RCTI

Jaringan televisi di Indonesia

RCTI (singkatan dari Rajawali Citra Televisi Indonesia) adalah salah satu jaringan televisi swasta di Indonesia yang dimiliki oleh Media Nusantara Citra (MNC). RCTI merupakan jaringan televisi swasta pertama di Indonesia.

RCTI
PT Rajawali Citra Televisi Indonesia
Logo RCTI sejak 20 Mei 2015
Kantor pusatMNC Studios, Jl. Raya Perjuangan No. 1, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Indonesia
SloganKebanggaan Bersama Milik Bangsa (24 Agustus 1993-sekarang)
RCTI Oke (24 Agustus 1994-sekarang, tagline)
PemilikRajawali Corpora (1987-2000)
Bimantara Citra (1987-2003)
Media Nusantara Citra (2003-sekarang)
Media streaming
RCTI+Tonton langsung
VidioTonton langsung

Pada awalnya didirikan sebagai perusahaan patungan dengan kepemilikan saat itu adalah Bimantara Citra (69,82%) dan Rajawali Wirabhakti Utama (30,18%).[1] RCTI pertama mengudara pada 13 November 1988 dan diresmikan 24 Agustus 1989 pukul 13.30 WIB dan pada waktu itu, siaran RCTI hanya dapat ditangkap oleh pelanggan yang memiliki dekoder dan membayar iuran setiap bulannya. RCTI melepas dekodernya pada 24 Agustus 1990, setahun setelah mulai bersiaran, yang menandakan mulainya TV ini bersiaran secara terestrial. Tiga tahun kemudian, pada 24 Agustus 1993, RCTI resmi bersiaran secara nasional. Sejak Oktober 2003, RCTI dimiliki oleh Media Nusantara Citra, kelompok perusahaan media yang juga memiliki GTV dan MNCTV.

Sejarah

Awal berdiri dan bersiaran

 
Logo pertama RCTI (versi non-korporat atau komersil) (13 Agustus 1988-19 Agustus 2000)
Berkas:Rcti (2).png
Logo pertama RCTI (versi korporat) (24 Agustus 1991-19 Agustus 2000)

PT Rajawali Citra Televisi Indonesia berdiri pada 21 Agustus 1987 di Jakarta.[2] RCTI sendiri mendapat izin untuk mulai beroperasi pada 1988, setelah melalui proses persiapan selama berbulan-bulan, lewat Deppen, DPR dan TVRI. Awalnya, RCTI dimaksudkan untuk berdiri sebagai "pelaksana SST" (Siaran Saluran Terbatas) yang diberikan oleh TVRI lewat perjanjian pada 22 Februari 1988, dan sebelumnya pada 28 Oktober 1987 RCTI sudah diajukan oleh TVRI sebagai calon pelaksana SST pertama.[3] Penunjukan RCTI sebagai "pelaksana" itu, dimaksudkan karena biaya yang besar dan pertimbangan faktor pengamanan fungsi dan peranan televisi sebagai alat penerangan yang strategis.[4] RCTI memang disiarkan secara terestrial di kanal 43 UHF/647,25 MHz (yang dijatah oleh Telkom pada Februari 1988), namun tidak bisa ditangkap oleh semua kalangan melainkan hanya yang memiliki perangkat berupa dekoder secara berlangganan.[5][6] Pembangunan Studio RCTI di Kebon Jeruk kemudian dimulai sejak 23 Juni 1988 yang dibangun di atas tanah seluas 10,4 hektar. Peresmian peletakan batu pertama studio ini dihadiri oleh Gubernur DKI Jakarta, Wiyogo Atmodarminto.[7][8] Awalnya, RCTI ditargetkan bersiaran mulai September 1988 selama 2-3 jam, namun kemudian tampaknya rencana ini diundur.[9] Program yang pada saat itu direncanakan adalah hiburan (terutama film impor) dan pendidikan.[10] Untuk membantu pengembangannya, RCTI juga merekrut beberapa orang, seperti Peter Langlois, Stephen Mathis (dan kawan-kawannya) yang berasal dari Amerika Serikat, Alex Kumara dan juga Zsa Zsa Yusharyahya, dan mereka akan menjadi manajemen kunci RCTI di awal bersiaran.[11] Modalnya juga disiapkan sebesar US$ 100 juta.[12]

