Hewan dalam kehidupan manusia

gambaran umum peran hewan nonmanusia dalam kehidupan manusia
Revisi sejak 10 Februari 2022 08.21 oleh RianHS (bicara | kontrib)

Penggunaan hewan oleh manusia mencakup penggunaan praktis, seperti produksi makanan dan pakaian, serta penggunaan simbolis, seperti pada seni, sastra, mitologi, dan agama. Semuanya merupakan elemen budaya yang dipahami secara luas. Ikan, krustasea, serangga, moluska, mamalia, dan burung adalah hewan-hewan yang digunakan untuk tujuan-tujuan tersebut.

Penggunaan hewan secara praktis: karkas sapi di rumah potong.

Secara ekonomi, hewan merupakan sumber daging, baik yang diperoleh dari peternakan atau perburuan, dan sampai penemuan transportasi mekanis, mamalia darat menjadi sumber sebagian besar tenaga yang digunakan untuk bekerja dan transportasi. Hewan berfungsi sebagai model dalam penelitian biologi, seperti dalam genetika, dan dalam pengujian obat.

Banyak spesies hewan dipelihara sebagai hewan kesayangan, yang paling populer adalah mamalia, terutama anjing dan kucing. Mereka sering menjadi objek antropomorfisme.

Hewan seperti kuda dan rusa digunakan sebagai subjek seni paling awal, yang ditemukan dalam lukisan gua pada masa Paleolitikum Atas, seperti di Lascaux. Seniman besar seperti Albrecht Dürer, George Stubbs, dan Edwin Landseer dikenal karena lukisan satwa mereka. Selain itu, hewan memiliki banyak peran dalam sastra, film, mitologi, dan agama.

Konteks

Budaya terdiri dari perilaku sosial dan norma sosial yang ditemukan dalam masyarakat dan disebarkan melalui pembelajaran sosial. Budaya universal yang ditemukan di semua masyarakat mencakup bentuk ekspresif, seperti seni, musik, tarian, ritual, agama, dan teknologi seperti penggunaan alat, memasak, membuat tempat tinggal, dan pakaian. Konsep budaya material mencakup ekspresi fisik seperti teknologi, arsitektur, dan seni, sedangkan budaya immaterial mencakup prinsip-prinsip organisasi sosial, mitologi, filsafat, sastra, dan ilmu pengetahuan.[1] Antropologi secara tradisional mempelajari peran hewan nonmanusia dalam budaya manusia dengan dua cara yang berlawanan: sebagai sumber daya fisik yang digunakan manusia; dan sebagai simbol atau konsep melalui totemisme dan animisme. Para antropolog juga melihat hewan nonmanusia sebagai partisipan dalam interaksi sosial manusia.[2] Artikel ini menjelaskan peran yang dimainkan oleh hewan nonmanusia dalam budaya manusia, baik secara praktis maupun simbolis.[3][4][5]

Penggunaan praktis

Sebagai makanan

Manusia mengeksploitasi sejumlah besar spesies hewan nonmanusia untuk dijadikan makanan, baik hewan ternak terdomestikasi di peternakan dan, terutama di laut, dengan berburu spesies liar.[6][7] Ikan laut dari banyak spesies, seperti ikan haring, kod, tuna, makerel, dan teri, ditangkap dan dibunuh secara komersial dan dapat menjadi bagian penting dari diet manusia, termasuk sumber protein dan asam lemak. Budi daya ikan komersial berkonsentrasi pada sejumlah kecil spesies, termasuk ikan karper dan salmon.[6][8][9] Invertebrata dari golongan sefalopoda seperti cumi-cumi dan gurita; krustasea seperti udang, kepiting, dan lobster; serta moluska bivalvia atau gastropoda seperti kerang dan tiram, semuanya diburu atau diternakkan untuk dijadikan makanan.[10]

Di seluruh dunia, mamalia nonmanusia membentuk bagian besar dari hewan ternak yang dipelihara untuk diambil dagingnya. Mereka termasuk (2011) sekitar 1,4 miliar sapi, 1,2 miliar domba, 1 miliar babi domestik,[7][11] dan (1985) lebih dari 700 juta kelinci.[12]

Untuk tekstil dan pakaian

Banyak tekstil, dari yang paling berguna hingga yang paling mewah, sering dibuat dari serat hewan nonmanusia, seperti wol, rambut unta, angora, kasmir, dan mohair. Pemburu dan peramu telah menggunakan tendon hewan nonmanusia sebagai cambuk dan pengikat. Kulit sapi, babi dan spesies lainnya banyak digunakan untuk membuat sepatu, tas, ikat pinggang dan banyak barang lainnya. Hewan-hewan lain telah diburu dan diternakkan untuk diambil bulu dan rambutnya, untuk membuat barang-barang seperti mantel dan topi, mulai dari yang sederhana dan praktis hingga yang paling elegan dan mahal.[13][14]

Zat warna termasuk karmina,[15][16] selak,[17][18] dan kermes[19][20][21][22] telah dibuat dari tubuh serangga. Pada Zaman Klasik, ungu Tirus diambil dari siput laut seperti Stramonita haemastoma (Muricidae) untuk mewarnai pakaian bangsawan, seperti yang dicatat oleh Aristoteles dan Plinius Tua.[23]

