Nitroselulosa, yang juga disebut dengan berbagai nama seperti selulosa nitrat, kertas kilat, kapas kilat, guncotton, piroksilin, dan benang kilat, adalah zat yang sangat mudah terbakar yang dihasilkan dari nitrasi selulosa menggunakan kombinasi asam nitrat dan asam sulfat. Penggunaan awal yang cukup penting yaitu sebagai guncotton, yang berfungsi sebagai pengganti mesiu dalam senjata api sebagai bahan pendorong (propelan). Selain itu, nitroselulosa juga digunakan sebagai bahan peledak tingkat rendah di pertambangan dan industri lainnya, menggantikan mesiu. Pemanfaatan penting lainnya yaitu dalam bentuk kolodion, di mana senyawa memainkan peran penting sebagai komponen dalam emulsi fotografi awal. Inovasi ini sangat merevolusi bidang fotografi selama tahun 1860-an.

Produksi

Proses mengubah selulosa menjadi nitroselulosa melibatkan kombinasi asam nitrat dan asam sulfat.[1] Kualitas selulosa yang digunakan dalam proses ini sangat penting, karena nitroselulosa kualitas lebih rendah diperoleh ketika masih terdapat hemiselulosa, lignin, pentosan, dan garam mineral. Secara kimiawi, nitroselulosa tidak diklasifikasikan sebagai senyawa nitro, melainkan sebagai ester nitrat. Unit pengulangan glukosa dalam rantai selulosa memiliki tiga gugus hidroksil (OH), yang masing-masing dapat membentuk ester nitrat. Ini berarti bahwa nitroselulosa dapat merujuk pada mononitroselulosa, dinitroselulosa, trinitroselulosa, atau campuran dari bentuk-bentuk ini. Berbeda dengan selulosa induk, nitroselulosa memiliki lebih sedikit gugus OH sehingga tidak membentuk ikatan hidrogen, yang mengakibatkan senyawa larut dalam pelarut organik seperti aseton, etil asetat, metil asetat, dan etil karbonat.[2] Nitroselulosa dinitrat biasanya digunakan dalam pembuatan pernis, sedangkan untuk bahan peledak terutama terdiri dari bentuk trinitrat.[3][4]

Persamaan kimia untuk pembentukan trinitrat adalah

3 HNO 3 + C 6 H 7 (OH) 3 O 2 H2 SO 4 → C 6 H 7 (ONO 2 ) 3 O 2 + 3 H2O

Sekitar 85% selulosa yang digunakan dalam proses tersebut diubah menjadi nitroselulosa, sedangkan sisanya hilang karena oksidasi selulosa secara menyeluruh, yang menghasilkan pembentukan asam oksalat.

Penggunaan

Selulosa nitrat terutama digunakan dalam produksi pernis dan pelapis, bahan peledak, dan seluloid.[5]

Pernis dan pelapis

Dalam hal pernis dan pelapis, nitroselulosa bersifat mudah larut dalam pelarut organik. Ketika pelarut ini menguap, mereka meninggalkan film yang fleksibel, tidak berwarna, dan transparan.[3] Pernis nitroselulosa telah banyak digunakan sebagai pelapis akhir untuk furnitur dan alat musik.[6] Pernis ini dapat digunakan sebagai pelapis bening pada gitar bercorak kayu, memberikan penampilan yang mengkilap dan berkilau. Selain itu, ketika dilarutkan dalam aseton sekitar 25%, nitroselulosa (Guncotton) membentuk pernis yang digunakan pada tahap awal finishing kayu. Pernis ini membantu menciptakan hasil akhir yang tahan lama dan sangat mengkilap.[7] Biasanya, pernis ini diaplikasikan sebagai lapisan pertama, diikuti dengan pengamplasan dan aplikasi lapisan berikutnya yang melekat padanya.

Cat kuku terbuat dari pernis nitroselulosa, karena murah, cepat kering, dan tidak merusak kulit.[8]

Bahan peledak

Penggunaan nitroselulosa dalam aplikasi bahan peledak cukup beragam. Dibandingkan dengan aplikasinya sebagai pelapis, aplikasi propelan biasanya memiliki kandungan nitrat yang lebih tinggi.[5] Nitroselulosa telah digunakan oleh Copenhagen Suborbitals dalam berbagai misi yang berkaitan dengan penerbangan luar angkasa. Bahan ini digunakan untuk membuang komponen roket atau kapsul luar angkasa dan untuk menggunakan sistem pemulihan. Namun, setelah melakukan beberapa misi dan penerbangan, ditemukan bahwa nitroselulosa tidak menunjukkan sifat eksplosif yang diinginkan di lingkungan yang hampir vakum.[9] Contohnya terjadi pada 2014 ketika pendarat komet Philae gagal menggunakan tombak karena tidak berhasil menembakkan 0,3 gram bahan bakar pendorong nitroselulosa selama pendaratan.[10]

Penggunaan laboratorium

Nitroselulosa, dalam bentuk jala yang terdiri dari benang dengan porositas yang berbeda, dapat digunakan dalam prosedur laboratorium untuk menahan partikel dan menangkap sel dalam larutan cair atau gas. Ini juga digunakan untuk mendapatkan filtrat bebas partikel.[11]

Dalam teknik biologi molekuler seperti Southern blots dan Northern blots, membran lengket yang disebut slide nitroselulosa, membran nitroselulosa, atau kertas nitroselulosa digunakan untuk imobilisasi asam nukleat. Demikian pula, dalam Western blots dan mikroskop gaya atom,[12] digunakan untuk imobilisasi protein karena afinitasnya yang tidak spesifik untuk asam amino. Nitroselulosa banyak digunakan sebagai bahan pendukung dalam tes diagnostik yang melibatkan pengikatan antigen-antibodi, seperti tes kehamilan, tes U-albumin, dan tes CRP. Kehadiran glisin dan ion klorida meningkatkan efisiensi transfer protein.

Nitroselulosa juga digunakan dalam tes radon yang mengandalkan etsa jalur alfa. Selain itu, Adolph Noé mengembangkan metode yang menggunakan nitroselulosa untuk mengupas bola batu bara.[13]

Penggunaan lainnya

Pada 1851, Frederick Scott Archer memperkenalkan proses kolodion basah sebagai pengganti putih telur dalam emulsi fotografi awal. Proses ini melibatkan pengikatan halida perak yang peka cahaya ke pelat kaca dengan menggunakan larutan nitroselulosa.[14]

Kertas kilat pesulap adalah lembaran kertas atau kain yang terdiri atas nitroselulosa, yang menyala seketika dengan kilatan cahaya yang terang dan tidak meninggalkan residu.

Nitroselulosa dapat digunakan sebagai media untuk bantalan sekali pakai kriptografi, memastikan pembuangan bantalan yang lengkap, aman, dan efisien.

Untuk membuat piringan hitam unik yang digunakan sebagai master untuk pengepresan atau untuk dimainkan di klub dansa, pernis nitroselulosa dilapiskan pada cakram aluminium atau kaca, diikuti dengan pemotongan alur dengan mesin bubut. Piringan hitam ini biasanya disebut sebagai cakram asetat.

Tingkat esterifikasi nitroselulosa bervariasi, tergantung pada proses pembuatannya. Bola tenis meja, pick gitar, dan film fotografi tertentu memiliki tingkat esterifikasi yang relatif rendah, sehingga menghasilkan pembakaran yang lebih lambat dengan sebagian residu yang hangus.

Pada 1846, ditemukan bahwa selulosa yang diolah dengan nitrat dapat dilarutkan dalam eter dan alkohol. Larutan ini, yang dikenal sebagai collodion, dengan cepat digunakan sebagai pembalut luka.[15][16]

Nitroselulosa digunakan untuk melapisi kartu remi dan untuk mengikat staples di stapler kantor.

Penggunaan dalam sejarah

Karya awal pada nitrasi selulosa

Pada 1832, Henri Braconnot membuat penemuan yang signifikan ketika ia menemukan bahwa asam nitrat, ketika dikombinasikan dengan pati atau serat kayu, dapat menghasilkan bahan peledak yang ringan. Dia menamai bahan ini xyloïdine.[17] Beberapa tahun kemudian, pada 1838, Théophile-Jules Pelouze, seorang ahli kimia Prancis (guru dari Ascanio Sobrero dan Alfred Nobel), memperlakukan kertas dan kardus dengan cara yang sama.[18] Jean-Baptiste Dumas juga mendapatkan bahan serupa, yang ia sebut sebagai nitramidin.[19]

Guncotton

Pada sekitar 1846, Christian Friedrich Schönbein, seorang ahli kimia dari Jerman-Swiss, membuat terobosan signifikan dalam pengembangan nitroselulosa.[20] Ketika bekerja di dapur rumahnya di Basel, dia tidak sengaja menumpahkan campuran asam nitrat (HNO3) dan asam sulfat (H2SO4) di atas meja dapur. Untuk membersihkan tumpahan tersebut, ia menggunakan celemek katun yang ada di dekatnya, yang kemudian ia gantung di pintu kompor untuk dikeringkan. Hal yang mengejutkannya, celemek itu menyala begitu kering. Kejadian ini mendorong Schönbein untuk mengembangkan metode praktis untuk memproduksi nitroselulosa.