Pada 13 November 1988, RCTI memulai siaran percobaannya di Jakarta dengan pada saat itu awalnya masih membuka siarannya secara terestrial, dimulai jam 17.30 WIB dan berlangsung selama 5 jam sampai pukul 22.30 WIB.[13][4] Pada 21 November 1988, RCTI memulai siarannya dengan dekoder, dengan pelanggan awal adalah 43.000 pengguna.[14] Awalnya direncanakan bahwa baru pada 1 Maret 1989 RCTI akan mulai mensyaratkan penggunaan dekoder dan bersiaran resmi,[12] namun kemudian tampak kebijakan ini dijalankan tidak tetap dengan buka-tutup siaran, di mana penutupan siaran justru dilakukan lebih awal yaitu pada 21 November 1988 dan 2 Januari 1989. Sebelum dua waktu itu, siaran RCTI dibuka (bisa diterima tanpa dekoder) yang dimaksudkan agar publik bisa melihat contoh acara RCTI.[12] Kemudian pada 5 Maret 1989, RCTI memperpanjang siarannya menjadi 16 jam, dari 08.30-24.30 WIB.[15] Pada tanggal 24 Agustus 1989 RCTI memulai siarannya secara komersial yang diresmikan oleh Presiden Soeharto di Studio RCTI Kebon Jeruk, Jakarta Barat dengan status sudah bersiaran dengan dekoder berbayar. Meski pada saat itu RCTI masih berstatus televisi berlangganan Jakarta, RCTI sempat menayangkan iklan-iklan produk terkemuka. Pada saat awal siaran, RCTI hanya menayangkan acara-acara luar negeri karena modalnya lebih murah jika dibandingkan dengan memproduksi sendiri yang biayanya jauh lebih mahal. Namun, di samping banjir program impor yang kebanyakan dari AS tersebut, RCTI sebenarnya sudah juga memulai produksi program lokal bernama Jakarta Masa Kini yang dimulai pada Juli 1989.[16]

Televisi terestrial dan perluasan siaran

 
Versi lain dari logo pertama RCTI, digunakan di layar kaca televisi serta station ID (24 Agustus 1993-19 Agustus 2000)

Karena setiap hari pelanggan dekoder RCTI semakin bertambah di wilayah Jabodetabek dan pemasang iklan menjadi lebih banyak, maka Menteri Penerangan Harmoko kala itu mengumumkan pencabutan penggunaan dekoder dan mengizinkan RCTI untuk mengudara secara terestrial. Pelepasan dekoder ini diumumkan pada 11 Juli 1990,[17][18] dan setelah kebijakan ini kemudian didukung juga oleh Presiden Soeharto, pada 24 Agustus 1990 RCTI resmi bersiaran secara terestrial di Jakarta tanpa dekoder dengan berubah statusnya menjadi Stasiun Penyiaran Televisi Swasta Umum (SPTSU). Pelepasan dekoder ini dimulai sejak bersiaran pukul 13.30 WIB di kanal 43 UHF (647,25 MHz), dan pelanggan bisa mengembalikan dekodernya mulai 3 September 1990.[19] Pencabutan dekoder ini dianggap jauh lebih menguntungkan karena permintaan pemasangan iklan menjadi lebih banyak dan daya pancar lebih luas.[20] Beberapa alasan lain yang mendukung pencabutan dekoder, seperti "memantapkan penggerak roda ekonomi sebagai media audiovisual",[19] mampu mendorong penyiaran program lokal dan membantu mengembangkan dan meratakan informasi dengan memberikan kesempatan menonton TV swasta bagi masyarakat Jakarta.[8] Memang pada saat itu diberitakan adanya keluhan dari sebagian masyarakat karena kewajiban berlangganan ini.[21] Namun, ada juga faktor lain yang tidak diungkapkan seperti ketidakmampuan RCTI memenuhi target bisnisnya, yaitu dari target 500.000 orang pelanggan namun hanya 96.000 yang berhasil dijaring.[22] Dan dengan pencabutan dekoder ini, RCTI jelas mendapatkan untung karena penontonnya meroket dari 96.000 menjadi 6 juta.[23]

