Tenggelamnya RMS Titanic
Tenggelamnya RMS Titanic terjadi pada dini hari tanggal 15 April 1912 di Samudra Atlantik Utara, empat hari setelah pelayaran perdananya dari Southampton menuju New York City. Titanic merupakan kapal samudra terbesar yang beroperasi pada masa itu, yang mengangkut kurang lebih 2.224 penumpang ketika menabrak gunung es kira-kira pukul 23.40 (waktu kapal)[a] pada hari Minggu, 14 April 1912. Kapal tersebut tenggelam dua jam empat puluh menit kemudian pada pukul 02.20 waktu kapal (05:18 GMT) hari Senin, 15 April, mengakibatkan lebih dari 1.500 penumpang dan awak tewas, menjadikannya salah satu bencana maritim masa damai paling mematikan dalam sejarah.
Tanggal | 14–15 April 1912 |
---|---|
Waktu | 23.40–02.20 (02.38–05.18 GMT)[a] |
Durasi | 2 jam dan 40 menit |
Lokasi | Samudra Atlantik Utara, 370 mil (600 km) di tenggara Newfoundland |
Koordinat | 41°43′32″N 49°56′49″W / 41.72556°N 49.94694°W |
Jenis | Bencana maritim |
Penyebab | Menabrak gunung es pada 14 April |
Peserta/Pihak terlibat | Awak dan penumpang Titanic |
Hasil | Perombakan kebijakan maritim; SOLAS |
Tewas | 1.490–1.635 |
Titanic menerima enam peringatan bahaya es laut pada tanggal 14 April, tetapi sedang melaju dengan kecepatan 22 knot (41 km/h) ketika pengintai melihat keberadaan gunung es. Kapal tidak bisa berbelok dengan cukup cepat dan menabrak gunung es, yang melekukkan sisi kanan kapal dan melubangi enam dari enam belas kompartemennya. Titanic dirancang untuk tetap mengapung jika empat kompartemennya bocor, dan para awak segera menyadari bahwa kapal akan tenggelam. Mereka menggunakan suar mara bahaya dan pesan radio nirkabel untuk meminta bantuan selagi penumpang diungsikan ke sekoci.
Sesuai dengan praktik keselamatan pada masa itu, sistem sekoci Titanic dirancang untuk mengangkut penumpang ke kapal penyelamat terdekat, bukan untuk menampung seluruh penumpang secara bersamaan. Oleh sebab itu, dikarenakan kapal tenggelam dengan cepat dan datangnya bantuan masih beberapa jam lagi, tidak ada sarana penyelamatan yang aman bagi kebanyakan penumpang dan awak dengan jumlah sekoci yang tidak mencukupi. Persiapan dan pengelolaan evakuasi yang buruk menyebabkan banyak sekoci diluncurkan dalam keadaan setengah penuh.
Titanic tenggelam bersama lebih dari seribu penumpang dan awak di dalamnya. Hampir semua orang yang melompat atau jatuh ke laut tenggelam atau tewas dalam hitungan menit akibat serangan jantung dan syok karena kedinginan. RMS Carpathia tiba kira-kira satu setengah jam setelah Titanic tenggelam dan menyelamatkan 710 penumpang dan awak pada pukul 09.15 tanggal 15 April, kurang lebih sembilan setengah jam setelah kapal menabrak gunung es. Musibah tersebut mengejutkan dunia dan menimbulkan kemarahan besar karena kurangnya sekoci, pengaturan keselamatan yang teledor, dan perlakuan tidak setara terhadap penumpang kelas tiga saat proses evakuasi. Penyelidikan lanjutan terhadap musibah ini menganjurkan perubahan besar pada peraturan maritim, yang berujung ditetapkannya Konvensi Internasional untuk Keselamatan Penumpang di Laut (SOLAS) pada tahun 1914, yang masih mengatur mengenai keselamatan maritim sampai saat ini.
Latar belakang
Ketika mulai beroperasi pada tanggal 2 April 1912, Titanic merupakan kapal kedua dari tiga[b] kapal samudra kelas Olympic, dan menjadi kapal termegah di dunia pada masa itu. Volume Titanic dan RMS Olympic satu setengah tonase bruto terdaftar lebih besar dari RMS Lusitania dan RMS Mauretania, kapal samudra milik Cunard Line pemegang rekor sebelumnya, dan kira-kira 30 meter lebih panjang dari kedua kapal tersebut.[2] Titanic mampu mengangkut 3.547 penumpang dengan cepat dan nyaman,[3] serta dibangun dalam skala yang belum pernah diperhitungkan sebelumnya. Motor bakar torak yang dimiliki Titanic merupakan mesin kapal terbesar yang pernah diciptakan, berukuran sepanjang 40 kaki (12 m) dengan diameter tabung 9 kaki (2,7 m), yang membutuhkan pembakaran 600 ton panjang (610 t) batu bara per hari.[3]
Akomodasi penumpang, terkhusus bagian kelas satu, dikatakan "memiliki kelegaan dan kemegahan yang tidak tertandingi",[4] yang ditunjukkan melalui harga tiket yang ditawarkan oleh akomodasi kelas satu. Suite Parlour (suite termahal dan termewah di kapal tersebut) dilengkapi dengan geladak pejalan kaki pribadi bertarif lebih dari $4.350 (setara dengan $113.000 saat ini)[5] untuk satu kali perjalanan melintasi atlantik. Kelas tiga, kendati kurang mewah jika dibandingkan dengan kelas satu dan dua, masih teramat nyaman menurut standar kontemporer. Penumpang kelas tiga disuguhi makanan lezat dalam jumlah banyak dengan kondisi lebih baik daripada yang mereka alami di rumah sendiri.[4]
Pelayaran perdana Titanic dimulai tepat tengah hari pada tanggal 10 April 1912, tatkala kapal tersebut berangkat dari Southampton menuju New York.[6] Sebuah kecelakaan nyaris terjadi beberapa menit setelah kapal tersebut berlayar, saat Titanic melewati SS City of New York milik American Line dan Oceanic milik White Star Line yang tengah berlabuh. Benaman raksasa Titanic mengakibatkan kedua kapal kecil tersebut terangkat oleh sapuan air dan kemudian jatuh ke lembah gelombang. Kabel tambat New York tidak sanggup menahan tegangan mendadak dan putus, sehingga buritan kapal tersebut berayun ke arah Titanic lebih dulu. Kapal tunda di dekatnya, Vulcan, berupaya menghela New York dan kapten Titanic memerintahkan agar mesin Titanic "dimundurkan penuh".[7] Kedua kapal terhindar dari tabrakan dengan beda jarak sekitar 4 kaki (1,2 m). Insiden ini, serta perhentian berikutnya untuk menurunkan beberapa awak yang tersesat dengan kapal tunda, menunda keberangkatan Titanic selama tiga perempat jam, sementara New York yang hanyut berhasil dikendalikan.[8]
Beberapa jam kemudian, Titanic singgah di Pelabuhan Cherbourg di Prancis barat laut setelah menempuh perjalanan sejauh 80 mil laut (148 km; 92 mi). Di pelabuhan ini, Titanic menaikkan sejumlah penumpang.[9] Persinggahan berikutnya adalah Queenstown (sekarang Cobh) di Irlandia, tiba kira-kira tengah hari tanggal 11 April.[10] Titanic kemudian berangkat pada sore hari setelah menaikkan lebih banyak penumpang dan barang.[11]
Pada saat Titanic berlayar ke arah barat menyusuri Atlantik, kapal ini mengangkut 892 awak dan 1.320 penumpang. Jumlah tersebut hanya setengah dari kapasitas penumpang penuhnya sebanyak 2.435 orang.[12] Hal demikian dikarenakan saat itu sedang musim sepi dan jadwal pelayaran dari Britania Raya terganggu oleh aksi pemogokan penambang batu bara.[13] Penumpang Titanic berasal dari beragam masyarakat era Edward, mulai dari kalangan miliarder seperti John Jacob Astor dan Benjamin Guggenheim,[14] hingga para emigran miskin dari negara Armenia, Irlandia, Italia, Swedia, Suriah, dan Rusia, yang mencari penghidupan baru di Amerika Serikat.[15]
Titanic dinakhodai oleh Kapten Edward Smith yang berusia 62 tahun, kapten paling senior di White Star Line. Smith memiliki pengalaman berlayar selama empat dekade dan menjabat sebagai kapten RMS Olympic sebelum dipindahkan ke Titanic.[16] Sebagian besar awak yang bertugas bukanlah pelaut terlatih, melainkan teknisi, pemadam kebakaran atau juru api yang bertugas memelihara mesin, serta awak kabin dan staf dapur yang bertugas melayani penumpang. Terdapat enam petugas pengintai dan 39 kelasi terampil, atau hanya lima persen dari keseluruhan awak kapal.[12] Sebagian besar awak direkrut di Southampton, sehingga tidak punya cukup waktu untuk membiasakan diri dengan kapal.[17]
Kebakaran telah terjadi di salah satu tempat penyimpanan batu bara Titanic kira-kira 10 hari sebelum kapal berangkat. Api terus menyala selama beberapa hari ketika kapal berlayar, dan akhirnya padam pada tanggal 14 April.[18][19] Kondisi cuaca membaik secara signifikan sepanjang hari. Angin kencang dan laut bergejolak pada pagi hari berubah menjadi cerah dan tenang pada malam hari karena rute kapal melewati wilayah bertekanan tinggi Arktik.[20] Kondisi es saat itu dipengaruhi oleh musim dingin ringan yang mengakibatkan sekumpulan besar gunung es bergeser ke arah barat lepas pantai Greenland.[21]
14 April 1912
Peringatan gunung es
Pada tanggal 14 April 1912, operator radio Titanic menerima enam pesan dari kapal lain yang memperingatkan mengenai bahaya es hanyut. Keberadaan es ini mulai terlihat oleh para penumpang Titanic pada sore hari. Kondisi es terburuk di Atlantik Utara dalam 50 tahun terakhir umumnya terjadi pada bulan April. Pesan-pesan tersebut tidak kesemuanya diteruskan oleh operator radio kepada kapten kapal. Ketika itu, markonis di kapal samudra merupakan karyawan Marconi's Wireless Telegraph Company dan bukan awak tetap kapal. Tanggung jawab utama mereka adalah mengirimkan pesan kepada para penumpang, dan laporan cuaca dikesampingkan sebagai tanggung jawab tambahan.[22]
Peringatan pertama diterima pada pukul 09.00 dari RMS Caronia, melaporkan keberadaan "gunung, bongkahan[c] dan ladang es".[23] Kapten Smith mengakui telah menerima pesan tersebut. Pada pukul 13.42, RMS Baltik meneruskan pesan dari kapal Yunani Athenia bahwa kapal tersebut telah "melewati gunung es dan ladang es berukuran besar".[23] Pesan tersebut juga diterima oleh Smith, yang lantas meneruskan laporan tersebut kepada J. Bruce Ismay, pimpinan White Star Line yang berada di Titanic dalam pelayaran perdananya.[23] Smith memerintahkan agar kapal menempuh rute baru yang lebih jauh ke selatan.[24]
Pada pukul 13.45, kapal Jerman SS Amerika yang berlayar tidak jauh di selatan melaporkan telah "melewati dua gunung es besar".[25] Pesan tersebut tidak pernah sampai kepada Kapten Smith atau kelasi lainnya di anjungan Titanic. Tidak diketahui alasannya, bisa jadi terlupakan karena operator radio sibuk memperbaiki peralatan yang rusak.[25]
SS Californian melaporkan adanya "tiga gunung es besar" pada pukul 19.30, dan kapal uap Mesaba melaporkan telah "melihat banyak bongkahan es yang berat dan sekumpulan gunung es besar. Juga ladang es" pada pukul 21.40.[26] Pesan tersebut juga tidak pernah keluar dari ruang radio Titanic. Operator radio Titanic, Jack Phillips, diduga gagal memahami betapa pentingnya pesan tersebut karena ia sibuk mengirimkan pesan untuk para penumpang melalui stasiun relai di Cape Race, Newfoundland. Perangkat radio mengalami kerusakan sehari sebelumnya, mengakibatkan menumpuknya pesan yang berupaya dikosongkan oleh operator radio.[25] Peringatan terakhir diterima pada pukul 22.30 dari operator Californian bernama Cyril Evans, yang berhenti tidak jauh dari ladang es pada malam itu, tetapi Phillips memotong pesannya dan menjawab: "Diam! Diam! Saya sedang berkomunikasi dengan Cape Race."[26]
Meskipun para awak menyadari bahaya es di sekitar Titanic, mereka tidak mengurangi kecepatan kapal, melainkan terus melaju dengan kecepatan 22 knot (41 km/h; 25 mph), hanya kurang 2 knot (3,7 km/h; 2,3 mph) dari kecepatan maksimumnya.[25][d] Kecepatan tinggi yang ditempuh Titanic di lokasi es dilaporkan berada kelak dikritik sebagai tindakan sembrono, kendati hal tersebut merupakan praktik maritim standar pada saat itu. Menurut Opsir Kelima Harold Lowe, sudah menjadi kebiasaan untuk "terus melaju dan bergantung pada pengintaian di menara intai dan penglihatan di anjungan untuk menghindari es tepat waktu agar tidak menabraknya".[28]
Kapal samudra Atlantik Utara mengutamakan ketepatan waktu, berpegang teguh pada jadwal demi menjamin kedatangan kapal tepat waktu sesuai dengan yang diiklankan. Kapal-kapal tersebut sering kali dipacu dengan kecepatan penuh, menganggap peringatan bahaya hanyalah anjuran, bukannya panggilan untuk bertindak. Secara umum dipercayai bahwa es hanya menimbulkan risiko kecil. Peringatan jarak dekat sangatlah jarang, dan tabrakan langsung tidak dianggap sebagai mara bahaya. Pada tahun 1907, kapal Jerman SS Kronprinz Wilhelm menabrak gunung es dan mengalami patah haluan, tetapi masih sanggup menyelesaikan pelayarannya. Pada tahun yang sama, calon nakhoda Titanic, Edward Smith, menyatakan dalam sebuah wawancara bahwa ia tidak bisa "membayangkan kondisi apa pun yang akan mengakibatkan kapal tenggelam. Pembuatan kapal modern sudah mengatasi segalanya."[29]
"Gunung es, tepat di depan!"
