Lontara Bilang-bilang
Lontara Bilang-bilang kadang juga disebut lontara bilang adalah genre tulisan Makassar yang memuat catatan harian Kerajaan Gowa dan Tallo yang mencatat tentang peristiwa-peristiwa penting, tanggal dan dalam urutan kronologis dalam kurung waktu tahun 1545 hingga 1751. Lontara ini disempurnakan dan dilengkapi dengan penanggalan Hijriah serta ditulis dengan huruf serang (Arab). Lontara Bilang sendiri sudah menjadi Warisan Budaya Takbenda Indonesia, lewat Direktorat Jenderal Kebudayaan (Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya) pada tahun 2018 dari Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Kronologis peristiwa
• Lontara Bilang mulai terlacak pada peristiwa tahun 955 Hijriah (1545 Masehi) yaitu "tahun ini Karaeng Tunijalloq (Raja Gowa) lahir, dia mencapai usia 45 tahun". Dari pertengahan Abad ke-16 hanya memakai tahun Hijriah, lalu awal Abad ke-17 dengan menggunakan tanggal, bulan dan tahun Hijriah (Kalender Islam) dengan dijadikannnya agama Islam sebagai agama resmi Kesultanan Gowa Tallo (Kesultanan Makassar) yang disempurnakan pada masa pemerintahanan Sultan Malikussaid.
• Hal ini pun raja Gowa ke-XV Sultan Malikussaid (1639 - 1653) menjalin hubungan dengan Mufti Arab Saudi dikota Mekah yang tercatat dalam Lontara Patturioloang Gowa yaitu (Bahasa Makassar : ᨞iapa anne karaeng mabela-bela Mupattia ri Makka᨞ iatompa anne karaeng uru nigallaraq ri Makka nikana Moammad Saed᨞ arenna memang nikana Malikosaid᨞). Tugas Mufti adalah mengenalkan dan menerapkan syariat Islam dalam suatu masyarakat.
• Salah satu peristiwa awal Abad ke-17 pada 18 Rajab 1017 Hijriah (Jum'at 9 November 1607) yaitu "Salat Jumat pertama kali dilakukan di Tallo, kami adalah Muslim pertama, tahun ini terjadi perang di Tamapalo". (Bahasa Makassar : ᨞nauru mammenteng jumaka ri Talloq᨞ uru sallanta᨞ ia anne bedeng bunduka ri Tamappalo᨞). Periistiwa ini sangat spesial karena dijadikan moment hari jadi Kota Makassar dengan patokan saat ini 9 November 1607.
• Salah satu peristiwa di pertengahan Abad ke-17 yaitu pada tanggal 29 Zulhijah 1058 Hijriah (13 Januari 1649 Masehi) yaitu "seekor Harimau tiba, dibawa oleh kapal Inggris". (Bahasa Makassar : ᨞nabattu macang᨞ kappalaq Anggarrisiq mangerang᨞). Salah satu tokoh berpengaruh Makassar yang dijuluki sebagai Macang keboka ri Tallo (Harimau putih di Tallo) adalah Karaeng Matoaya, Raja Tallo yang ke-VII.
• Salah satu peristiwa akhir Abad ke-17 yaitu pada 3 Rajab 1110 (5 Januari 1699) "gempa kuat melanda Jakarta (Jayakarta), banyak bangunan batu runtuh, banyak orang meninggal, banjir besar [gelombang pasang] melanda juga". (Bahasa Makassar : ᨞nanataba bedeng ronrong sarro Jakattaraq᨞ majai ballaq batu runtung majai tau mate᨞ nataba tongi aqba lompo᨞). Lontara Bilang bukan hanya mengupas peristiwa di Sulawesi Selatan namun juga daerah luar salah satunya di Jayakarta (Jakarta kini.
• Salah satu peristiwa awal Abad ke-18 yaitu 13 Safar 1116 (17 Juni 1704) "kiriman ke Karaeng (Sultan Abdul Jalil) dari penguasa Kesultanan Sulu Sultan Shahabud-Din tiba sebuah jam". (Bahasa Makassar : ᨞ nabattu pikatunna karaenga᨞ ri karaenga ri Suluq᨞ goyang sibatu᨞). Begitu besarnya pengaruh Kerajaan Gowa Tallo dimasa lalu, bahkan sampai diluar negeri yaitu Kesultanan Sulu di Filipina yang memberikan sebuah hadiah. Benda lainnya berupa Kolara atau Rante Manila adalah sejenis kalung Emas sebagai perlengkapan dalam upacara khusus Kerajaan. Berat 270 gram dan panjang 212 cm. Benda ini adalah pemberian Kesultanan Sulu (Filipina) sebagai tanda persahabatan pada abad ke-XVII yang silam.
• Salah satu peristiwa pertengahan Abad ke-18 yaitu pada 6 Zulhijah 1163 (Rabu, 7 Oktober 1750 Masehi) "sebuah wilayah Kekaraengang yang diberikan oleh Sultan Abdul Kudus kepada Mukmin, sekarang disebut Karaeng Bontomatene". (Bahasa Makassar : ᨞nanisare pakkaraengang I Muqmin᨞ ri karaenga᨞ nikana Karaeng Bontomateqnne᨞). Bahwa Karaeng itu adalah gelar jabatan, bukan karena garis nasab silsilah seseorang. Salah yang fenomenal yaitu raja Gowa ke-17 Sultan Amir Hamzah (1669-1674) tidak mempunyai gelar Karaeng karena sebelumnya belum pernah menjabat sebuah wilayah Toponimi Kekaraengang, ia adalah putra Sultan Hasanuddin sekaligus penerusnya sebagai Raja Gowa.
Sistem Sandi
Prinsip dasar dari sandi Lontara Bilang-bilang adalah pengalihan atau subtitusi huruf Arab menjadi stilisasi angka dari nilai masing-masing huruf berdasarkan sistem bilangan abjad Arab.[1] Sebagai contoh, huruf ba ب memiliki nilai 2 sehingga bentuknya disubtitusikan dengan stilisasi angka Arab ٢. Sistem subtitusi ini dapat diilustrasikan sebagaimana berikut:
Huruf Arab Jawi untuk bunyi yang biasa digunakan dalam bahasa Melayu dan bahasa Makassar dibentuk dengan penambahan titik sebagaimana ekivalen huruf Arab masing-masing. Sebagai contoh, huruf jim ج menggunakan stilisasi angka ٣, sementara huruf ca چ menggunakan dasar stilisasi angka ٣ yang sama dengan ج namun dengan tambahan tiga titik. Sistem pembentukan ini dapat diilustrasikan sebagaimana berikut:
Huruf pra-nasal dalam aksara Lontara dibentuk dengan penambahan coretan. Sistem pembentukan ini dapat diilustrasikan sebagaimana berikut:
Tabel
Lihat pula
Referensi
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamamiller