Sumatera Barat
Sumatera Barat atau Sumatra Barat (disingkat Sumbar)[8] adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di Pulau Sumatra dengan ibu kota Padang. Provinsi Sumatra Barat terletak sepanjang pesisir barat Sumatra bagian tengah, dataran tinggi Bukit Barisan di sebelah timur, dan sejumlah pulau di lepas pantainya seperti Kepulauan Mentawai. Dari utara ke selatan, provinsi dengan wilayah seluas 42.012,89 km² ini berbatasan dengan empat provinsi, yakni Sumatra Utara, Riau, Jambi, dan Bengkulu.
Sumatera Barat
Sumatra Barat | |
---|---|
Transkripsi bahasa Minangkabau | |
Julukan: Ranah Minang | |
Motto: | |
Negara | Indonesia |
Dasar hukum pendirian | UU Darurat No. 19 Tahun 1957[2] |
Hari jadi | 1 Oktober 1945[3] |
Ibu kota | Kota Padang |
Kota besar lainnya | |
Jumlah satuan pemerintahan | Daftar
|
Pemerintahan | |
• Gubernur | Mahyeldi Ansharullah |
• Wakil Gubernur | Audy Joinaldy |
• Sekretaris Daerah | Hansastri |
• Ketua DPRD | Supardi |
Luas | |
• Total | 42.012,89 km2 (16,221,27 sq mi) |
Populasi (2022)[4] | |
• Total | 5.640.629 |
• Peringkat | 11 |
• Kepadatan | 130/km2 (350/sq mi) |
Demografi | |
• Agama | Islam 97,48% Kristen 2,29% — Protestan 1,36% — Katolik 0,93% Buddha 0,22% Lainnya 0,01%[4][5] |
• Bahasa | Indonesia (resmi) Minang (utama) Melayu, Batak, Mentawai |
• IPM | 73,26 (2022) Tinggi[6] |
Zona waktu | UTC+07:00 |
Kode pos | 25xxx-27xxx |
Kode area telepon | Daftar
|
Kode ISO 3166 | ID-SB |
Pelat kendaraan | BA |
Kode Kemendagri | 13 |
Kode BPS | 13 |
DAU | Rp 2.106.647.207.000,- (2020)[7] |
Lagu daerah | |
Rumah adat | |
Senjata tradisional | |
Flora resmi | Andalas |
Fauna resmi | Kuau raja |
Situs web | sumbarprov |
Sumatera Barat adalah rumah bagi etnis Minangkabau, walaupun wilayah adat Minangkabau sendiri lebih luas dari wilayah administratif Provinsi Sumatera Barat saat ini. Pada tahun 2023, provinsi ini memiliki penduduk sebanyak 5.640.629 jiwa dengan mayoritas beragama Islam.[4] Sumatera Barat terdiri dari 12 kabupaten dan 7 kota dengan pembagian wilayah administratif sesudah kecamatan di seluruh kabupaten (kecuali Kabupaten Kepulauan Mentawai) dinamakan sebagai nagari.
Sejarah
Nama Provinsi Sumatra Barat bermula pada zaman Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), di mana sebutan wilayah untuk kawasan pesisir barat Sumatra adalah Hoofdcomptoir van Sumatra's westkust. Kemudian dengan semakin menguatnya pengaruh politik dan ekonomi VOC, sampai abad ke 18 wilayah administratif ini telah mencangkup kawasan pantai barat Sumatra mulai dari Barus sampai Inderapura.[9]
Seiring dengan kejatuhan Kerajaan Pagaruyung, dan keterlibatan Belanda dalam Perang Padri, pemerintah Hindia Belanda mulai menjadikan kawasan pedalaman Minangkabau sebagai bagian dari Pax Nederlandica, kawasan yang berada dalam pengawasan Belanda, dan wilayah Minangkabau ini dibagi atas Residentie Padangsche Benedenlanden dan Residentie Padangsche Bovenlanden.[10]
Selanjutnya dalam perkembangan administrasi pemerintahan kolonial Hindia Belanda, daerah ini tergabung dalam Gouvernement Sumatra's Westkust, termasuk di dalamnya wilayah Residentie Bengkulu yang baru diserahkan Inggris kepada Belanda. Kemudian diperluas lagi dengan memasukkan Tapanuli dan Singkil. Namun pada tahun 1905, wilayah Tapanuli ditingkatkan statusnya menjadi Residentie Tapanuli, sedangkan wilayah Singkil diberikan kepada Residentie Atjeh. Kemudian pada tahun 1914, Gouvernement Sumatra's Westkust, diturunkan statusnya menjadi Residentie Sumatra's Westkust, dan menambahkan wilayah Kepulauan Mentawai di Samudra Hindia ke dalam Residentie Sumatra's Westkust, serta pada tahun 1935 wilayah Kerinci juga digabungkan ke dalam Residentie Sumatra's Westkust. Pasca pemecahan Gouvernement Sumatra's Oostkust, wilayah Rokan Hulu dan Kuantan Singingi diberikan kepada Residentie Riouw, dan juga dibentuk Residentie Djambi pada periode yang hampir bersamaan.[9]
Pada masa pendudukan tentara Jepang, Residentie Sumatra's Westkust berubah nama menjadi Sumatora Nishi Kaigan Shu. Atas dasar geostrategis militer, daerah Kampar dikeluarkan dari Sumatora Nishi Kaigan Shu dan dimasukkan ke dalam wilayah Rhio Shu.[9]
Pada awal kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, wilayah Sumatra Barat tergabung dalam provinsi Sumatra yang berpusat di Bukittinggi. Empat tahun kemudian, Provinsi Sumatra dipecah menjadi tiga provinsi, yakni Sumatra Utara, Sumatra Tengah, dan Sumatra Selatan. Sumatra Barat beserta Riau dan Jambi merupakan bagian dari keresidenan di dalam Provinsi Sumatra Tengah. Pada masa PRRI, berdasarkan Undang-undang darurat nomor 19 tahun 1957, Provinsi Sumatra Tengah dipecah lagi menjadi tiga provinsi yakni Provinsi Sumatra Barat, Provinsi Riau, dan Provinsi Jambi. Wilayah Kerinci yang sebelumnya tergabung dalam Kabupaten Pesisir Selatan Kerinci, digabungkan ke dalam Provinsi Jambi sebagai kabupaten tersendiri. Begitu pula wilayah Kampar, Rokan Hulu, dan Kuantan Singingi ditetapkan masuk ke dalam wilayah Provinsi Riau.
