Batik
Batik adalah kain Indonesia bergambar yang pembuatannya secara khusus dengan menuliskan atau menerakan malam pada kain itu, kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu yang memiliki kekhasan.[1] sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober 2009.[2]
Jenis | Seni Kain |
---|---|
Bahan | Kain, sutra, kapas |
Tempat asal | Indonesia |
Bagian dari seri tentang |
Budaya Indonesia |
---|
Teknik seni kain yang mirip batik sebenarnya ditemukan dalam beberapa budaya seperti di Nigeria, Tiongkok, India, Malaysia, Sri Lanka dan daerah lain di Indonesia. Namun Batik dari Ponorogo merupakan batik yang ada di pedalaman jawa yang sangat berpengaruh terhadap kelangsungan membatik di kerajaan-kerajaan jawa dari Mataram Kuno hingga Mataram Islam, sedangkan batik pesisir Indonesia dari pulau Jawa memiliki sejarah akulturasi yang panjang, dengan corak beragam yang dipengaruhi oleh berbagai budaya, serta paling berkembang dalam hal pola, teknik, dan kualitas pengerjaan dibandingkan batik dari daerah lain.
Batik dianggap sebagai ikon budaya penting di Indonesia, "Hari Batik Nasional" dirayakan setiap tahun pada tanggal 2 Oktober. Masyarakat Indonesia hingga hari ini terus mengenakan batik sebagai busana kasual dan formal.
Etimologi
Secara etimologi, istilah "batik" berasal dari bahasa Jawa: ꦲꦩ꧀ꦧꦛꦶꦏ꧀, translit. ambathik yang dihasilkan dari lakuran kata ꦲꦩ꧀ꦧ (amba) yang berarti "lebar" atau "luas" (merujuk kepada kain), dan ꦤꦶꦛꦶꦏ꧀ (nithik) yang berarti "membuat titik" dan kemudian berkembang menjadi istilah bahasa Jawa: ꦧꦛꦶꦏ꧀, translit. bathik, yang berarti menghubungkan titik-titik menjadi gambar tertentu pada kain yang luas atau lebar.[3][4][5] Kata dalam bahasa Jawa: ꦧꦛꦶꦏꦤ꧀, translit. bathikan juga dapat bermakna sebagai "menggambar" atau "menulis".[6] Istilah bathik kemudian diserap kedalam bahasa Indonesia menjadi "batik" dengan menggantikan bunyi huruf "-th" sebagai "-t" dikarenakan orang non-Jawa tidak bisa melafalkannya dengan mudah.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, "batik" didefinisikan sebagai kain bergambar yang pembuatannya secara khusus dengan menuliskan atau menerakan lilin (atau dalam bahasa Jawa: ꦩꦭꦩ꧀, translit. malam) pada kain itu, yang kemudian pengolahannya melalui proses tertentu.[7] Jadi, dapat disimpulkan bahwa "batik" dapat merujuk kepada sebuah proses maupun hasil jadi (bersifat bendawi) dari proses tersebut.
Sejarah teknik batik
Seni pewarnaan kain dengan teknik perintang pewarnaan menggunakan malam atau lilin adalah salah satu bentuk seni kuno. Penemuan di Mesir menunjukkan bahwa teknik ini telah dikenal semenjak abad ke-4 SM, dengan diketemukannya kain pembungkus mumi yang juga dilapisi malam untuk membentuk pola. Di Asia, teknik serupa batik juga diterapkan di Tiongkok semasa Dinasti T'ang (618-907) serta di India dan Jepang semasa Periode Nara (645-794). Di Afrika, teknik yang mirip dengan batik dikenal oleh Suku Yoruba di Nigeria, serta Suku Soninke dan Wolof di Senegal.[8] Di Indonesia, batik dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit, dan menjadi sangat populer akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad XX dan batik cap baru dikenal setelah Perang Dunia I atau sekitar tahun 1920-an.[9]
Walaupun kata "batik" berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa sendiri tidaklah tercatat. G.P. Rouffaer berpendapat bahwa tehnik batik ini kemungkinan diperkenalkan dari India atau Srilangka pada abad ke-6 atau ke-7.[8] Di sisi lain, J.L.A. Brandes (arkeolog Belanda) dan F.A. Sutjipto (sejarawan Indonesia) percaya bahwa tradisi batik adalah asli dari daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua. Perlu dicatat bahwa wilayah tersebut bukanlah area yang dipengaruhi oleh Hinduisme tetapi diketahui memiliki tradisi kuno membuat batik.[10]
Keberadaan kegiatan Batik tertua berasal dari Ponorogo yang masih bernama Wengker sebelum abad ke 7, Kerajaan di Jawa Tengah belajar batik dari Ponorogo. Karena itu, batik-batik Ponorogo agak mirip dengan batik yang beredar di Jawa Tengah, hanya saja batik Ponorogo batik yang dihasilkan rata-rata berwarna hitam pekat atau biasa disebut batik irengan karena yang dekat dengan unsur-unsur magis. sehinggga dikembangkan oleh kerajaan - kerjaan di Jawa Tengah[11]
eksistensi Batik Ponorogo hingga abad 20 merupakan surga bagi para pembatik, karena produksi batik di Ponorogo melampaui industri batik di Jawa Tengah maupun Yogyakarta yang kemudian diambil oleh pengepul batik dari Surakrta dan Pekalongan, selain itu upah pembatik di Ponorogo tertinggi diPulau Jawa.
G.P. Rouffaer juga melaporkan bahwa pola gringsing sudah dikenal sejak abad ke-12 di Kediri, Jawa Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola seperti ini hanya bisa dibentuk dengan menggunakan alat canting, sehingga ia berpendapat bahwa canting ditemukan di Jawa pada masa sekitar itu.[10] Detail ukiran kain yang menyerupai pola batik dikenakan oleh Prajnaparamita, arca dewi kebijaksanaan buddhis dari Jawa Timur abad ke-13. Detail pakaian menampilkan pola sulur tumbuhan dan kembang-kembang rumit yang mirip dengan pola batik tradisional Jawa yang dapat ditemukan kini. Hal ini menunjukkan bahwa membuat pola batik yang rumit yang hanya dapat dibuat dengan canting telah dikenal di Jawa sejak abad ke-13 atau bahkan lebih awal.[12] Pada perempat terakhir abad ke-13, kain batik dari Jawa telah diekspor ke kepulauan Karimata, Siam, bahkan sampai ke Mosul.[13]
Legenda dalam literatur Melayu abad ke-17, Sulalatus Salatin menceritakan Laksamana Hang Nadim yang diperintahkan oleh Sultan Mahmud untuk berlayar ke India agar mendapatkan 140 lembar kain serasah dengan pola 40 jenis bunga pada setiap lembarnya. Karena tidak mampu memenuhi perintah itu, dia membuat sendiri kain-kain itu. Namun sayangnya kapalnya karam dalam perjalanan pulang dan hanya mampu membawa empat lembar sehingga membuat sang Sultan kecewa.[14] Oleh beberapa penafsir,who? serasah itu ditafsirkan sebagai batik.
Dalam literatur Eropa, teknik batik ini pertama kali diceritakan dalam buku History of Java (London, 1817) tulisan Sir Thomas Stamford Raffles. Ia pernah menjadi Gubernur Inggris di Jawa semasa Napoleon menduduki Belanda. Pada 1873 seorang saudagar Belanda Van Rijekevorsel memberikan selembar batik yang diperolehnya saat berkunjung ke Indonesia ke Museum Etnik di Rotterdam dan pada awal abad ke-19 itulah batik mulai mencapai masa keemasannya. Sewaktu dipamerkan di Exposition Universelle di Paris pada tahun 1900, batik Indonesia memukau publik dan seniman.[8]
Semenjak industrialisasi dan globalisasi, yang memperkenalkan teknik otomatisasi, batik jenis baru muncul, dikenal sebagai batik cap dan batik cetak, sementara batik tradisional yang diproduksi dengan teknik tulisan tangan menggunakan canting dan malam disebut batik tulis. Pada saat yang sama imigran dari Indonesia ke Wilayah Persekutuan Malaysia juga membawa Batik bersama mereka.
Sekarang batik sudah berkembang di beberapa tempat di luar Jawa, bahkan sudah ke manca negara. Di Indonesia batik sudah pula dikembangkan di Aceh dengan batik Aceh, Batik Cual di Riau, Batik Papua, batik Sasirangan Kalimantan, dan Batik Minahasa.