Metodenya melibatkan pencelupan satu bagian kapas halus ke dalam campuran asam sulfat dan asam nitrat dengan proporsi yang sama (15 bagian). Setelah dua menit, kapas dikeluarkan dan dibilas dengan air dingin untuk mengatur tingkat esterifikasi dan menghilangkan asam yang tersisa. Kapas kemudian dikeringkan secara perlahan pada suhu di bawah 40°C. Formulasi Schönbein menjadi banyak digunakan dan ia berkolaborasi dengan Rudolf Christian Böttger, seorang profesor dari Frankfurt yang secara terpisah menemukan proses yang sama pada tahun yang sama.

John Hall & Son memperoleh hak paten untuk produksi guncotton pada 1846 dan mendirikan pabrik khusus di Marsh Works di Faversham, Kent, pada 1847. Namun, pada saat itu, proses pembuatannya belum dipahami dengan baik, dan tindakan pencegahan keselamatan yang diterapkan masih sangat minim. Tragisnya, pada Juli 1847, sebuah ledakan besar terjadi di pabrik tersebut, merenggut nyawa sekitar 20 orang pekerja. Sebagai akibat dari insiden ini, pabrik segera ditutup. Produksi guncotton terhenti selama lebih dari 15 tahun sampai dapat dikembangkan prosedur manufaktur yang lebih aman.[21]

Frederick Augustus Abel, seorang ahli kimia Inggris, mengembangkan proses manufaktur pertama yang aman untuk guncotton, yang dipatenkan pada 1865. Dia membuat beberapa modifikasi utama pada proses tersebut. Waktu pencucian dan pengeringan nitroselulosa diperpanjang secara signifikan hingga 48 jam, dan prosesnya diulang delapan kali. Komposisi campuran asam juga diubah dengan rasio antara asam sulfat dengan asam nitrat (2 bagian : 1 bagian). Dengan menyesuaikan konsentrasi asam dan mengontrol suhu reaksi, proses nitrasi dapat dilakukan secara efektif. Nitroselulosa tetap larut dalam campuran etanol dan eter sampai konsentrasi nitrogen melebihi 12%. Ketika nitroselulosa dalam bentuk larutan, kadang-kadang disebut sebagai kolodion.[22]

Guncotton dengan kandungan nitrogen melebihi 13% (dikenal sebagai nitroselulosa yang tidak larut), diproduksi dengan paparan lama pada asam yang panas dan pekat. Jenis guncotton khusus ini terutama digunakan sebagai bahan peledak atau untuk hulu ledak senjata bawah air, seperti ranjau laut dan torpedo.[23] Pabrik mesiu Waltham Abbey Royal Gunpowder Mills berhasil membuat proses produksi yang aman dan berkelanjutan untuk guncotton pada 1860-an, yang mengarah pada pengadopsiannya secara luas sebagai bahan peledak utama untuk hulu ledak militer. Namun, potensinya membuatnya tidak cocok untuk digunakan sebagai propelan. Untuk mengatasi keterbatasan ini, maka dikembangkan campuran kolodion yang lebih stabil dan lebih lambat terbakar dengan menggunakan asam yang lebih pekat dan suhu yang lebih rendah. Formulasi yang dimodifikasi ini berfungsi sebagai bubuk tanpa asap untuk senjata api. Bubuk tanpa asap praktis pertama yang terbuat dari nitroselulosa, yang dirancang untuk senjata api dan amunisi artileri, ditemukan oleh ahli kimia Prancis Paul Vieille pada 1884.

Jules Verne mengungkapkan pandangan positif tentang kemajuan guncotton dan membuat referensi tentang hal itu dalam novelnya. Dia menggambarkan karakternya menggunakan senjata api yang memanfaatkan bahan peledak ini, menunjukkan kehadirannya dalam petualangan mereka. Dalam karyanya "From the Earth to the Moon", Verne menggambarkan guncotton digunakan untuk mendorong proyektil ke luar angkasa.

Pada awalnya, guncotton diproduksi dengan menggunakan kapas sebagai sumber selulosa, tetapi metode modern menggunakan selulosa yang diproses berasal dari bubur kayu. Meskipun guncotton memiliki risiko penyimpanan, bahaya ini dapat dikurangi dengan menjaganya agar tetap lembap dengan berbagai cairan, termasuk alkohol. Oleh karena itu, catatan sejarah dari awal abad ke-20 sering menyebut "guncotton basah" ketika membahas penggunaannya.

Karena daya ledaknya yang tinggi, guncotton sangat cocok untuk tujuan peledakan. Sebagai propelan untuk proyektil, guncotton menghasilkan sekitar enam kali lipat jumlah gas dibandingkan dengan volume bubuk hitam yang setara, sekaligus menghasilkan lebih sedikit asap dan menghasilkan lebih sedikit panas.

Selama Perang Saudara Amerika, peluru artileri yang diisi dengan guncotton digunakan secara luas, menandai konflik tersebut sebagai "perang modern pertama" yang sebagian disebabkan oleh penggunaan bahan ini.[24] Ketika dikombinasikan dengan artileri yang diisi dengan peluru sungsang, peluru berdaya ledak tinggi ini berpotensi menimbulkan kerusakan yang lebih parah dibandingkan dengan peluru meriam padat tradisional yang digunakan pada peperangan sebelumnya.

Selama Perang Dunia I, pihak berwenang Inggris pada awalnya lambat dalam menerapkan granat, sehingga para prajurit di garis depan melakukan improvisasi. Mereka mengisi kaleng ransum dengan guncotton, potongan-potongan, dan sekering sederhana sebagai solusi alternatif.[25]

Penyelidikan selanjutnya menyoroti pentingnya mencuci kapas yang telah diasamkan. Nitroselulosa yang tidak dicuci, juga dikenal sebagai piroselulosa, memiliki potensi untuk terbakar secara spontan dan meledak pada suhu kamar karena akumulasi asam yang tidak bereaksi yang disebabkan oleh penguapan air.[23]

Film

Pada 1855, Alexander Parkes berhasil memproduksi plastik sintetis pertama yang dikenal sebagai Parkesin. Dia mencapai hal ini dengan memperlakukan selulosa dengan asam nitrat dan pelarut. Kemudian, pada 1868, John Wesley Hyatt, seorang penemu Amerika, mengembangkan teknologi ini lebih jauh dengan menciptakan bahan plastik yang disebut Celluloid. Hyatt menyempurnakan penemuan Parkes dengan memasukkan kapur barus untuk memplastiskan nitroselulosa, sehingga memungkinkannya untuk diproses menjadi film gulung. Bahan baru ini, yang secara komersial dikenal sebagai "Celluloid", menjadi banyak digunakan dan berfungsi sebagai plastik yang sangat mudah terbakar, memainkan peran penting dalam produksi pernis dan film fotografi hingga pertengahan abad ke-20.[7]

Hannibal Goodwin mengajukan permohonan paten pada 2 Mei 1887, untuk "pellet fotografi dan proses produksinya", yang secara khusus didesain untuk kamera rol. Namun demikian, paten ini tidak secara resmi disetujui sampai 13 September 1898. Sementara itu, George Eastman sudah mulai memproduksi roll-film dengan menggunakan metodenya sendiri selama periode ini.[26]

Pada Agustus 1889, Eastman Kodak memperkenalkan bahan dasar film fleksibel pertama yang terbuat dari nitroselulosa. Jenis film ini, umumnya dikenal sebagai film nitrat, dengan penggunaan kapur barus sebagai pemlastis. Paten Hannibal Goodwin untuk pelikel fotografi kemudian diakuisisi oleh Ansco, yang mengajukan gugatan yang berhasil terhadap Eastman Kodak atas pelanggaran paten. Pada tahun 1914, Goodwin Film diberi ganti rugi sebesar $5.000.000 sebagai akibat dari gugatan tersebut.[27]

Bahaya

Kebakaran film nitrat

Kebakaran yang sering terjadi dan menghancurkan terkait dengan seluloid atau "film nitrat" merupakan kejadian umum dalam industri film selama era film bisu dan selama bertahun-tahun setelah diperkenalkannya film bersuara.[28] Kebakaran ini sering dikaitkan dengan kerusakan proyektor dan pembakaran spontan film nitrat yang disimpan di lemari besi studio dan struktur lainnya. Kebakaran ini menyebabkan kehancuran yang parah, mengakibatkan hilangnya atau kerusakan parah pada bioskop, banyak korban luka dan meninggal, serta kehancuran total master negatif dan cetakan asli dari ribuan film, membuat film tersebut hilang selamanya. Bahkan dalam kasus-kasus di mana stok nitrat tidak secara langsung menyulut kebakaran dahsyat, adanya kumpulan besar film di dekatnya bertindak sebagai bahan bakar, dapat memperparah intensitas dan tingkat kerusakan ketika api dari sumber lain menjangkau mereka.

Pada 1914, kerugian besar terjadi pada awal sejarah perfilman Amerika akibat kebakaran film nitrat. Pada tahun tersebut, lima kebakaran dahsyat terjadi di studio-studio besar dan pabrik pemrosesan film, bertepatan dengan sengketa hukum antara Goodwin Film dan Kodak. Pada 19 Maret, kebakaran di Eclair Moving Picture Company di Fort Lee, New Jersey, mengakibatkan kehancuran jutaan meter film.[29] Tak lama setelah itu, Edison Studios di New York City mengalami kebakaran lain, menyebabkan hilangnya banyak gulungan, negatif, dan cetakan. Pada 13 Mei, pabrik film Colonial Hall milik Universal Pictures di Manhattan mengalami nasib serupa.[30][31] Selanjutnya, pada 13 Juni, api meletus di gudang film Lubin Manufacturing Company di Philadelphia, menghancurkan sebagian besar katalog pra-1914 milik studio tersebut.[32] Perusahaan Edison menghadapi kebakaran lain pada 9 Desember di kompleks pemrosesan filmnya di West Orange, New Jersey, yang menyebabkan kerusakan properti yang luas.[33] Kebakaran itu, dimulai di dalam gedung inspeksi film dan menyebabkan kerusakan properti lebih dari $ 7.000.000 ($ 175093023 hari ini).[34]

Meskipun telah ada kemajuan dalam teknologi film, arsip-arsip film masih rentan terhadap kebakaran, seperti yang terlihat pada kebakaran brankas MGM pada 1965 yang menghanguskan banyak film yang telah berusia puluhan tahun.

Karena sifat film nitroselulosa yang sangat mudah terbakar yang digunakan dalam film, banyak bioskop yang mengambil tindakan untuk membuat ruang proyeksi mereka tahan api dengan memasang penutup dinding asbes. Penambahan ini bertujuan untuk mencegah atau menunda penyebaran api di luar area proyeksi. Sebuah film pelatihan untuk proyeksionis bahkan menyertakan cuplikan penyalaan terkendali pada gulungan film nitrat, yang terus menyala meskipun terendam air sepenuhnya.[35] Setelah dinyalakan, film nitroselulosa sangat sulit dipadamkan. Tidak seperti kebanyakan bahan yang mudah terbakar lainnya, film nitroselulosa ini tidak memerlukan sumber udara untuk mempertahankan nyala api, karena mengandung cukup oksigen dalam struktur molekulnya. Oleh karena itu, merendam film yang terbakar di dalam air tidak dapat memadamkan api dan berpotensi meningkatkan jumlah asap yang dihasilkan.[36][37] Untuk mematuhi tindakan pencegahan keselamatan, layan lintas rel London Underground melarang pengangkutan film pada sistemnya sampai film pengaman diperkenalkan.

Kebakaran bioskop yang diakibatkan oleh penyalaan stok film nitroselulosa juga sering terjadi. Insiden tragis yang terkait dengan film nitrat terjadi di berbagai tempat. Pada 1926, tragedi bioskop Dromcolliher di County Limerick, Irlandia, merenggut nyawa 48 orang dan dikaitkan dengan film nitroselulosa. Demikian pula, pada 1929, kebakaran yang berkaitan dengan film terjadi di Bioskop Glen di Paisley, Skotlandia, menyebabkan kematian 69 anak.

Saat ini, proyeksi film nitrat sudah jarang dilakukan dan tunduk pada peraturan yang ketat, sehingga memerlukan pelatihan keselamatan yang ekstensif bagi para proyeksionis. Proyektor yang secara khusus disertifikasi untuk pengoperasian film nitrat mengalami banyak modifikasi. Contohnya, gulungan umpan dan gulungan pengambil ditutup dengan penutup logam tebal dengan celah kecil untuk memungkinkan film melewatinya. Proyektor juga disesuaikan untuk mengakomodasi beberapa alat pemadam kebakaran dengan nozel yang diarahkan ke gerbang film. Alat pemadam ini didesain untuk secara otomatis aktif jika sepotong film di dekat gerbang mulai terbakar. Meskipun aktivasi ini kemungkinan menyebabkan kerusakan pada sebagian besar komponen proyektor, tetapi cara ini secara efektif menahan api dan mencegah kerusakan yang lebih parah. Ruang proyeksi juga dapat dilengkapi dengan penutup logam otomatis untuk jendela proyeksi untuk mencegah penyebaran api ke auditorium.

Saat ini, Teater Dryden di Museum George Eastman berdiri sebagai salah satu dari sedikit teater di seluruh dunia yang mampu menayangkan film nitrat dengan aman dan secara teratur menawarkan pemutaran film tersebut untuk umum.[38][39]

Film X-Ray

Penggunaan film nitrat dan bahaya kebakaran yang menyertainya, tidak terbatas pada industri film atau fotografi komersial. Film nitrat juga digunakan secara luas di bidang kedokteran, khususnya dalam fotografi sinar-X, di mana sifatnya yang berbahaya menimbulkan risiko yang besar.[7] Pada 1929, sebuah insiden dahsyat terjadi di Klinik Cleveland di Ohio ketika beberapa ton film sinar-X yang tersimpan terbakar karena uap dari pipa pemanas yang rusak. Tragisnya, peristiwa ini mengakibatkan hilangnya 123 nyawa selama kebakaran dan korban jiwa tambahan pada hari-hari berikutnya karena korban yang dirawat di rumah sakit menyerah pada efek menghirup asap beracun yang dipancarkan oleh film yang terbakar. Film tersebut mengandung gas berbahaya seperti sulfur dioksida dan hidrogen sianida.[40][41] Kebakaran serupa di fasilitas medis lainnya menyebabkan penurunan penggunaan film nitroselulosa untuk sinar-X, dan pada 1933, hampir dua dekade sebelum penghentian penggunaannya dalam film gambar bergerak, nitroselulosa sebagian besar digantikan oleh film selulosa asetat, yang umumnya dikenal sebagai "film pengaman".

Bola Hyatt

Karena sifat nitroselulosa yang mudah meledak, tidak semua penggunaan bahan ini berhasil. Pada 1869, ketika gajah diburu hingga hampir punah untuk diambil gadingnya, industri biliar mencari pengganti bola biliar dari gading dan menawarkan hadiah sebesar US$10.000. John Wesley Hyatt menemukan pengganti bola biliar dengan menggunakan bahan baru yang disebutnya sebagai nitroselulosa kamper, yang kemudian dikenal sebagai Celluloid, termoplastik pertama. Meskipun Celluloid pada awalnya mendapatkan popularitas, bola Hyatt terbukti sangat mudah terbakar, dan terkadang bagian kulit luarnya akan meledak saat terkena benturan. Pemilik sebuah bar biliar di Colorado menulis surat kepada Hyatt, mengungkapkan kekhawatirannya tentang kecenderungan meledak, karena suara ledakan akan menyebabkan semua orang di bar tersebut menarik senjata mereka.[42][43]

Proses pembuatan yang dipatenkan Hyatt dari 1881 melibatkan penempatan massa nitroselulosa di dalam kantong karet, yang kemudian direndam dalam silinder berisi cairan dan dipanaskan.[44] Tekanan diberikan pada cairan tersebut, menghasilkan kompresi seragam massa nitroselulosa menjadi bentuk bola saat pelarutnya menguap karena panas. Bola kemudian didinginkan dan diputar untuk memastikan bola yang seragam. Karena insiden ledakan, proses pembuatan ini kemudian dikenal sebagai "metode pistol Hyatt."[45]

Ledakan Tianjin

Ledakan Tianjin pada 2015 diyakini dipicu oleh wadah nitroselulosa kering yang terlalu panas.[46]

Film pengaman

Nitroselulosa ditemukan mengalami penguraian secara bertahap, yang menyebabkan pelepasan asam nitrat dan mempercepat proses penguraian, yang pada akhirnya menghasilkan pembentukan bubuk yang mudah terbakar. Belakangan diketahui bahwa menyimpan nitroselulosa pada suhu rendah secara efektif dapat menunda reaksi ini tanpa batas waktu. Sayangnya, sebagian besar film yang diproduksi pada awal abad ke-20 diyakini telah hilang, baik karena disintegrasi yang dikatalisis sendiri ini atau akibat kebakaran di gudang studio. Hal ini menghadirkan tantangan yang signifikan bagi para pengarsip film yang terlibat dalam pelestarian film lama.

Basis film nitroselulosa yang diproduksi Kodak bisa dibedakan dengan adanya kata "nitrat" dalam huruf gelap pada salah satu sisinya. Jika kata tersebut muncul dalam huruf yang jelas pada latar belakang yang gelap, ini mengindikasikan bahwa film tersebut berasal dari cetakan negatif atau proyeksi asli berbahan dasar nitrat. Namun demikian, bahwa film yang kita pegang saat ini, bisa jadi merupakan cetakan atau salinan negatif yang dibuat pada film pengaman. Film asetat yang diproduksi pada era ketika film nitrat masih digunakan diberi tanda "Safety" atau "Safety Film" dalam huruf gelap pada salah satu sisinya. Di negara-negara Barat, stok film 8, 9,5, dan 16 mm, terutama digunakan untuk tujuan amatir dan nonteater, tidak pernah diproduksi dengan bahan dasar nitrat. Namun demikian, ada rumor bahwa film nitrat 16 mm diproduksi di bekas Uni Soviet dan Tiongkok.[47]

Film nitrat merupakan pilihan dominan untuk film gambar bergerak 35 mm kelas profesional sejak awal industri ini hingga awal tahun 1950-an. Meskipun film pengaman berdasarkan selulosa asetat, khususnya selulosa diasetat dan selulosa asetat propionat, tersedia dalam ukuran yang lebih kecil untuk aplikasi tertentu (seperti mengirimkan film pendek atau mencetak iklan), tetapi film ini memiliki dua kelemahan besar dibandingkan dengan film nitrat. Pertama, harganya lebih mahal untuk diproduksi, dan kedua, kurang tahan lama ketika diproyeksikan berulang kali. Biaya penerapan tindakan pengamanan untuk film nitrat lebih rendah dibandingkan dengan basis pengamanan yang tersedia sebelum 1948. Namun demikian, keterbatasan ini diatasi dengan diperkenalkannya film dasar selulosa triasetat oleh Eastman Kodak pada 1948.[48] Selulosa triasetat dengan cepat menggantikan nitrat sebagai bahan dasar film utama dalam industri ini. Meskipun Kodak telah menghapus beberapa stok film nitrat sebelumnya, Kodak menghentikan produksi berbagai film rol nitrat pada 1950 dan menghentikan film nitrat 35 mm pada 1951.[49]

Selulosa triasetat memiliki keunggulan yang signifikan dibandingkan film nitrat karena tidak menimbulkan risiko kebakaran yang lebih besar daripada kertas. Meskipun sering disebut sebagai stok "non-flam", selulosa triasetat sejatinya mudah terbakar, tetapi tidak mudah menguap atau berbahaya seperti nitrat. Selain itu, bahan ini menawarkan biaya dan daya tahan yang hampir menyamai film nitrat. Hasilnya, selulosa triasetat tetap menjadi pilihan utama untuk produksi film di semua pengukur hingga tahun 1980-an. Selama periode inilah film poliester/PET mulai menggantikannya untuk tujuan pencetakan perantara dan rilis.[50]

Pranala luar

Referensi

  1. ^ "How to make flash paper and flash cotton from household products". vadcpa.com/Val/Projects.php (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-01-11. 
  2. ^ Williams, Marc A. (2015). Wildlife toxicity assessments for chemicals of military concern. Amsterdam: Elsevier. ISBN 978-0-12-800020-5. 
  3. ^ a b Wiley‐VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, ed. (2000-06-15). Ullmann's Encyclopedia of Industrial Chemistry (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-1). Wiley. doi:10.1002/14356007.a05_419.pub2. ISBN 978-3-527-30385-4. 
  4. ^ Urbanski, Tadeusz (1965). Chemistry and Technology of Explosives. 1. Oxford: Pergamon Press. hlm. 20–21. 
  5. ^ a b Saunders, C. W.; Taylor, L. T. (1990-09). "A review of the synthesis, chemistry and analysis of nitrocellulose". Journal of Energetic Materials (dalam bahasa Inggris). 8 (3): 149–203. doi:10.1080/07370659008012572. ISSN 0737-0652. 
  6. ^ "What is "stand damage"?". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-03-30. Diakses tanggal 2008-01-15. 
  7. ^ a b c "Nitrocellulose". Dow Chemical. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-07-22. Diakses tanggal 2014-01-19. 
  8. ^ Ullmann's Encyclopedia of Industrial Chemistry, Weinheim: Wiley-VCH, 2005, doi:10.1002/14356007.a24_219 
  9. ^ Bengtson, Kristian von (2013-10-21). "In Space No One Can Hear your Nitrocellulose Explode". Wired. 
  10. ^ Djursing, Thomas (13 November 2014). "ESA skrev til danske raketbyggere om eksplosiv-problem på Philae" [ESA wrote to Danish rocket builders about explosive problem on Philae]. Ingeniøren (dalam bahasa Dansk). Diakses tanggal 13 November 2014. 
  11. ^ "Sartorius Membrane filters". 
  12. ^ Kreplak, L.; et al. (2007). "Atomic Force Microscopy of Mammalian Urothelial Surface". Journal of Molecular Biology. 374 (2): 365–373. doi:10.1016/j.jmb.2007.09.040. PMC 2096708 . PMID 17936789. 
  13. ^ Kraus, E. J. (September 1939). "Adolf Carl Noe". Botanical Gazette. 101 (1): 231. Bibcode:1939Sci....89..379C. doi:10.1086/334861. JSTOR 2472034. 
  14. ^ Leggat, R. "The Collodion Process". A History of Photography. 
  15. ^ Schönbein, C. F. (1849). "On ether glue or liquor constringens; and its uses in surgery". The Lancet. 1 (1333): 289–290. doi:10.1016/s0140-6736(02)66777-7. 
  16. ^ Maynard, John Parker (1848). "Discovery and application of the new liquid adhesive plaster". The Boston Medical and Surgical Journal. 38 (9): 178–183. doi:10.1056/nejm184803290380903. 
  17. ^ Braconnot, Henri (1833). "De la transformation de plusieurs substances végétales en un principe nouveau" [On the transformation of several vegetable substances into a new substance]. Annales de Chimie et de Physique. 52: 290–294. On page 293, Braconnot names nitrocellulose xyloïdine 
  18. ^ Pelouze, Théophile-Jules (1838). "Sur les produits de l'action de l'acide nitrique concentré sur l'amidon et le ligneux" [On the products of the action of concentrated nitric acid on starch and wood]. Comptes Rendus. 7: 713–715. 
  19. ^ Dumas, Jean-Baptiste (1843). Traité de Chimie Appliquée aux Arts. 6. Paris: Bechet Jeune. hlm. 90. Il y a quelques années, M. Braconnot reconnut que l'acide nitrique concentré, convertit l'amidon, le ligneux, la cellulose, et quelques autres substances en un matière qu'il nomma xyloïdine, et que j'appellerai nitramidine. [Some years ago, Mr. Braconnot recognized that concentrated nitric acid converted starch, wood, cellulose, and some other substances into a material that he called xyloïdine, and that I will call nitramidine.] 