Selanjutnya ibu kota provinsi Sumatra Barat yang baru ini masih tetap di Bukittinggi. Kemudian berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sumatra Barat No. 1/g/PD/1958, tanggal 29 Mei 1958 ibu kota provinsi dipindahkan ke Padang.[9]
Geografi
Sumatra Barat terletak di pesisir barat di bagian tengah pulau Sumatra yang terdiri dari dataran rendah di pantai barat dan dataran tinggi vulkanik yang dibentuk oleh Bukit Barisan. Provinsi ini memiliki daratan seluas 42.297,30 km² yang setara dengan 2,17% luas Indonesia. Dari luas tersebut, lebih dari 45,17% merupakan kawasan yang masih ditutupi hutan lindung. Garis pantai provinsi ini seluruhnya bersentuhan dengan Samudra Hindia sepanjang 2.420.357 km dengan luas perairan laut 186.580 km².[11] Kepulauan Mentawai yang terletak di Samudra Hindia termasuk dalam provinsi ini.[12]
Seperti daerah lainnya di Indonesia, iklim Sumatra Barat secara umum bersifat tropis dengan suhu udara yang cukup tinggi, yaitu antara 22,6 °C sampai 31,5 °C. Provinsi ini juga dilalui oleh Garis khatulistiwa, tepatnya di Bonjol, Pasaman. Di provinsi ini berhulu sejumlah sungai besar yang bermuara ke pantai timur Sumatra seperti Batang Hari, Siak, Inderagiri (disebut sebagai Batang Kuantan di bagian hulunya), dan Kampar. Sementara sungai-sungai yang bermuara ke pesisir barat adalah Batang Anai, Batang Arau, dan Batang Tarusan.[12]
Terdapat 29 gunung yang tersebar di 7 kabupaten dan kota di Sumatra Barat, dengan Gunung Kerinci di kabupaten Solok Selatan sebagai gunung tertinggi, yang mencapai ketinggian 3.085 m. Selain Gunung Kerinci, Sumatra Barat juga memiliki gunung aktif lainnya, seperti Gunung Marapi, Gunung Tandikat, dan Gunung Talang.[13] Selain gunung, Sumatra Barat juga memiliki banyak danau. Danau terluas adalah Singkarak di kabupaten Solok dan kabupaten Tanah Datar, disusul Maninjau di kabupaten Agam. Dengan luas mencapai 130,1 km², Singkarak juga menjadi danau terluas kedua di Sumatra dan kesebelas di Indonesia. Danau lainnya terdapat di kabupaten Solok yaitu Danau Talang dan Danau Kembar (julukan dari Danau Di atas dan Danau Dibawah).
Sumatra Barat merupakan salah satu daerah rawan gempa di Indonesia. Hal ini disebabkan karena letaknya yang berada pada jalur patahan Semangko, tepat di antara pertemuan dua lempeng benua besar, yaitu Eurasia dan Indo-Australia.[14] Oleh karenanya, wilayah ini sering mengalami gempa bumi. Gempa bumi besar yang terjadi akhir-akhir ini di Sumatra Barat di antaranya adalah Gempa bumi 30 September 2009 dan Gempa bumi Kepulauan Mentawai 2010.
Berikut daftar gunung yang berada di Sumatra Barat:[15]
Kabupaten/Kota | Nama
Gunung |
Tinggi
(meter) |
Kabupaten/Kota | Nama
Gunung |
Tinggi
(meter) |
---|---|---|---|---|---|
Pasaman | Agam | ||||
Ambun | 2.060 | Marapi | 2.891 | ||
Tambin | 2.271 | Singgalang | 2.877 | ||
Sigapuak | 729 | Pesisir Selatan | |||
Kulabu | 2.179 | Rasan | 2.039 | ||
Malenggang | 1.630 | Mande | 2.430 | ||
Padang Pariaman | Bujang Juaro | 1.377 | |||
Tandikat | 2.438 | Bukit Gadang | 1.960 | ||
Solok | Limapuluh Kota | ||||
Talang | 2.572 | Sago | 2.261 | ||
Solok Selatan | Bungsu | 1.253 | |||
Kerinci[16] | 3.805 | Sanggul | 1.495 | ||
Pasaman Barat | |||||
Sicancang | 198 | Galanggang | 20 | ||
Marando | 230 | Lantuer | 425 | ||
Jawi-Jawi | 250 | Ranggasan | 659 | ||
Terusan | 175 | Leco | 84 | ||
Sigantang | 1.573 | Talamau | 2.913 | ||
Malintang | 1.983 | Pasaman | 2.190 |
Keanekaragaman hayati
Sumatra Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan sumber keanekaragaman hayati. Sebagian besar wilayah Sumatra Barat masih terdapat hutan tropis alami dan dilindungi. Berbagai spesies langka masih dapat dijumpai, misalnya Rafflesia arnoldii (bunga terbesar di dunia), harimau sumatera, siamang, tapir, rusa, beruang, dan berbagai jenis burung dan kupu-kupu.
Terdapat dua Taman Nasional di provinsi ini, yaitu Taman Nasional Siberut yang terdapat di pulau Siberut (Kabupaten Kepulauan Mentawai) dan Taman Nasional Kerinci Seblat. Taman nasional terakhir ini wilayahnya membentang di empat provinsi: Sumatra Barat, Jambi, Bengkulu, dan Sumatra Selatan.
Selain kedua Taman Nasional tersebut terdapat juga beberapa cagar alam lainnya, yaitu Cagar Alam Rimbo Panti, Cagar Alam Lembah Anai, Cagar Alam Batang Palupuh, Cagar Alam Air Putih di daerah Kelok Sembilan, Cagar Alam Lembah Harau, Cagar Alam Beringin Sakti dan Taman Raya Bung Hatta.
Sumber daya alam
Sumber daya alam yang ada di Sumatra Barat adalah berupa batubara, batu besi, batu galena, timah hitam, seng, mangan, emas, batu kapur (semen), kelapa sawit, kakao, gambir dan hasil perikanan.
Perairan pantai barat dan Kepulauan Mentawai memiliki banyak kehidupan laut yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Nelayan dapat menangkap beragam jenis ikan di kawasan ini. Ikan kerapu, udang, rumput laut, kepiting, dan mutiara merupakan beberapa hasil perikanan laut andalan. Daerah pesisir pantai, terutama kawasan kepulauan, menghasilkan banyak kepala. Di daerah perbukitan dan pegunungan terdapat perkebunan karet, cengkih, dan lada. Kawasan pegunungan yang ditutupi hutan menghasilkan kayu. Medan yang berat karena banyaknya lereng perbukitan yang curam merupakan tantangan utama pengembangan sektor pertanian dan perkebunan di daerah ini.
Bahan galian juga banyak terdapat di daerah ini. Salah satu yang telah banyak memberi manfaat bagi daerah ini adalah batuan kapur sebagai bahan dasar industri semen. PT Semen Padang telah memanfaatkan kekayaan alam ni selama puluhan tahun. Batu kapur banyak terdapat di sekitar Padang, daerah sekitar Danau Singkarak, dan Padangpanjang. Di Padangpanjang, deposit batu kapur yang dapat dieksploitasi mencapai 43 juta ton. Bahan galian lainnya adalah batu bara di Sawahlunto serta obsidian dan batu andesit di Padang Pariaman. Sumber air yang melimpah juga telah banyak memberi manfaat bagi pembangunan daerah ini. Perairan danau Singkarak dan Maninjau telah lama dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik tenaga air. Sumber air ini juga memiliki potensi besar untuk diolah dan dikemas menjadi air mineral.
