'Wangsa Mataram (bahasa Jawa: ꦮꦁꦯꦩꦠꦫꦴꦩ꧀, translit. wangsa mataram, pengucapan bahasa Jawa: [wɔngˈsɔ mat̪aram], dikenal juga sebagai Catur Sagotra) atau Dinasti Mataram adalah sebutan bagi wangsa atau keluarga bangsawan yang memerintah di kerajaan: Mataram Islam, Surakarta, Yogyakarta, Mangkunagaran dan Pakualaman. Setelah Perang Takhta Jawa Ketiga, hingga saat ini wangsa Mataram memerintah monarki-monarki pecahan Mataram Islam (Catur Sagotra).

Wangsa Mataram
ꦮꦁꦯꦩꦠꦫꦴꦩ꧀
NegaraMataram, Surakarta, Yogyakarta, Mangkunagaran, Pakualaman
Kelompok etnisJawa
Didirikan1586
PendiriPanembahan Senapati
Kepala saat ini Sri Susuhunan Pakubuwana XIII (Surakarta)
Sri Sultan Hamengkubuwana X (Yogyakarta)
KGPAA. Mangkunagara X (Mangkunagaran)
KGPAA. Paku Alam X (Pakualaman)
GelarPanembahan
Susuhunan
Sultan
Adipati
Gelar sapaanSinuhun (sebutan untuk baginda)
Nandalem (sebutan baginda dalam Krama Inggil)
Sahandhap Dalem (Surakarta)
Ngarsa Dalem (Yogyakarta)
EstatMataram

Sejarah

Wangsa Mataram merupakan dinasti terakhir yang berkuasa di Pulau Jawa. Wangsa ini memerintah negara yang juga memiliki nama yang sama dengan nama keluarga besarnya, Mataram, sebuah negara yang bermula di daerah bekas reruntuhan kerajaan Mataram Kuno dan meluas hampir menguasai seluruh tanah Jawa, Madura, dan sebagian daerah di pulau disekitarnya.

Berdasarkan sejarahnya, penguasa Mataram adalah keturunan dari Ki Ageng Sela (Sela adalah sebuah desa dekat Demak). Salah satu keturunan Ki Ageng Sela yaitu Ki Ageng Enis memiliki putra bernama Ki Ageng Pamanahan, mereka merupakan perintis dan pendiri wangsa Mataram bersama tokoh dari Sela lainnya yaitu Ki Juru Martani dan Ki Panjawi.

Para penguasa dari wangsa Mataram umumnya menggunakan gelar-gelar yang diambil dari beberapa bahasa, utamanya dari bahasa Jawa dan Arab. Di antara gelar-gelar yang mereka sandang, sunan dan sultan adalah gelar yang paling umum diketahui.

Daftar penguasa

 
Naskah Perjanjian Giyanti, yang membagi wilayah Mataram menjadi dua kekuasaan, Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta.

Periode Mataram:

  1. Danang Sutawijaya (Panembahan Senapati) (1586 – 1601)
  2. Raden Mas Jolang (Anyakrawati) (1601 – 1613)
  3. Raden Mas Jatmika (Anyakrakusuma) (1613 – 1645)
  4. Raden Mas Sayyidin (Amangkurat I) (1646 – 1677)
  5. Raden Mas Rahmat (Amangkurat II) (1677 – 1703)
  6. Raden Mas Sutikna (Amangkurat III) (1703 – 1705)
  7. Raden Mas Darajat (Pakubuwana I) (1704 – 1719)
  8. Raden Mas Suryaputra (Amangkurat IV) (1719 – 1726)
  9. Raden Mas Prabasuyasa (Pakubuwana II) (1726 – 1742)
  10. Raden Mas Garendi (Amangkurat V) (1742 – 1743)
  11. Raden Mas Prabasuyasa (Pakubuwana II) (1743 – 1745)
 
Keraton Surakarta, istana resmi para Susuhunan (Sunan) Surakarta.

Periode Surakarta:

  1. Raden Mas Prabasuyasa (Pakubuwana II) (1745 – 1749)
  2. Raden Mas Suryadi (Pakubuwana III) (1749 – 1788)
  3. Raden Mas Subadya (Pakubuwana IV) (1788 – 1820)
  4. Raden Mas Sugandi (Pakubuwana V) (1820 – 1823)
  5. Raden Mas Sapardan (Pakubuwana VI) (1823 – 1830)
  6. Raden Mas Malikis Solikin (Pakubuwana VII) (1830 – 1858)
  7. Raden Mas Kusen (Pakubuwana VIII) (1858 – 1860)
  8. Raden Mas Duksina (Pakubuwana IX) (1860 – 1893)
  9. Raden Mas Sayyidin Malikul Kusna (Pakubuwana X) (1893 – 1939)
  10. Raden Mas Antasena (Pakubuwana XI) (1939 – 1945)
  11. Raden Mas Suryo Guritno (Pakubuwana XII) (1945 – 2004)
  12. Raden Mas Suryo Partono (Pakubuwana XIII) (2004 – petahana)
 
Keraton Yogyakarta, istana resmi para Sultan Surakarta.