Pada tahun 1991, RCTI merealisasikan perluasan siarannya setelah mengudara di Bandung pada 1 Mei 1991, dengan nama RCTI Bandung. Pembentukan dan siaran pertama dari TV afiliasi/jaringan (bukan sekedar stasiun relai, karena belum boleh bersiaran nasional)[24] ini sudah direncanakan dimulai pada awal 1991 (bahkan izinnya sudah didapat dari Agustus 1990), lalu ke Maret 1991 walaupun kemudian tidak terealisasi sampai Mei.[25][26] RCTI Bandung merupakan stasiun afiliasi yang menyiarkan beberapa program yang sama dengan RCTI, walaupun tidak semuanya karena ada siaran lokal seperti wayang golek sejak 11 November 1991 sesuai pertimbangan dari berbagai pihak.[27][28] Sebelumnya pada April 1991, RCTI juga sudah mulai bersiaran secara "nasional" (karena belum resmi) dengan satelit Palapa B2. Walaupun sempat menuai kontroversi, bahkan kemudian dihentikan oleh Deppen pada 22 April 1991,[17] namun kemudian Dirjen RTF (Direktur Jenderal Radio, Televisi dan Film) memberikan izin pada RCTI untuk bersiaran lewat satelit lewat SK RTF 1286/1991. Dalam hal ini, artinya adalah RCTI sudah bersiaran "nasional" namun tidak resmi karena hanya bisa ditangkap oleh pengguna parabola.[22] Sesungguhnya, "perluasan siaran" secara tak formal juga sudah dilakukan pada 24 Agustus 1990, dengan melakukan kerja sama programming dengan SCTV, sebuah stasiun TV lokal yang bersiaran di Surabaya. Program keduanya sama namun disiarkan di waktu berbeda.[17][29] Bentuk perluasan siaran lain yang nonformal juga diwujudkan dengan sejumlah pihak swasta yang membuka siaran ilegal pada 1991-1992 seperti di Garut dan Yogyakarta.[30][31]

 
Versi lain dari logo kedua RCTI, digunakan di layar kaca televisi (20 Agustus 2000-31 Juli 2004) serta station ID (20 Agustus 2000-31 Juli 2004)
 
Logo kedua RCTI (20 Agustus 2000-19 Mei 2015 (sebagai logo korporat) dan 1 Agustus 2004-19 Mei 2015 (sebagai logo on-air))

Perkembangan selanjutnya

Seiring waktu, RCTI kemudian mulai menampilkan hal-hal baru walaupun baru sekadar bersiaran resmi di Jakarta dan Bandung. Pada awal 1991, RCTI memperkenalkan siaran stereo (Zweiton) pertama di Indonesia.[32] Lalu, juga sejak 1989 RCTI sudah menyiarkan program sejenis berita bernama Seputar Jakarta (pada 1990 diubah menjadi Seputar Indonesia). Seputar Indonesia, menjadi dikenal karena pembawaannya yang cenderung tidak monolitik seperti menggunakan Pemirsa bukan Saudara.[33] Siaran Seputar Indonesia juga merupakan program terawal yang memberikan penerjemah bahasa isyarat bagi pemirsa.[30] Lalu, di April 1994, RCTI memunculkan sistem teleteks pertama.[34] Di tahun 1994 juga, diperkenalkan siaran dual sound dan pada 3 Juni 1995 diperkenalkan siaran 3 dimensi lewat kartun Remi.[35][36]

Bertepatan dengan ulang tahun ke-4, tepatnya tanggal 24 Agustus 1993, RCTI akhirnya baru bisa melakukan siarannya secara nasional. Izin siaran nasional yang didapatkan pada 30 Januari 1993 ini muncul sebagai akibat dari SK Menpen 04A/1993 pada 18 Januari 1993. Setelah izin siaran nasional itu didapatkan, RCTI cepat berekspansi dengan membangun puluhan stasiun transmisi di berbagai daerah seperti Yogyakarta, Jayapura, Solo, Semarang, Banjarmasin dan berbagai kota lainnya di Indonesia selama beberapa tahun ke depan.[37][38] Menginjak usia ke-11, tepatnya tanggal 20 Agustus 2000, RCTI resmi berganti logo baru yang menggambarkan penampilan dan semangat baru serta penempatan logo diubah dari posisi semula di pojok kanan atas menjadi di pojok kiri atas. Hingga awal tahun 2001, RCTI memiliki 47 stasiun transmisi di seluruh Indonesia.

Sejak awal berdiri, logo RCTI merupakan penggayaan dari tulisan RCTI. Awalnya dari tahun 1988 hingga 2000 digunakan logo di mana huruf R digantikan dengan kepala rajawali lengkap dengan sepasang cakar beserta sayap corak merah-hijau-biru, dan dari matanya "terpancar" garis merah putih, sedangkan CTI berbentuk garis-garis. Awalnya logo ini hanya digunakan sebagai logo perusahaan saja, namun sejak 1991 logo tersebut juga mulai digunakan sebagai logo on air. Lalu, pada tahun 1996, pada logo on-air-nya ditambahkan tulisan "oke" berwarna merah yang berlangsung hingga Agustus 1998, lalu sejak September 1998, pada logo on-air-nya menggunakan logo "RCTI 2000 Oke" yang dipergunakan hingga Juli 2000.

