Bakrie Telecom

perusahaan asal Indonesia

PT Bakrie Telecom Tbk (berbisnis dengan nama BTEL Group, IDX: BTEL) adalah sebuah perusahaan publik di Indonesia yang bergerak di bidang telekomunikasi dan teknologi informasi.[2] Perusahaan yang berkantor pusat di Wisma Bakrie I, Jalan H.R. Rasuna Said Jakarta ini[1] terafiliasi dengan Grup Bakrie dan sempat dikenal sebagai perusahaan operator seluler, terutama dengan merek Esia. Saat ini, bisnis utamanya adalah di bidang penyediaan jasa komunikasi dan informasi digital lewat sejumlah anak usaha yang menargetkan pasar korporasi.[3]

PT Bakrie Telecom Tbk
btelgroup
Sebelumnya
PT Radio Telepon Indonesia (1993-2003)
Publik
Kode emitenIDX: BTEL
IndustriOperator telekomunikasi seluler (2003-2016)
Perusahaan induk (2016-sekarang)
Didirikan13 Agustus 1993
Kantor pusatWisma Bakrie I Lt. 3
Jalan H.R. Rasuna Said Kav B2
Jakarta, Indonesia[1]
Tokoh kunci
Harya Mitra Hidayat (Direktur Utama)
Jastiro Abi (Direktur)
ProdukJaringan telepon (1993-2012)
Operator seluler (2003-2016)
MerekRatelindo (1993-2006)
Esia (2003-2016)
Wimode (2007-2010)
AHA (2010-2012)
Wifone (2006-2012)
PemilikTelkom Indonesia (1993-2002)
Bakrie Group (1993-sekarang)
Situs webwww.bakrietelecom.com

Sejarah

Perkembangan awal

Perusahaan ini awalnya didirikan dengan nama PT Radio Telepon Indonesia (disingkat Ratelindo) pada 13 Agustus 1993, dengan dimiliki secara patungan oleh PT Bakrie Electronics (yang sahamnya dimiliki oleh Bakrie & Brothers) dan PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) dengan masing-masing saham sebesar 55% dan 45%. Didirikannya perusahaan ini, tidak lain merupakan bentuk dari liberalisasi pada industri telekomunikasi yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru sejak awal 1990-an. Awalnya, Bakrie mendapatkan izin pada 1989 untuk melengkapi jaringan telekomunikasi di Jakarta dengan skema bagi hasil dengan Telkom, tetapi sepertinya baru pada 1993 kerjasamanya bisa terwujud. PT Ratelindo diberikan izin oleh pemerintah pada 1994 untuk beroperasi di Jawa Barat dan Jakarta, dengan membangun sistem fixed wireless. Pada 1996, komposisi pemegang saham kembali berubah, dengan Bakrie Electronics menjadi 87,14% dan Telkom menjadi 12,86%.[4]

Memang dalam perkembangannya Ratelindo berhasil membangun jaringan telepon berbasis ETDMA, namun sepertinya target pelanggan yang diharapkan sulit tercapai, sehingga pada Rapat Umum Pemegang Saham 12 September 2003, disepakati untuk mengubah nama Ratelindo menjadi PT Bakrie Telecom dan membangun bisnis baru, yaitu bisnis operator jaringan telepon seluler. Di bulan itu, Bakrie Telecom meluncurkan Esia sebagai merek layanan komunikasinya dengan sistem CDMA2000. Perencanaan pembangunan sistem CDMA ini sudah dilakukan sejak setahun sebelumnya, dengan pada saat itu menggandeng Nortel dan Samsung sebagai penyedia infrastuktur jaringannya. Awalnya, sistem ini direncanakan diluncurkan pada menjelang akhir 2002 dengan tetap menggunakan nama Ratelindo, tetapi kemudian diundur lagi ke 2003.[5] Dalam posisi ini, kepemilikan saham sudah 100% berada di tangan Grup Bakrie pasca dilepasnya kepemilikan Telkom pada 28 Desember 2001 lewat penjualan 12,86% sisa sahamnya ke perusahaan afiliasi Grup Bakrie, CMA Fund Management Ltd. Transaksi ini tuntas pada Maret 2002, menjadikan kepemilikan Grup Bakrie kini mencapai 100%.[6] Peluncuran CDMA juga merupakan salah satu bentuk restrukturisasi Ratelindo, yang sebelumnya berusaha mengatasi hutangnya kepada 11 bank asing senilai US$ 30 juta sejak 2001.[7]

 
Logo lama Bakrie Telecom

Untuk membantu permodalan, Bakrie Telecom juga melepas sahamnya di pasar modal. Pada 3 Februari 2006, Bakrie Telecom mengadakan penawaran umum perdana di Bursa Efek Jakarta. Sebelumnya, perusahaan ini sudah berencana melakukannya sejak akhir 2005. Dalam pencatatan saham itu, Bakrie Telecom diberikan kode emiten BTEL dan melepas sahamnya sebesar 29,29% dengan harga penawaran Rp 110, dan berhasil menggaet dana Rp 577 miliar.[8][9][10] Dalam RUPS pada 2008, kegiatan usaha Bakrie Telecom diperluas menjadi merencanakan, membangun dan menyewakan sarana/fasilitas telekomunikasi, dan melaksanakan kegiatan pemasaran dan penjualan jaringan dan/atau jasa telekomunikasi.[11]

Isu merger dan akuisisi

Saat kondisi Bakrie Telecom masih "sehat", perusahaan ini sempat menjadi incaran sejumlah perusahaan untuk melakukan penggabungan usaha (merger). Pada tahun 2010, perusahaan ini pernah didekati oleh PT Telkom yang ingin melakukan merger pada layanan Flexi dengan Esia. Rencananya, pada saat itu Flexi dijadikan dahulu sebagai sebuah PT terpisah lalu sahamnya dijual ke Bakrie Telecom untuk dimerger. Sahamnya akan dimiliki bersama oleh Telkom dan Bakrie. Khusus yang menjadi pengendalinya, pada saat itu masih belum dipastikan.[12][13] Menurut Telkom, upaya ini disebabkan karena perusahaan tidak boleh punya operator GSM dan CDMA sekaligus, padahal Telkom pada saat itu memiliki Telkomsel, ditambah keterbatasan spektrum dan keinginan mengurangi risiko. Namun, merger yang awalnya direncanakan selesai pada akhir 2010 ini batal karena adanya protes dari karyawan Telkom.[14][15][16] Pada 2014, Bakrie Telecom juga sempat berencana untuk merger dengan Smartfren. Isu ini muncul sekitar September-Oktober 2014 ketika keduanya hendak melakukan penggabungan jaringan, tetapi kemudian Sinar Mas selaku pemilik Smartfren membantah isu tersebut.[17][18][19]