Periode Yogyakarta:

  1. Raden Mas Sujana (Hamengkubuwana I) (1755 – 1792)
  2. Raden Mas Sundara (Hamengkubuwana II) (1792 – 1810)
  3. Raden Mas Suraja (Hamengkubuwana III) (1810 – 1811)
  4. Raden Mas Sundara (Hamengkubuwana II) (1811 – 1812)
  5. Raden Mas Suraja (Hamengkubuwana III) (1812 – 1814)
  6. Raden Mas Ibnu Jarot (Hamengkubuwana IV) (1814 – 1822)
  7. Raden Mas Gatot Menol (Hamengkubuwana V) (1822 – 1826)
  8. Raden Mas Sundara (Hamengkubuwana II) (1826 – 1828)
  9. Raden Mas Gatot Menol (Hamengkubuwana V) (1828 – 1855)
  10. Raden Mas Mustaja (Hamengkubuwana VI) (1855 – 1877)
  11. Raden Mas Murteja (Hamengkubuwana VII) (1877 – 1921)
  12. Raden Mas Sujadi (Hamengkubuwana VIII) (1921 – 1939)
  13. Raden Mas Dorodjatun (Hamengkubuwana IX) (1939 – 1988)
  14. Raden Mas Herjuno Darpito (Hamengkubuwana X) (1989 – petahana)
 
Pura Mangkunegaran, istana resmi para Adipati Mangkunegara.

Periode Mangkunagaran:

  1. Raden Mas Said (Mangkunegara I) (1757 – 1795)
  2. Raden Mas Sulama (Mangkunegara II) (1795 – 1835)
  3. Raden Mas Sarengat (Mangkunegara III) (1835 – 1853)
  4. Raden Mas Sudira (Mangkunegara IV) (1853 – 1881)
  5. Raden Mas Sunita (Mangkunegara V) (1881 – 1896)
  6. Raden Mas Suyitna (Mangkunegara VI) (1896 – 1916)
  7. Raden Mas Surya Suparta (Mangkunegara VII) (1916 – 1944)
  8. Raden Mas Hamidjojo Saroso (Mangkunegara VIII) (1944 – 1987)
  9. Raden Mas Soedjiwo Koesoemo (Mangkunegara IX) (1988 – 2021)
  10. GPH. Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo (Mangkunegara X) (2022 – petahana)
 
Pura Pakualaman, istana resmi para Adipati Paku Alam.

Periode Pakualaman:

  1. BPH. Natakusuma (Paku Alam I) (1813 – 1829)
  2. RT. Natadiningrat (Paku Alam II) (1892 – 1858)
  3. GPH. Sasraningrat (Paku Alam III) (1858 – 1864)
  4. Raden Mas Nataningrat (Paku Alam IV) (1864 – 1878)
  5. KPH. Suryadilaga (Paku Alam V) (1878 – 1900)
  6. KPH. Natakusuma (Paku Alam VI) (1900 – 1902)
  7. Dewan Perwalian Pakualaman (1902 – 1906)
  8. Raden Mas Arya Surarja (Paku Alam VII) (1906 – 1937)
  9. Raden Mas Arya Sularsa Kunta Suratna (Paku Alam VIII) (1937 – 1998)
  10. Raden Mas Haryo Ambarkusumo (Paku Alam IX) (1998 – 2015)
  11. Raden Mas Wijoseno Haryo Bimo (Paku Alam X) (2016 – petahana)

Pemakaman

Para penguasa pertama Mataram sebelum Sultan Agung dimakamkan di Pasarean Mataram. Setelah pembangunan Astana Pajimatan Himagiri di Bantul pada tahun 1632, Sultan Agung dan penguasa Mataram setelahnya (Surakarta dan Yogyakarta) juga dimakamkan di sana.

Sementara untuk penguasa Mangkunagaran dimakamkan di Astana Utara di Surakarta, Astana Mangadeg dan Astana Girilayu di Karanganyar. Kemudian untuk penguasa Pakualaman dimakamkan di Astana Giriganda di Kulon Progo.

Pahlawan Nasional Indonesia

Catur Sagotra

Catur Sagotra merupakan penyatuan empat entitas yang masih memiliki akar tunggal tali kekerabatan. Hal ini merujuk pada keluarga kerajaan penerus wangsa Mataram. Kerajaan-kerajaan tersebut ialah Kesunanan Surakarta, Kesultanan Yogyakarta, Kadipaten Mangkunagaran, dan Kadipaten Pakualaman.

 
 
 
 
Sri Radya Laksana, lambang Kasunanan Surakarta Hadiningrat
Praja Cihna, lambang Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat
Surya Sumirat, lambang Kadipaten Mangkunagaran
Poho, lambang Kadipaten Pakualaman

Guna mempererat hubungan baik antar empat entitas pecahan Mataram, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) rutin menyelenggarakan festival Catur Sagotra setiap tahunnya. Festival ini diikuti oleh perwakilan dari keempat wilayah pecahan Mataram. Keempat istana akan menampilkan mahakarya seni dan budaya sesuai dengan gaya masing-masing.

Lihat pula

Pranala luar