Politik dan pemerintahan
Gubernur
Provinsi Sumatra Barat dipimpin oleh seorang gubernur yang dipilih dalam pemilihan secara langsung bersama dengan wakilnya untuk masa jabatan 5 tahun. Gubernur selain sebagai pemerintah daerah juga berperan sebagai perwakilan atau perpanjangan tangan pemerintah pusat di wilayah provinsi yang kewenangannya diatur dalam Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 dan Peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2010. Sementara hubungan pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten dan kota bukanlah sub-ordinat, masing-masing pemerintahan daerah tersebut mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
DPRD Sumbar beranggotakan 65 orang yang dipilih melalui pemilihan umum setiap lima tahun sekali. Berdasarkan UU Nomor 27 tahun 2009, struktur pimpinan DPRD Sumatera Barat terdiri atas satu orang ketua dan tiga orang wakil ketua yang dipilih dari partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak.
Anggota DPRD Sumbar yang sedang menjabat saat ini adalah hasil Pemilu 2019 yang dilantik pada 28 Agustus 2019.[17] Komposisi anggota DPRD Sumbar periode 2019-2024 terdiri dari sembilan partai politik dengan Partai Gerindra sebagai pemilik kursi terbanyak yaitu 14 kursi, disusul oleh Partai Keadilan Sejahtera, Partai Demokrat, dan Partai Amanat Nasional yang masing-masing memiliki 10 kursi.
Partai politik | Jumlah kursi dalam periode | |||||
---|---|---|---|---|---|---|
2004–2009 | 2009–2014 | 2014–2019 | 2019–2024 | 2024–2029 | ||
Golkar | 16 | 9 | 9 | 8 | 9 | |
PDI-P | 4 | 3 | 4 | 3 | 3 | |
PPP | 7 | 4 | 8 | 4 | 5 | |
PAN | 10 | 6 | 8 | 10 | 8 | |
PKS | 7 | 5 | 7 | 10 | 10 | |
PBB | 5 | 3 | 1 | 0 | 0 | |
PKB | 0 | 0 | 1 | 3 | 3 | |
Demokrat | (baru) 3 | 14 | 8 | 10 | 8 | |
PKPI | 0 | 0 | 0 | 0 | ||
PBR | (baru) 3 | 2 | ||||
Gerindra | (baru) 4 | 8 | 14 | 10 | ||
Hanura | (baru) 5 | 5 | 0 | 0 | ||
NasDem | (baru) 6 | 3 | 9 | |||
Jumlah anggota | 55 | 55 | 65 | 65 | 65 | |
Jumlah partai | 8 | 10 | 11 | 9 | 9 |
Pemerintahan nagari
Sampai tahun 1979 satuan pemerintahan terkecil di Sumatra Barat adalah nagari, yang sudah ada sebelum kemerdekaan Indonesia. Dengan diberlakukannya Undang-undang nomor 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa, status nagari dihilangkan diganti dengan desa, dan beberapa jorong ditingkatkan statusnya menjadi desa. Kedudukan wali nagari juga dihapus dan administrasi pemerintahan dijalankan oleh para kepala desa. Namun sejak bergulirnya reformasi pemerintahan dan otonomi daerah, maka sejak pada tahun 2001, istilah "Nagari" kembali digunakan di provinsi ini.
Budaya politik yang hidup di pemerintahan desa Sumatra Barat semenjak kebijaksanaan penyeragaman (UU No.5 Tahun 1979) diberlakukan adalah budaya politik parokhial. kondisi ini terlihat melalui sistem kekuasaan, sistem pemilihan penguasa, syarat penguasa, dan peranan penguasa di pemerintahan desa. Sistem kekerabatan dalam membangun budaya politik partisipan mulai terjadi pergeseran, dalam hal tingkat kepekaan, bentuk toleransi dalam kekerabatan, dan peranan senioritas dalam kekerabatan. Artinya berkurangnya kebersamaan dalam sistem kekuasaan kekerabatan.
Pemerintahan nagari merupakan suatu struktur pemerintahan yang otonom, punya teritorial yang jelas dan menganut adat sebagai pengatur tata kehidupan anggotanya,[18] sistem ini kemudian disesuaikan dengan konstitusi yang berlaku di Indonesia, sekarang pemerintah provinsi Sumatra Barat menetapakan pemerintah nagari sebagai pengelola otonomi daerah terendah untuk daerah kabupaten mengantikan istilah pemerintah desa yang digunakan sebelumnya. Sedangkan untuk nagari yang berada pada sistem pemerintahan kota masih sebagai lembaga adat belum menjadi bagian dari struktur pemerintahan daerah.
Peluang yang terjadi pada pemerintahan desa yaitu munculnya pertumbuhan ekonomi yang bersifat individualistik. Kondisi ini sebagai akibat ketergantungan pada pemerintah pusat, sehingga kurang kemandirian. Kondisi ini dapat memperlemah ketahanan wilayah bidang ekonomi itu sendiri. Namun, sekarang desa-desa Sumatra Barat telah mencoba membangun upaya mempermudah kebijaksanaan politik pemerintah desa atau sejak bertukar kembali menjadi nagari, yaitu mengubah struktur dan proses antarstruktur pemerintahan desa yang dibuat berdasarkan UU No. 5 tahun 1979 itu.
Nagari pada awalnya dipimpin secara bersama oleh para penghulu atau datuk di nagari tersebut, kemudian pada masa pemerintah Hindia Belanda dipilih salah seorang dari para penghulu tersebut untuk menjadi wali nagari. Kemudian dalam menjalankan pemerintahannya, wali nagari dibantu oleh beberapa orang kepala jorong atau wali jorong, namun sekarang dibantu oleh sekretaris nagari (setnag) dan beberapa pegawai negeri sipil (PNS) bergantung dengan kebutuhan masing-masing nagari. Wali nagari ini dipilih oleh anak nagari (penduduk nagari) secara demokratis dalam pemilihan langsung untuk 6 tahun masa jabatan.
Dalam sebuah nagari dibentuk Kerapatan Adat Nagari, yakni lembaga yang beranggotakan Tungku Tigo Sajarangan. Tungku Tigo Sajarangan merupakan perwakilan anak nagari yang terdiri dari Alim Ulama, Cadiak Pandai (kaum intelektual) dan Niniak Mamak para pemimpin suku dalam suatu nagari, sama dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam ssistem administrasi desa. Keputusan keputusan penting yang akan diambil selalu dimusyawarahkan antara wali nagari dan Tungku Tigo Sajarangan di Balai Adat atau Balairung Sari Nagari.
Daftar kabupaten dan kota
Demografi
Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, jumlah populasi Sumatra Barat mencapai 4.846.909 jiwa, dengan kepadatan penduduk sebanyak 110 jiwa/km2. Kabupaten/kota yang memiliki penduduk paling banyak adalah Kota Padang, yang mencapai 833.562 jiwa. Sedangkan kabupaten/kota yang memiliki tingkat kepadatan tertinggi adalah Kota Bukittinggi, yakni 4.400 jiwa/km2. Mayoritas masyarakat Sumatra Barat beretnis Minangkabau, yang keseluruhannya memeluk Islam selain itu terdapat Suku Mentawai yang mayoritas memeluk Agama Kristen.