Selain isu merger, Bakrie Telecom juga beberapa kali diberitakan akan mengakuisisi perusahaan lain. Pada 2008, Bakrie Telecom sempat dirumorkan hendak mengakuisisi pengelola merek Fren, PT Mobile-8 Telecom Tbk, tetapi kemudian dibantah.[20][21] Lalu, pada 2012, Bakrie Telecom sempat berencana mengakuisisi 35% saham PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia (dari pemegang sahamnya Sampoerna Strategic Group dan Polaris) lewat penandatanganan perjanjian jual beli pada 13 Maret 2012. Direncanakan dalam tiga tahun kedepan, Bakrie Telecom akan menjadi pemegang saham mayoritas di STI, dan sebagai imbalannya, Sampoerna Strategic akan menjadi pemegang saham Bakrie Telecom.[22] Namun, seiring kesulitan keuangan yang terus menimpa perusahaan ini, rencana ini pun tidak jadi dilaksanakan. Rumor lain juga mengatakan, Bakrie Telecom yang pernah ingin bermain dalam bisnis WiMAX, berencana mengakuisisi Internux (yang sudah memegang hak jaringan tersebut di Jabodetabek, tetapi belum beroperasi) lewat sejumlah pembicaraan pada April 2011.[23] Namun, tidak ada kelanjutan dari upaya ini, dan satu-satunya proses akuisisi Bakrie Telecom yang berhasil diadakan adalah PT Rekajasa Akses (yang merupakan perusahaan 4G) pada Agustus 2011 sebesar 100% dengan harga US$ 50 juta.[24]

Penurunan

Bagaimanapun, setelah masa-masa kejayaannya, Bakrie Telecom masuk dalam masa sulit yang dialami hingga saat ini. Walaupun memang keuangan perusahaan ini secara umum fluktuatif, misalnya pada 2005 sempat merugi Rp 112 miliar sedangkan pada 2006 untung Rp 52 miliar,[25] bahkan pada 2009, pendapatan Bakrie Telecom sempat mencapai Rp 3,4 triliun,[26] namun baru setelah tahun 2011 Bakrie Telecom terjebak dalam hutang dan kerugian yang seperti tidak ada habisnya. Kesulitan ekonomi yang terus diderita oleh Bakrie Telecom bisa dikatakan berakar dari dua hal: menurunnya pengguna CDMA di pasaran, dan juga masalah umum yang menimpa perusahaan-perusahaan Grup Bakrie, yaitu terjebak dalam "gali lubang tutup lubang" dan ketidakmampuan mereka bangkit setelah jatuhnya harga batu bara di tahun 2011.[27][28][29] Kondisi ini bermula pada 2011 ketika Bakrie Telecom mengalami kerugian operasional senilai Rp 300 miliar dan berlanjut pada 2012 senilai Rp 255 miliar. Dalam kondisi tersebut, pada Maret 2012 sejumlah lembaga pemeringkat surat utang memangkas rating obligasi Bakrie Telecom, misalnya Pefindo dari BBB+ ke BBB- karena menganggap Bakrie Telecom tidak bakal mampu membayar hutang obligasinya,[30] dan pada September 2012, obligasi lain Bakrie Telecom diberi peringkat rendah (CCC) oleh Fitch Ratings.[31] Pada 4 September 2012, Bursa Efek Indonesia sempat menghentikan perdagangan saham BTEL karena tidak membayar obligasinya tepat waktu.[32]

Untuk menepis masalah, pihak Bakrie Telecom menyatakan bahwa mereka sudah melakukan pembayaran hutang obligasinya dan melakukan rights issue kepada perusahaan Bakrie lain, PT Bakrie Global Ventura.[33] Namun, walaupun sempat mencetak untung pada Juni 2013 senilai Rp 50 M dan telah mencanangkan program "revitalisasi" pada 2012,[34][35] pada November 2013, Bakrie Telecom kembali gagal membayar bunga obligasinya yang jatuh tempo pada 2015.[36] Sejak saat itulah, kata "untung" sepertinya tidak ada dalam "kamus" Bakrie Telecom, dimana pada semester I-2013 merugi Rp 292,68 miliar, pada semester I-2014 merugi Rp 316 miliar,[37] bahkan pada semester I-2015 meroket menjadi Rp 2,367 T.[38] Kerugian total juga makin bertambah, dengan pada 2013 sebesar Rp 2,64 T, 2014 sebesar Rp 2,87 T, dan bahkan pada 2015 meroket tajam menjadi Rp 8,64 T.[39][40] Utangnya pun terus meningkat, dari Rp 2,4 T pada 2010, Rp 3,13 T pada 2012 dan akhirnya Rp 11 T pada 2014, jauh dari asetnya yang hanya Rp 7,6 T.[41][42][43]

Sebenarnya, sudah banyak langkah yang dilakukan oleh anggota kerajaan bisnis Bakrie ini untuk menyehatkan keuangannya. Ketika gelombang masalah ditemui perusahaan ini pada akhir 2012, Bakrie Telecom berusaha melakukan kebijakan revitalisasi. Kebijakan ini terdiri dari menyehatkan keuangan perusahaan dengan membayar hutang obligasi (yang sudah lunas pada 2012), menguatkan organisasi dan budaya kerja perusahaan, menaikkan layanan, memberikan tarif terjangkau pada pelanggan, mendorong pendapatan dari layanan data internet (tidak seperti sebelumnya yang mengandalkan jasa telepon), serta menyederhanakan merek menjadi hanya Esia, namun dengan banyak varian produk.[35] Awalnya, program ini memang sukses menghasilkan keuntungan, tetapi pada akhirnya tetap saja hasilnya tidak sesuai yang diharapkan. Pada akhirnya, ketika rugi semakin tidak tertahankan, cara-cara ekstrim harus dilakukan. Memasuki akhir 2015, perusahaan ini mem-PHK sekitar 300-400 pegawainya,[44] yang disusul 500 orang lagi pada awal 2016,[45] dengan target karyawan harus di bawah 1.000 orang.[46] Sayangnya, PHK ini menuai masalah karena pesangon bagi eks-karyawannya justru ditunda dan dicicil pembayarannya.[47]

Langkah ekstrim berikutnya adalah memutuskan perlahan-lahan keluar dari industri yang selama ini menjadi andalan mereka yaitu operator jaringan seluler, yang dimulai sejak 30 Oktober 2014 ketika Esia menjalin hubungan dengan Smartfren untuk membangun sebuah jaringan 4G, dan mencapai puncaknya dengan pemutusan layanan data Esia pada 2015 dan jaringan CDMA Esia di luar Jabodetabek dan Bandung pada 2016. Walaupun pada akhir 2015 pihak Bakrie Telecom sempat menjanjikan untuk kembali ke industri ini dengan membangun merek baru dengan sistem 4G dan tetap bekerjasama dengan operator lain untuk infrastrukturnya, tetapi sampai saat ini rencana tersebut tidak pernah terwujud.[48] Bahkan, pada 2016 justru izin penyelenggaraan jaringan tetap sambungan internasional, jasa nilai tambah teleponi Pusat Layanan Informasi Bakrie Telecom dan jasa interkoneksi internet (Network Access Point/NAP) Bakrie Telecom dicabut oleh pemerintah.[11] Langkah lain dilakukan dengan fokus pada aplikasi chatting bernama EsiaTalk. Namun, tampaknya aplikasi itu tidak pernah terdengar lagi sekarang.

