| |||||||||||
Kotak Pengguna
| |||||||||||
|
Kita hanya dapat menyebutnya Langit Ketujuh sebagai gambaran imaginer tempat tertinggi dari yang paling tinggi. Di tempat asing itu, tempat yang tidak akan pernah memiliki nama, di atas langit ketujuh, adalah tempat Kebodohan bersemayam. Rupanya tipis, seperti asap Cangklong, melayang-layang pelan, memabukkan. Maka apabila kita bertanya kepada orang-orang bodoh, mereka akan menjawab dengan meracau, menyembunyikan ketidak-tahuannya dalam omongan cepat, mencari beragam alasan, atau bahkan membelokkan arah pertanyaan. Sebagian yang lain diam terpaku, mulutnya ternganga, ia diselubungi kabut dengan tatapan mata yang kosong dan jauh. Kedua jenis reaksi ini adalah akibat keracunan asap kebodohan yang mengepul di kepala mereka.
Tempat diatas langit ketujuh, tempat kebodohan bersemayam, adalah metafor dari suatu tempat dimana manusia tidak akan bisa mempertanyakan zat-zat Allah. Setiap usaha mempertanyakannya hanya akan berujung dengan kesimpulan yang mempertontonkan kemahatololan si penanya sendiri. Maka, semua jangkauan akal telah berakhir di langit ketujuh tadi. Di tempat tersebut, barangkali Arasy, disana kembali metafor keagungan Tuhan bertakhta. Dibawah takhtanya bergelar Lauhul Makhfudz, muara dari segala cabang anak-anak sungai ilmu dan kebijakan. Kitab yang telah mencatat setiap lembar jauh yang akan jatuh.
Tuhan menakdirkan orang-orang tertentu untuk memiliki hati yang terang agar dapat memberi pencerahan pada orang-orang disekelilingnya. Seperti juga kebodohan yang sering tak disadari, beberapa orang juga tak menyadari bahwa dirinya telah terpilih, telah ditakdirkan Tuhan untuk ditunangkan dengan ilmu.
Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref>
untuk kelompok bernama "lower-alpha", tapi tidak ditemukan tag <references group="lower-alpha"/>
yang berkaitan