Pada 20 Agustus 2000, logo ini disederhanakan sehingga bentuk rajawali pada huruf R menjadi seperti menyatu dengan huruf CTI, dan "pancaran" dari mata burung rajawali menjadi hanya berwarna merah. Namun, tulisannya masih miring, hingga pada tanggal 20 Mei 2015, logo ini mengalami perubahan minor menjadi tegak menyesuaikan dengan logo-logo perusahaan di bawah MNC Group yang sama-sama menjadi tegak pada hari itu.

Program acara

Olahraga

RCTI, dengan jenama RCTI Sports, telah memiliki hak siar atas ajang sepak bola bergengsi Eropa, seperti Kejuaraan Eropa UEFA yang rutin ditayangkan setiap empat tahun sekali sejak 1996 hingga sekarang. Pada 1996 hingga 2000 tayang bersama SCTV, pada 2008 tayang bersama MNCTV dan GTV, dan Euro 2021 akan tayang bersama MNCTV dan iNews, berkat kerja sama dengan Mola TV.[39]

Setelah delapan tahun absen (terakhir kali tahun 2002), RCTI kembali diberikan hak siar dalam ajang sepak bola Piala Dunia FIFA 2010. Pada tahun 2010, tayang bersama GTV.

Pada tahun 2008, RCTI berhasil mengambil alih hak siar Kejuaraan AFF selama tujuh musim hingga 2021 mendatang, menggantikan Trans7 yang sudah habis masa kontraknya. Bedanya, pada musim 2008 hingga 2016, RCTI bermitra dengan Fox Sports tetapi pada 2018, bermitra dengan FMA (Futbal Momentum Asia) karena adanya pembatasan hak siar Kejuaraan AFF di Fox Sports untuk hampir seluruh negara di wilayah Asia-Pasifik dan pada 2021, akan ditayangkan secara ekslusif karena krisis keuangan yang dialami FMA (Futbal Momentum Asia).

Pada tahun 2013, RCTI kembali mendapatkan hak siar La Liga selama tiga musim, menggantikan Trans Media yang hanya menayangkan selama semusim.

Pada musim 2015-16 bertepatan dengan musim terakhir hak siar La Liga di RCTI, RCTI kembali menyiarkan Liga Champions UEFA pada 2015-16 setelah mendapatkan lisensi dari beIN Sports dan musim 2018-19 dari FMA (Futbal Momentum Asia).

Pada tahun 2016, RCTI kembali memiliki hak siar dalam ajang sepak bola Liga Utama Inggris bersama MNCTV selama tiga tahun yaitu musim 2016-17 hingga 2018-19 berkat kerja sama dengan beIN Sports.[40]

Mulai November 2019 (5 Januari 2020 di layar kaca televisi), RCTI kembali menyiarkan siaran langsung pertandingan turnamen Piala FA selama dua musim yaitu 2019–20 dan 2020–21. Mulai musim 2019–20. RCTI akan menyiarkan pertandingan FA Cup mulai dari ronde kedua (hanya di RCTI+), ronde ketiga (RCTI dan RCTI+) (termasuk replay, bila memungkinkan) hingga babak final juga berkat kerja sama dengan lisensi beIN Sports dan juga tidak mencakup The FA Community Shield.[41]

Pada bulan Agustus 2019, RCTI kembali mendapatkan hak siar Pesta Olahraga Asia Tenggara untuk edisi 2019 dan 2021 bersama MNCTV, GTV, dan iNews ditambah TVRI, setelah terakhir kali tayang delapan tahun silam.