Walaupun segala upaya telah dilakukan, tetap saja perusahaan ini tidak kunjung "sembuh" dari penyakitnya. Sejak 2012 sampai sekarang, harga sahamnya selalu berada di titik terendah dan tidak pernah bergerak dari Rp 50/saham. Walaupun rugi sempat menurun dari Rp 8 T pada 2015 ke Rp 1,5 T pada 2017, tetapi pendapatan juga terus menurun, dari Rp 172 M pada 2016 ke Rp 8,1 M pada September 2020. Utang pun juga tidak pernah beranjak, walaupun menurun tapi tetap tinggi, sebesar Rp 9,6 T pada September 2020. Asetnya juga menurun tajam dari September 2017 sebesar Rp 926 M menjadi Rp 4,5 M pada September 2020. Bahkan, masalah seperti bertubi-tubi: pendapat atas laporan keuangan dari para akuntan selalu tidak menyatakan pendapat (yang bisa dikatakan sangat buruk), serta sudah mengalami penghentian perdagangan sejak 27 Mei 2019 (atau sekarang sudah lebih dari 2 tahun) setelah sebelumnya sempat mengalami hal yang sama pada 2015 dan 2016 yang membuatnya terancam mengalami delisting atau penghapusan pencatatan saham di BEI. Bahkan, beberapa kali perusahaan ini mendapat gugatan pailit dari berbagai krediturnya.[40][49][50][51][52] Satu estimasi menyatakan bahwa pada 2021, hutangnya sekitar 2.133 kali dari asetnya.[11]

Kondisi mutakhir

Mulai 2016, pihak manajemen mulai mencanangkan rencana membentuk anak perusahaan baru demi masuk ke bisnis baru.[2] Beberapa rencana bisnis yang disampaikan oleh manajemen tersebut, seperti misalnya layanan contact center services, premium acces number, layanan ke bisnis digital dan e-commerce serta voice & data solution untuk pelanggan korporasi, UKM, dan residensial. Bakrie Telecom juga berusaha memanfaatkan migrasi ke televisi digital untuk terlibat dalam pembangunan infrastruktur perusahaan afiliasinya, yaitu antv dan tvOne. Selain itu, perusahaan juga berusaha mengurangi hutang dengan mengonversi hutangnya menjadi saham, yang menyebabkan saat ini saham terbanyak dimiliki oleh Huawei sebagai kreditor serta berbagai upaya lainnya. Bahkan, karyawan perusahaan ini sempat tercatat hanya 6 orang, jauh dari puncaknya pada 2010 sebesar 1.901 orang.[53][54][55][56][57]

Meskipun kondisi perusahaan masih belum membaik, namun Bakrie Telecom telah berusaha melakukan perombakan fokus usaha demi memperbaiki kondisinya. Mulai tahun 2021, fokus perusahaan diubah menjadi perusahaan induk yang memiliki anak-anak usaha yang bergerak di bidang telekomunikasi dan informasi bagi pasar korporat, yaitu lewat PT Layanan Prima Digital, PT Cakra Andalas Fasilitas, PT Sangads Digital Pariwara dan PT Inovasi Teknologi Nusantara. Refocusing usaha ini diklaim mampu membuat kinerja perseroan menjadi solid, dan membantu peningkatan keuangannya yang mencatat lonjakan pendapatan hampir 400% menjadi Rp 52,1 miliar hingga akhir 2021.[58] Selain itu, BTEL juga mencatatkan kenaikan aset dari Rp 20 miliar menjadi Rp 51 miliar pada periode 2021-2022,[59] dan memperlihatkan peningkatan jumlah karyawan menjadi 220 orang. Saat ini, Bakrie Telecom Tbk (kini dikenal sebagai BTEL Group, digayakan btelgroup) telah menetapkan fokus usahanya meliputi:[2]

  • Penyediaan Infrastruktur Telekomunikasi dan Televisi
  • Penyelenggara Layanan Broadband dan Komunikasi
  • Penyediaan dan Pengembangan Platform dan Aplikasi Komunikasi Cloud
  • Penyediaan Layanan Office Solution for High Rise Building
  • Penyediaan Layanan Digital Bisnis dan Marketing
  • Contact Center dan Outsourced Call Center

Layanan dan anak perusahaan

Esia

 
Logo Esia (2003-2004)
 
Logo Esia (2004-2012)
 
Logo Esia (2012-2015)
 
Logo Esia (2015-2016)

Sebelum memutuskan keluar dari bisnis operator seluler, Esia (ditulis esia, sebelumnya esıə dan terakhir ESIA) merupakan produk utama dari PT Bakrie Telecom Tbk. Esia merupakan layanan telepon tetap nirkabel (fixed wireless) yang menggunakan teknologi CDMA2000 1x. Meskipun artinya jangkauan layanannya terbatas pada kode telepon yang melekat pada nomornya, konsumen Esia masih bisa melakukan semua panggilan, baik lokal, interlokal, maupun internasional. (Adapun untuk dapat mengakses layanan Esia jika berada di luar area kode telepon, penggunanya dapat meregistrasi layanan Esia GoGo[60] atau membeli kartu baru). Esia diluncurkan pada 12 September 2003, pasca PT Ratelindo mengubah namanya menjadi PT Bakrie Telecom. Pemilihan sistem CDMA2000 disebabkan lebih efisiennya biaya dan pemakainya jauh lebih banyak di seluruh dunia (pada saat itu, dibanding misalnya GSM). Awalnya Esia hanya menawarkan dua jenis produk, yaitu EsiaHome yang merupakan telepon rumah nirkabel pascabayar dan EsiaCity yang dikhususkan bagi telepon seluler prabayar, serta cakupan operasionalnya terbatas di Jadetabek. Demi membangun Esia, Bakrie Telecom telah menyiapkan dana Rp 700 M dan menargetkan 150.000 pelanggan pada akhir 2004.[61]

Baik Bakrie Telecom dan Esia kemudian dikenal sebagai pemain komunikasi yang inovatif dalam mengembangkan bisnisnya. Misalnya, Esia menggandeng penjual rokok dengan memberikan rokok gratis asal mereka mau menjual kartu perdana Esia. Lalu, pada akhir 2004, Esia meluncurkan program "Gile Bener" bersama Nokia dengan menjual HP yang sudah dibundel dengan kartu Esia, yang menandakannya sebagai salah satu pionir dalam sistem bundel tersebut. Pada 2006, Esia menawarkan tarif telepon Rp 3.000/menit, jauh dari operator lain yang menawarkan Rp 1.000/detik. Pada 2008, Esia makin dikenal karena memecahkan rekor MURI untuk mengoceh (berbicara) 6 jam tanpa henti pada 6-29 Juni 2008 di 9 kota besar di Indonesia dengan 1.782 peserta. Berbagai produk-produk inovatif dari Esia, antara lain tarif SMS Rp 1 per karakter (yang dianggap pertama di dunia); ringtone tekan bintang; informasi kecantikan bekerjasama dengan Sariayu Martha Tilaar; RBT; jenis HP bundel seperti Esia Hidayah (yang populer karena bisa menyampaikan azan dan adanya al-Quran di dalamnya), Esia Siaga (yang menawarkan layanan asuransi), Esia Fu, Esia Kilau, Esia Slank, Esia Bali, Esia Kasih, Esia Merah Putih, Esia Ngoceh 100 jam; kartu perdana Esia Untung, Pencari Untung dan lain-lain. Hasil dari inovasi tersebut tidak mengecewakan, karena dari 3,7 juta pelanggan pada akhir 2007, pada Juni 2008, Esia sudah menggaet 5,8 juta pelanggan, dan pada 2009 sudah 9 juta pelanggan, mendekati Flexi yang memiliki 10 juta pelanggan di pasar CDMA.[62][63][64] Pada tahun 2009, Esia lagi-lagi menunjukkan sikap berani (dan inovatifnya) dengan menjual telepon seluler Esia Gayaku di Plaza Indonesia EX dengan harga Rp 99.000 (jauh dari harga normalnya Rp 299.000) sehingga mendapat perhatian besar dan laku keras.[65]

