Harun (tokoh Al-Qur'an)

nabi dan rasul dalam Islam
Revisi sejak 2 Desember 2023 18.14 oleh 182.4.100.73 (bicara)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Harun (bahasa Arab: هارون, translit. Hārūn) adalah tokoh dalam Al-Qur'an, Alkitab, dan Tanakh. Dia adalah seorang nabi dan pendamping adiknya, Musa, dalam menyeru pada Fir'aun dan memimpin Bani Israil.

Nabi
Hārūn
هارون
Harun

'alaihissalam
Kaligrafi Hadhrat Harun 'alaihis-salam
LahirMesir
MakamMakam Harun
Pendahulu
PenggantiZulkifli
Orang tua
Kerabat

Kemudian Kami utus Musa dan saudaranya Harun dengan membawa tanda-tanda (kebesaran) Kami, dan bukti yang nyata, kepada Fir'aun dan para pemuka kaumnya, tetapi mereka angkuh dan mereka memang kaum yang sombong.

Itulah Harun dan Musa, yang diperintahkan TUHAN, 'Bawalah orang Israel keluar dari tanah Mesir menurut pasukan mereka.' Merekalah yang berbicara kepada Firaun, raja Mesir, supaya mereka membawa orang Israel keluar dari Mesir. Itulah Musa dan Harun.
Keluaran 6: 26–27

Nama Harun disebutkan dalam Al-Qur'an (kitab suci Islam) sebanyak dua puluh kali[a] dan kisahnya selalu disebutkan bersama Musa. Dalam Tanakh (kitab suci umat Yahudi) dan Alkitab (kitab suci umat Kristen), riwayat kehidupan Harun terutama dicatat bersama Musa dalam Kitab Keluaran (Syemot), Imamat (Wayiqra), Bilangan (Bemidbar), dan Ulangan (Devarim).

Keluarga dan silsilah

sunting

Harun adalah seorang Bani Israil, yakni mereka yang merupakan keturunan Ya'qub (yang memiliki nama lain "Israel"[1]). Disebutkan bahwa Ya'qub awalnya tinggal di Palestina (tanah Kanaan). Putra kesebelas Ya'qub, Yusuf, yang telah menjadi orang kepercayaan raja kemudian mengundang Ya'qub dan keluarganya yang ada di Palestina untuk tinggal di Mesir lantaran paceklik hebat. Mereka kemudian beranak-pinak di sana.[2][3][4]

Alkitab menyebutkan bahwa ayah Harun bernama Amram (Imran dalam sumber Islam), salah seorang keturunan Lewi, putra ketiga Yakub. Ibu Harun adalah Yokhebed, keturunan Lewi yang juga merupakan saudari dari ayah Amram.[5] Silsilahnya adalah Harun bin Amram (Imran) bin Kehat (Qahits) bin Lewi bin Ya'qub.[6]

Latar belakang

sunting

Alkitab menyebutkan bahwa setelah Yusuf dan orang-orang seangkatannya meninggal, naiklah penguasa Mesir yang tidak mengenalnya. Raja ini khawatir lantaran jumlah Bani Israil dirasa lebih banyak dari kaumnya dan ditakutkan mereka akan berkhianat lalu bergabung dengan musuh jika terjadi perang, sehingga ia memerintahkan agar mereka dipaksa melakukan pekerjaan keras. Dia juga memerintahkan para bidan yang membantu persalinan para perempuan Bani Israil, namanya Sifra dan Pua, untuk membunuh tiap bayi laki-laki yang lahir. Namun mereka tidak melakukannya karena takut akan Allah. Saat ditanya alasannya, mereka berdalih bahwa para perempuan Bani Israil kuat sehingga dapat melahirkan sendiri sebelum para bidan tiba.[7]

Al-Qur'an tidak menyebutkan motif Fir'aun menindas Bani Israil. Para ulama memberikan keterangan bahwa Fir'aun melakukan hal tersebut lantaran yakin bahwa akan ada Bani Israil yang akan menghancurkan kekuasaannya. Sebagian menyebutkan bahwa keyakinan itu didapat lantaran Fir'aun bermimpi melihat api dari Baitul Maqdis (Palestina) datang dan menghancurkan rumah-rumah bangsa Qibti, tapi tidak dengan rumah Bani Israil. Sebagian berpendapat bahwa hal ini berkaitan dengan penguasa Mesir terdahulu yang terkena tulah lantaran hendak menodai Sarah, istri Ibrahim. Dari peristiwa tersebut kemudian diyakini bahwa akan ada keturunan Sarah yang akan menghancurkan kekuasaan Fir'aun.[8] Sebagian ulama menyebutkan bahwa bangsa Qibti mengeluh pada Fir'aun lantaran jumlah Bani Israil menjadi terlalu sedikit untuk mengerjakan pekerjaan keras karena kebijakan pembunuhan bayi laki-laki tersebut, sehingga dikhawatirkan bangsa Qibti yang nantinya akan mengurus berbagai pekerjaan kasar itu. Fir'aun kemudian mengadakan kebijakan berselang-seling: satu tahun tidak dilangsungkan pembunuhan bayi dan tahun berikutnya dilakukan pembunuhan bayi. Harun lahir pada saat kebijakan pembunuhan bayi tidak dijalankan.[9]

Sebagian ulama menyebutkan bahwa pembunuhan bayi laki-laki tersebut dilakukan setelah Musa dan Harun diutus menyeru Fir'aun. Sebagian menyebutkan bahwa hal itu dilakukan sejak sebelum Musa lahir dan tetap dilaksanakan setelah Musa diutus pada Fir'aun.[10]

Utusan Allah

sunting

Allah berfirman pada Musa saat dia berada di gunung. Al-Qur'an dan Alkitab memiliki narasi serupa terkait percakapan antara Allah dan Musa, yakni bahwa Allah memerintahkan Musa menanggalkan alas kakinya karena tempat itu adalah tempat suci, kemudian memerintahkan agar Musa menyeru kepada Fir'aun dan membiarkan Bani Israil keluar dari Mesir. Allah memberikan Musa mukjizat, yakni tongkatnya dapat berubah menjadi ular dan tangannya dapat berubah menjadi putih. Namun Musa masih merasa takut, dan kakak Musa, Harun, juga diutus Allah untuk mendampingi Musa karena kefasihannya dalam berbicara.[11][12][13][14][15]

Alkitab menyebutkan bahwa Allah berfirman pada Harun agar dia menemui Musa di padang gurun, dan keduanya bertemu di gunung Horeb. Setelahnya, mereka berdua menemui para tetua Bani Israil sembari menunjukkan mukjizat. Mengetahui bahwa itu adalah pertanda Allah mendengar doa mereka yang meminta dibebaskan dari penindasan bangsa Mesir, Bani Israil kemudian berlutut dan sujud menyembah.[16][17]

Seruan

sunting

Dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa Musa dan Harun menghadap Fir'aun, menyatakan diri sebagai utusan Allah, dan meminta agar Fir'aun membebaskan Bani Israil. Terjadi dialog di antara mereka mengenai Allah. Fir'aun mengungkit masa lalu Musa yang dibesarkan di istana dan kesalahan Musa dulu, yakni membunuh seorang bangsa Mesir. Fir'aun menganggap Musa dan Harun sebagai orang yang gila dan menyatakan bahwa siapa yang menyembah selain padanya akan dipenjara. Selanjutnya, Musa menunjukkan mukjizatnya, yakni tongkat yang menjadi ular dan tangannya yang menjadi putih. Fir'aun dan pengikutnya menertawakannya dan menganggap bahwa hal itu hanyalah sihir belaka. Fir'aun menolak beriman pada Musa dan Harun yang dianggap berusaha memalingkannya dari kepercayaan leluhur, juga menganggap mereka berusaha merebut kekuasaan di Mesir dan akan mengusir Fir'aun dan pengikutnya.[18][19][20][21][22][23]

Kedua belah pihak kemudian menyepakati perjanjian untuk mengadakan pertandingan terbuka di hari raya antara Musa dan Harun dengan ahli-ahli sihir Mesir. Kepada para ahli sihir Mesir, Fir'aun menjanjikan kedudukan yang dekat dengannya bila mereka memenangkan pertandingan. Para penyihir itu kemudian melemparkan tali-temali dan tongkat-tongkat mereka dan menyihirnya menjadi ular. Musa sempat gentar, tetapi Allah menguatkannya. Musa kemudian melemparkan tongkatnya dan berubah menjadi ular. Ular Musa memakan ular-ular para penyihir itu. Para penyihir tersebut kemudian bersujud dan menyatakan keimanan mereka kepada Tuhannya Harun dan Musa. Fir'aun mengancam akan menyiksa para penyihir itu, tetapi mereka tetap teguh mengimani Musa.[24][25][26][27][28]

Alkitab menyebutkan bahwa Musa dan Harun menghadap Fir'aun dan memintanya agar membiarkan orang Israel bersama mereka untuk pergi ke padang gurun sejauh perjalanan tiga hari untuk mempersembahkan korban kepada Allah. Namun Fir'aun menolak permintaan mereka dan berkata bahwa dia tidak mengenal Tuhan yang dimaksud Musa dan Harun. Tidak hanya melarang mereka keluar, Fir'aun bahkan menitahkan untuk memperberat pekerjaan orang Israel. Bani Israil diperintahkan mencari jerami sendiri, sebelumnya mereka menerima pasokan, tetapi tetap harus menyelesaikan jumlah batu bata sesuai target seperti sebelumnya. Lantaran hal ini, mandor-mandor Bani Israil menyalahkan Musa dan Harun.[29] Alkitab juga menyebutkan bahwa ketika Musa dan Harun menghadap Fir'aun lagi, Harun melemparkan tongkatnya dan berubah menjadi ular. Fir'aun kemudian memanggil ahli-ahli sihir. Mereka melemparkan tongkatnya dan berubah menjadi ular, tetapi tongkat Harun menelan tongkat-tongkat para ahli sihir itu. Meski demikian, Fir'aun tetap berkeras hati. Disebutkan bahwa Musa saat itu berusia 80 tahun dan Harun berusia 83 tahun.[30]

Al-Qur'an menyebutkan tanggapan Bani Israil terhadap Musa dan seruannya. Disebutkan bahwa keturunan kaum Musa beriman, juga takut bahwa Fir'aun dan pemuka kaumnya akan menyiksa mereka.[31] Sebagian mengeluh dan menyebutkan bahwa mereka ditindas baik sebelum maupun sesudah Musa datang.[32] Sebagian menyatakan bahwa mereka bertawakal pada Allah dan berdoa untuk diselamatkan dari orang-orang kafir.[33]

Fir'aun sendiri tetap tidak beriman pada seruan Musa dan Harun. Disebutkan dalam Al-Qur'an bahwa Fir'aun menyatakan bahwa kerajaan Mesir adalah miliknya dan sungai-sungai mengalir di bawahnya. Dia juga mengejek Musa yang tidak ahli dalam berbicara, juga karena Musa tidak memakai gelang dari emas atau tidak diiringi para malaikat. Perkataan Fir'aun tersebut berhasil mempengaruhi para pengikutnya.[34] Lebih jauh, Fir'aun menyatakan tidak ada tuhan bagi kaumnya selain dirinya sendiri dan memerintahkan tangan kanannya, Haman, untuk mendirikan bangunan tinggi agar dapat melihat Tuhannya Musa.[35][36] Disebutkan pula bahwa ada ada seorang dari keluarga Fir'aun yang beriman pada Musa dan menyeru bangsa Mesir agar turut beriman.[37]

Azab dan bencana

sunting

Al-Qur'an menyebutkan bahwa Mesir ditimpa kemarau bertahun-tahun sebagai salah satu peringatan Allah, tetapi Fir'aun dan para pengikutnya menyalahkan Musa dan pengikutnya sebagai sebab kesialan yang mereka terima. Jika mereka mendapat kemakmuran, para penentang Musa menyebutkan bahwa itu karena usaha mereka. Mereka juga menegaskan bahwa bukti apa saja yang dibawa Musa dan Harun untuk menyihir mereka, mereka tetap tidak akan beriman. Negeri Mesir kemudian dilanda topan, serangan belalang, wabah kutu, menyebarnya katak-katak di sepenjuru negeri, dan air minum bangsa Mesir berubah menjadi darah. Fir'aun dan pengikutnya memohon pada Musa agar dia dapat mendoakan mereka agar terbebas dari segala bencana tersebut dengan janji akan membiarkan Bani Israil pergi bersamanya. Namun setelah azab tersebut hilang, mereka mengingkari janjinya.[38]

Dalam Alkitab disebutkan bahwa Allah menimpakan sepuluh tulah atau azab kepada bangsa Mesir. Tulah pertama, darah. Harun memegang tongkat dan mengulurkan tangannya ke atas sungai, selokan, kolam, dan semua sumber air Mesir, dan semua air tersebut berubah menjadi darah. Namun ahli-ahli sihir Fir'aun juga dapat membuat hal yang sama sehingga Fir'aun tetap menolak permintaan Musa.[39] Tulah kedua, katak. Harun mengulurkan tangannya dengan tongkat ke perairan Mesir dan keluarlah katak-katak dalam jumlah besar dan memenuhi Mesir. Fir'aun kemudian meminta Musa dan Harun berdoa pada Tuhan untuk menghilangkan katak-katak tersebut dengan janji akan membiarkan Bani Israil pergi. Namun Fir'aun mengingkari janjinya setelah katak-katak tersebut hilang.[40] Tulah ketiga, nyamuk. Harun memukulkan tongkatnya pada debu tanah dan muncullah nyamuk yang menghinggapi manusia dan binatang.[41] Tulah keempat, lalat. Lalat pikat mengerubuti negeri Mesir, termasuk istana Fir'aun dan pegawai-pegawainya, tapi tidak dengan kediaman Bani Israil. Fir'aun meminta Musa dan Harun berdoa pada Tuhan untuk menghilangkan katak-katak tersebut dengan janji akan membiarkan Bani Israil pergi, tetapi kemudian Fir'aun mengingkari janjinya lagi.[42]

Tulah kelima, sampar. Hewan-hewan ternak bangsa Mesir mati terkena penyakit sampar, tapi tidak dengan milik Bani Israil.[43] Tulah keenam, barah atau bisul. Musa menggambil segenggam abu dari tempat pembakaran dan menghamburkannya di udara. Abu itu menjadikan manusia dan hewan terkena bisul bernanah, termasuk ahli sihir Fir'aun.[44] Tulah ketujuh, hujan es. Musa mengangkat tongkatnya ke langit, kemudian turunlah hujan es dahsyat disertai petir yang sambar-menyambar. Seluruh negeri Mesir dilanda hujan es, kecuali daerah pemukiman Bani Israil. Fir'aun meminta Musa dan Harun berdoa pada Tuhan untuk menghilangkan tulah tersebut dengan janji akan membiarkan Bani Israil pergi, tetapi kemudian Fir'aun mengingkari janjinya lagi.[45] Tulah kedelapan, belalang. Musa mengacungkan tongkatnya ke langit dan bertiuplah angin timur membawa belalang yang sangat banyak jumlahnya dan memenuhi Mesir. Fir'aun kembali memohon untuk menghilangkan bencana yang muncul, tapi kembali mengingkari janjinya setelah tulah tersebut hilang.[46] Tulah kesembilan, kegelapan. Mesir dilanda kegelapan selama tiga hari, tapi tidak dengan pemukiman Bani Israil.[47]

Tulah kesepuluh, kematian anak sulung. Berbeda dengan tulah sebelumnya yang hanya menimpa bangsa Mesir dan tidak mengenai Bani Israil tanpa melakukan upaya perlindungan khusus, tulah terakhir ini merata dan dapat mengenai siapa saja. Sebelum tulah turun, Allah memerintahkan Musa agar Bani Israil meminta perhiasan emas dan perak dari tetangga-tetangga mereka bangsa Mesir. Bangsa Mesir kemudian memberikannya. Bani Israil diperintahkan Allah untuk menyembelih, memanggang, dan memakan seekor domba atau kambing jantan, serta darah hewan tersebut ditorehkan pada kedua tiang pintu dan pada ambang atas pintu pada tiap-tiap rumah keluarga Bani Israil yang memakannya. Malamnya, matilah semua anak sulung bangsa Mesir, mulai anak raja sampai anak tahanan. Semua ternak yang pertama lahir juga mati. Malam itu juga, Fir'aun memanggil Musa dan Harun dan menyuruh mereka pergi dari Mesir bersama Bani Israil.[48]

Keluar dari Mesir

sunting

Al-Qur'an menyebutkan bahwa rombongan Bani Israil dipimpin Musa dan Harun keluar pada malam hari. Fir'aun kemudian mengirim utusan ke kota-kota guna menghimpun pasukan untuk mengejar Bani Israil dan mereka berhasil menyusul saat matahari terbit. Maka saat kedua kelompok tersebut dapat saling melihat, sebagian Bani Israil ketakutan, "Kita benar-benar akan tersusul." Allah mewahyukan agar Musa memukulkan tongkatnya ke laut dan laut terbelah. Setiap bagian laut tersebut seperti gunung dan Bani Israil melewati jalan kering di antara laut yang terbelah tersebut. Fir'aun dan pasukannya mengejar Bani Israil, tetapi sebelum sampai di tepi, laut tersebut menutup kembali sehingga Fir'aun dan pasukannya tenggelam. Di saat-saat terakhir, Fir'aun berkata, "Aku percaya bahwa tidak ada tuhan melainkan Tuhan Yang dipercayai Bani Israil dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri." Meski demikian, Allah tidak menerima pertobatan Fir'aun. Meski demikian, jasad Fir'aun terjaga untuk menjadi pelajaran bagi generasi setelahnya.[49][50][51][52][53]

Para ulama memberikan beberapa keterangan tambahan yang tidak terdapat dalam Al-Qur'an. Saat laut terbelah, Fir'aun justru menyombongkan diri dan menyatakan bahwa laut itu terbelah demi dirinya agar bisa mengejar Bani Israil. Sebenarnya pasukan Fir'aun dan kuda-kuda mereka ragu untuk maju, tetapi Jibril kemudian muncul dalam wujud seorang pemuda yang menunggang kuda betina sehingga kuda-kuda jantan Fir'aun dan pasukannya mengejarnya. Saat Fir'aun bertobat, Jibril mengambil pasir lautan dengan sayapnya, kemudian memukulkan pada wajah Fir'aun dan menguburnya.[54]

Dalam Alkitab, Allah memerintahkan Musa mengambil jalan memutar dan berkemah di tepi laut agar Fir'aun menyangka rombongan Bani Israil tersesat. Saat terlihat Fir'aun dan pasukannya menyusul, Bani Israil menjadi sangat ketakutan dan menyalahkan Musa. Namun Allah memerintahkan malaikat yang berjalan di depan Bani Israil untuk berpindah ke belakang mereka sehingga menimbulkan kegelapan di antara tentara Mesir dan orang Israel sepanjang malam dan pasukan Fir'aun tidak dapat mendekati Bani Israil malam itu.[55] Kemudian Musa diperintahkan untuk mengulurkan tangannya ke atas laut dan angin dari timur bertiup semalaman sehingga membelah air laut dan menciptakan jalan kering di tengahnya. Bani Israil menyeberang laut lewat jalur kering tersebut, sementara air laut membentuk tembok di kiri dan di kanan mereka. Pasukan Fir'aun menyusul dan saat sampai di tengah laut, roda kereta kuda mereka menjadi miring sehingga sulit untuk maju. Musa kemudian mengulurkan kembali tangannya ke laut dan laut tersebut kembali menyatu, menenggelamkan Fir'aun dan pasukannya, dan mayat-mayat mereka terdampar di pantai.[56] Setelahnya, rombongan Bani Israil menyanyikan lagu syukur kepada Allah dipimpin oleh Musa dan Miryam.[57]

Diterangkan dalam Alkitab bahwa saat berada di Rafidim, bangsa Amalek menyerang Bani Israil. Musa kemudian memerintahkan Yosua (Yusya' dalam Islam) bin Nun untuk memilih beberapa orang dan bertarung melawan Amalek. Bersama Harun dan Hur, Musa naik ke atas bukit. Saat Musa mengangkat tangannya, Bani Israil menang, tetapi saat menurunkan tangan, Amalek yang menang. Saat Musa kelelahan, Harun dan Hur mengambil batu untuk Musa duduk dan mereka berdua menopang tangan Musa sampai matahari terbenam. Pasukan Yosua akhirnya berhasil mengalahkan Amalek.[58]

Gunung Sinai

sunting

Al-Qur'an dan Alkitab menjelaskan bahwa Allah kemudian memerintahkan Musa untuk naik ke atas gunung selama empat puluh hari empat puluh malam. Selama Musa pergi, Harun dipasrahi untuk mengurus Bani Israil. Di atas gunung itu, Allah menuliskan hukum-hukum-Nya pada dua luh atau keping batu.[59][60] Alkitab menyebutkan bahwa saat di gunung, Allah memberikan berbagai hukum dan perintah, di antaranya adalah menetapkan Harun dan keturunannya menjadi imam (pendeta) (כֹּהֵן, kohen).[61]

Patung sapi

sunting

Kepergian Musa menjadikan Bani Israil cemas dan tidak sabar. Perhiasan-perhiasan emas yang dibawa Bani Israil kemudian dilemparkan ke api dan dibuatlah patung sapi emas dan dinyatakan bahwa patung tersebut adalah tuhan. Banyak Bani Israil kemudian menyembahnya. Saat turun dari gunung, Musa sangat marah dengan perbuatan Bani Israil sampai melemparkan luh atau kepingan batu yang berisikan firman Allah dan kemudian menghancurkan patung sapi tersebut. Musa juga memarahi Harun lantaran dianggap lalai menjaga Bani Israil.[62][63][64]

Terdapat perbedaan pendapat mengenai pihak yang bertanggung jawab atas peristiwa tersebut. Alkitab menyebutkan bahwa Harun sendirilah yang membuat patung tersebut.[65] Al-Qur'an menyebutkan bahwa seseorang yang disebut Samiri yang melakukannya,[66] sementara Harun sendiri sudah berusaha mencegah Bani Israil melakukan penyembahan sapi tersebut, tapi peringatan tersebut tidak diindahkan lantaran dia dipandang lemah dan diancam akan dibunuh.[67] Saat Musa menanyai alasan Samiri melakukan perbuatan tersebut, dijawab bahwa dirinya mengetahui hal yang tidak orang lain ketahui, jadi dia mengambil segenggam jejak rasul, kemudian melemparkannya ke dalam api tempat membakar perhiasan emas tersebut.[68]