Pendidikan
Sumatra Barat pernah menjadi pusat pendidikan di pulau Sumatra, terutama pendidikan Islam dengan surau sebagai basis utamanya.[21] Pada masa kolonial Hindia Belanda, selain pendidikan Islam berkembang pula pendidikan model Barat. Pada tahun 1856, pemerintah Hindia Belanda mendirikan Sekolah Raja di Bukittinggi. Selain sekolah yang dikelola oleh pemerintah, banyak pula sekolah yang dikelola oleh swasta, seperti Sekolah Adabiah di Padang, INS Kayutanam, Sumatra Thawalib, MTI Canduang di Kecamatan Canduang, dan Diniyyah Puteri di Padang Panjang. Sehingga pada saat itu, Sumatra Barat merupakan salah satu wilayah Hindia Belanda yang memiliki jumlah sekolah dan pelajar cukup besar.[22]
Setelah masa kemerdekaan, di Sumatra Barat juga banyak didirikan universitas dan sekolah tinggi.[9] Bermula dari Universitas Andalas pada tahun 1955, selanjutnya juga berdiri UIN Imam Bonjol Padang, Universitas Negeri Padang, dan IPDN Bukittinggi. Beberapa universitas swasta terkemuka di provinsi ini antara lain Universitas Bung Hatta dan Universitas Muhammadiyah Sumatra Barat. Kini hampir disetiap kabupaten dan kota di Sumatra Barat telah memiliki perguruan tinggi, dengan jumlah terbesar berada di Padang.
Pada tahun 2006, angka melek huruf latin di provinsi ini mencapai 96,35%. Angka partisipasi sekolah untuk usia 19-24 tahun, atau yang mengambil jenjang perguruan tinggi mencapai 27,8%. Angka ini berada di atas rata-rata nasional yang hanya sebesar 16,13%.
Suku bangsa
Mayoritas penduduk Sumatra Barat merupakan Suku Minangkabau. Di daerah Pasaman selain etnis Minang, juga berdiam Suku Batak Mandailing. Kebanyakan dari mereka pindah dari Sumatera Utara ke Sumatra Barat pada masa Perang Paderi. Di beberapa daerah hasil transmigrasi, seperti di Sitiung, Lunang Silaut, dan Padang Gelugur, tinggal juga sekelompok suku Jawa, sebagian dari mereka ialah keturunan imigran asal Suriname yang memilih kembali ke Indonesia pada akhir tahun 1950-an.[23][24] Oleh Presiden Soekarno saat itu, diputuskan untuk menempatkan mereka di sekitar daerah Sitiung. Hal ini juga tidak terlepas dari situasi politik pasca pemberontakan PRRI.[butuh rujukan]
Di Kepulauan Mentawai yang mayoritas penduduknya beretnis Mentawai, jarang dijumpai masyarakat Minangkabau. Etnis Tionghoa hanya terdapat di kota-kota besar, seperti Padang, Bukittinggi, dan Payakumbuh. Di Padang dan Pariaman, juga terdapat masyarakat Nias dan Tamil dalam jumlah kecil.[25]
Di Sumatra Barat, khususnya Padang, terdapat himpunan kerukunan keluarga yang berbeda asal suku bangsa seperti Kerukunan Keluarga Kerinci, Kerukunan Keluarga Cina (HBT dan HTT), Perkumpulan Keluarga Jawa, dsb.
Berdasarkan data dari Sensus Penduduk Indonesia 2010, berikut ini komposisi etnis atau suku bangsa di provinsi Sumatera Barat:[26]
No | Suku | Jumlah 2010 | % |
---|---|---|---|
1 | Minangkabau | 4.219.729 | 87,33% |
2 | Batak | 222.549 | 4,61% |
3 | Jawa | 217.096 | 4,49% |
4 | Mentawai | 69.246 | 1,43% |
5 | Melayu | 39.629 | 0,82% |
6 | Nias | 18.239 | 0,38% |
7 | Sunda | 15.934 | 0,33% |
8 | Tionghoa | 10.799 | 0,22% |
9 | Suku lainnya | 18.924 | 0,39% |
Sumatra Barat | 4.832.145 | 100% |
Catatan: Data yang dihitung adalah data yang tercatat, di luar data yang tidak diketahui, dalam Sensus Penduduk Indonesia 2010. Sementara suku asal Sumatra lainnya, umumnya adalah suku Mentawai.
Bahasa
Di Provinsi Sumatra Barat pada umumnya terdapat 3 bahasa yang dipertuturkan yang tersebar di kabupaten dan kota di Sumatera Barat. 3 bahasa tersebut yakni, bahasa Minangkabau, Batak, dan Mentawai. Masyarakat yang tinggal di wilayah Sumatera Barat menggunakan bahasa Minangkabau dalam berkomunikasi satu sama lain pada kesehariannya.[27]
Mayoritas atau hampir secara keseluruhan bahasa yang digunakan dalam keseharian di Sumatra Barat ialah bahasa Minangkabau yang memiliki lima dialek, seperti dialek Pasaman, dialek Agam-Tanah Datar, dialek Lima Puluh Kota, dialek Koto Baru, dan dialek Pancung Soal. Dialek Pasaman dituturkan di Kabupaten Pasaman Barat dan Pasaman. Dialek Agam-Tanah Datar dituturkan di Kabupaten Agam, Tanah Datar, Kota Padang Panjang, Padang Pariaman, Solok, Kota Solok, Solok Selatan, dan Pesisir Selatan. Dialek Lima Puluh Kota dituturkan di Kabupaten Lima Puluh Kota, Kota Payakumbuh, Tanah Datar, Kota Sawahlunto, Kabupaten Sijunjung, dan Dharmasraya. Dialek Koto Baru dituturkan di Kabupaten Dhamasraya. Dialek Pancung Soal dituturkan di Pesisir Selatan.[28]
Agama
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2021 mencatat bahwa mayoritas penduduk Sumatra Barat menganut agama Islam yakni, 97,48%. Sebagian lagi menganut agama Kristen sebanyak 2,29% dan terutama di kabupaten Kepulauan Mentawai yang mayoritas beragama Protestan dan Katolik. Sebagian kecil beragama Budha, yakni 0,22%, merupakan keturunan Tionghoa yang berada di kota, seperti kota Padang, Bukit Tinggi, Payakumbuh, Padang Panjang dan Solok. Sementara pemeluk agama Hindu dan kepercayaan, kurang dari 0,01%.[4]
Berbagai tempat ibadah, yang didominasi oleh masjid dan musala, dapat dijumpai di setiap kabupaten dan kota di Sumatra Barat. Masjid terbesar adalah Masjid Raya Sumatra Barat di Padang. Sedangkan masjid tertua diantaranya adalah Masjid Raya Ganting di Padang, Masjid Bingkudu di Kabupaten Agam, dan Masjid Tuo Kayu Jao di kabupaten Solok. Arsitektur khas Minangkabau mendominasi baik bentuk masjid maupun musala. Masjid Raya Sumatra Barat memiliki bangunan berbentuk gonjong, dihiasi ukiran Minang sekaligus kaligrafi. Ada juga masjid dengan atap yang terdiri dari beberapa tingkatan yang makin ke atas makin kecil dan sedikit cekung. Jumlah rumah ibadah yang terdapat di Sumatra Barat berdasarkan data BPS 2021 yakni bagi umat Islam terdapat 5.218 masjid dan 9.661 musholah atau langgar. Bagi umat Kristen terdapat 267 gereja Protestan, 62 rumah kebaktian, dan 131 gereja Katolik. Kemudian terdapat 8 Vihara bagi umat Budha dan 1 Pura bagi umat Hindu yang terletak di kota Padang.[4]
Tahun | 2000 | 2004 | 2005 | 2006 | 2007 | 2010 | 2020 | |||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Jumlah penduduk | 4.227.689 | 4.594.961 | 4.566.126 | 4.732.678 | 4.763.130 | 4.846.909 | 5.534.472 | |||||
Sejarah kependudukan Sumatra Barat Sumber:[4] |
Perekonomian
Secara bertahap perekonomian Sumatra Barat mulai bergerak positif setelah mengalami tekanan akibat dampak gempa bumi tahun 2009 yang melanda kawasan tersebut. Dampak bencana ini terlihat pada triwulan IV-2009, di mana pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 0,90%. Namun kini perekonomian Sumatra Barat telah membaik, dengan tingkat pertumbuhan di atas rata-rata nasional. Pada tahun 2012 ekonomi Sumatra Barat tumbuh sebesar 6,35%, lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya sebesar 6,25%. Dan pada triwulan I-2013 perekonomian Sumatra Barat telah tumbuh mencapai 7,3%. Tingginya pertumbuhan ekonomi Sumatra Barat dalam tiga tahun terakhir, telah menurunkan tingkat kemiskinan di provinsi ini dari 8,99% (2011) menjadi 8% (2012). Untuk Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), pada tahun 2012 provinsi ini memiliki PDRB mencapai Rp 110,104 triliun, dengan PDRB per kapita sebesar Rp 22,41 juta.