Selain inovasi itu, Esia juga melakukan perluasan jaringan: pada 2007, setelah diizinkan untuk beroperasi secara nasional mulai Desember 2006, dari sebelumnya hanya tersedia di Jakarta, Jabar (Bandung, Cirebon, Tasikmalaya) dan Banten (Tangerang dan Serang), Esia meluaskan jaringannya ke 17 kota baru seperti Yogyakarta, Semarang, Solo, Surabaya, Malang, Medan, Padang, Lampung, Pekanbaru, Palembang, Bali dan Batam,[66][67][68] ditambah selanjutnya Pontianak, Purwokerto, Kediri dan Kota Batu pada 2008,[69][70] dan Mataram, Makassar, Manado, Singkawang, Balikpapan, Samarinda, Banjarmasin, Martapura, Kisaran, Madiun dan Pematang Siantar. Di tahun 2009, jaringan Bakrie Telecom sudah mencapai 64 kota di Indonesia.[71][72] Pada Mei 2011, Esia juga meluncurkan layanan CDMA mobile yang nomornya bisa dibawa ke luar kota tanpa berganti nomor,[73] dan aplikasi Usahaku (yang berada di HP bundel Esia) pada 30 Juni 2011 untuk membantu penjual pulsa.[74] Pada November 2012, di lini produk Esia diluncurkan Esia Max-D yang dikhususkan bagi pengguna internet, berupa modem yang merupakan produk awal yang dikeluarkan setelah merek AHA disatukan dengan Esia.[75]

Tahun 2011 merupakan titik puncak Esia yang pada saat itu mempunyai 14,6 juta pelanggan, walaupun seiring dengan mulai menurunnya pengguna CDMA, maka perlahan-lahan pengguna Esia pun merosot sejak 2012.[76] Dalam perkembangannya, seperti telah disebutkan, Bakrie Telecom mengalami kerugian yang cukup besar sehingga berusaha merestrukturisasi kinerjanya. Dalam revitalisasi yang dicanangkan pada akhir 2012, PT Bakrie Telecom berusaha menyederhanakan mereknya hanya menjadi Esia, namun dengan banyak varian produk[35] yang kini lebih difokuskan pada layanan data internet.[77] Selain itu, Esia juga berusaha menjual smartphone Android (bukan feature phone seperti sebelumnya),[78] meluncurkan logo baru pada 2014, menjual paket telepon/SMS baru dengan harga murah, dan mengalihkan pengelolaannya pada anak usaha baru Bakrie Telecom bernama PT Esia Telekomunikasi Indonesia (atau EsiaTel).[79] Hal tersebut merupakan perubahan besar dari sebelumnya, dimana Esia hanya menjadi unit usaha dari Bakrie Telecom.

Namun, seiring kerugian yang semakin tidak terhindarkan, Bakrie Telecom memutuskan perlahan-lahan keluar dari industri operator jaringan seluler. Upaya ini dimulai sejak 30 Oktober 2014, ketika Esia menjalin hubungan dengan operator lain, Smartfren untuk membangun sebuah jaringan 4G. Kerjasama dilakukan dengan menggabungkan frekuensi CDMA mereka untuk dipakai dalam sistem 4G, dan Esia akan menyewa jaringan yang disatukan milik Smartfren tersebut untuk pelanggannya, dengan perbulan sekitar Rp 30 miliar.[80][81] Selain itu, kerjasama ini juga diwujudkan dengan pembelian saham Smartfren sebanyak 6% oleh Bakrie Telecom.[47] Walaupun memasuki awal 2015 proyek ini sudah berjalan dengan baik,[82] namun pada 1 April 2015 jaringan data internet Esia diputus dan pada awal 2016 Esia resmi menghentikan seluruh layanan CDMA-nya di seluruh Indonesia kecuali Jakarta, Jawa Barat dan Banten. Seluruh pelanggan Esia di luar wilayah tersebut, akhirnya seperti "diminta" beralih ke Smartfren, jika tidak mereka tidak dapat memakai alat komunikasinya lagi.[83][84] Walaupun awalnya Bakrie Telecom sempat mempertahankan sisa-sisa pelanggan Esia di sekitar Jabodetabek, tetapi pada 2018 menurut Smartfren tidak ada lagi yang memakai jaringan hasil kerjasama keduanya.[85][86]

Produk dan Layanan Esia

Layanan Esia bisa diperoleh dengan membeli kartu perdana ataupun nomor (inject) yang dipasangkan dengan handset tipe CDMA yang memiliki frekuensi 800 MHz. Kartu perdana Esia dijual dipasaran dengan harga Rp 50.000, dengan isi talktime senilai Rp 20.000, atau sebanding dengan 7,5 jam durasi bicara (ke sesama Esia). Telepon genggam Esia diproduksi oleh perusahaan ponsel Tiongkok, Huawei.

Layanan Esia dibagi menjadi dua, yaitu prabayar & pascabayar. Tersedia pula berbagai fitur tambahan seperti GoGo yang memungkinkan pelanggan menggunakan kartu Esia di luar wilayah kotanya, serta layanan value-added services (VAS) seperti ring back tone, DV8.88 music portal dan akses internet.

  • Esia Prabayar adalah layanan yang menggunakan sistem pembayaran di awal melalui pengisian talktime di awal. Pilihan pengisian bisa menggunakan voucher isi ulang maupun pengisian elektronik. Pilihan voucher mulai dari Rp 1.000 dan kelipatannya seperti Rp 5.000, Rp 10.000, Rp 25.000, Rp 50.000, dan Rp 100.000.
  • Esia Pascabayar adalah layanan yang menggunakan sistem pembayaran di akhir penggunaan. Layanan ini mengharuskan pengguna untuk melakukan pendaftaran terlebih dulu sebagai pelanggan pascabayar, dengan mengisi formulir dan membayar biaya abonemen bulanan.

Slogan

  • Internetnya Sepuas (2003-2004)
  • Untung Pakai Esia (2005-2009)
  • Karenanya Untungnya Pakai Esia (2009-2012)
  • Sekarang, Talktime! (2012-2015)
  • #ayobicara (2015-2016)

AHA

Awalnya, untuk menopang bisnisnya di bidang telepon rumah dan telepon seluler, Bakrie Telecom juga meluncurkan produk lain, yaitu Wimode, yang merupakan produk komunikasi data internet. Dibandingkan produk sejenis seperti Telkomsel FLASH, Wimode merupakan produk pertama di Indonesia dalam jenisnya. Wimode diluncurkan pada 10 April 2007 dan mengawali operasinya di jaringan CDMA2000 1x Esia (yang ditargetkan pada 2007 sudah mencapai 1.000 BTS) yang sudah ada saat itu, menargetkan sekitar 360.000 pelanggan pada tahun 2007. Wimode menggunakan modem USB dan diklaim bisa menghasilkan internet yang lebih cepat, dengan harga awal Rp 750.000 dan tarifnya adalah Rp 100.000/15 jam per bulan dan dihitung harganya dengan satuan menit.[87][88]

 
Logo AHA

Namun, sayangnya Wimode tidak mendapatkan respons dan penjualan yang baik, sehingga pada Juli 2010, layanan Wimode digantikan oleh AHA (singkatan dari Affordable Hyperspeed Access, artinya Akses (Internet) yang Terjangkau dan Supercepat)[89] yang dikelola oleh anak perusahaan Bakrie Telecom (yang baru dibentuk pada 19 April 2010),[90] yaitu PT Bakrie Connectivity atau disingkat BConnect yang bekerjasama dengan Google. Investasi AHA ini memakan biaya sebesar US$ 100 juta.[91] Masuknya Bakrie Telecom pada bisnis ini dilakukan seiring perkembangan teknologi di masyarakat yang mengarah ke budaya digital dan internet. Diharapkan, layanan ini mampu memberikan pelayanan maksimal maupun nilai lebih bagi pelanggan, dan dengan penggarapan yang serius, dapat memajukan masyarakat Indonesia ke arah yang lebih baik.