Menjelang tabrakan
Menjelang Titanic menabrak gunung es, sebagian besar penumpang sudah terlelap, dan komando anjungan telah beralih dari Opsir Kedua Charles Lightoller ke Opsir Pertama William Murdoch. Petugas pengintai Frederick Fleet dan Reginald Lee berada di menara intai setinggi 29 meter (95 ft) dari geladak atas. Suhu udara turun nyaris mendekati titik beku, dan lautan teramat tenang. Kolonel Archibald Gracie, salah seorang penyintas musibah ini, kelak mengungkapkan bahwa "laut seperti kaca, begitu halus sehingga bintang-bintang terpantul dengan jelas."[30] Kemudian diketahui bahwa kondisi air laut yang tenang sebagaimana saat itu adalah pertanda adanya hanyutan es di sekitarnya.[31]
Meskipun udara cerah, tidak ada penampakan bulan. Dengan kondisi laut yang begitu tenang, sulit untuk mengamati posisi gunung es terdekat; seandainya laut lebih bergelora, niscaya ombak yang menghantam gunung es akan membuat keberadaannya lebih terlihat.[32] Akibat ketergesaan di Southampton, pengintai tidak memiliki teropong, meskipun teropong juga tidak begitu berguna dalam kegelapan total, yang hanya disinari cahaya bintang dan lampu kapal.[33] Petugas pengintai tetap mewaspadai bahaya es, karena Lightoller telah memerintahkan mereka dan awak lainnya agar "terus mengawasi es, terutama es kecil dan bongkahan es".[34]
Pada pukul 23.30, Fleet dan Lee melihat sebersit kabut di cakrawala di hadapan mereka, tetapi tidak melakukan apa-apa. Beberapa pakar meyakini bahwa kabut tersebut sebenarnya adalah fatamorgana yang disebabkan oleh pertemuan antara air dingin dengan udara hangat selagi Titanic melewati Lorong Gunung Es, mirip dengan fatamorgana air di padang gurun. Fenomena tersebut menyebabkan cakrawala terlihat cembung, sehingga pengintai tidak bisa melihat apa pun di kejauhan.[35][36]
Tabrakan
Sembilan menit kemudian, Fleet melihat gunung es di jalur Titanic pada pukul 23.39. Ia membunyikan bel di menara intai tiga kali dan menelepon anjungan untuk memberi tahu Opsir Keenam James Moody. Fleet bertanya, "Apakah ada orang di sana?" Moody menjawab, "Ya, apa yang kau lihat?" Fleet menjawab, "Gunung es, tepat di depan!".[37] Setelah berterima kasih kepada Fleet, Moody meneruskan pesan tersebut kepada Murdoch, yang memerintahkan Intendans Robert Hichens untuk mengubah arah kapal.[38] Murdoch diyakini memberikan perintah agar kapal "berbelok patah ke kanan", yang mengakibatkan kemudi kapal diputar penuh ke sisi kanan dalam upaya membelokkan kapal ke sisi kiri.[33] Pembalikan arah ini, jika dibandingkan dengan praktik pada kapal laut modern, biasa terjadi pada kapal laut Britania pada masa itu. Murdoch juga membunyikan sinyal "mesin mundur penuh" pada telegraf kapal.[24]
Menurut keterangan Opsir Keempat Joseph Boxhall, Murdoch memberi tahu Kapten Smith bahwa ia berupaya "berbelok tajam ke kiri [gunung es]", membuktikan ia mencoba melakukan manuver "berbelok ke kiri" dengan mengayunkan haluan di sekitar gunung es, kemudian mengayunkan buritan agar kedua ujung kapal tidak menabrak gunung es. Perintah ini dilakukan terlambat, cara kerja kemudi bertenaga uap memerlukan waktu hingga 30 detik untuk memutar kemudi kapal,[24] dan tugas rumit untuk menyetel mesin ke posisi mundur juga tidak bisa langsung dilakukan.[39] Turbin tengah dan baling-baling tidak bisa diputar ke arah berlawanan, sehingga keduanya berhenti ketika kapal dimundurkan. Hal ini mengurangi keefektifan kemudi, dengan demikian memperlambat pula kemampuan berbelok kapal. Seandainya Murdoch membelokkan kapal sembari mempertahankan kecepatan majunya, Titanic mungkin bisa menghindari gunung es dengan jarak beberapa meter.[40] Terdapat bukti bahwa Murdoch hanya memberi isyarat agar kapal berhenti, bukannya dimundurkan. Kepala Juru Api Frederick Barrett bersaksi bahwa lampu berhenti sempat menyala, tetapi perintah tersebut belum terlaksana menjelang tabrakan.[41]
Haluan Titanic berhasil berbelok tepat pada waktunya untuk menghindari tabrakan langsung, tetapi perubahan arah mendadak menyebabkan kapal menabrak gunung es dengan hantaman sekilas. Kendati demikian, sebuah taji es di bawah air menggarit sisi kanan kapal selama kira-kira tujuh detik, bongkahan es yang rontok dari bagian atas gunung es jatuh ke geladak depan.[42] Kira-kira lima menit setelah tabrakan, seluruh mesin Titanic dimatikan, dengan haluan menghadap ke utara dan kapal perlahan hanyut terbawa Arus Labrador ke selatan.[43]
Dampak tabrakan
Sekian lama, tabrakan dengan gunung es diduga sebagai penyebab munculnya robekan besar di lambung Titanic. Panjang robekan ini "kurang lebih 300 kaki (91 m), 10 kaki (3 m) di atas permukaan lunas", sebagaimana diutarakan oleh seorang penulis.[44] Di kala Britania Raya menyelidiki penyebab kecelakaan, Edward Wilding (kepala arsitek galangan Harland and Wolff) menghitung volume air yang membanjiri kompartemen empat puluh menit setelah tabrakan. Menurut perhitungannya, area lambung robek kira-kira sepanjang 12 square feet (1,1 m2)".[45] Wilding juga mengungkapkan, "Saya yakin robekan tersebut pasti terjadi di beberapa tempat, bukan robekan yang saling bersambungan", tetapi dengan memperhitungkan banjir di beberapa kompartemen, robekan lain pastilah meluas ke sekeliling lambung kapal.[45] Temuan lain membuktikan bahwa robekan meluas sepanjang 90 meter, dan kebanyakan pakar menyepakati pernyataan ini. Peninjauan ultrasonografi modern terhadap bangkai kapal menemukan bahwa kerusakan yang terjadi pada lambung kapal selaras dengan pernyataan Wilding, memiliki enam robekan sempit kira-kira sepanjang 12 hingga 13 square feet (1,1 hingga 1,2 m2). Menurut perhitungan Paul K. Matthias, kerusakan lambung kapal berupa "serangkaian deformasi di sisi kanan yang berawal dan berujung di sepanjang lambung ... kira-kira 10 kaki (3 m) dari dasar kapal".[46]
Ukuran robekan, yang terpanjang berukuran kira-kira 39 kaki (12 m), diperkirakan mengikuti garis pelat lambung. Hal ini menunjukkan bahwa paku keling besi di sepanjang lapisan pelat yang terlepas atau tercabut akibat tabrakan telah menciptakan celah sempit pada lambung tempat air masuk membanjiri kapal. Wilding mengutarakan teorinya ini dalam penyelidikan British Wreck Commissioner selepas musibah tersebut, tetapi pandangannya ini diabaikan.[46] Penemu bangkai Titanic, Robert Ballard, berpendapat bahwa dugaan kapal mengalami kerusakan parah hanyalah "produk mistik Titanic". Sebaliknya, tidak seorang pun percaya bahwa kapal raksasa tersebut tenggelam akibat robekan kecil di lambungnya.[47] Kebocoran di lambung kapal diduga menjadi faktor penyebabnya. Potongan pelat lambung Titanic yang kelak ditemukan tampaknya hancur akibat benturan dengan gunung es tanpa mengalami lekukan.[48]
Pelat di bagian tengah lambung Titanic (kira-kira 60 persen dari keseluruhan lambung) dipasang menyatu dengan menggunakan tiga baris paku keling baja ringan, tetapi pelat di haluan dan buritan disatukan dengan dua baris paku keling besi tempa yang diduga hampir mendekati batas tegangan menjelang kapal menabrak gunung es.[49][50] Paku keling besi memiliki inklusi terak yang tinggi, menjadikannya lebih rapuh daripada paku keling baja dan lebih rentan patah saat berada di bawah tekanan, terutama ketika cuaca sangat dingin.[51][52] Tom McCluskie, seorang pensiunan pengarsip Harland & Wolff, mengungkapkan bahwa RMS Olympic, kapal saudari Titanic, dipaku dengan menggunakan besi yang sama dan beroperasi tanpa insiden selama hampir 25 tahun, selamat dari beberapa tabrakan besar, termasuk ketika ditabrak oleh sebuah kapal penjelajah Britania.[53] Di kala Olympic menabrak dan menenggelamkan U-boot SM U-103 dengan haluannya, stemnya terpelintir dan pelat lambung di sisi kanan kapal tertekuk tanpa merusak kebersatuan lambung.[53][54]
Di permukaan, hanya timbul sedikit bukti tabrakan. Para awak kabin di ruang makan kelas satu merasakan getaran, yang mereka pikir disebabkan oleh baling-baling kapal yang terlepas. Banyak penumpang merasakan benturan atau getaran, "seolah-olah kita berjalan melewati kira-kira seribu kelereng",[55] tutur salah seorang penyintas, tetapi mereka tidak mengetahui persis apa yang telah terjadi.[56] Orang-orang yang berada di geladak terendah, lokasi terdekat dengan pusat tabrakan, lebih merasakan getarannya. Juru minyak Walter Hurst mengenang ia "terbangun oleh benturan keras di sepanjang sisi kanan kapal. Tidak ada kekhawatiran tetapi kami tahu kapal telah menabrak sesuatu."[57] Juru api George Kemish mendengar "gedebuk keras dan suara robekan" dari lambung kanan.[58]
Kapal mulai kebanjiran dengan cepat. Kecepatan air yang masuk diperkirakan 7 ton panjang (7,1 t) per detik, lima belas kali lebih cepat daripada air yang sanggup dipompa keluar.[59] Teknisi J. H. Hesketh dan kepala juru api Frederick Barrett terkena semburan air es di ruang ketel No. 6 dan berhasil lolos tepat sebelum pintu kedap air ruangan ditutup.[60] Situasi demikian teramat berbahaya bagi staf mesin. Ketel masih dipenuhi uap panas bertekanan tinggi dan berisiko besar ketel tersebut akan meledak jika bersentuhan dengan air laut dingin yang membanjiri ruang ketel. Para stoker dan juru api diperintahkan untuk mengurangi pembakaran dan memadamkan ketel, yang menghantarkan uap dalam jumlah besar melalui pipa ventilasi ke cerobong kapal. Ruang ketel digenangi air es setinggi pinggang saat para awak bekerja.[61]
Geladak bawah Titanic dibagi menjadi enam belas kompartemen. Setiap kompartemen dipisahkan oleh sekat kedap air yang membentang selebar kapal, keseluruhannya berjumlah lima belas sekat. Tiap-tiap sekat memanjang ke bagian bawah Dek E selebar satu dek, atau sekitar 11 kaki (3,4 m) di atas garis air. Dua sekat yang paling dekat dengan haluan dan enam sekat paling dekat dengan buritan letaknya satu geladak lebih tinggi.[62]
Masing-masing sekat ditutup dengan pintu kedap air. Ruang mesin dan ruang ketel yang berada di geladak di atas tangki memiliki pintu penutup vertikal yang dapat dikontrol jarak jauh dari anjungan. Pintu ini bisa diturunkan secara otomatis jika digenangi air, atau ditutup secara manual oleh awak. Tindakan menutup pintu ini memerlukan waktu sekitar 30 detik. Bel peringatan dan rute pelarian alternatif tersedia agar awak tidak terperangkap di pintu. Di atas ruang tangki, di Geladak Orlop, Dek F, dan Dek E, pintu ditutup secara horizontal dan dioperasikan secara manual. Pintu bisa ditutup sendiri atau pun dari dek di atas.[62]
Kendati sekat kedap air berada jauh di atas garis air, sekat ini tidak tertutup sampai bagian atas. Sekiranya terlalu banyak kompartemen yang kebanjiran, haluan kapal akan tenggelam lebih dalam, dan air akan meluap dari satu kompartemen ke kompartemen di sebelahnya secara berurutan, serupa dengan air yang tumpah di atas baki es batu. Hal demikian terjadi pada Titanic, yang mengalami kerusakan pada tangki bagian depan, tiga palka depan, ruang ketel No. 6, dan sebagian kecil ruang ketel No. 5 – total enam kompartemen yang digenangi air. Titanic dirancang untuk mengapung jika hanya dua kompartemen digenangi air, tetapi bisa tetap mengapung jika tiga atau bahkan empat kompartemen mengalami kebocoran. Namun, jika lima atau lebih kompartemen bocor, bagian atas sekat yang tidak tertutup akan dimasuki air dan kapal akan terus-menerus kebanjiran.[62][63]
Kapten Smith merasakan tabrakan di kabinnya dan bergegas menuju anjungan. Setelah diberitahu mengenai situasi tersebut, ia memanggil Thomas Andrews, perancang Titanic, yang merupakan salah seorang rekayasawan Harland and Wolff yang ikut serta mengamati pelayaran perdana Titanic.[64] Kapal miring lima derajat ke arah kanan dan dua derajat ke arah depan beberapa menit setelah tabrakan.[65] Smith dan Andrews menuju ke geladak bawah dan menemukan bahwa ruang kargo depan, ruang surat, dan lapangan skuas telah kebanjiran, sedangkan ruang ketel No. 6 sudah tergenang air sedalam 14 kaki (4,3 m). Air meluap ke ruang ketel No. 5,[65] dan para awak di sana berupaya memompa air keluar.[66]
Dalam waktu 45 menit setelah tabrakan, setidaknya 13.500 ton panjang (13.700 t) air telah membanjiri kapal. Hal demikian terlalu berat untuk ditangani oleh pompa balas dan lambung. Total kapasitas pemompaan dari keseluruhan pompa hanya 1.700 ton panjang (1.700 t) per jam.[67] Andrews memberi tahu nakhoda bahwa lima kompartemen telah kebanjiran, dan dengan demikian Titanic akan tenggelam. Andrews secara akurat memperkirakan bahwa kapal bisa tetap mengapung tidak lebih dari dua jam.[68]
Dari mulai tabrakan sampai tenggelam, setidaknya 35.000 ton panjang (36.000 t) air membanjiri Titanic, mengakibatkan daya benamnya naik hampir dua kali lipat dari 48.300 ton panjang (49.100 t) menjadi lebih dari 83.000 ton panjang (84.000 t).[69] Pembanjiran tidak berlangsung dengan kecepatan konstan, dan tidak pula disebarkan secara merata ke seluruh area kapal, dikarenakan konfigurasi kompartemen yang kebanjiran. Mula-mula, kemiringan ke arah kanan disebabkan oleh banjir asimetris di sisi kanan saat air meluap ke lorong di bagian bawah kapal.[70] Ketika lorong tersebut dipenuhi air, kemiringannya berubah dengan sendirinya, dan kemudian kapal mulai miring 10 derajat ke arah kiri karena sisi tersebut juga banjir.[71]
Sudut hunjam Titanic berubah cukup cepat dari nol derajat menjadi kira-kira empat setengah derajat dalam waktu satu jam setelah tabrakan, tetapi laju penghunjaman kapal melambat pada jam kedua, hanya naik kira-kira satu derajat.[72] Situasi demikian memunculkan harapan palsu pada orang-orang yang berada di kapal bahwa Titanic sanggup mengapung cukup lama sebelum diselamatkan. Pada pukul 01.30, laju tenggelam bagian depan meningkat hingga mencapai sudut hunjam sepuluh derajat.[71] Kira-kira pukul 02.15, laju tenggelam Titanic naik dengan cepat di kala air mulai membanjiri bagian kapal yang belum terendam melalui palka geladak, dan akhirnya menghilang dari pandangan pada pukul 02.20.[73]
15 April 1912
Bersiap meningggalkan kapal
Pukul 00.05 tanggal 15 April, Kapten Smith memerintahkan agar sekoci kapal disingkap dan para penumpang dikumpulkan. Ketika itu, banyak penumpang yang sudah terbangun, menyadari bahwa mesin dan getaran yang menyertainya tiba-tiba berhenti.[63] Smith juga memerintahkan agar operator radio mulai mengirimkan sinyal darurat. Operator radio salah menentukan lokasi kapal di sisi barat sabuk es dan mengarahkan kapal penyelamat ke lokasi yang tidak akurat sejauh kira-kira 135 mil laut (155 mi; 250 km).[22][74] Di geladak bawah, air mulai meluap ke lantai terbawah kapal. Ketika ruang surat kebanjiran, para penyortir surat berjibaku menyelamatkan 400.000 pucuk surat yang diangkut oleh Titanic. Di tempat lain, terdengar bunyi udara menyesak dipaksa keluar oleh air yang masuk.[75] Di geladak atas, awak kabin bergegas dari pintu ke pintu, membangunkan para penumpang dan awak yang tertidur karena Titanic tidak memiliki sistem alamat massal, lalu menyuruh mereka untuk bertolak ke geladak sekoci.[76]
Kesaksamaan dalam mengumpulkan penumpang ditentukan oleh kelas. Awak kabin kelas satu hanya bertanggung jawab atas beberapa kabin, sementara awak kabin yang bertanggung jawab atas penumpang kelas dua dan tiga harus mengurusi banyak penumpang. Awak kabin kelas satu memberikan bantuan langsung, membantu para penumpang berpakaian dan menuntun mereka ke geladak. Dengan begitu banyaknya penumpang yang harus diurus, awak kabin kelas dua dan tiga biasanya hanya membukakan pintu dan memberi tahu para penumpang agar mengenakan baju pelampung lalu naik ke lantai atas. Di kelas tiga, sebagian besar penumpang dibiarkan berjuang sendiri setelah diberi tahu untuk naik ke geladak.[77] Kebanyakan penumpang dan awak enggan menuruti perintah ini. Mereka menolak untuk memercayai bahwa ada masalah pada kapal atau lebih memilih berada di dalam kapal yang hangat daripada udara malam yang sangat dingin di luar. Penumpang tidak diberi tahu bahwa kapal akan tenggelam, meskipun beberapa penumpang menyadari bahwa kapal telah oleng.[76]
Kira-kira pukul 00.15, awak kabin mulai memerintahkan penumpang untuk mengenakan baju pelampung,[78] meskipun masih banyak penumpang yang menganggap perintah tersebut sebagai lelucon.[76] Beberapa penumpang mulai bermain sepak bola dadakan dengan bongkahan es yang berserakan di geladak depan.[79] Di geladak sekoci, para awak mulai menyiapkan sekoci penyelamat. Sulit untuk mendengar apa pun di sana karena bisingnya suara uap bertekanan tinggi yang dihasilkan oleh ketel uap dan keluar melalui katup pada cerobong kapal. Seorang penyintas bernama Lawrence Beesley mengibaratkan suara tersebut dengan "ledakan keras dan memekakkan telinga yang membuat kami sulit bercakap-cakap, bayangkan 20 lokomotif menyemburkan uap dengan nada rendah, seperti itulah suara yang kami dengar saat kami naik ke geladak atas."[80] Suara tersebut teramat bising sehingga para awak harus menggunakan isyarat tangan untuk berkomunikasi.[81]
Titanic memiliki 20 sekoci, 16 di antaranya adalah sekoci kayu yang dikerek pada dewi-dewi, delapan sekoci pada masing-masing sisi kapal, dan empat sekoci lipat beralaskan kayu dan berdinding kanvas.[76] Sekoci lipat disimpan terbalik dengan kedua sisinya dilipat, sekoci ini harus ditelentangkan dan dipindahkan ke pengerek agar bisa diturunkan ke laut.[82] Dua sekoci lipat disimpan di bawah sekoci kayu dan dua lainnya diikat di atas barak kelasi.[83] Letak yang terakhir menyulitkan sekoci tersebut untuk diluncurkan, karena beratnya puluhan kilo dan harus diangkut ke geladak.[84] Rata-rata sekoci sanggup menampung hingga 68 orang, dan secara keseluruhan mampu mengangkut 1.178 orang, hampir setengah dari penghuni Titanic dan sepertiga dari jumlah yang diizinkan untuk diangkut oleh kapal tersebut. Kurangnya jumlah sekoci bukan disebabkan oleh ketidaktersediaan ruang maupun biaya. Titanic dirancang untuk memuat maksimal 68 sekoci, yang cukup untuk mengangkut seluruh awak dan penumpang di dalamnya. Biaya yang dibutuhkan untuk menambah 32 sekoci pun hanya sekitar US$16,000 ($415.000 tahun 2024),[5] kurang lebih hanya 1% dari $7,5 juta biaya yang dihabiskan perusahaan untuk membuat Titanic.[85]
Dalam keadaan darurat, sekoci pada masa itu hanya digunakan untuk memindahkan penumpang dari kapal yang kecelakaan menuju kapal penyelamat terdekat.[86][e] Oleh karena itu, sudah jadi hal lumrah bilamana kapal memiliki sekoci yang jauh lebih sedikit daripada jumlah sekoci yang dibutuhkan untuk menampung keseluruhan penumpang dan awak, dan dari 39 kapal Britania berbobot lebih dari 10.000 ton panjang (10.000 t) pada masa itu, 33 di antaranya memiliki kapasitas sekoci yang lebih sedikit daripada jumlah penumpang.[88] White Star Line menginginkan kapal memiliki geladak pejalan kaki yang luas dengan pemandangan laut tak terhalang, dan keberadaan deretan sekoci akan menghalangi pemandangan tersebut.[89]
Kapten Smith adalah pelaut berpengalaman yang telah mengabdi selama 40 tahun di lautan, termasuk 27 tahun sebagai nakhoda. Peristiwa tersebut menjadi krisis pertama dalam kariernya, dan ia pun menyadari bahkan jika semua sekoci terisi penuh, lebih dari seribu orang akan terperangkap di kapal saat Titanic tenggelam, dengan sedikit atau tidak ada peluang untuk selamat.[63] Beberapa sumber kelak mengungkapkan bahwa setelah memahami apa yang akan terjadi, Kapten Smith didera ketakutan, mengalami gangguan mental atau kegugupan, dan menjadi linglung. Hal demikian membuatnya tidak bisa mencari solusi untuk meminimalisir korban jiwa.[90][91] Namun, sejumlah penyintas mengungkapkan bahwa Smith berperan aktif dan bersikap dingin serta tenang pada saat-saat kritis. Setelah kapal menabrak gunung es, Smith lekas memulai penyelidikan mengenai kondisi dan tingkat kerusakan, menginspeksi sendiri geladak bawah untuk memantau kerusakan, dan memerintahkan petugas nirkabel untuk meminta bantuan. Ia bertindak cepat dengan memerintahkan para awak agar mulai mempersiapkan pemuatan sekoci, dan membantu penumpang memakai baju pelampung sebelum ia diberitahu oleh Andrews bahwa kapal akan tenggelam. Smith terlihat di dekat geladak, sendirian mengawasi dan membantu memuat sekoci, bercakap-cakap dengan penumpang, dan berupaya meyakinkan pentingnya mengikuti perintah evakuasi sembari menghindari kepanikan.[92]
Opsir Keempat Boxhall diberitahu oleh Smith pada pukul 00.25 bahwa kapal akan tenggelam,[93] sedangkan Intendans George Rowe tidak menyadari kalau keadaan sedang darurat sampai proses evakuasi dimulai. Ia menelepon anjungan dari menara pengintai, bertanya kenapa ia baru saja melihat sebuah sekoci lewat.[94] Para awak kapal tidak siap menghadapi keadaan darurat karena minimnya pelatihan sekoci. Tercatat hanya satu pelatihan sekoci yang dilaksanakan, yakni saat kapal berlabuh di Southampton. Pelatihan tersebut hanya berjalan sekilas, tatkala dua sekoci diturunkan, masing-masing diawaki oleh seorang kelasi dan empat awak yang mendayung mengitari dermaga selama beberapa menit, kemudian kembali ke kapal. Sekoci seyogianya dilengkapi dengan perbekalan darurat, tetapi penumpang Titanic menemukan hanya sedikit perbekalan yang tersedia di sekoci, meskipun ada upaya dari tukang roti kapal bernama Charles Joughin dan stafnya untuk memasok perbekalan ke sekoci.[95] Tidak ada pelatihan sekoci atau pelatihan damkar yang diselenggarakan sejak Titanic meninggalkan Southampton.[95] Pelatihan sekoci dijadwalkan pada hari Minggu pagi menjelang kapal tenggelam, tetapi dibatalkan oleh Kapten Smith karena alasan yang tidak diketahui.[96]
Daftar penugasan awak untuk menangani sekoci telah ditempel di kapal, tetapi hanya sedikit awak yang membacanya atau mengetahui apa yang mesti dilakukan. Sebagian besar awak kapal bukanlah pelaut, beberapa di antaranya bahkan sama sekali belum pernah mendayung perahu. Para awak harus menghadapi tugas rumit dalam mengatur penurunan 20 sekoci untuk mengangkut 1.100 orang.[84] Menurut sejarawan bencana, Thomas E. Bonsall, evakuasi diatur dengan sangat buruk, "seumpamanya mereka memiliki jumlah sekoci yang cukup, mereka masih akan kesulitan meluncurkannya, mengingat keterbatasan waktu dan buruknya kepemimpinan." Hal demikian benar adanya, karena tidak semua sekoci di Titanic berhasil diluncurkan sebelum kapal tenggelam.[97]
