Wilopo (21 Oktober 1909 – 20 Januari 1981) adalah Perdana Menteri Indonesia ke-7 yang menjabat pada 3 April 1952 - 30 April 1953 dan memimpin kabinet yang dikenal dengan nama Kabinet Wilopo. Kabinetnya pun pada akhirnya jatuh —sebagai akibat Peristiwa 17 Oktober 1952, karena ketidakpuasan kalangan militer terhadap debat berkepanjangan dalam parlemen sehingga tokoh-tokoh Angkatan Darat memaksa Presiden membubarkan kabinetnya.[1]

Wilopo
Perdana Menteri Indonesia Ke-7
Masa jabatan
1 April 1952 – 30 Juli 1953
PresidenSoekarno
Perdana MenteriWilopo
Wakil PMPrawoto Mangkusasmito
Ketua Dewan Pertimbangan Agung Ke-6
Masa jabatan
1968–1978
PresidenSoeharto
Menteri Pertahanan Indonesia Ke-6
Masa jabatan
2 Juni 1953 – 30 Juli 1953
PresidenSoekarno
Menteri Luar Negeri Indonesia Ke-5
Masa jabatan
3 April 1952 – 29 April 1952
PresidenSoekarno
Menteri Perburuhan Indonesia
Masa jabatan
20 Desember 1949 – 6 September 1950
PresidenSoekarno
Perdana MenteriMohammad Hatta
Sebelum
Pendahulu
Kusnan
Pengganti
Soeroso
Sebelum
Informasi pribadi
Lahir(1909-10-21)21 Oktober 1909
Purworejo, Keresidenan Kedu, Hindia Belanda
Meninggal20 Januari 1981(1981-01-20) (umur 71)
Jakarta, Indonesia
KebangsaanIndonesia
Partai politikPNI
ProfesiPolitikus
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Pendidikan

Setelah menamatkan HIS di Purworejo, Wilopo kemudian melanjutkan pendidikannya ke MULO di kota Magelang dengan bantuan seorang paman, Dokter Soekadi adik kandung ayahnya.[2] Kemudian Wilopo mengenyam pendidikan tingkat Algemene Middelbare School (AMS) B di Yogyakarta pada tahun 1927 dengan menerima beasiswa dari Pemerintah Hindia Belanda.[3] Ia sempat menjadi anggota Jong Java dan ditawari masuk Pemuda Indonesia tetapi Ia menahan diri untuk tidak aktif karena diancam oleh direktur sekolah dan takut beasiswanya dicabut oleh pemerintah kolonial.[3]

Setelah lulus dari AMS B, ia sempat melanjutkan pendidikan ke Technische Hoogeschool (TH Bandung) pada tahun 1931, namun tidak selesai karena kesibukannya mengajar di Taman Siswa di kota Sukabumi [2]. Wilopo lalu pindah ke Rechtshogeschool (RHS) te Batavia untuk kuliah jurusan hukum pada tahun 1933.[3][4] Di Jakarta, Wilopo terus memperdalam kegiatan politiknya. Sembari belajar hukum di kampusnya, ia juga aktif dalam partai dan beberapa organisasi pemuda di Jakarta. Dirinya juga bekerja sebagai pengajar di beberapa sekolah dan menjadi penulis untuk beberapa surat kabar Belanda. Banyaknya kesibukan menyebabkan dia kurang sempat mempelajari buku-buku hukum. Hal itu menyebabkan studi Wilopo yang harusnya dapat diselesaikan selama lima tahun, tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu tersebut. Beruntung pada tahun 1939 terjadi keadaan darurat menghadapi invasi Jepang ke Hindia Belanda, sehingga Dekan RHS memutuskan bahwa seluruh mahasiswa yang sudah mencapai D-II dianggap sebagai sarjana.[2] [3]

Karier

Menteri Perburuhan (1947-1948)

Amir Syarifudin dilantik menjadi Perdana Menteri (PM) untuk kedua kalinya pada tanggal 3 Juli 1947. Wilopo kemudian diberi wewenang untuk mendampingi S.K. Trimurti sebagai Menteri Perburuhuan. Sebagai Menteri Muda Perburuhan, Wilopo telah menyusun Undang-Undang Perburuhan dan Undang-Undang Kecelakaan, mengingat sejak pecahnya perang, bantuan yang diberikan pada buruh maupun korban belum memiliki kekuatan hukum yang tetap [2]. Dirinya kemudian tetap dipercaya sebagai Menteri Perburuhan saat Mohammad Hatta menjadi PM di era Republik Indonesia Serikat yang singkat.