AHA hampir sama dengan Wimode, namun bekerja pada sistem EV-DO Rev. A (sebelumnya Bakrie Telecom berencana meluncurkannya pada 2006, namun tidak terjadi)[92] dan termasuk layanan broadband wireless access (BWA) berbasis CDMA2000. AHA pertama kali diluncurkan di kota Surabaya, Yogyakarta, Semarang, Malang, Bogor dan Solo.[93] Sistem ini menawarkan internet dengan harga yang diklaim terjangkau, dengan harga awal Rp 499.000 dan targetnya terjual 100.000 perangkat.[94][95][96] Dalam perkembangannya, berbagai produk varian AHA dikeluarkan, seperti pada Maret 2011 bernama AHA office in box yang menawarkan internet kecepatan tinggi kepada UMKM dengan harga Rp 200.000-1 juta dan target pelanggan 500.000,[97] AHA-MyTV yang dikhususkan bagi penonton televisi dan video internet pada Juli 2011,[98] dan ditambah jenis-jenis modem lain yang diluncurkan pada 2011-2012.[99] Di tahun 2010-2011, AHA sudah beroperasi di 12 kota dan direncanakan akan bertambah lagi, serta telah memiliki 75.000 pelanggan dengan penggunaan 4 GB/hari.[100]

Seiring upaya restrukturisasi Bakrie Telecom pada 2012, merek AHA resmi dihentikan dan operasinya digabungkan dengan Esia sebagai merek utama.[101] Penggabungan merek ini ditandai dengan peluncuran kartu perdana kerjasama Esia dan AHA untuk gawai (gadget) dan modem pada 1 Juni 2012.[102] Namun, untuk PT Bakrie Connectivity sampai saat ini masih ada, sebagai anak perusahaan Bakrie Telecom walaupun kurang jelas apa operasionalnya.

Produk-Produk AHA

Berikut ini adalah beberapa produk-produk yang dikeluarkan dalam merek AHA:

  • AHA Prabayar
  • AHA Pascabayar
  • Kartu Perdana EsiaAHA EVDO
  • AHA EC167 (produk Huawei)
  • AHA VME 110 (produk Olive)
  • AHA Vibe (modem MP3)
  • AHA Link
  • AHA Touch (HP Android)
  • AHA My TV (TV Live Streaming Berbayar)

Wifone

Seperti telah disebutkan, bisnis awal dari Bakrie Telecom (d/h PT Ratelindo) adalah membangun jaringan telepon dengan sistem fixed wireless untuk telepon rumah yang mirip dengan telepon kabel, tapi tidak menggunakan jaringan kabel melainkan jaringan gelombang radio (nama resminya Sistem Telepon Lintas Radio/STLR).[103] Target awalnya adalah membangun sebesar 280.000 jaringan (250.000 di Jakarta dan sisanya di Jawa Barat) di 8 kota pada akhir 1994.[104] Untuk membantu pengembangannya, Ratelindo dibantu oleh Hughes Network Systems, sebuah perusahaan asal AS untuk membangun jaringan infrastrukturnya (senilai US$ 80 juta)[105] dan Netherlands Telecom, sebuah perusahaan telekomunikasi asal Belanda lewat suntikan modal US$ 90 juta dan kepemilikan saham 30% di induk Ratelindo, PT Bakrie Electronics.[106][107][108][109][110] Sebagai bagian dari patungan keduanya, Ratelindo dibantu secara operasional dan infrastruktur oleh Telkom.[111][112] Di awal 1996, pelanggan Ratelindo tercatat mencapai 6.000 dan manajemennya menargetkan membangun 50.000 jaringan telepon di tahun tersebut.[113] Lalu, pada 1997 penggunanya sudah menjadi 75.000.[114]

Memang dalam perkembangannya Ratelindo berhasil membangun jaringan komunikasi, namun sepertinya target yang diharapkannya sulit tercapai. Ratelindo terlihat tampak bukan sebagai kompetitor Telkom, melainkan hanya pemain kelas bawah dengan membangun jaringan di wilayah yang tidak terjamah Telkom meskipun menawarkan fitur yang lebih baik. Pelanggan Ratelindo pada 2002 hanya mencapai 135.000 (yang terkonsentrasi di Jabodetabek bagian selatan) dan hanya menggaet 1.500 pelanggan per bulan pada 2003, jauh dari target 280.000 pada awal berdirinya. Hal ini terjadi walaupun misalnya pada 1999 Ratelindo sudah meluncurkan fitur seperti internet dan e-mail bagi konsumennya.[115] Jaringan Ratelindo terkesan kurang baik karena suara yang kurang jernih, dan sistem E-TDMA yang dipakai sepertinya tidak dapat diharapkan lagi.[116] Walaupun kemudian Bakrie Telecom mengandalkan Esia sebagai produk utamanya, mereka tetap tidak mematikan sambungan telepon Ratelindo yang mereka jalankan sebelumnya, meskipun tidak mengalami pertumbuhan berarti dalam jumlah pelanggan.

Awalnya, sebagai "pengganti" Ratelindo, Esia pernah meluncurkan produk EsiaHome yang sistemnya hampir sama dengan Wifone. Produk ini merupakan salah satu dari dua produk awal Esia yang diluncurkan pada 12 September 2003, tetapi sayangnya tidak sukses. Pada 21 September 2006, Bakrie meluncurkan produk pengganti sistem Ratelindo, yaitu Wifone, yang merupakan singkatan dari Wireless Inteligent Fone Service (artinya Layanan Telepon Cerdas Nirkabel).[117] Berbeda dengan Ratelindo yang menggunakan jaringan radio dan sistemnya E-TDMA, sistem Wifone menggunakan CDMA. Menurut pihak Bakrie Telecom, mereka melihat masih adanya peluang dari masyarakat yang belum terjamah sistem telepon kabel Telkom. Wifone menawarkan fasilitas "sehemat telepon rumah, sekaya fitur handphone" dengan harga yang murah (Rp 499.000-1,3 juta) dan dibantu oleh jaringan internet. Untuk pemasarannya, Wifone mengandalkan jaringan supermarket dan kompleks perumahan baru.[118] Sebagai modal awal, pelanggan Ratelindo dimigrasikan ke Wifone, dikarenakan pemerintah melakukan penataan ulang frekuensi pada 2006-2007 dengan memaksa Ratelindo yang pada saat itu menggunakan frekuensi 2011 MHz, berpindah ke 800 MHz yang dimiliki oleh Bakrie Telecom (Esia).[119][120] Targetnya adalah 1,3 juta pelanggan pada akhir 2006 dan operasi di 15 kota. Seiring waktu, wilayah jaringan Wifone diperluas sesuai perluasan jaringan Esia.[121]

Klik On

Bakrie Telecom juga meluncurkan berbagai produk lainnya. Pada 22 Maret 2012, diluncurkan produk bernama Klik On yang bermain di TV pintar (smart TV) dengan pasar di beberapa kota-kota besar, diawali dari Palembang.[122]