Jenis Batik di Indonesia
Budaya batik
Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa pada masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian, sehingga pada masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya "Batik Cap" yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini. Ada beberapa pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir yang memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat pada corak "Mega Mendung", di mana di beberapa daerah pesisir pekerjaan membatik adalah lazim bagi kaum lelaki.
Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun, sehingga kadang kala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif batik tadisional hanya dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta.
Batik merupakan warisan nenek moyang Indonesia ( Jawa ) yang sampai saat ini masih ada. Batik juga pertama kali diperkenalkan kepada dunia oleh Presiden Soeharto, yang pada waktu itu memakai batik pada Konferensi PBB.
Corak batik
Ragam corak dan warna Batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing. Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas, dan beberapa corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Namun batik pesisir menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan juga pada akhirnya, para penjajah. Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan oleh Tionghoa, yang juga memopulerkan corak phoenix. Bangsa penjajah Eropa juga mengambil minat kepada batik, dan hasilnya adalah corak bebungaan yang sebelumnya tidak dikenal (seperti bunga tulip) dan juga benda-benda yang dibawa oleh penjajah (gedung atau kereta kuda), termasuk juga warna-warna kesukaan mereka seperti warna biru. Batik tradisonal tetap mempertahankan coraknya, dan masih dipakai dalam upacara-upacara adat, karena biasanya masing-masing corak memiliki perlambangan masing-masing.
Cara pembuatan
Semula batik dibuat di atas bahan dengan warna putih yang terbuat dari kapas yang dinamakan kain mori. Dewasa ini batik juga dibuat di atas bahan lain seperti sutera, poliester, rayon dan bahan sintetis lainnya. Motif batik dibentuk dengan cairan lilin dengan menggunakan alat yang dinamakan canting untuk motif halus, atau kuas untuk motif berukuran besar, sehingga cairan lilin meresap ke dalam serat kain. Kain yang telah dilukis dengan lilin kemudian dicelup dengan warna yang diinginkan, biasanya dimulai dari warna-warna muda. Pencelupan kemudian dilakukan untuk motif lain dengan warna lebih tua atau gelap. Setelah beberapa kali proses pewarnaan, kain yang telah dibatik dicelupkan ke dalam bahan kimia untuk melarutkan lilin.
Jenis batik
Menurut teknik
- Batik tulis adalah kain yang dihias dengan tekstur dan corak batik menggunakan tangan. Pembuatan batik jenis ini memakan waktu kurang lebih 2-3 bulan.
- Batik cap adalah kain yang dihias dengan tekstur dan corak batik yang dibentuk dengan cap ( biasanya terbuat dari tembaga). Proses pembuatan batik jenis ini membutuhkan waktu kurang lebih 2-3 hari.
- Batik lukis adalah proses pembuatan batik dengan cara langsung melukis pada kain putih.
Menurut asal pembuatan
- Batik Jawa
Sebuah warisan kesenian budaya orang Indonesia, khususnya daerah Jawa yang dikuasai orang Jawa dari turun temurun. Batik Jawa mempunyai motif-motif yang berbeda-beda. Perbedaan motif ini biasa terjadi dikarnakan motif-motif itu mempunyai makna, maksudnya bukan hanya sebuah gambar akan tetapi mengandung makna yang mereka dapat dari leluhur mereka, yaitu penganut agama animisme, dinamisme atau Hindu dan Buddha. Batik Jawa banyak berkembang di daerah Solo atau yang biasa disebut dengan batik Solo, Yogyakarta atau biasa disebut Batik Jogja dan Kota Pekalongan atau yang biasa disebut Batik Pekalongan.
Berdasarkan daerah asal
- Batik Bali
- Batik Banyumas
- Batik Betawi
- Batik Besurek
- Batik Jambi
- Batik Madura
- Batik Malang
- Batik Pekalongan
- Batik Tegal (Tegalan)
- Batik Solo
- Batik Yogyakarta
- Batik Tasik
- Batik Aceh
- Batik Cirebon
- Batik Kebumen[15]
- Batik Jombang
- Batik Banten
- Batik Tulungagung
- Batik Kediri
- Batik Kudus
- Batik Jepara / Batik Kartini
- Batik Brebes
- Batik Minangkabau
- Batik Minahasa
- Batik Belanda
- Batik Jepang
Berdasarkan corak
Galeri
-
Perempuan pembuat batik tulis di Yogyakarta, 1979.