Tenaga kerja
Seiring dengan bertumbuhnya perekonomian Sumatra Barat, maka jumlah tenaga kerja yang diperlukan semakin bertambah pula. Hal ini telah mendorong turunnya akan pengangguran di provinsi ini. Sepanjang Februari 2011-Februari 2012, jumlah penduduk yang menganggur mengalami penurunan dari 162.500 orang menjadi 146.970 orang. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) menurun dari 7,14% menjadi 6,25%. Angka tersebut berada dibawah rata-rata nasional pada periode akhir 2011 yang mencapai 6,56%. Pada Februari 2012, jumlah angkatan kerja Sumatra Barat mencapai 2.204.218 orang, bertambah 90.712 orang dibandingkan dengan jumlah angkatan kerja pada Februari 2011.
Sebagian besar penduduk yang bekerja terserap di sektor pertanian. Lapangan pekerjaan di sektor ini mampu menyerap 42,4% dari tenaga kerja yang ada. Namun, persentase penyerapan ini makin menurun dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 44%. Sementara itu, persentase penduduk bekerja yang terserap di sektor perdagangan kembali meningkat, dari sebelumnya 18,5% pada Februari 2011 menjadi 19,8% pada Februari 2012. Demikian pula penyerapan di sektor jasa mengalami kenaikan, dari 16,7% menjadi 17,4%.
Pertanian
Pada triwulan IV-2012, sektor pertanian mengalami pertumbuhan relatif tinggi, didorong oleh menggeliatnya subsektor tanaman bahan makanan. Di triwulan ini pertumbuhan sektor pertanian mencapai 4,14%, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,05%. Kinerja sektor perkebunan yang cukup baik pada tahun 2012, telah menopang pertumbuhan industri pertanian sebesar 4,07%.
Industri Pengolahan
Industri Sumatra Barat didominasi oleh industri skala kecil atau rumah tangga. Jumlah unit industri sebanyak 47.819 unit, terdiri dari 47.585 unit industri kecil dan 234 unit industri besar menengah, dengan perbandingan 203: 1. Pada tahun 2001 investasi industri besar menengah mencapai Rp 3.052 miliar, atau 95,60% dari total investasi, sedangkan industri kecil investasinya hanya Rp 1.412 miliar atau 4,40% saja dari total investasi. Nilai produksi industri besar menengah tahun 2001 mencapai Rp 1.623 miliar, yaitu 60 % dari total nilai produksi, dan nilai produksi industri kecil hanya mencapai Rp 1.090 miliar, atau 40% dari total nilai produksi.[29]
Untuk industri pengolahan semen, pada tahun 2012 Sumatra Barat telah memproduksi sebanyak 6.522.006 ton, lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang hanya sebesar 6.151.636 ton. Sementara volume penjualannya pada tahun 2012 sebesar 6.845.070 ton, meningkat 10,20 % dibandingkan tahun lalu yang sebesar 6.211.603 ton.
Jasa
Kembali bergeraknya perekonomian Sumatra Barat pasca gempa serta semakin pulihnya perekonomian global terutama zona Sumatra bagian tengah juga merupakan faktor pendorong bergeraknya kembali sektor jasa (7,38%). Sektor jasa yang cukup penting di provinsi ini adalah keuangan, hotel, restoran, dan agen perjalanan. Pertumbuhan hotel di Sumatra Barat dalam tiga tahun terakhir cukup pesat. Hal ini seiring dengan meningkatnya jumlah wisatawan yang datang ke provinsi ini. Selama tahun 2012 terdapat 36.623 wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Sumatra Barat, atau meningkat 8,27% dibandingkan tahun lalu yang sebanyak 33.827 wisatawan.
Pertambangan
Sumatra Barat memiliki potensi bahan tambang golongan A, B dan C. Bahan tambang golongan A, yaitu batu bara terdapat di kota Sawahlunto. Sedangkan Bahan tambang golongan B yang terdiri dari air raksa, belerang, pasir besi, tembaga, timah hitam dan perak menyebar di wilayah kabupaten Sijunjung, Dharmasraya, Solok, Solok Selatan, Lima Puluh Kota, Pasaman, dan Tanah Datar. Bahan tambang golongan C menyebar di seluruh kabupaten dan kota, sebagian besar terdiri dari pasir, batu dan kerikil.[29]
Keuangan & Perbankan
Perkembangan berbagai indikator perbankan pada triwulan IV-2012, menunjukkan perbaikan seiring dengan pemulihan kondisi ekonomi pasca gempa. Pada tahun 2012, total aset bank umum di provinsi ini mencapai Rp 40,1 triliun dengan nilai penyaluran kredit oleh bank umum sebesar Rp 33,8 triliun. Sedangkan total aset BPR di provinsi ini mencapai Rp 1,53 triliun dengan nilai penyaluran kredit oleh bank tersebut sebesar Rp 1,03 triliun.
Transportasi
Transportasi dari dan ke Sumatra Barat saat ini dihubungkan oleh Bandar Udara Internasional Minangkabau dan Pelabuhan Teluk Bayur. Bandar Udara Minangkabau mulai aktif beroperasi pada akhir tahun 2005 menggantikan Bandar Udara Tabing. Bandar udara ini terhubung dengan berbagai kota utama di Indonesia, seperti Jakarta, Medan, Batam, Bandung, serta Kuala Lumpur di Malaysia. Untuk meningkatkan aksesibilitas Bandar Udara Minangkabau, pemerintah telah menyiapkan kereta bandara Minangkabau Ekspres dari dan menuju pusat kota Padang.