Layanan SLI Bakrie Telecom diluncurkan pada 15 April 2009, menjadikannya pemain ketiga setelah Indosat dan Telkom. Sebenarnya, izin jaringan SLI sudah didapat Bakrie Telecom sejak September 2007, tetapi izin penyelenggarannya baru keluar pada Februari 2009. Menurut Presiden Direktur Bakrie Telecom (saat itu), Anindya Bakrie, pengoperasian SLI dimaksudkan agar Bakrie Telecom menjadi perusahaan penyedia layanan telekomunikasi lengkap. Modal yang disiapkan adalah US$ 25 miliar dan perangkat berupa Sentral Gerbang Internasional, yang pada saat itu baru ada di 2 lokasi (Batam, Jakarta) namun kemudian akan ditambah tiga lagi (Medan, Surabaya dan Makassar). Selain itu, untuk penyediaan fasilitasnya, digandeng Tata Communications dan Telstra. Bakrie Telecom mengklaim jasa SLI-nya memiliki kualitas suara yang bagus dan sudah mencakup 64 kota di berbagai negara ketika awal peluncurannya. SLI bernomor 009 ini ketika diluncurkan menawarkan promo senilai Rp 49/detik di luar PPN (diklaim lebih hemat 77% di luar pesaingnya) sampai Desember 2009 ke sejumlah negara (seperti AS, Malaysia dan Thailand), serta jasa bagi pelanggan bisnis.[123][124][125][126] Manajemen memperkirakan bahwa SLI Bakrie Telecom akan menarik 20-30% pangsa pasar dan menyumbang 5-7% keuntungan Bakrie Telecom.[127]

Sebulan setelah peluncurannya, sempat muncul kabar Indosat hendak menjegal lawan barunya ini, seperti menaikkan harga jasa dan meminta penghentian promosi, tetapi dibantah oleh Indosat.[128] Di tahun 2010, menurut manajemen Bakrie Telecom, layanan SLI mereka mulai banyak dipakai, terutama oleh Esia dan juga telepon lain untuk berhubungan langsung, seperti dari Arab Saudi.[129] Lalu, di tahun 2013, layanan SLI ini juga dipaketkan dalam promosi Esia yang menawarkan sambungan langsung bernomor 01010 dengan harga murah (Rp 9.999/15 hari).[130] Namun, seiring dengan langkah Bakrie Telecom yang mundur dari industri telekomunikasi, akhirnya pemerintah mencabut izin SLI ini pada 17 Oktober 2016, setelah 7 tahun beroperasi.[131]

Sambungan Langsung Jarak Jauh (SLJJ)

Ide untuk membangun jaringan ini sebenarnya sudah ada sejak 2007 untuk memperbesar kinerja perusahaan.[132] Untuk mendapatkan izinnya, pada akhir Juli 2008 Bakrie Telecom mengikuti lelang jaringan ini, dengan syarat harus membangun infrastruktur ke 50 kota di seluruh Indonesia (termasuk 15 di Indonesia Timur).[133][134] Dalam tender ini, Bakrie Telecom berhadapan dengan Mobile-8 Telecom, tetapi kemudian Mobile-8 gugur di awal sehingga Bakrie Telecom akhirnya dinyatakan keluar sebagai pemenangnya pada 16 Desember 2008.[135][136] Kemenangan Bakrie Telecom ini, yang baru diumumkan pada 22 Desember 2008, sekaligus mengakhiri duopoli SLJJ dari Indosat dan Telkom.[137] Menurut pihak Bakrie Telecom, pemberian izin SLJJ ini makin memantapkan niat perusahaan untuk menjadi penyedia layanan komunikasi lengkap dan sebagai persiapannya mereka sudah menyiapkan dana US$ 200 juta.[138] Seiring dengan upaya perusahaan keluar dari industri operator seluler dan menggabungkan jaringannya dengan Smartfren, pada tahun 2014 pemerintah mencabut izin SLJJ Bakrie Telecom.[139]

EsiaTel

Produk EsiaTel merupakan kelanjutan dari bisnis yang dijalankan Ratelindo sebelumnya. Ratelindo awalnya menjalankan merek wartel (warung telepon) bermerek Wartel Ratelindo 2000.[140] Seiring perubahan bisnis perusahaan, pada 2005 pihak Bakrie Telecom mengubah wartel Ratelindo menjadi Wartel Esia yang ditawarkan ke wirausahawan dengan sistem bagi hasil.[141] Namun, kemudian namanya diubah/disederhanakan lagi menjadi EsiaTel. Merupakan paduan dari "Esia" dan "wartel", EsiaTel mirip dengan wartel pada umumnya, tetapi tidak seperti biasanya yang menggunakan jaringan telepon kabel Telkom, maka EsiaTel menggunakan jaringan Esia/Bakrie Telecom yang nirkabel.

Produk ini ditawarkan ke pengusaha kecil yang ingin bermain di jasa wartel, dengan harga yang diklaim terjangkau dan dapat melakukan sambungan ke lokal dan interlokal, ditambah berbagai fitur.[142][143] Sejumlah pelanggan EsiaTel berasal dari pengalihan pelanggan Ratelindo,[144] ditambah dengan sumbangan/promosi yang diberikan oleh Bakrie Telecom.[145] Selain telepon wartel, EsiaTel juga menyediakan jasa telepon koin yang diluncurkan pada 2009, dengan awalnya berkerjasama dengan Taman Impian Jaya Ancol untuk membangun 50 telepon umum di sana ditambah dengan sumbangan di beberapa daerah seperti Banjarmasin dan Balikpapan. Namun sepertinya jasa ini kurang populer dibanding pesaingnya yang lain.[146][147]

EsiaTalk

Setelah keluar dari bisnis jaringan telepon seluler, PT Bakrie Telecom memutuskan untuk fokus pada aplikasi chatting bernama EsiaTalk, yang ditawarkan dengan fitur seperti bisa menelepon gratis di luar negeri dan dalam negeri dengan sistem VoIP sekaligus melakukan chatting. Diluncurkan pada November 2015, awalnya aplikasi ini diklaim cukup populer dimana sudah mencapai 200.000 unduhan di Google Play Store dan termasuk 20 aplikasi dengan unduhan tertinggi, dan pengelolaannya hanya membutuhkan 50 pegawai saja. Manajemen Bakrie Telecom juga mengatakan bahwa mereka hendak bermain di bisnis aplikasi digital, sebagai "inovator".[47][148][149] Namun, tampaknya aplikasi ini tidak lagi dikembangkan oleh Bakrie Telecom seiring dengan makin parahnya kesehatan perusahaan ini.