Terkait perkataan Samiri mengenai "segenggam jejak rasul", sebagian ulama menafsirkan bahwa maksudnya adalah tanah bekas tapak kaki kuda Jibril saat menyeberangi laut. Saat tanah tersebut dimasukkan ke dalam tubuh patung, patung tersebut dapat bersuara seperti suara sapi. Ulama lain menjelaskan bahwa tanah itu membuat patung tersebut menjadi seperti sapi sungguhan yang memiliki daging dan darah, juga bersuara selayaknya sapi hidup.[69]

Disebutkan dalam riwayat lain bahwa Harun berpandangan bahwa perhiasan-perhiasan milik bangsa Mesir yang dibawa Bani Israil tidak halal bagi mereka, tapi mereka juga tidak akan mengembalikannya pada bangsa Mesir, sehingga Harun memerintahkan dibuat sebuah galian besar. Perhiasan-perhiasan tersebut akan dilemparkan ke sana dan dibakar. Semua melaksanakan perintah Harun, kecuali Samiri. Saat Harun memerintahkan Samiri ikut melemparkan barang yang dipegangnya, Samiri menjelaskan bahwa yang dia bawa adalah tanah bekas pijakan kaki kuda Jibril. Samiri menolak ikut melemparkannya kecuali Harun mau berdoa bahwa tanah tersebut akan berubah bentuk sesuai yang diinginkan Samiri. Harun setuju dan saat tanah tersebut ikut dilemparkan, Samiri menginginkan benda tersebut menjadi patung sapi. Saat orang-orang menanyakan kepada Samiri mengenai patung tersebut, dia menjelaskan bahwa patung tersebut adalah Tuhan dan Musa telah tersesat. Rombongan Bani Israil kemudian terpecah. Sebagian mempercayai Samiri dan menyembah patung tersebut, sementara sebagian lain mengikuti Harun dan menolak perbuatan tersebut.[70]

Al-Qur'an menyebutkan bahwa setelah kembali, Musa sangat marah melihat tindakan Bani Israil dan memarahi Harun sampai memegang kepala dan menarik janggutnya. Setelah mengetahui bahwa Samiri yang bertanggung jawab, Musa kemudian mengusir Samiri.[71]

Kejadian lain

sunting

Disebutkan dalam Alkitab bahwa Korah yang merupakan sepupu Harun dan Musa menentang penetapan Harun dan keturunannya sebagai imam. Korah dan pengikutnya berkumpul mengerumuni Musa dan Harun untuk menggugat kepemimpinan kedua orang tersebut. Musa menyatakan bahwa Korah dan para pengikutnya harus datang di depan Kemah Suci sambil membawa tempat-tempat api pada besok hari, mengisinya dengan bara api dan dupa, dan membawanya ke mezbah. Besoknya, cahaya muncul dan Tuhan berfirman pada Musa, memerintahkan agar Bani Israel menjauhi kemah-kemah Korah dan pengikutnya. Setelahnya, tanah terbelah, menelan Korah dan segala harta bendanya. Lalu Tuhan mendatangkan api dan menghanguskan 250 orang pengikut Korah.[72] Korah kerap dipersamakan dengan Qarun dalam Al-Qur'an.

Saat rombongan Bani Israil hampir tiba di Palestina, Musa memerintahkan Bani Israil berperang melawan penduduknya untuk menaklukkan negeri tersebut. Namun rombongan Bani Israil tersebut menolak. Maka Allah mengharamkan negeri itu pada Bani Israil selama empat puluh tahun dan selama itu, mereka akan berputar-putar kebingungan di muka bumi.[73] Alkitab menjelaskan bahwa semua yang berusia di atas dua puluh tahun, kecuali Yosua dan Kaleb, akan mati di gurun dan tidak akan bisa memasuki negeri yang dijanjikan tersebut, termasuk Harun dan Musa.[74]

Alkitab menjelaskan bahwa saat rombongan Musa tiba di Gunung Hor di perbatasan Edom, Allah memerintahkan Musa membawa Harun dan putranya, Eleazar, naik ke gunung. Mereka bertiga kemudian naik gunung tersebut dan disaksikan Bani Israil. Musa kemudian menanggalkan pakaian imam Harun dan mengenakannya pada Eleazar, setelahnya Harun meninggal. Bani Israil berkabung selama tiga puluh hari.[75]

Kedudukan

sunting

Yahudi

sunting

Harun merupakan salah satu nabi penting dalam Yahudi. Bersama Musa, dia berperan sebagai tokoh sentral dalam berhadapan dengan Fir'aun. Harun menunjukkan mukjizatnya berupa mengubah tongkat menjadi ular dan memakan ular-ular ahli sihir Fir'aun. Tiga tulah pertama (darah, katak, dan nyamuk) juga merupakan mukjizat Harun. Setelah keluar dari Mesir, peran Harun bergeser menjadi lebih kepada pembantu Musa.