Selain Teluk Bayur, transportasi laut untuk jarak dekat berpusat di Pelabuhan Muara. Pelabuhan ini antara lain juga melayani transportasi menuju Kepulauan Mentawai dengan menggunakan kapal feri atau speed boat. Pelabuhan Muara juga menjadi tempat bersandar kapal-kapal pesiar (yacht) dan kapal-kapal nelayan.
Untuk transportasi antar kota, saat ini dilayani oleh bus-bus AKDP dan AKAP serta travel. Di Padang, angkutan umum berpusat di Terminal Bingkuang Air Pacah. Di Bukittinggi berpusat di Terminal Aua Kuniang, Payakumbuh berpusat di Terminal Koto Nan Ampek, dan Solok berpusat di Terminal Bareh Solok.
Transportasi darat lainnya, kereta api masih digunakan untuk jalur dari Padang ke Sawahlunto, yang melalui Padang Panjang dan Solok. Pada jalur ini, kereta api hanya dipergunakan sebagai sarana pengangkutan batubara. Sedangkan dari Padang menuju Pariaman, saat ini masih digunakan untuk angkutan penumpang.
Pariwisata
Sumatra Barat merupakan salah satu tujuan utama pariwisata di Indonesia. Fasilitas wisatanya yang cukup baik, serta sering diadakannya berbagai festival dan even internasional, menjadi pendorong datangnya wisatawan ke provinsi ini.[30] Beberapa kegiatan internasional yang diselenggarakan untuk menunjang pariwisata Sumatra Barat adalah lomba balap sepeda Tour de Singkarak, even paralayang Event Fly for Fun in Lake Maninjau, serta kejuaraan selancar Mentawai International Pro Surf Competition.[31]
Sumatra Barat memiliki hampir semua jenis objek wisata alam seperti laut, pantai, danau, gunung, dan ngarai. Selain itu pariwisata Sumatra Barat juga banyak menjual budayanya yang khas, seperti Festival Tabuik, Festival Rendang, permainan kim, dan seni bertenun. Disamping wisata alam dan budaya, Sumatra Barat juga terkenal dengan wisata kulinernya.
Sumatra Barat memiliki akomodasi wisata, seperti hotel dan agen perjalanan yang cukup baik. Pada akhir tahun 2012, provinsi ini telah memiliki 221 hotel dengan jumlah kamar mencapai 5.835 unit.[32] Namun hotel-hotel berbintang lima dan empat, hanya terdapat di Padang dan Bukittinggi.[33] Sedangkan untuk agen perjalanan di bawah keanggotaan ASITA, Sumatra Barat sudah memiliki lebih dari 100 agen. Untuk melengkapi fasilitas penunjang pariwisata, pemerintah juga menyediakan kereta api wisata yang beroperasi pada waktu tertentu.
Untuk berbagai informasi serta literatur sejarah dan kebudayaan Minangkabau, wisatawan dapat memperolehnya di Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau (PDIKM) yang terletak di Perkampungan Minangkabau, Padang Panjang. Di PDIKM terdapat berbagai dokumentasi berupa foto mikrograf, surat kabar, pakaian tradisional, kaset rekaman lagu daerah, dokumentasi surat-surat kepemerintahan, dan alur sejarah masyarakat Minangkabau sejak abad ke-18 hingga tahun 1980-an.
Seni dan Budaya
Musik
Nuansa Minangkabau yang ada di dalam setiap musik Sumatra Barat yang dicampur dengan jenis musik apapun saat ini pasti akan terlihat dari setiap karya lagu yang beredar di masyarat. Hal ini karena musik Minang bisa diracik dengan aliran musik jenis apapun sehingga enak didengar dan bisa diterima oleh masyarakat. Unsur musik pemberi nuansa terdiri dari instrumen alat musik tradisional saluang, bansi, talempong, rabab, pupuik, serunai, dan gandang tabuik.
Ada pula saluang jo dendang, yakni penyampaian dendang (cerita berlagu) yang diiringi saluang yang dikenal juga dengan nama sijobang.[34] Musik Minangkabau berupa instrumentalia dan lagu-lagu dari daerah ini pada umumnya bersifat melankolis. Hal ini berkaitan erat dengan struktur masyarakatnya yang memiliki rasa persaudaraan, hubungan kekeluargaan dan kecintaan akan kampung halaman yang tinggi ditunjang dengan kebiasaan pergi merantau.
Industri musik di Sumatra Barat semakin berkembang dengan munculnya seniman-seniman Minang yang bisa membaurkan musik modern ke dalam musik tradisional Minangkabau. Perkembangan musik Minang modern di Sumatra Barat sudah dimulai sejak tahun 1950-an, ditandai dengan lahirnya Orkes Gumarang. Elly Kasim, Tiar Ramon dan Nurseha adalah penyanyi Sumatra Barat yang terkenal pada era 1970-an hingga saat ini. Saat ini para penyanyi, pencipta lagu, dan penata musik di Sumatra Barat, bernaung dibawah organisasi PAPPRI (Persatuan Artis Penyanyi Pencipta lagu Penata musik Rekaman Indonesia) dan PARMI (Persatuan Artis Minang Indonesia).
Perusahaan-perusahaan rekaman di Sumatra Barat yang turut mendukung industri musik Minang antara lain: Tanama Record, Planet Record, Pitunang Record, Sinar Padang Record, Caroline Record yang terletak di Padang dan Minang Record, Gita Virma Record yang terletak di Bukittinggi.
Tari tradisional
Secara garis besar seni tari dari Sumatra Barat adalah dari adat budaya etnis Minangkabau dan etnis Mentawai. Kekhasan seni tari Minangkabau umumnya dipengaruhi oleh agama Islam, keunikan adat matrilineal dan kebiasan merantau masyarakatnya juga memberi pengaruh besar dalam jiwa sebuah tari tradisi yang bersifat klasik, di antaranya Tari Pasambahan, Tari Piring, Tari Payung, dan Tari Indang. Sementara itu terdapat pula suatu pertunjukan khas etnis Minangkabau lainnya berupa perpaduan unik antara seni bela diri yang disebut silek dengan tarian, nyanyian dan seni peran (acting) yang dikenal dengan nama Randai.[35]
Sedangkan untuk tarian khas etnis Mentawai disebut Turuk Laggai. Tarian Turuk Langai ini umumnya bercerita tentang tingkah laku hewan, sehingga judulnya pun disesuaikan dengan nama-nama hewan tersebut, misalnya tari burung, tari monyet, tari ayam, tari ular dan sebagainya.[36]
Rumah Adat
Rumah adat Sumatra Barat khususnya dari etnis Minangkabau disebut Rumah Gadang. Rumah Gadang biasanya dibangun di atas sebidang tanah milik keluarga induk dalam suku/kaum tersebut secara turun temurun.[22] Tidak jauh dari komplek rumah gadang tersebut biasanya juga dibangun sebuah surau kaum yang berfungsi sebagai tempat ibadah dan tempat tinggal lelaki dewasa kaum tersebut namun belum menikah.
