Tjasyono HK., dan Harijono 2012, hlm. 24.
  8. ^ Tjasyono HK., dan Harijono 2012, hlm. 25.
  9. ^ Wirjohamidjojo dan Swarinoto 2007, hlm. 31-32.
  10. ^ Wirjohamidjojo dan Swarinoto 2007, hlm. 32.
  11. ^ Sucahyono S., dan Ribudiyanto 2013, hlm. 193.
  12. ^ Sucahyono S., dan Ribudiyanto 2013, hlm. 193-194.
  13. ^ Wirjohamidjojo dan Swarinoto 2007, hlm. 30.

Daftar pustaka

  1. Aldrian, dkk. (2011). Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia (PDF). Jakarta: Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara, Kedeputian Bidang Klimatologi, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. 
  2. Sucahyono S., D., dan Ribudiyanto, K. (2013). Cuaca dan Iklim Ekstrim di Indonesia (PDF). Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. ISBN 978-602-1282-00-7. 
  3. Tjasyono HK., dan Harijono, S. W. B. (2012). Meteorologi Indonesia II: Awan dan Hujan Monsun (PDF) (edisi ke-4). Jakarta: Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. ISBN 978-979-99507-6-5. 
  4. Wirjohamidjojo, S., dan Swarinoto, Y. (2007). Praktek Meteorologi Pertanian (PDF). Jakarta: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. ISBN 978-979-1241-05-2. 

Lihat pula

Pranala luar