Harun merupakan imam (pendeta) besar Yahudi pertama dan kedudukan ini diwariskan kepada keturunannya dari garis laki-laki.[61][76] Saat Korah, seorang suku Lewi, berusaha membelot atas ketetapan ini, dia ditenggelamkan ke bumi.[77] Para rabi secara khusus memuji persaudaraan antara Harun dan Musa. Ketika Musa diangkat menjadi pemimpin dan Harun sebagai imam besar, tidak ada rasa iri di antara mereka, bahkan mereka saling mendukung satu sama lain. Secara tradisi,[78] Harun disebut merupakan sosok imam yang ideal dan lebih dicintai Bani Israil daripada Musa.[79] Bila Musa dikenal sebagai sosok yang tegas dan tanpa kompromi, Harun dikenal akan kelembutan, kebaikannya, dan perannya sebagai juru damai, seperti mendamaikan perselisihan antara suami dengan istrinya atau seseorang dengan tetangganya.[80] Hal ini menjadikan kematian Harun lebih ditangisi daripada Musa. Disebutkan bahwa saat wafatnya, Harun ditangisi oleh Bani Israil, lelaki dan perempuan,[81] sementara Musa hanya ditangisi kaum lelaki.

Kristen

sunting

Dalam Gereja Ortodoks Timur dan Gereja Maronit Harun dihormati sebagai santo, dengan hari raya setiap 4 September, bersama Musa (penanggalan Yulian, sama dengan 17 September penanggalan Gregorian). Bersama orang-orang suci dari Perjanjian Lama, ia juga dikenang dalam Minggu Bapa Kudus (seminggu sebelum Natal). Harun juga dihormati sebagai salah satu Bapa Leluhur kudus dalam Kalender orang suci di Gereja Apostolik Armenia setiap 30 Juli. Dirayakan pada tanggal 1 Juli di penanggalan Latin modern maupun kalender Suriah.

Harun termasuk seorang nabi dan rasul.[82] Al-Qur'an menyebut Harun sebagai sosok yang Allah beri petunjuk,[83] membawa tanda-tanda kekuasaan Allah yang nyata,[84][85] dan dilimpahi nikmat dan kemenangan.[86] Berbeda dengan sumber Yahudi dan Kristen, Al-Qur'an menegaskan bahwa Harun tidak terlibat dengan peristiwa penyembahan patung sapi emas oleh Bani Israil. Harun memperingatkan kaumnya supaya tidak melakukan penyembahan tersebut, tetapi dia dipandang lemah dan diancam akan dibunuh.[67] Dalam peristiwa isra' mi'raj, Muhammad bertemu dengan Harun di langit kelima.[87][88]

Al-Qur'an juga menyebutkan bahwa Maryam ibunda 'Isa adalah saudari Harun. Terdapat perbedaan pendapat mengenai keterangan ini.[89] Sebagian ulama menyebutkan bahwa Harun yang dimaksud adalah Nabi Harun saudara Musa dan penyebutan "saudari" menunjukkan ikatan spiritualitas antara Maryam dan Harun, juga sebagai kejelasan bahwa Maryam adalah keturunan Harun. Pendapat lain menyebutkan bahwa Harun di sini mengacu kepada sosok lain yang hidup di zaman Maryam. Sebagian menyebutkan bahwa sosok Harun ini adalah seorang ahli ibadah sehingga dia dikaitkan dengan Maryam. Pendapat lain menyebutkan bahwa dia adalah orang yang jahat dan Maryam dikaitkan dengannya karena dianggap telah melahirkan anak hasil zina. Sebagian menyatakan bahwa Maryam memang memiliki saudara bernama Harun.[90]

 
Makam Harun pada Jabal Hārūn di Petra, Yordania

Dalam tradisi Islam, Harun dimakamkan di sebuah tempat bernama Gunung Harun (bahasa Arab: جَـبـل هَـارون, translit. Jabal Hārūn) yang berada di dekat Petra, Yordania.[91][92]

Lihat pula

sunting

Catatan

sunting
  1. ^ Dalam Al-Qur'an, nama Harun disebutkan dua puluh kali, yakni pada surah:
    1. Al-Baqarah (2): 248
    2. An-Nisa' (4): 163
    3. Al-An'am (6): 84
    4. Al-A'raf (7): 122, 142
    5. Yunus (10): 75
    6. Maryam (19): 28*, 53
    7. Thaha (20): 30, 70, 90, 92
    8. Al-Anbiya' (21): 48
    9. Al-Mu'minun (23): 45
    10. Al-Furqan (25): 35
    11. Asy-Syu'ara' (26): 13, 48
    12. Al-Qashash (28): 34
    13. Ash-Shaffat (37): 114, 120
    Catatan: *) Sebagian ulama menyebutkan bahwa Harun yang disebutkan dalam ayat tersebut bukanlah Nabi Harun saudara Musa, tetapi orang lain yang juga memiliki nama Harun