Rumah Gadang ini dibuat berbentuk empat persegi panjang dan dibagi atas dua bahagian muka dan belakang,[37] umumnya berbahan kayu, dan sepintas kelihatan seperti berbentuk rumah panggung dengan atap yang khas, menonjol seperti tanduk kerbau, masyarakat setempat menyebutnya Gonjong dan dahulunya atap ini berbahan ijuk sebelum berganti dengan atap seng. Rumah Bagonjong[38] ini menurut masyarakat setempat diilhami dari tambo, yang mengisahkan kedatangan nenek moyang mereka dengan kapal dari laut. Ciri khas lain rumah adat ini adalah tidak memakai paku besi tetapi menggunakan pasak dari kayu, namun cukup kuat sebagai pengikat.[39]
Sementara etnis Mentawai juga memiliki rumah adat yang berbentuk rumah panggung besar dengan tinggi lantai dari tanah mencapai satu meter yang disebut dengan uma.[40] Uma ini dihuni oleh secara bersama oleh lima sampai sepuluh keluarga. Secara umum konstruksi uma ini dibangun tanpa menggunakan paku, tetapi dipasak dengan kayu serta sistem sambungan silang bertakik.
Senjata tradisional
Bab atau bagian ini tidak memiliki referensi atau sumber tepercaya sehingga isinya tidak bisa dipastikan. |
Senjata tradisional Sumatra Barat adalah Keris dan Kurambiak atau Kerambit berbentuk seperti kuku harimau. Keris biasanya dipakai oleh kaum laki-laki dan diletakkan di sebelah depan, dan umumnya dipakai oleh para penghulu terutama dalam setiap acara resmi ada terutama dalam acara malewa gala atau pengukuhan gelar, selain itu juga biasa dipakai oleh para mempelai pria dalam acara majelis perkawinan yang masyarakat setempat menyebutnya baralek. Sedangkan kerambit merupakan senjata tajam kecil yang bentuknya melengkung seperti kuku harimau, karena memang terinspirasi dari kuku binatang buas tersebut. Senjata mematikan ini dipakai oleh para pendekar silat Minang dalam pertarungan jarak pendek yang biasanya merupakan senjata rahasia, terutama yang menggunakan jurus silat harimau. Berbagai jenis senjata lainnya juga pernah digunakan seperti tombak, pedang panjang, panah, sumpit dan sebagainya.
Masakan khas
Dalam dunia kuliner, Sumatra Barat terkenal dengan masakan Padang dan restoran Padang dengan citarasa yang pedas. Masakan Padang dapat ditemui hampir di seluruh penjuru Nusantara, bahkan sampai ke luar negeri.[41] Beberapa contoh makanan dari Sumatra Barat yang cukup populer adalah Rendang, Sate Padang, Dendeng Balado, Itiak Lado Mudo, Soto Padang, dan bubur kampiun.
Setiap kawasan di Sumatra Barat, memiliki makanan sebagai ciri khas daerah, yang biasa dijadikan sebagai buah tangan (oleh-oleh) misalnya: Padang terkenal dengan bengkuang, Padang Panjang terkenal dengan pergedel jaguang, Bukittinggi dengan karupuak sanjai, Payakumbuh dengan galamai dan batiah. Selain itu Sumatra Barat juga memiliki ratusan resep, seperti kipang kacang, bareh randang, randang telur, dakak-dakak angko 8, rakik maco, pinyaram, Karupuak Balado, dan termasuk juga menghasilkan Kopi Luak.
Olahraga
Provinsi Sumatra Barat memiliki beberapa even olahraga yang berskala lokal, nasional, maupun internasional, diantaranya adalah lomba pacu kuda. Perlombaan pacu kuda sudah menjadi tradisi dan budaya masyarakat Minangkabau. Rangkaian perlombaan pacu kuda biasanya diselenggarakan di beberapa kota di Sumatra Barat secara bergiliran.[42]
Even internasional lainnya adalah Tour de Singkarak yang pada tahun 2013 telah memasuki tahun kelima. Kejuaraan ini secara resmi telah menjadi agenda perhelatan tahunan Union Cycliste Internationale (UCI). Beberapa kawasan wisata menjadi bagian dari jalur lintasan lomba termasuk Lembah Harau, Danau Maninjau, Kelok 44, Istana Basa Pagaruyung, dan danau Di atas-Dibawah.[43] Di sisi lain, cabang olahraga perahu naga (dragon boat) juga rutin dilaksanakan di Sumatra Barat, seperti kejuaraan Perahu Naga Internasional di Padang yang mendatangkan peserta dari mancanegara, serta kejuaraan Dayung Tradisional di Pantai Carocok, Painan dan Dharmasraya.
Media dan informasi
Hampir keseluruhan saluran stasiun televisi nasional telah dapat menjangkau kawasan Sumatra Barat. Selain itu provinsi ini juga memiliki beberapa stasiun televisi lokal, seperti TVRI Sumatra Barat, Padang TV, Minang TV, TV E, Favorit TV dan Bukittinggi Televisi (BiTV).
Rata-rata disetiap kabupaten dan kota di provinsi ini telah memiliki pemancar radio selain milik pemerintah juga swasta, seperti RRI Padang, Radio Classy FM, Radio Jelita FM, Radio SK FM, dan Radio Fanesa 5 FM, Radio Arif FM, Radio Harau FM.
Sumatra Barat saat ini juga banyak memiliki media cetak jenis surat kabar, diantaranya Harian Padang Ekspres, Harian Haluan, dan Harian Singgalang, Harian Posmetro Padang, Harian Metro Andalas (Metrans), Harian Rakyat Sumbar dan Harian Koran Padang. Serta beberapa media cetak mingguan seperti Tabloid Indonesia Raya, Binnews, dan Bakinews. Media cetak tersebut juga tersedia dan dapat diakses secara online melalui internet.
Pada awalnya Sumatra Courant merupakan koran pertama yang terbitkan di Sumatra Barat oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1862. Selanjutnya tahun 1877 terbit Padangsche Handelsblad milik swasta. Kedua surat kabar ini menggunakan bahasa Belanda, dan baru pada tahun 1890 terbit surat kabar bulanan Pelita Kecil yang telah menggunakan bahasa Melayu.[44]
Hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 2020 mencatat, Sumatra Barat merupakan provinsi dengan persentase pengguna internet tertinggi di Sumatra. Pengguna internet tercatat sebanyak 5.008.263 orang atau 91,4% dari populasi.[45]
Lihat pula
Catatan kaki
Referensi
- ^ "Arti Lambang Tuah Sakato". Pemprov Sumbar. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-04-28. Diakses tanggal 20 Januari 2020.
- ^ (ditetapkan menjadi Undang-Undang oleh UU No. 61 Tahun 1958)
- ^ Putra, Perdana. Gabrillin, Abba, ed. "1 Oktober 1945 Ditetapkan sebagai Hari Jadi Sumatera Barat". Kompas.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-12-26. Diakses tanggal 2019-12-26.
- ^ a b c d e f "Provinsi Sumatra Barat Dalam Angka 2023" (pdf). BPS Sumbar. hlm. 125-200. Diakses tanggal 23 Juli 2023.
- ^ "Visualisasi Data Kependudukan - Kementerian Dalam Negeri 2022". www.dukcapil.kemendagri.go.id. Diakses tanggal 27 Februari 2021.
- ^ "Indeks Pembangunan Manusia 2021-2022". www.bps.go.id. Diakses tanggal 29 Desember 2022.