Kira-kira pukul 00.20, 40 menit setelah tabrakan, sekoci mulai disiagakan. Opsir Kedua Lightoller mengenang bahwa ia harus menangkupkan kedua tangannya di telinga Smith untuk berkomunikasi di tengah kebisingan. Lightoller mengungkapkan: "Saya berteriak sekuat tenaga, 'bukankah sebaiknya kita menaikkan wanita dan anak-anak ke dalam sekoci Pak?' Dia mendengar dan mengangguk menjawab."[98] Smith lantas memerintahkan agar Lightoller dan Murdoch "menaikkan wanita dan anak-anak".[99] Lightoller menangani sekoci di sisi kiri dan Murdoch di sisi kanan. Keduanya menafsirkan perintah evakuasi "wanita dan anak-anak" secara berbeda. Murdoch mengartikannya sebagai "wanita dan anak-anak lebih dulu", sedangkan Lightoller mengartikannya "wanita dan anak-anak saja". Lightoller menurunkan sekoci dengan banyak tempat kosong jika tidak ada lagi wanita dan anak-anak yang akan naik, sedangkan Murdoch mengizinkan segelintir pria untuk naik jika seluruh wanita dan anak-anak di dekatnya sudah naik.[83]
Tidak ada awak yang mengetahui berapa banyak orang yang sanggup diangkut dengan aman di sekoci saat diturunkan, dan mereka tidak mau mengambil risiko dengan mengisi penuh sekoci. Sekoci sebenarnya bisa diturunkan cukup aman dengan berisi 68 orang, terutama dengan kondisi cuaca dan laut yang sangat bagus.[83] Sekiranya hal ini dilakukan, 500 orang lagi bisa diselamatkan. Sebaliknya, ratusan orang, kebanyakan pria, ditinggalkan di kapal saat sekoci diluncurkan dalam keadaan setengah penuh.[81][97]
Pada awalnya, hanya sedikit penumpang yang bersedia naik ke sekoci dan petugas evakuasi kesulitan untuk membujuk penumpang lainnya. Miliarder John Jacob Astor menyatakan: "Kami lebih aman di sini daripada di perahu kecil itu."[100] Sejumlah penumpang dengan tegas menolak untuk menaiki sekoci. J. Bruce Ismay yang menyadari betapa daruratnya situasi pada saat itu, menjelajahi geladak bagian kanan, mendesak para penumpang dan awak agar naik ke sekoci. Segelintir wanita, pasangan, dan pria lajang dibujuk untuk naik ke sekoci No. 7, menjadi sekoci pertama yang diturunkan.[100]
Keberangkatan sekoci
Pada pukul 00.45, sekoci No. 7 didayung menjauh dari Titanic dengan muatan 28 penumpang, meskipun kapasitasnya 65 orang. Sekoci No. 6 di sisi kiri kapal lantas diturunkan pada pukul 00.55. Sekoci tersebut juga memuat 28 orang, di antaranya adalah Margaret "Molly" Brown "yang tidak dapat tenggelam". Lightoller menyadari hanya ada seorang kelasi di sekoci tersebut (Intendans Robert Hichens) dan memanggil sukarelawan. Mayor Arthur Godfrey Peuchen dari Royal Canadian Yacht Club mengajukan diri dan naik ke sekoci, ia adalah satu-satunya penumpang pria dewasa yang diizinkan Lightoller untuk menaiki sekoci saat proses evakuasi di sisi kiri kapal.[101] Peran Peuchen ini memperlihatkan masalah utama saat proses evakuasi: nyaris tidak ada kelasi yang mengawaki sekoci. Sejumlah awak dikirim ke geladak bawah untuk membuka pintu guna mengevakuasi lebih banyak penumpang, tetapi para awak ini tidak pernah kembali. Menurut dugaan, mereka terjebak dan tenggelam akibat air yang membanjiri geladak bawah.[102]
Sementara itu, awak kapal lainnya berjuang mempertahankan layanan vital karena air terus mengalir ke geladak bawah kapal. Para teknisi dan juru api berupaya mengeluarkan uap dari ketel untuk mencegahnya meledak saat bersentuhan dengan air dingin. Mereka membuka kembali pintu kedap air untuk memasang pompa portabel tambahan di kompartemen depan guna mengurangi luapan air, meskipun usaha ini sia-sia. Para awak juga mengupayakan generator listrik tetap menyala agar penerangan dan daya di seluruh kapal tetap hidup. Awak kabin Frederick Dent Ray nyaris tersapu air sewaktu dinding kayu yang memisahkan baraknya dengan kabin kelas tiga di dek E runtuh, memerangkapnya di air setinggi pinggang.[103] Dua orang teknisi, Herbert Harvey dan Jonathan Shepherd (yang kaki kirinya patah setelah jatuh ke dalam ceruk beberapa menit sebelumnya), tewas pada pukul 00.45 di ruang ketel No. 5 ketika pintu bunker yang memisahkan ruang ketel No. 5 dan No. 6 ambruk dan tersapu oleh "gelombang busa hijau", sebagaimana diutarakan oleh juru api Frederick Barrett, yang juga hampir terperangkap di ruang ketel tersebut.[104]
Menurut pengakuan seorang penyintas bernama Trimmer George Cavell, air mulai meluap dari pelat lantai logam di bawah ruang ketel No. 4 pada pukul 01.20, menandakan bahwa dasar kapal juga telah bocor akibat menabrak gunung es. Luapan air juga membanjiri ruang pompa, yang memaksa juru api dan juru batu bara untuk mengevakuasi ruang ketel.[105] Di buritan, Kepala Teknisi Bell dan rekan-rekannya serta sejumlah juru api dan juru minyak tetap tinggal di ruang ketel No. 1, 2, 3 serta di ruang motor bakar torak dan turbin yang belum kebanjiran. Mereka terus menyalakan ketel dan generator listrik agar lampu dan pompa kapal bisa terus beroperasi, dengan demikian radio bisa tetap menyala dan sinyal mara bahaya dapat dikirim.[47] Beberapa sumber mengungkapkan bahwa para awak tersebut tetap bertahan di tempatnya, memastikan listrik Titanic tetap menyala sampai menit-menit terakhir menjelang tenggelam. Menurut juru api Frederick Scott, kira-kira pukul 02.05, ketika jelas bahwa usaha untuk mempertahankan kapal sia-sia saja dan banjir di kompartemen depan terlalu parah untuk diatasi oleh pompa, ia bersama sejumlah teknisi dan awak lainnya naik ke geladak terbuka Titanic, tetapi saat itu semua sekoci telah berangkat. Scott bersaksi melihat 8 dari 35 orang teknisi kapal berkumpul di ujung belakang geladak di sisi kanan.[106] Tidak ada teknisi dan juru listrik Titanic yang selamat.[107] Begitu pula dengan 5 petugas pos di Titanic, yang terlihat terakhir kali sedang berjibaku menyelamatkan kantong surat yang mereka angkut dari ruang surat yang kebanjiran. Mereka semua terperangkap oleh air yang membanjiri dek D.[108]
Sebagian besar penumpang kelas tiga juga berjuang menerobos air yang membanjiri kabin penumpang di dek E, F, dan G. Carl Jansson, salah seorang dari sedikit penyintas kelas tiga, mengutarakan:
Lantas saya berlari ke kabin saya untuk mengambil pakaian, jam tangan dan tas, tetapi hanya sempat mengambil jam tangan dan mantel ketika air dengan kekuatan dahsyat masuk ke kabin dan saya harus bergegas lagi naik ke geladak tempat saya menemukan teman-teman saya sedang berdiri memakai baju pelampung dan teror tergambar di wajah mereka. Apa yang harus saya lakukan sekarang, tanpa pelampung, tanpa sepatu dan tanpa topi?[109]
Sekoci diturunkan setiap beberapa menit sekali di masing-masing sisi kapal, tetapi sebagian besar sekoci tidak terisi penuh. Sekoci No. 5 berangkat dengan 41 penumpang, No. 3 berangkat dengan 32 penumpang, No. 8 berangkat dengan 39 penumpang,[110] dan No. 1 hanya berisikan 12 penumpang dari kapasitas 40 orang.[110] Evakuasi tidak berjalan lancar dan lambat. Banyak penumpang mengalami kecelakaan atau cedera saat proses evakuasi. Seorang wanita jatuh saat hendak menaiki sekoci No. 10, tetapi seseorang menangkap pergelangan kakinya dan menariknya kembali ke geladak pejalan kaki.[111] Penumpang kelas satu Annie Stengel mengalami patah tulang rusuk ketika seorang dokter Jerman-Amerika dan adik laki-lakinya melompat ke sekoci No. 5, yang menindih dan membuatnya pingsan.[112][113] Proses penurunan sekoci juga berisiko. Sekoci No. 6 hampir kebanjiran saat diturunkan akibat air yang meluap dari sisi kapal, tetapi akhirnya berhasil menjauh dari kapal.[110][114] Penumpang di sekoci No. 3 nyaris jatuh ke laut ketika salah satu pengerek macet sesaat.[115]
Pada pukul 01.20, keseriusan situasi mulai terlihat di geladak atas tatkala para penumpang mulai saling mengucapkan selamat tinggal dan para suami mengawal istri dan anak-anak mereka ke sekoci. Suar mara bahaya ditembakkan setiap beberapa menit sekali untuk menarik perhatian kapal terdekat, dan operator radio berulang kali mengirimkan sinyal mara bahaya CQD. Operator radio Harold Bride menyarankankan agar rekannya, Jack Phillips, menggunakan sinyal SOS, karena "mungkin ini adalah kesempatan terakhirmu untuk mengirimkannya". Bertentangan dengan ucapan Bride, SOS bukanlah sinyal baru, melainkan telah digunakan berkali-kali sebelumnya.[116] Kedua operator radio tersebut menghubungi kapal lain untuk meminta bantuan. Beberapa kapal menanggapi, yang terdekat adalah RMS Carpathia, berjarak 58 mil (93 km) dari Titanic.[117] Kecepatan Carpathia jauh lebih lambat daripada Titanic, bahkan jika dikemudikan dengan kecepatan maksimum 17 kn (20 mph; 31 km/h), kapal ini membutuhkan waktu empat jam untuk mencapai Titanic.[118] Kapal lainnya yang menanggapi adalah SS Mount Temple, tetapi perjalanannya terhalang oleh bongkahan es saat hendak berlayar menuju Titanic.[119]
Sebenarnya, kapal terdekat dari Titanic adalah SS Californian, yang telah memperingatkan Titanic mengenai bahaya es beberapa jam sebelumnya. Kapten Californian, Stanley Lord, khawatir bahwa kapalnya akan terjebak di ladang es hanyut dan memutuskan untuk berhenti kira-kira pukul 22.00 sembari menunggu datangnya siang untuk menemukan jalan melewati ladang es.[120] Pada pukul 23.30, sepuluh menit sebelum Titanic menabrak gunung es, operator radio Californian bernama Cyril Evans mematikan perangkatnya pada malam itu dan tidur.[121] Di anjungan, Opsir Ketiga Charles Groves melihat sisi kanan sebuah kapal besar kira-kira berjarak 10 hingga 12 mi (16 hingga 19 km) dari Californian, yang mendadak berbelok ke kiri dan berhenti. Seandainya operator radio Californian tetap di tempatnya lima belas menit lebih lama, ratusan nyawa lagi mungkin bisa diselamatkan.[122] Satu jam kemudian, Opsir Kedua Herbert Stone melihat lima roket putih meledak di atas kapal yang berhenti. Stone tidak memahami makna dari roket tersebut, ia lantas memanggil Kapten Lord yang sedang beristirahat di ruang peta dan melaporkan penampakan tersebut.[123] Lord tidak melakukan tindakan apa pun terkait laporan tersebut, meskipun Stone bersikeras bahwa "Sebuah kapal tidak akan menembakkan roket di laut dengan sia-sia," ujarnya kepada salah seorang rekannya.[124]
Pada saat itu, para penumpang dan awak yang berada di Titanic sudah menyadari bahwa kapal benar-benar akan tenggelam dan sekoci tidak cukup untuk mengangkut semua orang. Ada yang masih berpegang teguh pada harapan bahwa hal terburuk tidak akan terjadi. Eloise Hughes Smith memohon apakah Lucian, suami yang baru dinikahinya dua bulan lalu, boleh naik sekoci bersamanya, tetapi Kapten Smith mengabaikannya, berteriak melalui megafonnya bahwa wanita dan anak-anak harus didahulukan. Lucian berkata, "Tidak apa-apa, kapten, mengenai masalah itu, saya akan memastikan dia naik sekoci", lalu ia memberi tahu Eloise, "Aku tidak pernah berharap memintamu untuk patuh, tetapi kali ini kau harus menurutiku. Ini hanyalah masalah mendahulukan wanita dan anak-anak. Peralatan di kapal ini lengkap dan semua orang akan diselamatkan."[125] Suami Charlotte Collyer, Harvey, berseru kepada istrinya saat ia dinaikkan ke atas sekoci, "Pergilah, Lottie! Demi Tuhan, beranilah dan pergilah! Aku akan mendapat tempat duduk di sekoci lain!". Tidak seorang pun dari pria ini yang selamat.[125]