Rujukan

sunting
  1. ^ Kejadian 32:28
  2. ^ Yusuf (12): 93-100
  3. ^ Kejadian 46:1–34
  4. ^ Kisah Para Rasul 7:8–15
  5. ^ Keluaran 6:20
  6. ^ Keluaran 6:14–20
  7. ^ Keluaran 1:1–21; Kisah Para Rasul 7:18–19
  8. ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 428-429.
  9. ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 430-431.
  10. ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 478-479.
  11. ^ Thaha (20): 9-36
  12. ^ Al-Qashash (28): 29-35
  13. ^ Keluaran 3:1–22; Kisah Para Rasul 7:30–34
  14. ^ Keluaran 4: 1–17
  15. ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 447-455.
  16. ^ Keluaran 4:27–31
  17. ^ Kisah Para Rasul 7:35
  18. ^ Al-A'raf (7): 104-110
  19. ^ Yunus (10): 75-78
  20. ^ Thaha (20): 47-57
  21. ^ Asy-Syu'ara' (26): 16-34
  22. ^ Az-Zukhruf (43): 46-47
  23. ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 455-465.
  24. ^ Al-A'raf (7): 111-126
  25. ^ Yunus (10): 79-82
  26. ^ Thaha (20): 61-73
  27. ^ Asy-Syu'ara' (26): 35-51
  28. ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 465-477.
  29. ^ Keluaran 5:1–23
  30. ^ Keluaran 7:1–13
  31. ^ Yunus (10): 83
  32. ^ Al-A'raf (7): 129
  33. ^ Yunus (10): 84-86
  34. ^ Az-Zukhruf (43): 51-54
  35. ^ Al-Qashash (28): 38
  36. ^ Ghafir (40): 36-37
  37. ^ Ghafir (40): 28-44
  38. ^ Al-A'raf (7): 130-135
  39. ^ Keluaran 7: 14–25
  40. ^ Keluaran 8: 1–15
  41. ^ Keluaran 8: 16–19
  42. ^ Keluaran 8: 20–32
  43. ^ Keluaran 9: 1–7
  44. ^ Keluaran 9: 8–12
  45. ^ Keluaran 9: 13–34
  46. ^ Keluaran 10: 1–20
  47. ^ Keluaran 10: 21–29
  48. ^ Keluaran 12: 1–42
  49. ^ Al-A'raf (7): 136
  50. ^ Yunus (10): 90-92
  51. ^ Thaha (20): 77-79
  52. ^ Asy-Syu'ara' (26): 52-68
  53. ^ Al-Qashash (28): 40
  54. ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 507-512.
  55. ^ Keluaran 14:10–20
  56. ^ Keluaran 14:1–31; Kisah Para Rasul 7:36
  57. ^ Keluaran 15:1–21–31
  58. ^ Keluaran 17: 8–16
  59. ^ Al-A'raf (7): 142-147
  60. ^ Keluaran 24:12–18
  61. ^ a b Keluaran 29:1–37
  62. ^ Al-A'raf (7): 148-154
  63. ^ Thaha (20): 83-98
  64. ^ Keluaran 32:1–25
  65. ^ Keluaran 32:4
  66. ^ Thaha (20): 85
  67. ^ a b Al-A'raf (7): 150
  68. ^ Thaha (20): 96
  69. ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 542.
  70. ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 586-587.
  71. ^ Thaha (20): 94-97
  72. ^ Bilangan 16:1–35
  73. ^ Al-Ma'idah (5): 21-26
  74. ^ Bilangan 14:1–45
  75. ^ Bilangan 20:22–29
  76. ^ Keluaran 28:1
  77. ^ Bilangan 16:25–35
  78. ^ Avot of Rabbi Natan 12, Sanhedrin 6b, dll
  79. ^ McCurdy 1906, hlm. 3
  80. ^ Kohler 1906, hlm. 3–4
  81. ^ Bilangan 20: 29
  82. ^ Maryam (19): 53
  83. ^ Al-An'am (6): 84
  84. ^ Yunus (10): 75
  85. ^ Al-Mu'minun (23): 45-46
  86. ^ Asy-Syu'ara' (26): 114-116
  87. ^ Shahih Muslim (1:309)
  88. ^ Shahih Muslim (1:314)
  89. ^ Maryam (19): 28
  90. ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 809-810.
  91. ^ Anon 2013
  92. ^ Wheeler 2013

Daftar pustaka

sunting

Pranala luar

sunting