- ^ "Rincian Alokasi Dana Alokasi Umum Provinsi/Kabupaten Kota Dalam APBN T.A 2020" (PDF). www.djpk.kemenkeu.go.id. (2020). Diakses tanggal 16 Februari 2021.
- ^ "Hasil Pencarian - KBBI Daring".
- ^ a b c d e Asnan, Gusti, (2007), Memikir ulang regionalisme: Sumatra Barat tahun 1950-an, Yayasan Obor Indonesia, ISBN 978-979-461-640-6.
- ^ Amran, Rusli (1981). Sumatra Barat hingga Plakat Panjang. Penerbit Sinar Harapan.
- ^ "Potensi Sektor Kelautan dan Perikanan Sumatra Barat". Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatra Barat. Diakses tanggal 2012-05-16.
- ^ a b "Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat". sumbar.bps.go.id. Diakses tanggal 2023-02-10.
- ^ Sieh, Kerry; Natawidjaja, Danny (December 10, 2000). "Neotectonics of the Sumatran fault, Indonesia" (PDF). Journal of Geophysical Research. 105 (B12): 28295–28326. doi:10.1029/2000JB900120.
- ^ Sieh, K.; Natawidjaja, D. (2000). "Neotectonics of the Sumatran fault, Indonesia" (PDF). Journal of Geophysical Research, 105 (B12). hlm. 28, 295–28, dan 326.
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama:1
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama:2
- ^ "65 Anggota DPRD Sumbar Dilantik". news.detik.com. 28-08-2019. Diakses tanggal 31-10-2019.
- ^ Haris, Syamsuddin, 2005, Pemilu langsung di tengah oligarki partai: proses nominasi dan seleksi calon legislatif Pemilu 2004, Gramedia Pustaka Utama, ISBN 978-979-22-1695-0.
- ^ "Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan (Permendagri No.137-2017)". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-04-29. Diakses tanggal 2018-07-09.
- ^ "Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 100.1.1-6117 Tahun 2022 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan, dan Pulau". Diakses tanggal 2023-11-07.
- ^ Marsden, William, (2009), The History of Sumatra, BiblioBazaar, ISBN 978-0-559-09304-3.
- ^ a b Graves, Elizabeth E., (2007), Asal usul elite Minangkabau modern: respons terhadap kolonial Belanda abad XIX/XX, Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, ISBN 978-979-461-661-1.
- ^ https://historia.id/ekonomi/articles/asa-jawa-suriname-buyar-di-negeri-asal-DpYMv
- ^ https://sumbarsatu.com/berita/20367-emma-yohana-mari-kita-perjuangkan-hakhak-warga-eks-suriname-yang-terampas
- ^ http://www.jambi-independent.co.id Kampung Keling, Tempat Tinggal Muslim India di Pariaman dan Padang[pranala nonaktif permanen]
- ^ "Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama, dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia" (pdf). www.bps.go.id. hlm. 36–41. Diakses tanggal 22 September 2021.
- ^ "Kebudayaan Sumatera Barat". sumbarprov.go.id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-01-24.
- ^ Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pedidikan dan Kebudayaan. "Bahasa dan Peta Bahasa di Indonesia". Diakses tanggal 24-01-2021.
- ^ a b http://www.bi.go.id Diarsipkan 2020-12-11 di Wayback Machine. Profil Sumbar Diarsipkan 2010-01-18 di Wayback Machine.
- ^ http://www.metrotvnews.com Tour de Singkarak Naikan 24 Persen Kunjungan Wisatawan Diarsipkan 2014-01-07 di Wayback Machine.
- ^ Sumbar Gelar Tiga Kegiatan Internasional
- ^ http://www.beritasatu.com Sektor Perhotelan di Sumatra Barat Alami Peningkatan
- ^ Ryan Ver Berkmoes, Celeste Brash; Lonely Planet Indonesia; 2010
- ^ Phillips, Nigel, (1981), Sijobang: sung narrative poetry of West Sumatra, Cambridge University Press, ISBN 978-0-521-23737-6.
- ^ Pauka K., (1998), Theater and martial arts in West Sumatra: Randai and silek of the Minangkabau, Ohio University Press, ISBN 978-0-89680-205-6.
- ^ http://www.indosiar.com Sajian Tarian Khas Mentawai Diarsipkan 2010-06-26 di Wayback Machine. (diakses pada 25 juli 2010)
- ^ Azinar Sayuti, Rifai Abu, (1985), Sistem ekonomi tradisional sebagai perwujudan tanggapan aktif manusia terhadap lingkungan daerah Sumatra Barat, hlm. 202, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah.
- ^ Navis, A.A., Cerita Rakyat dari Sumatra Barat 3, Grasindo, ISBN 979-759-551-X.
- ^ Mengenal Rumah Adat, Pakaian Adat, Tarian Adat, Dan Senjata Tradisional, PT Niaga Swadaya, ISBN 979-788-145-8.
- ^ Schefold R., (1991), Mainan bagi roh: kebudayaan Mentawai, PT Balai Pustaka, ISBN 979-407-274-5.
- ^ Ramli, Andriati, 2008, Masakan Padang: Populer & Lezat, Niaga Swadaya, ISBN 978-979-1477-09-3.
- ^ travel.kompas.com Pacu "Kudo" Bangkitkan Pariwisata Lokal (diakses 28 Oktober 2010)
- ^ http://www.tourdesingkarak.com Diarsipkan 2012-04-24 di Wayback Machine. TdS Diarsipkan 2012-04-24 di Wayback Machine. (diakses pada 6 Juni 2011)
- ^ Syamdani, (2009), PRRI, pemberontakan atau bukan, Media Pressindo, ISBN 978-979-788-032-3
- ^ https://www.infotek.id/licenses/survey_apjii_2020/Survei_APJII_2019-2020_Q2.pdf
Bacaan lainnya
- (Indonesia) Rusli Amran, (1981), Sumatra Barat hingga Plakat Panjang, Jakarta: Sinar Harapan.
- (Indonesia) Audrey R. Kahin, (2005), Dari pemberontakan ke integrasi: Sumatra Barat dan politik Indonesia, 1926-1998, Yayasan Obor Indonesia, ISBN 979-461-519-6
- (Indonesia) A.A. Navis, (1984), Alam Takambang jadi Guru. Jakarta: PT Grafiti Pers.
- (Indonesia) M.D. Mansoer, (1970), Sedjarah Minangkabau, Jakarta: Bhratara.
Pranala luar
- (Indonesia) Situs web resmi provinsi Sumbar Diarsipkan 2012-01-15 di Wayback Machine.
- (Indonesia) Profil Demografi Sumbar
- (Indonesia) Profil Ekonomi Sumbar
- (Indonesia) Profil Wisata Sumbar
- (Indonesia) Ekonomi Regional Sumbar
- (Indonesia) Statistik Regional Sumbar
- (Indonesia) Informasi seputar Sumatra Barat
- (Indonesia) Situs Antara Sumbar Portal Berita Sumatra Barat.
- (Indonesia) Situs Cimbuak.com Portal Komunitas Minang.
- (Indonesia) Situs West-Sumatra.com Diarsipkan 2019-03-09 di Wayback Machine. Portal Parawisata Independen Komunitas Minang bertajuk fotografi.