Ada juga pasangan yang menolak dipisahkan. Ida Straus, istri pemilik toko serba ada Macy's dan mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat Isidor Straus, berkata kepada suaminya: "Kita berdua telah hidup bersama selama bertahun-tahun. Ke mana kau pergi, aku ikut."[125] Mereka berdua duduk di sepasang kursi di geladak dan bertahan sampai Titanic tenggelam.[126] Industriawan Benjamin Guggenheim mengganti baju pelampung dan sweternya dengan topi tinggi dan baju pesta dan bertekad untuk "berpulang selayaknya pria terhormat".[47]
Sebagian besar penumpang yang menaiki sekoci berasal dari kelas satu dan dua. Segelintir penumpang kelas tiga berhasil naik ke geladak, sedangkan sebagian besar masih tersesat di labirin koridor atau terjebak di balik gerbang dan partisi yang memisahkan kabin penumpang kelas tiga dengan area kelas satu dan dua.[127] Pemisahan ini bukan hanya karena alasan sosial, melainkan disyaratkan oleh undang-undang imigrasi Amerika Serikat, yang mewajibkan penumpang kelas tiga dipisah untuk mengontrol imigrasi dan mencegah penyebaran penyakit menular. Penumpang kapal kelas satu dan dua pada jalur lintas Atlantik turun di dermaga utama di Pulau Manhattan, tetapi penumpang kelas tiga harus melewati pemrosesan dan pemeriksaan kesehatan di Pulau Ellis.[128] Di sejumlah tempat, awak Titanic diduga menghalangi penyelamatan penumpang kelas tiga. Beberapa gerbang dikunci dan dijaga oleh awak kapal untuk mencegah penumpang kelas tiga menyerbu sekoci.[127] Seorang penyintas asal Irlandia bernama Margaret Murphy menulis pada bulan Mei 1912:
Bahkan sebelum semua penumpang kelas tiga memiliki peluang untuk menyelamatkan diri, para pelaut Titanic mengunci pintu dan jalan samping yang berasal dari area kelas tiga ... Sekelompok pria mencoba naik ke geladak yang lebih tinggi dan berkelahi dengan para pelaut, semuanya menyerang dan bertarung dan menyumpah. Wanita dan beberapa anak-anak yang ada di sana berdoa dan menangis. Kemudian para pelaut menyegel pintu palka yang menuju ke area kelas tiga. Mereka mengatakan ingin menahan udara di bawah agar kapal bisa mengapung lebih lama. Itu berarti semua harapan hilang bagi mereka yang masih berada di bawah sana.[127]
Rute yang panjang dan berliku harus ditempuh untuk mencapai lantai atas. Kabin kelas tiga terletak di dek C sampai G, yang berada di paling ujung geladak, dan dengan demikian jadi yang terjauh pula dari sekoci. Sebaliknya, kabin kelas satu terletak di geladak atas dan paling dekat dengan sekoci. Kedekatan dengan sekoci menjadi faktor penting dalam penyelamatan. Situasi ini makin diperumit dengan banyaknya penumpang kelas tiga yang tidak bisa berbahasa Inggris. Faktanya, sebagian besar penyintas kelas tiga merupakan imigran asal Irlandia yang bisa berbahasa Inggris.[15] Banyak penyintas kelas tiga berutang nyawa pada awak kabin John Edward Hart, yang menerobos bagian dalam kapal untuk mengawal sekelompok penumpang kelas tiga ke geladak kapal. Penyintas lainnya menyelinap melalui gerbang terbuka atau menaiki tangga darurat.[129]
Beberapa penumpang yang sudah pasrah tidak berusaha menyelamatkan diri dan tetap di kabin atau berkumpul untuk berdoa di ruang makan kelas tiga.[130] Kepala Juru Api Charles Hendrickson menyaksikan sekerumunan penumpang kelas tiga di geladak bawah menenteng koper dan harta benda mereka, seolah menunggu seseorang untuk mengarahkan mereka.[131] Psikolog Wynn Craig Wade menyebut tindakan ini dengan "kepasrahan pasif" yang muncul pada generasi yang diberi tahu apa yang harus dilakukan oleh pemimpin sosial.[108] August Wennerström, salah seorang penyintas pria, mengungkapkan bahwa kebanyakan rekannya tidak berusaha menyelamatkan diri. Ia menulis:
Ratusan orang mengelilingi lingkaran [di ruang makan kelas tiga] dan seorang pengkhotbah berdiri di tengah, berdoa, menangis, meminta Tuhan dan Bunda Maria untuk membantu mereka. Mereka berbaring di sana dan berteriak, tidak pernah mengangkat tangan untuk membantu diri sendiri. Mereka telah kehilangan daya kemauan sendiri dan berharap Tuhan menyelesaikannya untuk mereka.[132]
Peluncuran sekoci terakhir
Pada pukul 01.30, sudut kemiringan Titanic meningkat, meskipun tidak lebih dari 5 derajat, dengan peningkatan kemiringan ke sebelah kiri kapal. Situasi yang makin memburuk tercermin dari nada pesan yang dikirim dari kapal: "Kami menurunkan para wanita ke sekoci", yang dikirim pada pukul 01.25, "Ruang mesin kebanjiran" pada pukul 01.35, dan "Ruang mesin tergenang hingga ketel" pada pukul 01.45.[133] Ini adalah sinyal terakhir Titanic yang dapat dipahami, diduga dikirim saat sistem kelistrikan kapal mulai rusak, pesan-pesan selanjutnya campur aduk dan tidak dapat dipahami. Meskipun demikian, kedua operator radio tersebut terus mengirimkan pesan mara bahaya sampai menit terakhir sebelum tenggelam.[134]
Sekoci yang tersisa diisi sesuai kapasitas dengan tergesa-gesa. Sekoci No. 11 bermuatan lima orang lebih banyak dari kapasitas nominalnya. Ketika diturunkan, sekoci ini nyaris kebanjiran air yang dipompa keluar dari kapal. Sekoci No. 13 juga menghadapi permasalahan yang sama, dan awak yang berada di kapal tidak bisa melepaskan tali pengerek. Sekoci tersebut mengayun ke belakang, bertepatan dengan diturunkannya sekoci No. 15. Tali pengerek berhasil dipotong tepat waktu dan kedua sekoci berangkat dengan selamat.[135]
Kepanikan pecah ketika sekelompok penumpang pria menyerbu ke sisi kiri kapal tempat sekoci No. 14 sedang diturunkan dengan muatan 40 orang. Opsir Kelima Lowe, yang menangani sekoci tersebut, melepaskan tiga tembakan peringatan ke udara untuk mengendalikan massa.[136] Sekoci No. 16 diturunkan lima menit kemudian. Salah seorang penumpang sekoci No. 16 adalah awak kabin Violet Jessop, yang mengulangi pengalamannya empat tahun kemudian ketika ia selamat dalam musibah tenggelamnya salah satu kapal saudari Titanic, RMS Britannic, saat Perang Dunia I.[137] Sekoci lipat C diluncurkan pada pukul 01.40 dari geladak kanan yang sekarang sudah sepi karena sebagian besar orang di geladak telah pindah ke buritan kapal. Di sekoci inilah J. Bruce Ismay, kepala dan direktur pelaksana White Star Line, penyintas Titanic yang paling kontroversial, menyelinap masuk ke sekoci, tindakan yang kemudian dikecam sebagai tindakan pengecut.[133]
Pada pukul 01.40, sekoci No. 2 diturunkan.[138] Tatkala sekoci hendak diturunkan, Lightoller mendapati sekoci telah ditempati oleh para pria yang "bukan orang Inggris, atau ras penutur bahasa Inggris ... [melainkan dari] kategori luas yang dikenal oleh para pelaut sebagai orang-orang 'dago'."[139] Lightoller mengusir mereka dengan menodongkan revolvernya, tetapi ia tidak menemukan wanita dan anak-anak lagi untuk mengisi sekoci,[139] alhasil sekoci diturunkan dengan muatan hanya 25 orang dari kapasitas 40 orang.[138] John Jacob Astor mengantar istrinya ke tempat aman di sekoci No. 4 pada pukul 01.55, tetapi ditolak masuk oleh Lightoller, meskipun 20 dari 60 kursi di dalamnya kosong.[138]
Sekoci terakhir yang diluncurkan adalah sekoci lipat D, yang berangkat pada pukul 02.05 dengan muatan 25 orang.[140] Dua penumpang pria melompat ke atas sekoci tersebut saat sedang diturunkan.[141] Air laut telah membanjiri geladak sekoci dan agil sudah tenggelam jauh di bawah air. Penumpang kelas satu Edith Evans menyerahkan tempatnya di sekoci, dan akhirnya tewas dalam musibah tersebut. Ia merupakan satu dari empat wanita kelas satu yang tewas saat Titanic tenggelam. Beberapa penyintas, termasuk penumpang kelas tiga Eugene Daly dan penumpang kelas satu George Rheims, mengaku menyaksikan seorang petugas menembak seorang atau dua orang penumpang saat terjadinya kericuhan memperebutkan sekoci, lantas menembak dirinya sendiri. Dikabarkan secara luas bahwa petugas tersebut adalah William Murdoch.[142]
Kapten Smith menjalankan kunjungan terakhirnya ke geladak, memberi tahu operator radio dan awak lainnya: "Sekarang selamatkan diri kalian sendiri."[143] Ia memberi tahu awak yang sedang berupaya meluncurkan sekoci lipat A, "Lakukan yang terbaik untuk wanita dan anak-anak, dan jaga dirimu sendiri," kemudian kembali ke anjungan tepat sebelum kapal tenggelam sepenuhnya.[144] Diperkirakan bahwa Smith memilih untuk tenggelam bersama kapalnya dan tewas di anjungan ketika area tersebut tenggelam ditelan lautan.[145][146] Menurut dugaan lain, Smith melompat dari anjungan ke laut saat kapal tenggelam. Ketika tengah berupaya menurunkan sekoci lipat B, Harold Bride melihat Kapten Smith terjun dari anjungan ke laut tepat sebelum anjungan terbenam.[147] Perancang kapal, Thomas Andrews, dilaporkan terakhir kali terlihat di ruangan merokok kelas satu kira-kira pukul 02.05, kemungkinan ia tidak berusaha menyelamatkan diri.[137][148] Akan tetapi, terdapat bukti tidak langsung yang menunjukkan bahwa Andrews terlihat di ruang merokok menjelang pukul 01.40, serta laporan lain yang membuktikan bahwa Andrews terus membantu proses evakuasi.[149][150] Ia dilaporkan terlihat melempar kursi geladak ke laut agar penumpang bisa berpegangan di air,[149] kemudian menuju anjungan untuk mencari Kapten Smith.[150] Awak kabin Cecil Fitzpatrick mengaku melihat Andrews melompat dari anjungan ke laut bersama Smith. Baik Smith maupun Andrews sama-sama tidak selamat.[149]
Di kala sebagian besar penumpang dan awak menuju ke buritan, tempat pendeta Thomas Byles, seorang penumpang kelas dua, sedang mendengarkan pengakuan dosa dan memberikan absolusi, grup musik Titanic memainkan musik di depan gimnasium.[151] Titanic memiliki dua grup musik. Salah satunya adalah kuintet pimpinan Wallace Hartley yang bermain musik setelah acara makan malam dan kebaktian, sedangkan grup musik satu lagi adalah trio yang bermain musik di area resepsionis serta di depan kafe dan restoran. Kedua grup musik ini memiliki aransemen dan perpustakaan musik tersendiri dan tidak pernah bermain musik bersama sebelum kapal tenggelam. Kira-kira 30 menit setelah Titanic menabrak gunung es, menurut dugaan kedua grup musik tersebut dipanggil oleh Bendahara McElroy atau Kapten Smith dan diperintahkan untuk bermain musik di ruang duduk kelas satu.[152] Para penumpang yang hadir pada saat itu mengingat grup musik tersebut memainkan lagu-lagu ceria seperti "Alexander's Ragtime Band". Tidak diketahui apakah dua pemain piano sedang bersama grup musik tersebut pada saat itu. Waktu pastinya tidak diketahui, tetapi grup musik itu kemudian pindah ke geladak atas di depan pintu masuk kelas satu. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa mereka pindah ke luar geladak,[153] melainkan tetap di dalam karena awak kabin Edward Brown mengaku melihat mereka di puncak tangga pintu masuk kelas satu.[154]