Lainnya

Anak usaha saat ini:[2]

  • PT Anugerah Andalan Investama: Non-operasional
    • PT Mitra Kreasi Komunika: Anak perusahaan ini menjadi pemegang saham 99% primadigital dan Inovasi.[150]
      • PT Layanan Prima Digital (primadigital): Anak perusahaan ini bekerja secara business-to-business, dengan fokus utamanya menyediakan Voice Solutions, Contact center Solutions dan berbagai jasa lainnya, seperti IT untuk perusahaan dan marketing.[151] Selain itu, primadigital juga menyediakan jasa telepon pada gedung-gedung perkantoran tinggi, yang pada akhir 2019 mencapai 2.000 pengguna.[150]
      • PT Inovasi Teknologi Nusantara (Inovasi): Perusahaan baru ini bergerak dalam berbagai bidang, seperti mengelola dan membangun jaringan, pelatihan, dan konsultasi telekomunikasi.[152] Fokusnya ada di bidang teknologi informasi, seperti Internet of Things (IOT) untuk industri transportasi listrik dan pertambangan.[58]
        • PT Cakra Andalas Fasilitas (40% kepemilikan): Bergerak di bidang operasional infrastruktur bagi penyiaran televisi digital. Diklaim sekitar 50% pendapatan BTEL berasal dari perusahaan ini.[58] Namanya yang tidak jauh berbeda dengan nama perusahaan Bakrie lainnya, PT Cakrawala Andalas TV (antv), menandakan PT Cakra Andalas Fasilitas bertugas mengelola infrastruktur penyiaran digital antv.
        • PT Sangads Digital Pariwara (45% kepemilikan): Bergerak di bidang periklanan, penjenamaan dan jasa promosi bagi perusahaan-perusahaan, termasuk UMKM. Diklaim sekitar 30% pendapatan BTEL berasal dari perusahaan ini.[58]
  • PT Bakrie Connectivity: Non-operasional

Anak usaha sebelumnya:

  • PT Bakrie Digital Net
  • Bakrie Telecom Pte. Ltd. (Singapura)

Operasional

Manajemen

  • Komisaris Utama: Taufan Rotorasiko
  • Komisaris: John P. Nazar
  • Komisaris: Jastiro Abi
  • Komisaris: Neil Tobing
  • Direktur Utama: Harya Mitra Hidayat
  • Wakil Direktur Utama: Andi Pravidia Saliman
  • Direktur: Agustinus Harimurti
  • Direktur: Aditya Irawan[1]