Tepat pada tanggal 7 November 2019, RCTI kembali mengumumkan melalui akun Instagram resminya bahwa akan kembali menyiarkan Liga Serie A setelah absen selama 17 tahun. Pada tahun 2019, RCTI akan menayangkan tiga pertandingan per pekan selama dua musim yaitu 2019–20 dan 2020–21 lewat kerja sama dengan beIN Sports, dimulai pada pekan ke-12 musim 2019–20.[42][43]

Kepemilikan

Hingga 2003, RCTI dimiliki secara patungan antara Bimantara Citra (69,82%) dan Rajawali Wirabhakti Utama (30,18%) yang masing-masing dikendalikan oleh Bambang Trihatmodjo dan Peter Sondakh.[44] Sesungguhnya, ide pendirian RCTI bukan berasal dari Bambang, melainkan Peter. Namun, idenya selalu kandas ketika ia berusaha mengajukannya ke Departemen Penerangan sehingga ia memakai "jalan tikus" lewat anak Presiden, yaitu Bambang Tri dengan bantuan menghubungkannya dengan orang ketiga, yaitu Peter F. Gontha. Dengan jalur "anak presiden" itulah RCTI kemudian seperti mendapatkan "pelicin" bagi pendiriannya. Kerja sama mereka tetap bertahan hingga akhir Orde Baru. Nama RCTI sendiri berasal dari dua perusahaan itu: Rajawali Wirabhakti Utama dan Bimantara Citra. Kemungkinan penetapan Rajawali sebagai nama utama walaupun bukan pemegang saham mayoritas, disebabkan perusahaan ini diinisiasi oleh Peter Sondakh seperti telah disebutkan sebelumnya.

Keadaan berubah ketika munculnya krisis ekonomi 1997 dan kejatuhan Orde Baru. Dalam hal ini, struktur kepemilikan di Bimantara, pengendali saham mayoritas RCTI pun berubah. Bambang perlahan-lahan melepas kepemilikannya (via PT Asriland) di PT Bimantara yang pada saat itu terlilit hutang, dari 36,51% pada 2000 menjadi 14,32% pada 2003. Di tengah situasi itu, hadir orang yang kini menjadi penguasa RCTI, yaitu Bambang Hary Iswanto Tanoesoedibjo (Hary Tanoe atau HT). Hary sebenarnya bukanlah pemain di industri media atau seorang konglomerat besar dari awal, melainkan hanya seorang pemain di industri keuangan dan pasar modal lewat PT Bhakti Investama. HT lewat PT Bhakti meningkatkan kepemilikannya di PT Bimantara secara bertahap: dari 10,72% pada 2001 hingga mencapai 37,60% pada 2003. Pada 30 April 2002, HT dikukuhkan sebagai Presdir Bimantara. Masuknya HT dalam PT Bimantara ini memang mengagetkan karena dia dianggap pada saat itu tidak punya kekuatan modal besar untuk menguasai "raksasa" bisnis Cendana tersebut. Ada yang menganggap upaya HT ini mendapatkan "backing-an" dari keluarga Cendana sehingga ia hanya sebagai operator, ada rumor yang menuduhnya merupakan kepanjangan tangan Salim Group,[45] rumor lain mengatakan ia diberi modal oleh investor rahasia, bahkan ada juga yang menuduhnya dibantu oleh investor kawakan George Soros.[46] Namun, HT membantah semua itu dalam wawancara tahun 2007 dan menyatakan keberhasilannya lebih disebabkan prestasinya menyehatkan Bimantara dengan meningkatkan kinerjanya dan menjual aset-asetnya yang potensial.[47] Yang pasti, kemudian kepemilikan Bimantara (yang kemudian berganti menjadi Global Mediacom) menjadi berada di bawah pengendalian HT sedangkan saham Bambang Tri (lewat PT Asriland) semakin merosot dan akhirnya lenyap pada awal 2012, yang diperkuat dengan mundurnya Bambang Tri dan Mohammad Tachril Sapi'ie dari jajaran manajemen Global Mediacom pada akhir April 2012. Pada intinya, sejak 2001, praktis kendali atas RCTI (via Bimantara) telah beralih dari Bambang kepada HT.

Sementara itu, sisa saham 30,18% pada awal 2000-an masih dipegang oleh Rajawali Wirabhakti Utama (Peter Sondakh). Peter akhirnya melepas kepemilikannya pada PT Bukit Cahaya Makmur pada 26 Agustus 2003. PT Bukit sendiri banyak yang menganggap merupakan perusahaan yang terafiliasi dengan PT Bimantara.[48][49] Dengan hal tersebut, maka sejak saat itu 100% kepemilikan RCTI ada di bawah HT. HT kemudian melakukan restrukturisasi lagi dengan menempatkan perusahaan industri penyiarannya (termasuk RCTI) dalam PT Media Nusantara Citra sebagai induk. Sementara itu, saham PT Bukit akhirnya dijual pada Media Nusantara Citra pada 19 Februari 2004,[50] sehingga kepemilikan MNC pada RCTI mencapai 100% sampai saat ini.[51]

Secara singkat, skema kepemilikan RCTI saat ini adalah: HT-MNC Investama-Global Mediacom-Media Nusantara Citra-RCTI.

RCTI sampai saat ini tercatat tidak pernah dimiliki pemodal asing, namun tercatat pernah ada isu yang menyatakan bahwa beberapa investor akan membeli sahamnya atau bekerja sama. Pada tahun 1994 dan 2000, RCTI sempat dikabarkan akan dibeli sahamnya atau bekerja sama dengan raksasa media milik konglomerat asal Amerika Serikat berkelahiran Australia, Rupert Murdoch (News Corporation). Namun, rencana masuknya Murdoch gagal karena tidak ada kesepakatan tentang siapa yang akan menjadi pengendali. Selain itu, juga sempat beredar kabar bahwa Columbia Tristar (yang dimiliki oleh perusahaan elektronik asal Jepang, Sony) juga berencana masuk ke RCTI pada awal 2000-an.[52][53]

Penyiar

Direksi dan komisaris

Daftar direktur utama

No. Nama Masa jabatan
1
Bambang Trihatmodjo[10]
1987–1988
2
Peter F. Gontha
1988–1989
3
Joni P. Soebandono
1989–1991
4
Budhy G. W. Budhyarto
1991
5
M. S. Rallie Siregar
1991–1999
6
Harry Kuntoro
1999–2001
7
Wisnu Hadi
2001–2003
8
Hary Tanoesoedibjo
2003–2008
9
Sutanto Hartono
2008–2010
10
Hary Tanoesoedibjo
2010–2018
11
Kanti Mirdiati Imansyah
2018–

Dewan Direksi saat ini

Struktur dewan direksi RCTI saat ini adalah sebagai berikut:

Jabatan Nama
Direktur Utama Kanti Mirdiati Imansyah
Wakil Direktur Utama & Direktur Produksi Noersing
Wakil Direktur Pelaksana Penjualan & Pemasaran Tantan Sumartana
Direktur Program & Akuisisi Dini Putri
Direktur Corporate Affairs Syafril Nasution
Direktur Keuangan Jarod Suwahjo
Direktur Pemasaran Firdauzi Cece

Sumber: Dewan Direksi RCTI [54]

Dewan Komisaris RCTI saat ini

Struktur dewan komisaris RCTI saat ini adalah sebagai berikut:

Jabatan Nama
Komisaris Utama Muhammad Alfan Baharudin
Komisaris Liliana Tanaja Tanoesoedibjo
Komisaris Ella Kartika

Sumber: Dewan Komisaris RCTI [55]

Transmisi/Stasiun Jaringan

Berikut ini adalah transmisi RCTI dan stasiun afiliasinya (sejak berlakunya UU Penyiaran, stasiun TV harus membangun stasiun TV afiliasi di daerah-daerah/bersiaran secara berjaringan). Data dikutip dari data Izin Penyelenggaraan Penyiaran Kominfo[56] dan berbagai sumber.[57]

Keterangan: yang dicetak miring berarti masih berupa stasiun relay dan belum memiliki siaran lokalnya sendiri.