-
Perempuan pembuat batik tulis di Yogyakarta, sekitar 1930.
-
Batik Tiga Negeri
-
Batik Jawa Hokokai, 1942-1945
-
Batik Buketan asal Pekalongan dengan desain pengaruh Eropa
-
Batik Buketan
-
Batik Lasem
Lihat pula
Merk
Tokoh
- Iwan Tirta
- K.R.T. Hardjonagoro
- Bagong Kussudiardjo
- Eman Suparman
- Ibu Sud
- Tuty Cholid
- Edward Hutabarat
Pameran
Sentra
- Kampung batik Laweyan
- Kampung Batik Trusmi
- Pasar Beringharjo
- Pasar Kliwon, Surakarta
- Kampung Batik Pesindon, Pekalongan
- Pasar Grosir Setono, Pekalongan
Museum
Seniman
Busana khas terbuat dari batik
Peralatan batik
Referensi
- ^ "Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring". Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-29. Diakses tanggal 04 Oktober 2016.
- ^ UNESCO: Indonesian Batik
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaUNESCO
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaBatik
- ^ "Pengertian Batik". Primus Supriono. Diakses tanggal 2 January 2021.
- ^ Poerwadharminta, WJS. Bausastra.
- ^ "Batik". kbbi.kemdikbud.go.id. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
- ^ a b c Nadia Nava, Il batik - Ulissedizioni - 1991 ISBN 88-414-1016-7
- ^ Sejarah Batik[pranala nonaktif permanen]
- ^ a b Iwan Tirta, Gareth L. Steen, Deborah M. Urso, Mario Alisjahbana, 'Batik: a play of lights and shades, Volume 1', By Gaya Favorit Press, 1996, ISBN 979-515-313-7, 9789795153139
- ^ https://jawatimuran.disperpusip.jatimprov.go.id/2012/10/19/batik-jawa-timur-2/
- ^ "Prajnaparamita and other Buddhist deities". Volkenkunde Rijksmuseum. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2 May 2014. Diakses tanggal 1 May 2014.
- ^ Jung-pang, Lo (2013). China as a Sea Power, 1127-1368. Flipside Digital Content Company Inc. ISBN 9789971697136.
- ^ Dewan sastera, Volume 31, Issues 1-6 By Dewan Bahasa dan Pustaka
- ^ Batik Kebumen adalah Batik Indonesia yang Bersahaja
Daftar pustaka
- Doellah, H.Santosa. (2003). Batik: The Impact of Time and Environment, Solo: Danar Hadi. ISBN 979-97173-1-0
- Elliott, Inger McCabe. (1984) Batik: fabled cloth of Java photographs, Brian Brake ; contributions, Paramita Abdurachman, Susan Blum, Iwan Tirta ; design, Kiyoshi Kanai. New York: Clarkson N. Potter Inc., ISBN 0-517-55155-1
- Fraser-Lu, Sylvia.(1986) Indonesian batik: processes, patterns, and places Singapore: Oxford University Press. ISBN 0-19-582661-2
- Gillow, John; Dawson, Barry. (1995) Traditional Indonesian Textiles. Thames and Hudson. ISBN 0-500-27820-2
- QuaChee & eM.K. (2005) Batik Inspirations: Featuring Top Batik Designers. ISBN 981-05-4447-2
- Raffles, Sir Thomas Stamford. (1817) History of Java, Black, Parbury & Allen, London.
- Sumarsono, Hartono; Ishwara, Helen; Yahya, L.R. Supriyapto; Moeis, Xenia (2013). Benang Raja: Menyimpul Keelokan Batik Pesisir. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 978-979-9106-01-8.
- Tirta, Iwan; Steen, Gareth L.; Urso, Deborah M.; Alisjahbana, Mario. (1996) "Batik: a play of lights and shades, Volume 1", Indonesia: Gaya Favorit. ISBN 979-515-313-7, ISBN 978-979-515-313-9
- Nadia Nava, Il batik - Ulissedizioni - 1991 ISBN 88-414-1016-7
Bacaan lanjutan
- Pogadaev, Victor (2002). "The Magic of Batik" in "Vostochnaya Kollektsiya" (Oriental Collection), Spring 2002, p. 71-74.
Pranala luar
- (Indonesia) Batik Fraktal Kontemporer
- (Indonesia) Batik Banten: Seni budaya lokal yang mendunia