  20. ^ Schönbein first communicated his discovery to the Naturforschende Gesellschaft of Basel, Switzerland on March 11, 1846:
  21. ^ Ponting, Clive (2011). Gunpowder: An Explosive History – from the Alchemists of China to the Battlefields of Europe. Random House. ISBN 9781448128112. 
  22. ^ Brown, G. I. (1998). The Big Bang: A History of Explosives . Sutton Publishing. hlm. 132. ISBN 978-0-7509-1878-7. 
  23. ^ a b Fairfield, A. P.; CDR USN (1921). Naval Ordnance. Lord Baltimore Press. hlm. 28–31. 
  24. ^ Bennett, Matthew (17 February 2011). "Explosives in War". BBC History. Diakses tanggal 9 April 2021. 
  25. ^ Westwell (2008). (dalam bahasa Inggris). Hermes House. ISBN 978-0-681-54134-4.  Tidak memiliki atau tanpa |title= (bantuan)
  26. ^ U.S. Patent 610.861
  27. ^ "Kodak Concern to Make Big Payment to Goodwin Company". The New York Times. March 27, 1914. Diakses tanggal 2010-09-18. A settlement has been reached between the Goodwin Film and Camera Company and the Eastman Kodak Company concerning the suit brought in the Federal District Court by the former for an accounting of the profits derived from the sale of photographic films prepared according to the patent taken out by the late Rev. Hannibal Goodwin of Newark in 1898. The details of it have not been announced, but it is understood to provide for tile payment of a large sum of money by ... 
  28. ^ Kahana, Yoram (2016).
  29. ^ "Eclair Plant Burns", Motography (Chicago), 4 April 1914, p. 243.
  30. ^ "'Movie' Films Burn With Edison Studio", The New York Times, 29 March 1914, p. 13.
  31. ^ "Universal's Factory Gutted By Disastrous Conflagration", New York Clipper, 23 May 1914, p. 15.
  32. ^ "Big Fire At Lubin Plant", The Moving Picture World, 27 June 1914, p. 1803.
  33. ^ "Fire Originated in Building in Which Films Were Inspected", New York World (Manhattan), 10 December 1914, p. 1.
  34. ^ "Fire Originated in Building in Which Films Were Inspected", New York World (Manhattan), 10 December 1914, p. 1.
  35. ^ Kermode, Mark (May 1, 2012). The Good, the Bad and the Multiplex. Random House. hlm. 3. ISBN 9780099543497. 
  36. ^ Health and Safety Executive leaflet/cellulose.pdf
  37. ^ [pranala nonaktif]Interesting discussion on NC films.
  38. ^ "Nitrate Film: If It Hasn't Gone Away, It's Still Here!". Pro-Tek Vaults. 2015-06-04. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-12. Diakses tanggal 11 March 2016. 
  39. ^ "About the Dryden Theatre". George Eastman Museum. Diarsipkan dari versi asli tanggal 12 March 2016. Diakses tanggal 11 March 2016. 
  40. ^ Clifton, Brad. "The Cleveland Clinic X-Ray Fire of 1929". Cleveland Historical. Diakses tanggal 2015-04-01. 
  41. ^ Feinstein, John and Sharon Conway (1978).
  42. ^ Connections, James Burke, Volume 9, "Countdown", 29:00–31:45, 1978
  43. ^ United States. National Resources Committee (1941). Research: A National Resource. USGPO. hlm. 29. 
  44. ^ U.S. Patent 239.792
  45. ^ Worden, Edward Chauncey (1911). Nitrocellulose Industry. 2. D. Van Nostrand Company. hlm. 726–727. 
  46. ^ Chemical & Engineering News.  Tidak memiliki atau tanpa |title= (bantuan)
  47. ^ Cleveland, David (2002). "Don't Try This at Home: Some Thoughts on Nitrate Film, With Particular Reference to Home Movie Systems". Dalam Smither, Roger; Surowiec, Catherine. This Film is Dangerous: A Celebration of Nitrate Film. Brussels: FIAF. hlm. 196. ISBN 978-2-9600296-0-4. 
  48. ^ Fordyce, Charles; et al. (October 1948). "Improved Safety Motion Picture Film Support". Journal of the Society of Motion Picture Engineers. 51 (4): 331–350. doi:10.5594/j11731. 
  49. ^ Shanebrook, Robert L. (2016). Making Kodak Film (edisi ke-Expanded second). Rochester, NY: Robert L. Shanebrook. hlm. 82. ISBN 978-0-615-41825-4. 
  50. ^ Van Schil, George J. (February 1980). "The Use of Polyester Film Base in the Motion Picture Industry — a Market Survey". SMPTE Journal. 89 (2): 106–110. doi:10.5594/j00526.