Nama Jaringan Daerah Frekuensi Analog (PAL) Frekuensi Digital (DVB-T2)[58]
PT Rajawali Citra Televisi Indonesia DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi 43 UHF 44 UHF
PT RCTI Satu Cilegon, Serang 59 UHF
Bandung, Cimahi, Padalarang, Cianjur 50 UHF 31 UHF
Cirebon, Indramayu 38 UHF
Garut, Tasikmalaya, Ciamis 34 UHF
Sukabumi 24 UHF
PT RCTI Dua Semarang, Ungaran, Kendal, Demak, Jepara, Kudus 33 UHF 46 UHF
Yogyakarta, Solo, Sleman, Wonosari, Wates 32 UHF 41 UHF
Brebes, Tegal, Pemalang, Pekalongan 59 UHF
Purwokerto, Banyumas, Purbalingga, Kebumen dan Cilacap 41 UHF
PT RCTI Tiga Surabaya, Lamongan, Gresik, Mojokerto, Pasuruan dan Bangkalan 30 UHF 41 UHF
Kupang 12 VHF
Jember 58 UHF
Kediri, Pare, Kertosono, Blitar, Jombang, Tulungagung 57 UHF
Madiun, Ngawi, Magetan, Ponorogo 46 UHF
Malang 40 UHF
PT RCTI Empat Medan 33 UHF 42 UHF
Tanjung Selor
PT RCTI Lima Palembang 24 UHF
Pangkal Pinang 50 UHF
PT RCTI Enam Makassar, Maros, Sungguminasa dan Pangkajene 33 UHF
Kendari 26 UHF
PT RCTI Tujuh Denpasar, Singaraja 35 UHF
Mataram 30 UHF
PT RCTI Delapan Banjarmasin, Martapura, Marabahan 30 UHF 47 UHF
Samarinda 43 UHF
Balikpapan 30 UHF
Kotabaru 54 UHF
PT RCTI Sembilan Bengkulu 30 UHF
Tanjung Karang, Kota Metro 32 UHF
PT RCTI Sepuluh Pekanbaru 22 UHF
Batam, Tanjung Balai Karimun 43 UHF 44 UHF
PT RCTI Sebelas Padang, Pariaman 43 UHF
Jambi 33 UHF
Sawahlunto 30 UHF
Painan 32 UHF
Batusangkar 31 UHF
Bukittinggi, Padang Panjang 58 UHF
PT RCTI Duabelas Pontianak 47 UHF 56 UHF
Palangkaraya 31 UHF 47 UHF
PT RCTI Tigabelas Manado 30 UHF
Palu 27 UHF
PT RCTI Empat Belas Ambon 12 VHF
Jayapura 24 UHF
Merauke 11 VHF
PT RCTI Limabelas Aceh Banda Aceh 28 UHF
Lhokseumawe 24 UHF
Sabang 11 VHF
PT RCTI Enam Belas Ternate
Manokwari
PT RCTI Gorontalo Gorontalo 58 UHF
Mamuju 48 UHF 25 UHF

Slogan utama

  • Tampilkan Pentas Dunia Di Rumah Anda! (24 Agustus 1989-24 Agustus 1990)
  • Saluran Hiburan & Informasi (24 Agustus 1990-24 Agustus 1993)
  • Kebanggan Bersama Milik Bangsa (24 Agustus 1993-sekarang)
  • Saluran Piala Dunia Kebanggaan Anda (1994, selama menjelang piala dunia FIFA tahun 1994 di Amerika Serikat)
  • RCTI Oke (24 Agustus 1994-sekarang)
  • RCTI 2000 Oke (1 Januari 1999, menuju tahun 2000)
  • Wujudkan Impian (2003, selama ulang tahun RCTI ke-14)
  • Semakin Oke (2004, selama ulang tahun RCTI ke-15)

