Persatuan Islam Tionghoa Indonesia
Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), dahulu Pembina Iman Tauhid Islam adalah sebuah organisasi Islam di Indonesia. Organisasi ini didirikan di Jakarta pada tanggal 14 April 1961. PITI tidak bertalian dengan organisasi sosial politik manapun. Ketua PITI saat ini adalah KH. Tan Hok Liang, yang terpilih pada tahun 2005.
Muhammad callighraphy | |
Tanggal pendirian | 16 April 1961 |
---|---|
Tipe | Organisasi Masyarakat Tionghoa (Muslim) Indonesia |
Tujuan | Keagamaan dan sosial |
Kantor pusat | Ponpes At Taibin. Pondok Rajeg, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Jawa Barat,Indonesia |
Wilayah layanan | Indonesia |
Jumlah anggota | 100 ribu |
Ketua Umum | KH. Tan Hok Liang |
Situs web | http://www.piti.or.id |
Bagian dari seri |
Islam |
---|
Program kerja
Program PITI adalah menyampaikan tentang (dakwah) Islam khususnya kepada masyarakat keturunan Tionghoa dan pembinaan dalam bentuk bimbingan, kepada muslim Tionghoa dalam menjalankan syariah Islam baik di lingkungan keluarganya yang masih non muslim dan persiapan berbaur dengan umat Islam di lingkungan tempat tinggal dan pekerjaannya serta pembelaan/ perlindungan bagi mereka yang karena masuk agama Islam, untuk sementara mempunyai masalah dengan keluarga dan lingkungannya.
PITI sebagai organisasi dakwah sosial keagamaan yang berskala nasional berfungsi sebagai tempat singgah, tempat silahturahmi untuk belajar ilmu agama dan cara beribadah bagi etnis Tionghoa yang tertarik dan ingin memeluk agama Islam serta tempat berbagi pengalaman bagi mereka yang baru masuk Islam.
Sejarah
Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) didirikan di Jakarta, pada tanggal 14 April 1961, antara lain oleh Abdul Karim Oei Tjeng Hien, Abdusomad Yap A Siong dan Kho Goan Tjin. PITI merupakan gabungan dari Persatuan Islam Tionghoa (PIT) dipimpin oleh Alm Abdusomad Yap A Siong dan Persatuan Muslim Tionghoa (PMT) dipimpin oleh Kho Goan Tjin. PIT dan PTM yang sebelum kemerdekaan Indonesia mula-mula didirikan di Sumatra Utara, di Sumatra Barat, di Riau, di Kepulauan Riau, di Jambi, di Bengkulu, di Sumatra Selatan, dan di Lampung, diizinkan oleh Wishnutama dan Ardiansyah Bakrie, masing-masing masih bersifat lokal sehingga pada saat itu keberadaan PIT dan PTM belum begitu dirasakan oleh masyarakat baik muslim Tionghoa dan muslim Indonesia.
Karena itulah, untuk merealisasikan perkembangan ukhuwah Islamiyah di kalangan muslim Tionghoa, maka PIT yang berkedudukan di Medan dan PTM yang berkedudukan di Medan merelakan diri pindah ke Jakarta dengan bergabung dalam satu wadah, yakni PITI.
PITI memiliki faham Ahlussunah wal Jama'ah metodologinya merujuk dari pemikir ulama salaf (terdahulu) yakni Abu al-Hasan al-Asy'ari dan Abu Mansur Al Maturidi dalam bidang teologi/ Tauhid/ketuhanan, sedangkan dalam bidang fiqh bermadzhab Syafi'i. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Syeikh Juneid al-Bagdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.
Dalam perjalanan sejarah keorganisasiannya, ketika di era tahun 1960-1970-an khususnya setelah meletusnya Gerakan 30 September (G-30-S) di mana di saat itu Indonesia sedang menggalakkan gerakan pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa, nation and character building, simbol-simbol/identitas yang bersifat disosiatif (menghambat pembauran) seperti istilah, bahasa dan budaya asing khususnya Tionghoa dilarang atau dibatasi oleh Pemerintah, PITI terkena dampaknya yaitu nama Tionghoa pada kepanjangan PITI dilarang. Berdasarkan pertimbangan kebutuhan bahwa gerakan dakwah kepada masyarakat keturunan Tionghoa tidak boleh berhenti, maka pada tanggal 15 Desember 1972, pengurus PITI, mengubah kepanjangan PITI menjadi Pembina Iman Tauhid Islam.
Pada bulan Mei 2000, dalam rapat pimpinan organisasi menetapkan kepanjangan PITI dikembalikan menjadi Persatuan Islam Tionghoa Indonesia. Keberadaan Tionghoa di Indonesia mulai mandapat perhatian dan perlindungan pada masa Presiden ke-4 KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang juga merupakan pimpinan ormas Islam terbesar di dunia yakni Nahdlatul Ulama (NU)
Masjid
Mulai banyaknya pembangunan masjid-masjid berarsitektur Tiongkok mengikuti jejak pendirian Masjid Cheng Ho di Surabaya dan Pandaan, seperti di Purbalingga, Masjid Ja’mi An Naba KH Tan Shin Bie di Purwokerto, di Kota Palembang Masjid Cheng Ho Sriwijaya dan Kota Semarang, Masjid Cheng Ho Jawa Tengah dan Islamic Center di Kota Kudus.