Referensi

  1. ^ Macionis, John J.; Gerber, Linda Marie (2011). Sociology. Pearson Prentice Hall. hlm. 53. ISBN 978-0137001613. OCLC 652430995. 
  2. ^ White, Thomas; Candea, Matei; Lazar, Sian; Robbins, Joel; Sanchez, Andrew; Stasch, Rupert (2018-05-23). Stein, Felix; Candea, Matei; Diemberger, Hildegard, ed. "Animals". Cambridge Encyclopedia of Anthropology. doi:10.29164/18animals . 
  3. ^ Fudge, Erica (2002). Animal. Reaktion. ISBN 978-1-86189-134-1. 
  4. ^ "The Purpose of Humanimalia". De Pauw University. Diarsipkan dari versi asli tanggal 12 September 2018. Diakses tanggal 12 September 2018. animal/human interfaces have been a neglected area of research, given the ubiquity of animals in human culture and history, and the dramatic change in our material relationships since the rise of agribusiness farming and pharmacological research, genetic experimentation, and the erosion of animal habitats. 
  5. ^ Churchman, David (1987). The Educational Role of Zoos: A Synthesis of the Literature (1928-1987) with Annotated Bibliography. California State University. hlm. 8. addressing the broad question of the relationship between animals and human culture. The committee argues that zoos should foster awareness of the involvement of animals in literature, music, history, art, medicine, religion, folklore, language, commerce, food, and adornment of the world's culture's, present and past 
  6. ^ a b "Fisheries and Aquaculture". FAO. Diarsipkan dari versi asli tanggal 13 May 2009. Diakses tanggal 8 July 2016. 
  7. ^ a b "Graphic detail Charts, maps and infographics. Counting chickens". The Economist. 27 July 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 15 July 2016. Diakses tanggal 23 June 2016. 
  8. ^ Helfman, Gene S. (2007). Fish Conservation: A Guide to Understanding and Restoring Global Aquatic Biodiversity and Fishery Resources. Island Press. hlm. 11. ISBN 978-1-59726-760-1. 
  9. ^ "World Review of Fisheries and Aquaculture" (PDF). fao.org. FAO. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 28 August 2015. Diakses tanggal 13 August 2015. 
  10. ^ "Shellfish climbs up the popularity ladder". HighBeam Research. Diarsipkan dari versi asli tanggal 5 November 2012. Diakses tanggal 8 July 2016. 
  11. ^ Cattle Today. "Breeds of Cattle at CATTLE TODAY". Cattle-today.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 15 July 2011. Diakses tanggal 15 October 2013. 
  12. ^ Lukefahr, S.D.; Cheeke, P.R. "Rabbit project development strategies in subsistence farming systems". Food and Agriculture Organization. Diarsipkan dari versi asli tanggal 6 May 2016. Diakses tanggal 23 June 2016. 
  13. ^ "Animals Used for Clothing". PETA. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 June 2016. Diakses tanggal 8 July 2016. 
  14. ^ "Ancient fabrics, high-tech geotextiles". Natural Fibres. Diarsipkan dari versi asli tanggal 15 May 2019. Diakses tanggal 8 July 2016. 
  15. ^ "Cochineal and Carmine". Major colourants and dyestuffs, mainly produced in horticultural systems. FAO. Diarsipkan dari versi asli tanggal March 6, 2018. Diakses tanggal June 16, 2015. 
  16. ^ "Guidance for Industry: Cochineal Extract and Carmine". FDA. Diarsipkan dari versi asli tanggal 13 July 2016. Diakses tanggal 6 July 2016. 
  17. ^ "How Shellac Is Manufactured". The Mail (Adelaide, SA : 1912 – 1954). 18 Dec 1937. Diakses tanggal 17 July 2015. 
  18. ^ Pearnchob, N.; Siepmann, J.; Bodmeier, R. (2003). "Pharmaceutical applications of shellac: moisture-protective and taste-masking coatings and extended-release matrix tablets". Drug Development and Industrial Pharmacy. 29 (8): 925–938. doi:10.1081/ddc-120024188. PMID 14570313. 
  19. ^ Barber, E. J. W. (1991). Prehistoric Textiles. Princeton University Press. hlm. 230–231. ISBN 978-0-691-00224-8. 
  20. ^ Schoeser, Mary (2007). Silk . Yale University Press. hlm. 118, 121, 248. ISBN 978-0-300-11741-7. 
  21. ^ Munro, John H. (2007). Netherton, Robin; Owen-Crocker, Gale R., ed. The Anti-Red Shift – To the Dark Side: Colour Changes in Flemish Luxury Woollens, 1300–1500. Medieval Clothing and Textiles. 3. Boydell Press. hlm. 56–57. ISBN 978-1-84383-291-1. 
  22. ^ Munro, John H. (2003). Jenkins, David, ed. Medieval Woollens: Textiles, Technology, and Organisation. The Cambridge History of Western Textiles. Cambridge University Press. hlm. 214–215. ISBN 978-0-521-34107-3. 
  23. ^ Beaumont, Peter (5 December 2016). "Ancient shellfish used for purple dye vanishes from eastern Med". BBC. Diarsipkan dari versi asli tanggal 6 December 2016. Diakses tanggal 6 December 2016.