Pemegang saham

  • PT Huawei Tech Investment: 16,81%
  • PT Mahindo Agung Sentosa: 13,58%
  • PT Bakrie Global Ventura: 7,17%
  • Raiffeisen Bank International AG, Singapore S/A Best Quality Global Ltd.: 6,01%
  • Credit Suisse AG, Singapore S/A Bright Ventures Pte. Ltd.: 5,37%
  • Saham treasury: 0,3%
  • Publik: 50,76% [1]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b c d Profil Perusahaan Tercatat
  2. ^ a b c d LapTahunan BTEL 2021
  3. ^ Realisasi Visi Baru, Pertumbuhan Pendapatan Bakrie Telecom (BTEL) Berlanjut
  4. ^ Warta ekonomi: mingguan berita ekonomi & bisnis, Volume 15,Masalah 18-26
  5. ^ "Ratelindo postpones rolling out CDMA-based services". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-02-10. Diakses tanggal 2021-02-04. 
  6. ^ Perusahaan Perseroan (Persero) P.T. Telekomunikasi Indonesia Tbk. Exact name of Registrant as specified in its charter Telecommunications Indonesia
  7. ^ Gatra, Volume 11,Masalah 25-28
  8. ^ Bakrie Telecom Masuk Bursa Awal 2006
  9. ^ IPO Bakrie Telecom Awal 2006
  10. ^ Dana IPO Bakrie Telecom Baru Terpakai 60%
  11. ^ a b c Bakrie Telecom, dari Esia hingga Punya Utang 2.133 Kali dari Asetnya
  12. ^ Merger Flexi-Esia, Flexi di bawah Esia
  13. ^ Telkom Jajaki Merger Flexi dan Bakrie Telecom[pranala nonaktif permanen]
  14. ^ Alasan Telkom Flexi Meminang Bakrie Telecom
  15. ^ Merger Telkom Flexi-Bakrie Telecom Rampung Akhir 2010
  16. ^ Telkom Mulai Buka Peluang Batalkan Merger Flexi & Esia
  17. ^ Sinar Mas Tak Ingin Smartfren Merger dengan Bakrie Telecom
  18. ^ Konsolidasi Smartfren-Bakrie Disepakati Oktober 2014
  19. ^ Smartfren dan Bakrie Telecom Jajaki Penggabungan Usaha
  20. ^ Pemilik FREN dan BTEL Mulai Nego?
  21. ^ Bakrie Telecom Bantah Akuisisi Mobile-8
  22. ^ "Bakrie Telecom Akuisisi Sampoerna Telekom". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-10-06. Diakses tanggal 2021-01-25. 
  23. ^ Internux: Sudah Ada Pembicaraan dengan BTel
  24. ^ Bakrie akuisisi Rekajasa US$ 50 juta
  25. ^ Bakrie Telecom Cetak Laba Bersih Rp52 Miliar
  26. ^ Bakrie Telecom Cetak Pendapatan Rp 3,4 Triliun
  27. ^ Utang Bakrie Rp 21,4 triliun dan US$ 5,7 miliar
  28. ^ BTEL dinilai cuma gali lubang-tutup lubang
  29. ^ Kerugian Bumi Perberat Utang Grup Bakrie[pranala nonaktif permanen]
  30. ^ Bakrie Telecom Tersengat Beban Utang
  31. ^ UTANG BAKRIE TELECOM Diberi Peringkat CCC oleh Fitch
  32. ^ Belum Bayar Utang, Perdagangan Saham Bakrie Telecom Dihentikan
  33. ^ Bakrie Telecom Mengaku Sudah Bayar Utang Beserta Bunganya
  34. ^ Bakrie Telecom Cetak Laba Rp 50 Miliar
  35. ^ a b c Revitalisasi Angkat Kinerja Bakrie Telecom
  36. ^ Gagal Bayar Utang Sudah Biasa di Eks 'Bakrie Tujuh'
  37. ^ Bakrie Telecom Cetak Rugi Rp 316 Miliar
  38. ^ Bakrie Telecom Catat Kerugian Rp 2 Triliun
  39. ^ Rugi Bakrie Telecom Naik Jadi Rp 2,87 Triliun
  40. ^ a b Bakrie Telecom rugi Rp 8,64 triliun di 2015
  41. ^ Berapa Total Utang Bakrie Telecom?
  42. ^ Utang Menumpuk, Bakrie Telecom Terancam Tinggal Papan Nama[pranala nonaktif permanen]
  43. ^ Utang BTEL Makin Membengkak
  44. ^ Utang Membengkak, Bakrie Telecom Pangkas Karyawan
  45. ^ Bakrie Telecom Mengaku Telah Pangkas 500 Karyawan
  46. ^ Kisah Bakrie Telecom: PHK Ratusan Karyawan Agar Bertahan Hidup
  47. ^ a b c Bakrie Telecom Kesulitan Keuangan, Ini Kata Smartfren
  48. ^ Bakrie Telecom Akan Luncurkan Layanan 4G LTE dengan Merek Baru Pada 2016
  49. ^ Nasib Bakrie Telecom (BTEL): Utang Rp9,6 Triliun, Rugi Rp60 Miliar, Terancam Delisting
  50. ^ Kisah Bakrie Telecom, 5 Tahun Saham Bertahan di Harga Gocap
  51. ^ Anggap Bakrie Telecom Belum Serius, BEI Tak Buka Suspensi Saham
  52. ^ Bakrie Telecom bukukan rugi bersih Rp 1,49 triliun di tahun 2017
  53. ^ Huawei jadi mayoritas, Bakrie Telecom jajal bisnis TV digital
  54. ^ Bakrie Telecom jajaki potensi bisnis baru
  55. ^ Terlilit Utang, Bakrie Telecom Berniat Transformasi Bisnis
  56. ^ Dari Ribuan Karyawan Bakrie Telecom, Kini Hanya Tinggal 21
  57. ^ Karyawan Tinggal 6, Begini Kinerja BTEL Semester I-2019
  58. ^ a b c d Transformasi Jadi Perusahaan Digital, Pendapatan Bakrie Telecom (BTEL) Melesat 400%
  59. ^ Aset Bakrie Telecom (BTEL) Meroket 148%, Esia Hidup Lagi
  60. ^ Anggapan yang Salah CDMA Sama dengan PSTN
  61. ^ ESIA, Telepon Nirkabel dari Bakrie Telecom
  62. ^ The Mantra Rahasia Sukses Berinovasi Jawara-Jawara Industri Dalam Negeri
  63. ^ Animal-Based Management
  64. ^ BTel Targetkan 60 Ribu Ponsel Ikut Hapesiaga
  65. ^ Obral di Plaza EX Ricuh, HP Murah Ditambah Jadi 5.000
  66. ^ Esia Segera Perluas Jaringan ke Luar Jawa
  67. ^ Esia Targetkan 3,7 Juta Pelanggan Akhir 2007
  68. ^ Bakrie Telecom Memperluas Jaringan Hingga ke Batam
  69. ^ Esia Merambah Pontianak dan Purwokerto
  70. ^ BTEL Ekspansi Jaringan Esia & Wifone di Kediri dan Batu
  71. ^ Layanan Esia Bertambah ke Mataram
  72. ^ Wimode Hadir di CGS
  73. ^ Persaingan di Pasar CDMA Makin Ketat[pranala nonaktif permanen]
  74. ^ Bakrie Telecom luncurkan aplikasi ponsel Usahaku
  75. ^ Bakrie Telecom Luncurkan Layanan Data esia max-d
  76. ^ Bakrie Telecom Yakin Bisnis CDMA Masih Menarik
  77. ^ FOTO ESIA CRIING : Esia Luncurkan Paket Internet Terbaru
  78. ^ Kembali Bergeliat, Esia Rilis Smartphone Android Rp 1,6 Juta
  79. ^ Bakrie Telecom Berjualan SMS dan Suara melalui EsiaTel
  80. ^ Esia & Smartfren Gabung, Bisa Duluan 4G di 800 MHz
  81. ^ Smartfren dan Esia Resmi Bersatu demi LTE
  82. ^ Pelanggan Esia Mulai Pakai Jaringan Smartfren
  83. ^ Resmi Tutup Layanan, Kecuali di Jakarta
  84. ^ Per April Esia Stop Layanan Data
  85. ^ Bakrie Telecon masih pertahankan pelanggan Esia
  86. ^ Pelanggan Bakrie Telecom sudah "sepi" manfaatkan jaringan Smartfren
  87. ^ Bakrie Telecom Perkenalkan Wimode
  88. ^ Bakrie Telecom Andalkan Wimode untuk Layanan Data
  89. ^ PT Bakrie Connectivity Luncurkan AHA USB Modem Terbaru pada MBC 2012 Di Jakarta
  90. ^ Laporan Tahunan Bakrie Telecom 2014
  91. ^ Telecom Investasi 100 Juta Dolar
  92. ^ Bakrie Telecom Segera Luncurkan EV-DO
  93. ^ Aha Gantikan Wimode
  94. ^ BConnect Siapkan 100 Ribu Modem AHA
  95. ^ "AHA! Wimode Ganti Kulit". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-01-30. Diakses tanggal 2021-01-25. 
  96. ^ Aha Bukan Ancaman Bagi Wimode
  97. ^ Provider seluler gencar luncurkan produk internet
  98. ^ PT Bakrie Connectivity Luncurkan AHA-MyTV
  99. ^ Bakrie Connectivity Luncurkan AHA USB modem Terbaru pada Mega Bazar Computer 2012 Jakarta
  100. ^ 2011, Bakrie Telecom Fokus Kembangkan AHA
  101. ^ Laporan Keuangan BTEL 2012
  102. ^ TELECOM Luncurkan SP Esia AHA EVDO
  103. ^ Annual Report ... Parpostel
  104. ^ Indonesia News Service, Masalah 544-628
  105. ^ Wireless cellular newsletter
  106. ^ Unfinished Business: Telecommunications After the Uruguay Round
  107. ^ Untold Story IPO Telkom di NYSE & BEJ
  108. ^ Fast Learner: Cara, Gaya, dan Tips Beradaptasi dengan Keadaan
  109. ^ Pelajaran Bagi Bangsa
  110. ^ Wireless cellular newsletter
  111. ^ Telecommunications in Asia: Policy, Planning and Development
  112. ^ Information Tectonics: Space, Place and Technology in an Electronic Age
  113. ^ Ratelindo to install 50,000 radio phone lines
  114. ^ Far Eastern Economic Review, Volume 160
  115. ^ Gamma, Volume 1,Masalah 23-27
  116. ^ Habis Ratelindo Terbitlah Esia
  117. ^ Dual Face Esia
  118. ^ Wifone, Membidik Pasar yang Terabaikan
  119. ^ 'Pengungsian' Ratelindo Hampir Rampung
  120. ^ Bakrie Telecom 'Terpaksa' Gusur Pengguna Ratelindo
  121. ^ Bakrie Harap Wifone Beri Kontribusi
  122. ^ TV INTERNET: Bakrie Telecom Luncurkan Klik On
  123. ^ Bakrie Telecom Ramaikan Persaingan SLI
  124. ^ Masuk SLI, Bakrie Telecom Banting Harga
  125. ^ Bakrie Telecom Layani Sambungan Internasional
  126. ^ Bakrie Telecom luncurkan SLI 009
  127. ^ Bakrie Telecom Targetkan 7 Persen Pendapatan dari SLI
  128. ^ Indosat Jegal SLI 009 Bakrie Telecom?
  129. ^ Bakrie Telecom Targetkan SLI 009 Tumbuh 20-30%
  130. ^ Bakrie Telecom: Komunikasi Internasional Pebisnis Semakin Deras
  131. ^ Kominfo cabut izin FWA dan SLI Bakrie Telecom
  132. ^ Bakrie Telecom inginkan lisensi SLJJ
  133. ^ Tender SLJJ Selesai Akhir Tahun Ini
  134. ^ Bakrie Tertarik Ikut Tender SLJJ
  135. ^ Bakrie Menang Tender SLJJ[pranala nonaktif permanen]
  136. ^ Bakrie Telecom 'Menang W.O.' di Tender SLJJ
  137. ^ Bakrie Telecom Menangkan Tender SLJJ
  138. ^ Bakrie Telecom Menangi Tender SLJJ
  139. ^ Smartfren-Bakrie Telecom Dikabarkan Gabungkan Usaha
  140. ^ Telkom Akui Pemblokiran Akses SLI War-Tel
  141. ^ Menyibak peluang wartel Esia
  142. ^ Keuntungan memiliki esiatel...
  143. ^ Wartel esia Bermasalah
  144. ^ Bakrie Telecom grows net income by 60%
  145. ^ Bakrie Telecom Masuk Kalimantan
  146. ^ Telepon Coin esiatel..
  147. ^ Bakrie Telecom Gandeng Harvest Operasikan EsiaTEL
  148. ^ Luncurkan ESIAtalk, Bakrie Telecom Siap Bertarung di Bisnis Digital
  149. ^ Bos Esia: Kami Akan Beralih ke 4G sebagai Inovator Bukan Operator
  150. ^ a b Laporan Tahunan BTEL 2019
  151. ^ About Layanan Prima Digital
  152. ^ WHO WE ARE

Pranala luar