Ci Tarum
Ci Tarum[1] atau Citarum (aksara Sunda: ᮎᮤᮒᮛᮥᮙ᮪) adalah sungai terpanjang dan terbesar di Tatar Pasundan Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Sungai dengan nilai sejarah, ekonomi, dan sosial yang penting ini sejak 2007 menjadi salah satu dari sungai dengan tingkat ketercemaran tertinggi di dunia. Jutaan orang tergantung langsung hidupnya dari sungai ini[2], sekitar 500 pabrik berdiri di sekitar alirannya, tiga waduk PLTA dibangun di alirannya, dan penggundulan hutan berlangsung pesat di wilayah hulu.
Ci Tarum ᮎᮤᮒᮛᮥᮙ᮪ | |
---|---|
Etimologi | Sungai yang ditumbuhi tanaman "Tarum" di pinggirnya |
Lokasi | |
Provinsi | Jawa Barat |
Kabupaten/kota | Bandung, Bandung Barat, Kota Bandung, Cianjur, Purwakarta, Karawang, Bekasi |
Ciri-ciri fisik | |
Hulu sungai | Tujuh mata air di kaki Gunung Wayang, yang dikumpulkan di Situ Cisanti |
- lokasi | Cibeureum, Kertasari, Bandung |
- koordinat | 7°12′32″S 107°39′18″E / 7.2088735°S 107.6550179°E |
Muara sungai | Muara Gembong |
- lokasi | Muara Gembong, Bekasi |
- koordinat | 5°56′22″S 106°59′21″E / 5.9393637°S 106.9891333°E |
Panjang | 300 km |
Lebar | |
- minimum | 50 m |
- maksimum | 60 m |
Kedalaman | |
- minimum | 0,5 m |
- maksimum | 3 m |
Daerah Aliran Sungai | |
Badan air |
Etimologi
Ci Tarum disusun oleh dua kata yaitu Ci yang artinya sungai atau air dan tarum yang merupakan nama tumbuhan penghasil warna nila. Dari asal usul kata ini bisa disimpulkan bahwa pada zaman dahulu banyak tumbuhan tarum di sepanjang Ci Tarum.
Geografi
Panjang aliran sungai ini sekitar 300 km. Secara tradisional, hulu Ci Tarum dianggap berawal dari lereng Gunung Wayang, di tenggara Kota Bandung, di wilayah Desa Cibeureum, Kertasari, Bandung.[3] Ada tujuh mata air yang menyatu di suatu danau buatan bernama Situ Cisanti di wilayah Kabupaten Bandung. Namun, berbagai anak sungai dari kabupaten bertetangga juga menyatukan alirannya ke Ci Tarum, seperti Ci Kapundung dan Ci Beet. Aliran kemudian mengarah ke arah barat, melewati Majalaya dan Dayeuhkolot, lalu berbelok ke arah barat laut dan utara, menjadi perbatasan Kabupaten Cianjur dengan Kabupaten Bandung Barat, melewati Kabupaten Purwakarta, dan terakhir Kabupaten Karawang (batas dengan Kabupaten Bekasi). Sungai ini bermuara di Ujung Karawang.
Berikut ini adalah sebagian dari anak sungai yang mengalir ke Ci Tarum:
- Ci Beet
- Ci Kao
- Ci Somang
- Ci Kundul
- Ci Balagung
- Ci Sokan
- Ci Meta
- Ci Minyak
- Ci Lanang
- Ci Jere
- Ci Haur
- Ci Mahi
- Ci Beureum
- Ci Widey
- Ci Sangkuy
- Ci Kapundung
- Ci Durian
- Ci Pamokolan
- Ci Tarik
- Ci Keruh
- Ci Rasea
Ci Tarum dalam sejarah
Dalam perjalanan sejarah Sunda, Ci Tarum erat kaitannya dengan Kerajaan Taruma, kerajaan yang menurut catatan-catatan Tionghoa dan sejumlah prasasti pernah ada pada abad ke-4 sampai abad ke-7. Komplek bangunan kuno dari abad ke-4, seperti di Situs Batujaya dan Situs Cibuaya menunjukkan pernah adanya aktivitas permukiman di bagian hilir. Sisa-sisa kebudayaan pra-Hindu dari abad ke-1 Masehi juga ditemukan di bagian hilir sungai ini.
Sejak runtuhnya Taruma, Ci Tarum menjadi batas alami Kerajaan Sunda dan Galuh, dua kerajaan kembar pecahan dari Taruma, sebelum akhirnya bersatu kembali dengan nama Kerajaan Sunda.