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Anak Perusahaan PT Bimantara Citra
  2. ^ Gugatan iNews-RCTI tentang Undang-Undang penyiaran
  3. ^ Watching Si Doel: Television, Language and Identity in Contemporary Indonesia
  4. ^ a b MENPEN HARMOKO JELASKAN SST (RCTI) DI DPR
  5. ^ TELEVISI swasta pertama di Indonesia dalam bentuk SST (siaran saluran terbatas)...
  6. ^ Televisi Jakarta di atas Indonesia: Kisah Kegagalan Sistem Televisi Berjaringan di Indonesia
  7. ^ Tiba masanya tv swasta
  8. ^ a b PENCEMARAN DI KEBON JERUK AKAN SEGERA DISELESAIKAN RCTI
  9. ^ Default PARA TOKOH PERIKLANAN TENTANG SST (RCTI), MASING-MASING MEDIA PUNYA CIRI KHUSUS
  10. ^ a b BEBAS BAYAR SELAMA TIGA BULAN PERTAMA, PELANGGAN TEVE SWASTA
  11. ^ TELEVISI swasta pertama di Indonesia dalam bentuk SST (siaran saluran terbatas...
  12. ^ a b c TELEVISI swasta berbentuk SST (siaran saluran terbatas)...
  13. ^ RCTI nyelonong ke rumah non-pelanggan bukan...
  14. ^ PT Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI), tidak memonopoli
  15. ^ Default Supaya betah menatap layar kaca
  16. ^ ACARA BARU RCTI (JULI 1989)
  17. ^ a b c Kembalikan dekoder pada rcti
  18. ^ Kemenangan sang rajawali
  19. ^ a b HANYA TV WARNA TANGKAP RCTI & SCTV
  20. ^ Arsip Digital Majalah Tempo Edisi 25 Agustus 1990: Pentas Dunia Tanpa Dekoder
  21. ^ Pemakaian dekoder rcti akan dihapuskan
  22. ^ a b Televisi Jakarta di atas Indonesia: Kisah Kegagalan Sistem Televisi Berjaringan di Indonesia
  23. ^ Iklan Politik TV ; Modernisasi Kampanye Politik Pasca Orde Baru
  24. ^ Dirjen rtf alex leo zulkarnaen: Tv swasta bandung dilarang merelay tv swasta jakarta
  25. ^ RCTI BANDUNG DIMINTA BANGUN STASIUN PRODUKSI SENDIRI
  26. ^ RCTI BANDUNG SEGERA SIARAN UJI COBA
  27. ^ RCTI BANDUNG MULAI SIARKAN PRODUKSI LOKAL
  28. ^ DI BANDUNG DIUNDUR MULAI 1 MEI 1991 (KECUALI MELALUI ANTENA PARABOLA)
  29. ^ Pola Penggunaan Waktu Dalam Kehidupan Pelajar di Jawa Timur
  30. ^ a b Default Siaran gelap di layar kaca
  31. ^ RCTI RAKITAN YOGYA
  32. ^ Pemirsa dengan kuping mahal
  33. ^ Media, Culture and Politics in Indonesia
  34. ^ TELETEXT, KIAT BARU MENJUAL TV TAHUN 1994
  35. ^ Program tiga dimensi di rcti
  36. ^ RCTI TIGA DIMENSI
  37. ^ Televisi Jakarta di atas Indonesia: Kisah Kegagalan Sistem Televisi Berjaringan di Indonesia
  38. ^ Gelombang nasional untuk televisi swasta
  39. ^ Okezone (2018-10-03). bola-lewat-2-700-tayangan-pertandingan "MNC Vision Manjakan Pencinta Sepakbola Lewat 2.700 Tayangan Pertandingan : Okezone Sports" Periksa nilai |url= (bantuan). Okezone. Diakses tanggal 2019-11-07. 
  40. ^ https://bola.okezone.com/amp/2016/07/09/45/1434481/rcti-pemegang-hak-siar-premier-league-2016-2019
  41. ^ nawalakarsa (dalam bahasa Inggris). 2020-01-04 https://nawalakarsa.id/popkultur/resmi-rcti-fa-cup-2020/last=. Diakses tanggal 2020-01-04.  Tidak memiliki atau tanpa |title= (bantuan)
  42. ^ "RCTI Sports di Instagram "WELCOME BACK SERIE A! . Yang kemarin nanyain #SerieARCTIRujuk mana ya? #SerieAdiRCTI #WelcomeBackSerieA"". Instagram. Diakses tanggal 2019-11-07. 
  43. ^ "Live di RCTI, Ini Prediksi Inter Vs Verona pada Giornata Ke-12 Serie A". iNews (dalam bahasa Inggris). 2019-11-09. Diakses tanggal 2019-11-10. 
  44. ^ Anak Perusahaan PT Bimantara Citra
  45. ^ Salim Tidak Membonceng Bhakti Masuk Bimantara
  46. ^ Bambang Tri, Pendiri RCTI, Tersingkir Atau Disingkirkan Hary Tanoe?
  47. ^ Mengapa Orang Masih Mengira yang Lain?
  48. ^ Televisi Jakarta di atas Indonesia: Kisah Kegagalan Sistem Televisi Berjaringan di Indonesia
  49. ^ Indonesian Commercial Newsletter, Volume 29,Masalah 373-378
  50. ^ Lapkeu Q2 BMTR 2005
  51. ^ Ekonomi Politik Media Penyiaran
  52. ^ Pers dalam "Revolusi Mei": runtuhnya sebuah hegemoni
  53. ^ JP/TV industry seeks foreign boost
  54. ^ "Dewan Direksi RCTI". Rajawali Citra Televisi Indonesia. PT Rajawali Citra Televisi Indonesia. 2012. Diakses tanggal 30 Januari 2016. 
  55. ^ "Dewan Komisaris RCTI". Rajawali Citra Televisi Indonesia. PT Rajawali Citra Televisi Indonesia. 2012. Diakses tanggal 30 Januari 2016. 
  56. ^ DAFTAR IZIN PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN TELEVISI YANG SUDAH DITERBITKAN OLEH MENTERI KOMINFO SAMPAI DENGAN NOVEMBER 2017
  57. ^ RCTI Targetkan Siaran Lokal 10 Persen
  58. ^ Peta ISR TV Digital - SDPPI Maps

Pranala luar