Tari Gubang

salah satu tarian di Indonesia
Revisi sejak 24 Juni 2021 02.26 oleh InternetArchiveBot (bicara | kontrib) (Rescuing 0 sources and tagging 1 as dead.) #IABot (v2.0.8)

Tari Gubang merupakan salah satu bentuk seni pertunjukan di Indonesia. Tarian ini merupakan sebuah tarian tradisional yang berasal dari Provinsi Sumatra Utara. Persebaran tari Gubang meliputi Kota Tanjung Balai dan Kabupaten Asahan.

Asal usul

Selain seni musik, seni tari adalah bagian dari pertunjukan Gubang. Kesenian ini berkembang di masyarakat Melayu Asahan, terutama nelayannya. Kata Gubang berasal dari kata ‘gebeng’ yang berarti perahu dalam bahasa Melayu dialek Asahan. Kata gebeng lama-lama berubah pengucapannya menjadi Gubang.

Berdasarkan legenda yang berkembang secara lisan, tarian Gubang muncul pada zaman Kerajaan Asahan dengan penguasanya yang bernama Raja Margolang. Suatu ketika beberapa nelayan berlayar ke lautan. Tiba-tiba mereka tidak dapat menjalankan perahunya di tengah laut karena ketiadaan embusan angin. Mereka kemudian berdoa kepada Tuhan untuk didatangkan angin agar perahu mereka bisa bergerak lagi.

Walaupun sudah menyanyikan lagu berjudul "Aloban Condong", permohonan para nelayan belum juga terkabul. Mereka pun tidak menyerah dan mengganti nyanyian dengan lagu lain. Lagu "Didong" yang mereka nyanyikan membuat permintaan mereka terkabul. Embusan angin datang dan mulai mendorong perahu. Para nelayan akhirnya bisa melanjutkan pelayaran.

Ketika angin datang, para nelayan langsung bersorak-sorai. Mereka meluapkan kegembiraan dengan melompat dan menari di perahu. Selain itu, ada irama musik yang mengiringi tarian para nelayan itu dari suara dayung yang dihentak-hentakkan ke sisi perahu. Legenda ini mencetuskan penciptaan tari Gubang.[1]

Perkembangan

Awalnya, tari tersebut dinamakan tari gebeng karena tarian ini dilakukan di atas perahu atau rakit. Ketika itu, para nelayan mengekspresikan kegembiraannya dengan menari bersama di atas perahu.

Sejalan dengan perkembangannya, tari Gubang juga berubah fungsi. Pada zaman dahulu, tari Gubang berfungsi sebagai sarana pemanggil angin[2]. Tarian ini pun cukup kental unsur magisnya. Tarian rakyat ini menjadi sejenis ritual untuk memanggil angin demi kelancaran aktivitas para nelayan. Namun, setelah ada penyebaran agama Islam di kalangan masyarakat Melayu Sumatra Utara, lambat laun tari Gubang juga mendapat pengaruh. Unsur magis mulai dikurangi bahkan dihilangkan. Hal ini turut mengubah unsur sakral dari kesenian tersebut menjadi unsur profan saja.

Selain lekat dengan unsur magis, tari Gubang juga mempunyai fungsi sebagai unsur hiburan. Tarian ini menjadi hiburan bagi masyarakat pesisir, terutama para nelayan untuk sekadar mengurangi kepenatan setelah melaut.

Sebelumnya, tarian Gubang tidak mempunyai pakem karena dilakukan secara bebas dan spontan. Namun, tari Gubang lalu dibawa ke istana dan dipertunjukkan di hadapan raja. Bentuk tariannya pun mulai ditata atau disusun untuk dibakukan. Kesenian tari ini kemudian bisa ditarikan, baik oleh perempuan maupun laki-laki.

Tari Gubang mulai berkembang seiring dengan perubahan zaman. Fungsi utama tarian Gubang menjadi hiburan masyarakat nelayan saja ketika dipentaskan. Dalam pelaksanaannya, tari Gubang memiliki beberapa jenis tarian. Tarian ini juga mempunyai ragam fungsi yang disesuaikan dengan kebutuhan, yakni sebagai tarian penyambutan tamu dalam upacara adat masyarakat. Upacara adat tersebut, antara lain, pesta pernikahan, penyambutan tamu kehormatan, Runat Rosul, dan proses pengobatan.

Nyanyian "Didong" sering kali menjadi pengiring tari Gubang. Biasanya lagu yang berisi mantra pemanggil angin ini dibawakan pada awal pertunjukan tarian Gubang. Instrumen musik yang mengiringi nyanyian tersebut, yakni dua buah gendang yang ukurannya tidak sama, sebuah gong atau tawak-tawak, dan biola. Dalam pertunjukan, dapat dipergunakan lebih dari satu alat musik biola asalkan mempunyai nada yang serupa. Musik untuk mengiringi syair "Didong" ini bertempo tidak terlalu cepat.

Keberadaan tari Gubang masih terus dipertahankan. Tarian Gubang juga ditetapkan sebagai salah satu Warisan Budaya Takbenda Indonesia (WBTB) 2017 dari Sumatra Utara selain holat, toge panyabungan, genderang sisibah, dan babae. Tari Gubang tidak diketahui nama penciptanya atau anonim. Namun, ada dua orang maestro kesenian tari ini yang cukup terkenal, yaitu Nurhabib dan Asrial. Keduanya berasal dari Kabupaten Asahan.[3]

Referensi

  1. ^ "Tari Gubang Asahan Terima Sertifikat WBTB 2017" (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-10-16. Diakses tanggal 2017-10-15. 
  2. ^ http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/45523[pranala nonaktif permanen]
  3. ^ catherine_krige (2017-10-10). "Tari Gubang, Warisan Budaya Tak Benda 2017 dari Sumatra Utara - Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya". Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-10-14. Diakses tanggal 2017-10-15.