Ci Tarum juga disebut dalam Naskah Bujangga Manik, suatu kisah perjalanan yang kaya dengan nama-nama geografi di Pulau Jawa dari abad ke-15.
Pemanfaatan
Sejak lama Ci Tarum dapat dilayari oleh perahu kecil. Penduduk di sekitarnya memanfaatkan sumberdaya perikanan di sungai ini, baik secara tradisional dengan cara memancing atau menjala, atau dengan membudidayakan ikan dalam keramba jaring apung di waduk dan bendungan.
Karena banyaknya debit air yang dialirkan oleh sungai ini, maka dibangun tiga waduk (danau buatan) sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan juga untuk irigasi persawahan di sungai ini:
- PLTA Saguling di wilayah hulu DAS Ci Tarum
- PLTA Cirata di wilayah tengah, dan
- PLTA Ir. H. Djuanda atau lebih dikenal sebagai PLTA Jatiluhur, di wilayah hilir.
Air dari Ci Tarum dimanfaatkan sebagai pasokan air minum untuk sebagian penduduk Jakarta. Irigasi di wilayah Subang, Karawang, dan Bekasi juga dipasok dari aliran sungai ini. Pengaturannya dilakukan sejak Waduk Jatiluhur.
Pencemaran sungai
Keadaan lingkungan sekitar Ci Tarum telah banyak berubah sejak paruh kedua dasawarsa 1980-an. Industrialisasi yang pesat sejak akhir 1980-an di kawasan sekitar sungai ini telah menyebabkan menumpuknya limbah buangan pabrik-pabrik di Ci Tarum.[4]
Setiap musim hujan wilayah Bandung Selatan di sepanjang Ci Tarum selalu dilanda banjir. Setelah kejadian banjir besar yang melanda daerah tersebut pada tahun 1986, pemerintah membuat proyek normalisasi sungai Ci Tarum dengan mengeruk dan melebarkan sungai bahkan meluruskan alur sungai yang berkelok. Tetapi hasil proyek itu tampaknya sia-sia karena setelahnya tidak ada perubahan perilaku masyarakat sekitar, sehingga sungai tetap menjadi tempat pembuangan sampah bahkan limbah pabrik pun mengalir ke Ci Tarum. Bertahun kemudian, keadaan sungai bahkan bertambah buruk, sempit dan dangkal, penuh sampah, dan di sebagian tempat airnya pun berwarna hitam pekat.
Biota sungai
Puluhan jenis ikan hidup di Ci Tarum. Di lingkungan Waduk Jatiluhur saja, Kartamihardja (2008) mencatat keberadaan 20 spesies ikan. Dan angka ini sebetulnya telah berubah menyusut dalam kurun waktu 40 tahun (1977-2007); pada awalnya tercatat sebanyak 34 spesies dengan komposisi 23 spesies asli dan 11 pendatang (introduksi).[5]
Perubahan ekosistem, dari aliran sungai yang relatif dangkal dan deras menjadi lingkungan waduk yang dalam dan tenang, jelas mempengaruhi keberadaan jenis-jenis ikan. Akan tetapi jenis-jenis yang menghilang dari waduk masih mempunyai kemungkinan bertahan di bagian lain Ci Tarum. Catatan ringkas yang diperoleh sebuah LSM pemerhati Ci Tarum, masih mendapati puluhan jenis ikan dari berbagai lokasi di sungai ini[6]. Meskipun demikian, hingga saat ini memang belum tersedia data yang memadai menyangkut keanekaragaman, penyebaran, dan populasi ikan-ikan di Ci Tarum ini.
Referensi
- ^ Pengejaan mengikuti pedoman penamaan nama geografi.
- ^ Bank Pembangunan Asia memperkirakan sekitar 28 juta jiwa[pranala nonaktif permanen].
- ^ Status mutu air sungai (Studi Kasus S. Citarum).[pranala nonaktif permanen] Puslitbang SDA.
- ^ "Is this the world's most polluted river?", Daily Mail, 5 Juni 2007
- ^ Kartamihardja, E.S. 2008. Perubahan komposisi komunitas ikan dan faktor-faktor penting yang memengaruhi selama empat puluh tahun umur Waduk Ir. Djuanda[pranala nonaktif permanen]. Jurnal Iktiologi Indonesia Vol. 8(2): 67-78
- ^ Budiman, Y. 2011. Berkenalan dengan ikan di Sungai Citarum[pranala nonaktif permanen]. Laporan foto 2008-2011. Enclave Conservation. 22 hal
Lihat pula
Pranala luar
- Kompas.com: Ikan-ikan Pun Kalah di Citarum, diakses pada 8/IX/2012
- Pencemaran Citarum di fase terberat[pranala nonaktif permanen]