Desas-desus yang beredar mengenai tenggelamnya Titanic menyatakan bahwa para pemusik tersebut memainkan himne "Nearer, My God, to Thee" saat kapal hendak tenggelam, meskipun sejumlah pihak meragukan kebenarannya.[155] Sekalipun demikian, pernyataan tersebut berasal dari laporan awal mengenai tenggelamnya kapal tersebut,[156] dan himne bertalian dikaitkan erat dengan musibah Titanic sehingga lirik pembukanya diukir di monumen pemakaman pemimpin grup musik, Wallace Hartley, yang tewas dalam musibah tersebut.[157] Archibald Gracie secara tegas membantahnya dalam kesaksiannya, yang ditulisnya tak lama setelah ia diselamatkan, dan operator radio Harold Bride mengungkapkan bahwa ia mendengar grup musik memainkan "ragtime", kemudian "Autumn",[158] yang dia maksud kemungkinan adalah "Songe d'Automne" (Autumn Dream), lagu wals karya Archibald Joyce yang populer pada masa itu. George Orrell, pemimpin grup musik kapal penyelamat Carpathia yang berbicara dengan para penyintas, berkata: "Dalam keadaan sedarurat apa pun, grup musik kapal diharapkan bermain musik untuk menenangkan para penumpang. Setelah Titanic menabrak gunung es, grup musik mulai memainkan musik yang ceria, musik dansa, lagu-lagu komikal, apa saja yang akan mencegah kepanikan penumpang ... penumpang yang ketakutan mulai memikirkan kematian yang akan mereka hadapi dan meminta pemusik untuk memainkan himne. Salah satu himne yang menarik bagi semua orang adalah 'Nearer My God to Thee'."[159]
Menurut Gracie, yang berada di geladak di dekat grup musik sampai bagian geladak tersebut ambruk, lagu-lagu yang dimainkan oleh grup musik tersebut "ceria", meskipun ia tidak mengenali satu lagu pun. Ia mengatakan bahwa jika grup musik tersebut memainkan "Nearer, My God, to Thee", ia "pasti menyadarinya dan menganggapnya sebagai peringatan yang tidak bijaksana mengenai kematian bagi kita semua dan kemungkinan besar akan menimbulkan kepanikan".[160] Sejumlah penyintas yang meninggalkan kapal paling akhir, termasuk Brown, mengungkapkan bahwa grup musik terus bermain sampai kapal akhirnya tenggelam.[152] Gracie menyatakan grup musik tersebut berhenti bermain musik kira-kira 30 menit sebelum kapal tenggelam. A. H. Barkworth, seorang penumpang kelas satu, berkata: "Saya tidak berniat meremehkan keberanian siapa pun, tetapi saya bisa menyebutkan bahwa ketika saya pertama kali tiba di geladak, grup musik sedang memainkan wals. Kali berikutnya saya lewat, para anggotanya telah mencampakkan alat musik mereka dan tidak kelihatan lagi."[153] Grup musik tersebut bisa jadi berhenti bermain sebentar untuk mengambil baju pelampung, kemudian lanjut bermain musik.[8]
Bride mendengar grup musik bermain saat ia meninggalkan ruang radio, yang saat itu sudah terendam air, ditemani oleh rekannya sesama operator, Jack Phillips. Ia berkelahi dengan seorang awak yang menurutnya adalah "seorang juru api, atau seseorang dari geladak bawah", yang menyelinap ke ruang radio dan hendak mencuri pelampung Phillips. Bride kelak menulis: "Saya melakukan tugas saya. Saya harap saya menghabisi [orang itu]. Saya tidak tahu. Kami meninggalkannya di lantai kabin ruang radio, dan dia tidak bergerak."[161] Masing-masing operator radio berlari ke arah berlawanan, Phillips menuju buritan dan Bride terus menuju sekoci lipat B.[161]
Archibald Gracie juga menuju buritan, tetapi di perjalanan ia menemukan jalannya diblokir oleh "kerumunan massa manusia sepanjang beberapa banjar, menutupi geladak sekoci, menghadap ke kami".[162] Ratusan penumpang kelas tiga yang menghadangnya akhirnya berhasil sampai ke geladak tepat saat sekoci terakhir berangkat. Gracie membatalkan niatnya menuju buritan dan terjun ke laut untuk menjauh dari kerumunan.[162]
Menit terakhir
Kira-kira pukul 02.15, kemiringan Titanic di air mulai naik dengan cepat saat air mengalir melalui palka geladak ke bagian kapal yang belum terendam.[73] Kemiringannya yang tiba-tiba meningkat memicu "gelombang raksasa" yang menerjang bahtera dari ujung depan geladak sekoci, menyapu banyak orang ke lautan.[163] Orang-orang yang sedang berupaya meluncurkan sekoci lipat A dan B, termasuk Opsir Keenam Moody[164] dan Kolonel Archibald Gracie, tersapu gelombang bersama dengan dua sekoci (sekoci B hanyut dan terbalik, memerangkap Harold Bride di bawahnya, sedangkan sekoci A setengah kebanjiran dan kanvasnya tidak terbuka). Bride dan Gracie berhasil naik ke sekoci B, tetapi Moody tewas.[165][166]
Lightoller, yang gagal meluncurkan sekoci B, memilih meninggalkan posisinya karena ia menyadari sia-sia saja pergi ke buritan dan terjun ke laut dari atap barak kelasi. Ia tersedot masuk ke lubang ventilasi, tetapi dilontarkan keluar oleh "hembusan udara panas yang dahsyat" dan muncul di samping sekoci B yang terbalik.[167] Cerobong depan ambruk karena tak sanggup menopang beratnya sendiri, menggilas sejumlah orang, termasuk Charles Duane Williams[168] dan nyaris menimpa sekoci.[169] Cerobong juga hampir menimpa Lightoller dan menimbulkan gelombang besar yang menghanyutkan sekoci sejauh 40 meter dari kapal yang tenggelam.[167] Orang-orang yang masih berada di Titanic merasakan struktur kapal bergetar karena didera tekanan yang dahsyat. Penumpang kelas satu Jack Thayer mengungkapkan:
Sesekali terdengar bunyi gedebuk atau ledakan mematikan di dalam kapal. Sekarang, tanpa peringatan Titanic sepertinya mulai maju, bergerak ke depan dan masuk ke dalam air dengan sudut sekitar lima belas derajat. Gerakan ini serta air yang mengalir deras ke arah kami diiringi oleh raungan gemuruh, bercampur dengan ledakan yang lebih teredam. Rasanya seperti berdiri di bawah jembatan kereta api baja selagi kereta ekspres melintas di atas kepala bercampur dengan suara pabrik baja pengepresan dan kehancuran barang pecah belah.[170]
Saksi mata manyaksikan buritan Titanic terangkat tinggi ke udara saat haluan kapal terbenam ke air. Sudut kemiringannya dikatakan telah mencapai 30–45 derajat,[171] "tampaknya berpusar di sekitar pusat gravitasi tepat di bagian tengah kapal", ujar Lawrence Beesley.[172] Banyak penyintas mendengar suara menggelegar, yang menurut dugaan adalah suara ledakan ketel uap.[173] Beesley menggambarkan suara tersebut: "sebagian berupa erangan, sebagian seperti kelontangan, dan sebagian seperti suara pecah, dan itu bukan raungan tiba-tiba seperti suara ledakan: hal itu berlangsung berturut-turut selama beberapa detik, mungkin lima belas sampai dua puluh detik". Ia menduga suara tersebut berasal dari "mesin dan peralatan yang terlepas dari baut dan bantalannya, kemudian jatuh menimpa kompartemen dan menghantam apa saja yang menghalanginya.[172]
Beberapa menit kemudian, lampu kapal berkedip sekali dan kemudian padam total, menyebabkan Titanic tenggelam dalam kegelapan. Jack Thayer mengaku melihat "seribu lima ratus orang masih di atas kapal, menempel berkelompok atau bergelantungan, seperti lebah yang bergerombol, jatuh ke kerumunan massa, berpasangan atau sendiri-sendiri selagi bagian belakang kapal yang maha besar, dua ratus lima puluh kaki tingginya, terangkat ke langit."[169]
Momen terakhir Titanic
Titanic diterpa oleh gaya berlawanan ekstrem – haluan yang banjir menarik kapal ke bawah sedangkan udara yang terkurung di buritan menahannya tetap di permukaan – yang terkonsentrasi di salah satu titik terlemah pada struktur kapal, yakni di area palka ruang mesin. Tak lama setelah lampu padam, kapal terbelah dua. Haluan yang terbenam tetap melekat pada buritan di bagian lunas selama beberapa saat, menarik buritan ke sudut hampir vertikal sebelum akhirnya terpisah dan membuat buritan mengapung beberapa saat lebih lama. Bagian depan buritan terendam air dengan sangat cepat, menyebabkan bagian depan miring dan kemudian mengapung sebentar sebelum benar-benar tenggelam.[174][175][176] Titanic lenyap ditelan lautan pada pukul 02.20, 2 jam 40 menit setelah menabrak gunung es. Thayer mengungkapkan bahwa kapal berpusar di permukaan, "secara perlahan geladaknya [berbalik] menjauh dari kami, seolah-olah menyembunyikan pemandangan mengerikan dari pandangan kami ... Lalu, dengan suara ledakan mematikan dari beberapa sekat kokoh terakhirnya, ia meluncur dengan anggun ke lautan, menjauh dari kami."[177]
Sebelum ditemukannya bangkai kapal pada tahun 1985, diyakini bahwa Titanic tenggelam secara utuh. Sejumlah penyintas Titanic juga mengonfirmasi hal tersebut. Anggapan ini kemudian ditegaskan melalui penyelidikan yang dilakukan oleh Britania dan Amerika setelah musibah tersebut. Archibald Gracie, yang berada di geladak pejalan kaki bersama grup musik di dekat cerobong dua, mengungkapkan bahwa "geladak Titanic utuh pada saat tenggelam, dan ketika saya tenggelam bersamanya, lebih dari tujuh dari enam belas bagian kapal sudah berada di dalam air, dan saat itu tidak ada indikasi bahwa geladak atau kapal terbelah".[178] Robert Ballard bersikeras banyak catatan penyintas lainnya yang menunjukkan bahwa kapal terbelah dua saat tenggelam.[179] Mesin kapal kelak ditemukan berada di tempatnya seharusnya bersama dengan sebagian besar ketel uap, sehingga "suara keras" yang didengar oleh para saksi bukan disebabkan oleh ledakan ketel, melainkan oleh terbelahnya kapal.[180]
Ada dua teori utama mengenai bagaimana Titanic terbelah dua, yakni teori "top-down" dan teori Mengot, yang dinamai berdasarkan pencetusnya, Roy Mengot.[181] Teori top-down lebih populer, menyatakan bahwa terbelahnya kapal berpusat pada struktur terlemah pada kapal di pintu masuk ruang ketel pertama dan bermula di geladak atas kemudian merambat ke lunas. Kapal sepenuhnya terbelah sampai ke dasarnya, hanya dihubungkan oleh lunas antara haluan dan buritan. Setelah itu, haluan menyeret buritan ke bawah air sampai terputus dari lunas dan kedua bagian kapal akhirnya terpisah.[181] Teori Mengot berpendapat bahwa kapal terbelah akibat kekuatan kompresi, bukan akibat tegangan fraktur, yang mengakibatkan kapal terbelah dari bawah ke atas. Menurut teori ini, dasar kapal patah terlebih dahulu dan kemudian meluas ke geladak bawah sampai atas. Kapal ditautkan oleh Dek B, yang terdiri dari 6 pelat ganda besar yang berfungsi sebagai penyangga dan mencegah retakan meluas. Ketika isi lambung kapal tumpah keluar, Dek B hancur, mengakibatkan menara belakang dan menara depan tercabut dari buritan saat haluan terpisah dan tenggelam.[181]
Ketika tenggelam, haluan dan buritan kapal hanya perlu waktu kira-kira 5–6 menit untuk meluncur ke dasar lautan sedalam 3.795 meter (12.451 ft), menumpahkan mesin-mesin berat, berton-ton batu bara, dan sejumlah besar puing-puing interior Titanic. Kedua bagian kapal mendarat terpisah sejauh 600 meter (2.000 ft) di dasar laut yang bertekanan tinggi.[182] Bagian haluan yang ramping meluncur vertikal dari permukaan laut, dengan ujung haluan menghantam dasar laut terlebih dahulu pada bidang yang datar,[183] dengan perkiraan kecepatan 25–30 mph (40–48 km/h). Momentum geraknya menyebabkannya terbentuknya ceruk di dasar laut dan membenamkan bagian haluan hingga kedalaman 20 meter (66 ft) di dalam sedimen. Hantaman keras menyebabkan struktur haluan melengkung beberapa derajat tepat di depan anjungan. Geladak tengah, yang sudah ringsek saat kapal terbelah, ambruk menimpa geladak di bawahnya.[184]
Bagian buritan meluncur ke dasar laut dengan sudut hampir vertikal, kemungkinan sempat berputar saat turun.[183] Tangki-tangki dan koferdam kosong meledak saat buritan meluncur, merobek struktur dan melipat tulang baja geladak kimbul.[185] Buritan menghantam dasar laut dengan kekuatan dahsyat sehingga terbenam di kedalaman kira-kira 15 meter (49 ft). Geladak ambruk saling bertumpukan dan pelat lambung terhampar ke samping. Puing-puing terus menghujani dasar laut dalam beberapa jam setelah Titanic tenggelam.[184]