Menteri Perekonomian (1951-1952)

Memasuki era parlementer, Wilopo yang merupakan anggota PNI diangkat menjadi Menteri Perekonomian pada tanggal 16 Juli 1951 dalam Kabinet Sukiman [5]. Sebagai Menteri Perekonomian dalam kabinet kedua ini, Wilopo dihadapkan pada masalah inflasi. Meningkatnya harga beras membuat masyarakat semakin gelisah. Dalam menghadapi hal tersebut Wilopo sebagai menteri perekonomian, mengumpulkan wakil-wakil organisasi pedagang dan pemilik penggilingan. Mereka dimintai bantuan untuk berusaha bersama pemerintah menurunkan kembali harga beras. Setelah mendengar saran dan keluhan mereka, Wilopo lantas memerintahkan Jendral Kementrian Perekonomian, Mohammad Sediono untuk mengumumkan ke seluruh Indonesia bahwa mulai tengah malam pada waktu yang telah ditentukan, tiap persediaan beras lebih dari dua bal tidak boleh dipindahkan tanpa izin, selain itu semua penggilingan beras ditempatkan dibawah pengawasan pemerintah. Selain itu juga direncanakan selama dua tahun mendatang impor beras mencapai 700.000 ton. Dengan kebijakan-kebijakan tersebut dalam waktu singkat harga beras menurun dari Rp 3,50 menjadi Rp2,50 per liternya.

Beberapa jabatan yang pernah dipercayakan kepada Wilopo:

Referensi

  1. ^ MHD, Syafaruddin Usman (2001). Keterlibatan Umar Islam dalam Sejarah Politik RI. Hlm. 23. Pontianak: Yayasan Insyaf (Foundation) dan CV Insyaf Pontianak.
  2. ^ a b c d "BAB II Latar Belakang Kehidupan Wilopo" (PDF). Diakses tanggal 2023-07-20. 
  3. ^ a b c d "Tjipto hingga Leimena: Penerima Beasiswa yang Membangkang Belanda". tirto.id. Diakses tanggal 2020-08-20. 
  4. ^ Mohamad, Goenawan; Publishing, TEMPO (2012). Catatan pinggir 2: Kumpulan esai pendek di majalah Tempo September 1981 sampai Desember 1985 (dalam bahasa Inggris). Tempo Publishing. ISBN 978-979-9065-52-0. 
  5. ^ Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 132 Tahun 1951 tertanggal 19 Juli 1951, Wilopo diangkat sebagai Menteri Perekonomian sejak 16 Juli 1951.
Jabatan politik
Didahului oleh:
Sukiman Wirjosandjojo
Perdana Menteri Indonesia
1952–1953
Diteruskan oleh:
Ali Sastroamidjojo
Didahului oleh:
Sri Sultan Hamengkubuwono IX
Menteri Pertahanan Indonesia
1953
Diteruskan oleh:
Iwa Kusumasumantri
Didahului oleh:
Achmad Soebardjo
Menteri Luar Negeri Indonesia
1952
Diteruskan oleh:
Moekarto Notowidigdo
Didahului oleh:
Kusnan
Menteri Pemburuan Indonesia
1949–1950
Diteruskan oleh:
Soeroso
Jabatan pemerintahan
Didahului oleh:
RAA Wiranatakusuma
Ketua Dewan Pertimbangan Agung
1968–1978
Diteruskan oleh:
Idham Chalid