Penumpang dan awak di laut
Di permukaan, ratusan penumpang dan awak megap-megap di lautan air es, dikelilingi oleh puing-puing kapal. Terbelahnya Titanic saat tenggelam ke dasar laut menyebabkan bongkahan puing-puing seperti balok kayu, pintu kayu, furnitur, dan panel mengapung ke permukaan. Puing-puing tersebut turut mencederai dan membunuh beberapa orang, sedangkan yang lainnya memanfaatkan puing-puing untuk bertahan hidup.[186]
Dengan suhu −2 °C (28 °F), air laut teramat dingin. Opsir Kedua Lightoller menggambarkan rasanya seperti "seribu pisau" ditusukkan ke tubuhnya saat ia masuk ke laut.[185] Perendaman tiba-tiba di dalam air beku bisa menyebabkan kematian dalam waktu singkat, baik karena serangan jantung, tidak bisa bernapas, atau syok dingin akibat hipotermia,[187] hampir keseluruhan orang yang berada di dalam air tewas dalam waktu 15–30 menit akibat serangan jantung atau reaksi tubuh lainnya terhadap air beku.[188] Hanya 13 orang yang diselamatkan ke sekoci, padahal sekoci-sekoci tersebut cukup untuk menampung hampir 500 orang lagi.[189]
Orang-orang yang berada di sekoci mendengarkan dengan ngeri suara-suara yang oleh Lawrence Beesley digambarkannya sebagai "setiap emosi ketakutan, keputusasaan, penderitaan, kebencian mendalam, dan kemarahan manusia bercampur dengan keterkejutan tak terhingga, seolah-olah mereka berkata, Bagaimana mungkin hal mengerikan ini terjadi padaku? Kenapa aku harus terjebak dalam perangkap maut ini?."[190] Jack Thayer mengibaratkannya dengan suara "belalang di malam musim panas", sedangkan George Rheims, yang melompat ke laut beberapa saat sebelum Titanic tenggelam, melukiskannya sebagai "suara rintihan suram yang tidak akan pernah saya lupakan. Suara itu berasal dari orang-orang malang yang mengapung, meminta bantuan. Suara yang mengerikan, misterius, supranatural."[191]
Suara bising orang-orang di dalam air yang menjerit, berteriak, dan menangis menjadi syok luar biasa bagi penumpang sekoci, kebanyakan dari mereka saat itu percaya bahwa semua orang telah meyelamatkan diri sebelum kapal tenggelam. Beesley menulis, "tangisan itu terdengar seperti halilintar, tak terduga, tak terbayangkan, luar biasa. Tidak seorang pun di sekoci yang jauhnya beberapa ratus meter bisa lolos dari keterkejutan yang melumpuhkan, mengetahui tragedi dalam jarak yang begitu dekat, begitu besar, sedang terjadi, dan kami tidak berdaya, sama sekali tidak bisa mencegah atau membantu."[190]
Hanya segelintir orang yang berada di air yang selamat. Di antaranya adalah Archibald Gracie, Jack Thayer, dan Charles Lightoller, yang berhasil menaiki sekoci lipat B yang terbalik. Kira-kira 12 ABK berhasil mencapai sekoci lipat B dan berupaya menyelamatkan orang-orang sebisa mereka, tetapi banyak orang mulai memepet lambung sekoci yang terbalik. Sadar akan risiko sekoci dipenuhi oleh kerumunan orang, mereka mengayuh perlahan, mengabaikan permintaan tolong puluhan orang yang meminta naik ke sekoci. Dalam tulisannya, Gracie takjub akan sikap orang-orang yang berada di air: "Tanpa bermaksud menyinggung, saya dengan senang hati mengatakan, saya tidak pernah mendengar kata-kata teguran apa pun dari orang-orang itu karena menolak memberi bantuan... [salah satu penolakan] dijawab dengan jantan oleh seorang pria... 'Baiklah anak-anak, semoga beruntung dan Tuhan memberkatimu'."[192] Gracie mengungkapkan ia mendengar salah seorang penumpang di sekoci B mengatakan bahwa Kapten Smith bergelantungan di sekoci, dan juru api Harry Senior serta juru masak Isaac Maynard berkata bahwa Smith ada di sana.[193] Juru api Walter Hurst menduga orang yang mengatakan "Baiklah anak-anak, semoga beruntung dan Tuhan memberkatimu" adalah Smith. Hurst mengungkapkan ada seorang pria yang memiliki "suara berwibawa" menyemangati mereka dengan mengatakan "Good boys! Good lads!". Hurst sangat tersentuh oleh keberanian pria itu dan mengulurkan dayung padanya, sayangnya pria tersebut sudah tewas.[194] Lebih dari 20 orang berhasil mencapai sekoci lipat A, yang mengambang tetapi setengah tergenang air karena sisi-sisinya tidak dibuka dengan benar. Penumpang sekoci harus duduk berjam-jam di air yang sangat dingin, dan banyak dari mereka yang tewas akibat hipotermia sepanjang malam itu.[145]
Tidak jauh dari sana, delapan belas sekoci lain yang memiliki banyak tempat kosong sedang terombang-ambing di kala para penumpangnya memperdebatkan apa yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan orang-orang tersebut. Sekoci No. 4 yang letaknya paling dekat, kira-kira berjarak 50 meter (160 ft) dari lokasi tenggelamnya kapal. Sekoci ini berhasil menyelamatkan tiga orang sebelum kapal tenggelam,[195] dan tujuh orang lagi berhasil dinaikkan ke sekoci setelah kapal tenggelam, tetapi dua di antaranya tewas. Sekoci lipat D menyelamatkan seorang penumpang pria yang melompat ke laut dan berenang ke sekoci tak lama setelah sekoci diturunkan. Para penumpang di sekoci lainnya memutuskan untuk tidak kembali, kemungkinan karena takut sekoci akan terbalik dalam upaya penyelamatan. Sejumlah penumpang mengajukan keberatan secara blak-blakan atas tindakan ini. Intendans Hichens, yang mengomandoi sekoci No. 6, memberi tahu para wanita di sekocinya bahwa tidak ada gunanya kembali karena "hanya ada banyak orang mati di sana".[196]
Kira-kira 20 menit kemudian, suara tangisan mulai berkurang karena orang-orang di laut sudah pingsan atau tewas.[197] Opsir Kelima Lowe, yang menangani sekoci No. 14, "menunggu sampai suara teriakan dan jeritan mereda" sebelum melakukan upaya penyelamatan.[198] Ia mengumpulkan lima sekoci dan saling memindahkan penumpang antar sekoci agar lebih banyak tempat di sekoci No. 14. Lowe kemudian membawa tujuh awak dan seorang sukarelawan penumpang pria, lalu mendayung menuju lokasi tenggelamnya kapal. Keseluruhan operasi ini memakan waktu kira-kira tiga perempat jam. Ketika sekoci No. 14 kembali ke lokasi tenggelam, nyaris semua orang yang ada di air sudah tewas dan hanya beberapa suara yang masih terdengar.[199]
Lucy, Lady Duff-Gordon mengenang setelah musibah tersebut bahwa "tangisan terakhir [yang terdengar] adalah seorang pria yang berseru dengan keras: 'Ya Tuhan! Ya Tuhan!' Dia menangis putus asa. Selama satu jam penuh, terdengar paduan suara jeritan yang mengerikan, perlahan-lahan hilang menjadi erangan putus asa, sampai tangisan terakhir yang saya bicarakan ini. Kemudian semuanya diam."[200] Bagi sejumlah penyintas, kesunyian setelahnya bahkan lebih buruk daripada teriakan minta tolong.[201] Lowe dan para awak menemukan empat orang yang masih hidup, tetapi seorang di antaranya tewas tak lama kemudian. Selebihnya, yang bisa mereka lihat hanyalah "ratusan jasad dan baju pelampung, seolah-olah mereka mati kedinginan karena seluruh anggota tubuh mereka menegang".[198]
Di sekoci lain, tidak ada yang bisa dilakukan para penyintas selain menunggu kedatangan kapal penyelamat. Udara sangat dingin dan beberapa sekoci telah kemasukan air. Para penyintas tidak menemukan makanan atau air minum di sekoci, dan sebagian besar sekoci bahkan tidak memiliki lampu.[202] Situasi genting terjadi di sekoci lipat B, yang terancam tenggelam akibat makin menipisnya udara di lambung sekoci yang terbalik. Saat fajar menjelang, angin bertiup kencang dan laut semakin berombak, sehingga mereka harus berdiri untuk menyeimbangkan sekoci tersebut. Sejumlah penumpang yang kelelahan jatuh ke laut dan tenggelam.[203] Makin lama makin sulit untuk mempertahankan keseimbangan di lambung sekoci karena ombak yang terus menyapu.[204] Archibald Gracie kelak menulis tentang bagaimana ia dan penyintas lainnya yang duduk di lambung sekoci terbalik disadarkan oleh "posisi kami yang sama sekali tidak berdaya".[205]
Penyelamatan
Penyintas Titanic diselamatkan pada pukul 04.00 tanggal 15 April oleh RMS Carpathia, yang berlayar sepanjang malam dengan kecepatan tinggi dan risiko cukup besar, karena kapal tersebut harus menghindari banyak gunung es dalam perjalanannya.[204] Lampu Carpathia pertama kali terlihat kira-kira pukul 03.30,[204] yang membangkitkan semangat para penyintas, meskipun masih butuh beberapa jam lagi untuk bisa menaiki kapal tersebut. Lebih dari 30 pria di sekoci lipat B akhirnya berhasil pindah ke dua sekoci lainnya, sayangnya seorang penyintas tewas sebelum sempat dipindahkan.[206] Sekoci lipat A setengah kebanjiran dan lebih dari separo penumpangnya tewas pada malam itu.[185] Penumpang yang tersisa dipindahkan ke sekoci lain dan tiga mayat ditinggalkan di sekoci lipat A dan dibiarkan hanyut. Sekoci ini ditemukan sebulan kemudian oleh kapal RMS Oceanic, dengan posisi mayat masih di atas sekoci.[206]
Penghuni Carpathia terperangah oleh pemandangan yang mereka lihat ketika matahari terbit: "ladang es, seperti titik-titik pada lanskap, bertumpu pada piramida es yang tak terhitung banyaknya."[207] Kapten Arthur Rostron dari Carpathia melihat banyak es di sekelilingnya, termasuk 20 bongkahan es berukuran besar setinggi 200 kaki (61 m) dan banyak bongkahan es yang lebih kecil, serta pecahan es dan puing-puing Titanic.[207] Penumpang Carpathia menyadari kapal mereka berada di tengah dataran es putih luas, bertabur gunung es yang tampak seperti bukit di kejauhan.[208]
Ketika sekoci telah mendekat ke Carpathia, para penyintas berupaya menaiki kapal dengan berbagai cara. Orang-orang yang cukup kuat naik dengan cara memanjat tangga tali, selebihnya diangkat dengan gendongan, dan anak-anak dinaikkan dalam karung surat.[209] Sekoci terakhir yang sampai ke Carpathia adalah sekoci No. 12 Lightoller, yang berisi 74 orang dari kapasitas 65 orang. Seluruh penyintas sudah menaiki Carpathia pada pukul 09.00.[210] Terjadi sejumlah adegan kegembiraan ketika keluarga dan sahabat dipersatukan kembali, tetapi lebih banyak lagi harapan yang musnah ketika orang-orang yang dicintai tidak selamat.[211]
Pada pukul 09.15, dua kapal lagi tiba – SS Mount Temple dan SS Californian – yang akhirnya mengetahui musibah tersebut setelah operator radio kembali bertugas, tetapi pada saat itu semua penyintas sudah dinaikkan ke Carpathia. Carpathia sedang dalam perjalanan menuju Fiume, Austria-Hungaria (kini Rijeka, Kroasia), tetapi karena tidak memiliki persediaan makanan dan fasilitas medis untuk melayani para penyintas, Rostron memerintahkan agar kapal kembali ke New York, tempat para penyintas bisa dirawat dengan baik.[210] Carpathia meninggalkan kawasan tersebut, sedangkan kapal lainnya melakukan pencarian selama dua jam tanpa hasil.[212][213]
Dampak
Duka dan kemarahan
Berita mengenai tabrakan Titanic dengan gunung es pertama kali sampai di New York pada tanggal 15 April pukul 01.20 dan diterima oleh ruang berita The New York Times, satu jam sebelum kapal tenggelam.[214] Namun, pada pagi harinya belum ada surat kabar yang menyadari keseriusan peristiwa tersebut. The New York Evening Sun memuat berita utama: "Seluruh penumpang Titanic diselamatkan setelah tabrakan... ditarik ke Halifax." Surat kabar tersebut menjelaskan bahwa penumpang kapal dipindahkan ke Carpathia dan Parisian, dan awak kapal tetap berada di Titanic saat kapal tersebut ditarik ke Halifax, Nova Scotia, Kanada.[215] Pada tanggal 16 April, Daily Mail London memberitakan: "Titanic tenggelam, tetapi tidak ada korban jiwa." Kantor White Star di New York meyakinkan para kerabat penumpang bahwa kecelakaan tersebut tidak parah. Namun, laporan tersebut tentu saja tidak benar, karena berita mengenai tenggelamnya kapal tersebut telah diteruskan dari satu kapal ke kapal lainnya, dan oleh karena itu telah menimbulkan kebingungan.[216]
Pada tanggal 15 April, desas-desus yang mengabarkan bahwa Titanic telah tenggelam merebak di New York. Kepastian mengenai kabar tersebut baru muncul pada sore hari kira-kira pukul 18.00, diterima oleh kantor White Star berkat pesan yang dikirim oleh kapal saudari Titanic, RMS Olympic.[216] Tak lama kemudian, White Star secara resmi mengumumkan bahwa Titanic telah tenggelam.[217] Pada pukul 21.00, warga New York mengetahui bahwa Carpathia hanya mengangkut 700 penyintas dan kemungkinan ada sebanyak 1.500 orang yang tewas.[217] Keesokan paginya, New York Times memberitakan musibah tersebut dan menerbitkan manifes awal penumpang selamat yang dikirimkan oleh Carpathia melalui Olympic. Berita tersebut juga mengumumkan bahwa Carpathia akan tiba di New York pada tanggal 18 April. Meskipun demikian, berita mengenai tenggelamnya Titanic baru muncul di surat kabar Britania pada tanggal 17 April.[218]
Ketika Carpathia tiba di Dermaga 54 New York pada sore hari tanggal 18 April setelah menempuh perjalanan sulit melewati bongkahan es, kabut, badai petir, dan laut yang ganas,[219][220] sekitar 40.000 orang memadati dermaga. Orang-orang ini telah diberi tahu bahwa Titanic tenggelam oleh Carpathia melalui pesan radio. Barulah setelah Carpathia berlabuh, tiga hari setelah Titanic tenggelam, cerita lengkap mengenai musibah tersebut diketahui oleh masyarakat.[220] Para wartawan berlomba untuk meliput musibah tersebut secara ekstensif dengan mengumpulkan banyak kesaksian di tempat. The New York Times bahkan menyewa satu lantai hotel untuk menempatkan dua puluh jurnalis, yang berkomunikasi secara langsung dengan surat kabar melalui saluran telepon yang dipasang khusus untuk liputan tersebut.[221]
Bahkan sebelum Carpathia tiba di New York, upaya telah dilakukan untuk mengambil jasad korban tewas. Empat kapal yang disewa oleh White Star Line berhasil mengambil 328 jasad, 119 di antaranya dikuburkan di laut, sedangkan 209 sisanya dibawa ke Halifax, Nova Scotia,[219] dan 150 di antaranya dikuburkan di sana.[222] Memorial didirikan di berbagai kota, antara lain di New York, Washington, Southampton, Liverpool, Belfast, dan Lichfield,[223] sedangkan upacara peringatan diadakan di kedua sisi Atlantik untuk mengenang korban tewas dan menggalang dana bagi para penyintas.[224] Sebagian besar jasad korban Titanic tidak pernah ditemukan, dan satu-satunya bukti kematian mereka ditemukan 73 tahun kemudian di antara puing-puing di dasar laut, yakni sepasang sepatu yang tergeletak berdampingan, tempat jasad dulu pernah terbaring sebelum akhirnya membusuk.[47]
Reaksi masyarakat terhadap musibah ini adalah syok dan marah. Sejumlah tokoh dan masalah dituding sebagai penyebabnya: Mengapa hanya ada sedikit sekoci? Mengapa Ismay menyelamatkan dirinya sendiri padahal banyak orang yang tewas? Mengapa Titanic melaju ke arah medan es dengan kecepatan penuh?[225] Kemarahan ini dikompori oleh para penyintas sendiri. Ketika para penyintas masih berada di kapal Carpathia dalam perjalanan menuju New York, Beesley dan penyintas lainnya telah bertekad untuk "membangkitkan opini publik demi melindungi perjalanan laut pada masa depan", dan menulis surat kepada The Times yang mendesak perubahan undang-undang keselamatan maritim.[226]
Di kota-kota yang erat kaitannya dengan Titanic, rasa duka terasa sangat mendalam. Kota yang paling berkabung adalah Southampton, kampung halaman bagi 699 awak kapal dan asal bagi banyak penumpang.[227] Kerumunan wanita yang terdiri dari istri, saudara perempuan, dan ibu para awak kapal, berkumpul di depan kantor White Star di Southampton untuk mendengarkan kabar mengenai orang yang mereka cintai.[228] Kurang lebih 549 warga Southampton tewas dalam musibah ini.[229] Di Belfast, gereja-gereja penuh sesak dan buruh galangan kapal menangis di jalanan. Titanic telah menjadi simbol pencapaian industri Belfast, dan yang mereka rasakan tidak hanya rasa duka, tetapi juga rasa bersalah, karena merekalah yang membangun Titanic dan merasa turut bertanggung jawab atas musibah tersebut.[230] Di Liverpool, kota asal Titanic sekaligus tempat markas White Star Line berada, perwakilan perusahaan harus menghadapi kemarahan masyarakat sehingga mereka terpaksa mengumumkan nama-nama korban dari balkon kantor.[231]
Penyelidikan dan kebijakan
Setelah tenggelamnya Titanic, penyelidikan segera dilakukan oleh Britania Raya dan Amerika Serikat. Penyelidikan AS dimulai pada tanggal 19 April, dipimpin oleh Senator William Alden Smith,[232] sedangkan penyelidikan Britania Raya dikepalai oleh Lord Mersey, yang dimulai di London pada tanggal 2 Mei 1912.[233] Kedua penyelidikan ini menghasilkan temuan yang hampir sama: peraturan mengenai jumlah sekoci yang harus diangkut oleh kapal sudah ketinggalan zaman dan tidak relevan lagi,[234] Kapten Smith tidak mengindahkan peringatan gunung es,[235] sekoci tidak dimuat atau diawaki dengan benar, dan tabrakan terjadi karena kapal melaju ke kawasan berbahaya dengan kecepatan yang terlalu tinggi.[234] Kedua penyelidikan tersebut juga mengecam Kapten Stanley Lord dari Californian karena gagal memberikan bantuan kepada Titanic.[236]
Penyelidikan tidak menemukan adanya kelalaian yang dilakukan oleh perusahaan induk, International Mercantile Marine Co., atau White Star Line (pemilik Titanic). Hasil temuan penyelidikan AS menyimpulkan bahwa orang-orang di kapal sudah mengikuti praktik standar sesuai prosedur, dan dengan demikian musibah tersebut digolongkan sebagai "murka Tuhan".[237] Penyelidikan Britania menyimpulkan bahwa Smith telah melakukan praktik tersebut dalam waktu yang lama dan sebelumnya aman-aman saja,[238] menegaskan bahwa kapal-kapal Britania telah mengangkut 3,5 juta penumpang dalam satu dekade terakhir dan hanya 73 korban tewas.[239] Penyelidikan ini juga menyimpulkan Smith "hanya melakukan apa yang akan dilakukan oleh orang terampil lainnya jika berada di posisi yang sama", dan memperingatkan bahwa "apa yang saat ini dianggap sebagai kesalahan dalam kasus Titanic akan dianggap sebagai kelalaian dalam kasus serupa pada masa mendatang".[238]
Musibah tersebut menimbulkan perubahan besar dalam peraturan maritim. Langkah-langkah keselamatan baru ditetapkan, misalnya memastikan lebih banyak sekoci yang disediakan, latihan sekoci dilakukan dengan saksama, dan peralatan radio di kapal penumpang harus diawasi sepanjang waktu.[240] Operator radio wajib memprioritaskan pesan darurat dan bahaya daripada pesan pribadi dan menggunakan kode Q untuk meminimalkan permasalahan bahasa. Stasiun pantai jaringan nirkabel internasional Marconi milik Britania dan Telefunken milik Jerman diminta untuk menangani semua panggilan radio, termasuk panggilan yang berasal dari jaringan lain. Patroli Es Internasional didirikan untuk memantau keberadaan gunung es di Atlantik Utara, dan peraturan keselamatan maritim diselaraskan secara internasional melalui Konvensi Internasional untuk Keselamatan Penumpang di Laut (SOLAS).[241]
Dampak budaya dan bangkai kapal
Tenggelamnya Titanic telah menjadi fenomena budaya, menginspirasi para seniman, pembuat film, penulis, komposer, musikus, dan penari sejak tenggelamnya kapal tersebut sampai saat ini.[242] Pada tanggal 1 September 1985, ekspedisi gabungan AS-Prancis yang dipimpin oleh Robert Ballard berhasil menemukan bangkai kapal Titanic,[243] dan penemuan kembali kapal tersebut menyebabkan meningkatnya minat terhadap kisah Titanic.[244] Sejumlah ekspedisi telah diluncurkan untuk mendokumentasikan bangkai kapal tersebut, serta untuk menyelamatkan benda-benda peninggalan Titanic dari reruntuhan kapal.[241] Pameran besar pertama artefak Titanic diadakan di Museum Bahari Nasional di London pada tahun 1994–1995.[245] Musibah ini juga telah mengilhami banyak film. Pada tahun 1997, film Titanic karya James Cameron menjadi film pertama yang meraup $1 miliar di bioskop,[f] dan jalur suara film tersebut menjadi rekaman jalur suara terlaris sepanjang masa.[247]
Bangkai kapal Titanic perlahan hancur di dasar lautan, dengan perkiraan 0,5–1 ton logam berubah menjadi oksida per hari (dengan asumsi sepersepuluh ribu inci per hari di seluruh permukaan).[248] Pada akhirnya, struktur Titanic akan ambruk, dan hanya akan menjadi seonggok karat di dasar laut, dengan sisa-sisa lambung kapal bercampur dengan peralatan yang lebih tahan lama, seperti baling-baling, kapstan perunggu, kompas, dan telemotor.[249]
Korban dan penyintas
Jumlah korban jiwa akibat tenggelamnya Titanic tidak diketahui secara pasti karena berbagai faktor, antara lain disebabkan oleh kebingungan dalam menetapkan daftar penumpang, karena beberapa penumpang membatalkan perjalanannya di menit-menit terakhir, dan sejumlah penumpang bepergian dengan nama samaran karena berbagai alasan sehingga dihitung dua kali pada daftar korban.[250] Jumlah korban tewas diperkirakan antara 1.490 sampai 1.635 orang.[251] Angka di bawah ini bersumber dari laporan Board of Trade Britania Raya terkait musibah tersebut.[252]
Penumpang | Kategori | Jumlah penumpang |
Persentase dari total penumpang |
Jumlah selamat |
Jumlah tewas |
Persentase selamat |
Percentage tewas |
Persentase selamat dari total penumpang |
Persentase tewas dari total penumpang |
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Anak-anak | Kelas Satu | 6 | 0.3% | 5 | 1 | 83% | 17% | 0.2% | < 0.1% |
Kelas Dua | 24 | 1.1% | 24 | 0 | 100% | 0% | 1.1% | 0% | |
Kelas Tiga | 79 | 3.6% | 27 | 52 | 34% | 66% | 1.2% | 2.4% | |
Total | 109 | 5% | 56 | 53 | 51% | 49% | 2.5% | 2.4% | |
Wanita | Kelas Satu | 144 | 6.5% | 140 | 4 | 97% | 3% | 6.3% | 0.2% |
Kelas Dua | 93 | 4.2% | 80 | 13 | 86% | 14% | 3.6% | 0.6% | |
Kelas Tiga | 165 | 7.4% | 76 | 89 | 46% | 54% | 3.4% | 4.0% | |
Awak | 23 | 1.0% | 20 | 3 | 87% | 13% | 0.9% | 0.1% | |
Total | 425 | 19.1% | 316 | 109 | 74% | 26% | 14.2% | 4.9% | |
Pria | Kelas Satu | 175 | 7.9% | 57 | 118 | 33% | 67% | 2.6% | 5.3% |
Kelas Dua | 168 | 7.6% | 14 | 154 | 8% | 92% | 0.6% | 6.9% | |
Kelas Tiga | 462 | 20.8% | 75 | 387 | 16% | 84% | 3.3% | 17.4% | |
Awak | 885 | 39.8% | 192 | 693 | 22% | 78% | 8.6% | 31.2% | |
Total | 1,690 | 75.9% | 338 | 1,352 | 20% | 80% | 15.2% | 60.8% | |
Total | Semua | 2,224 | 100% | 710 | 1,514 | 32% | 68% | 31.9% | 68.1% |
Kurang dari sepertiga penumpang selamat dalam musibah tersebut. Sejumlah penyintas tewas tak lama kemudian. Cedera dan efek paparan menyebabkan beberapa orang tewas di atas Carpathia.[253] Berdasarkan tabel, 49 persen penumpang anak-anak, 26 persen penumpang wanita, 82 persen penumpang pria, dan 78 persen awak kapal tewas. Angka tersebut juga menunjukkan perbedaan mencolok dalam tingkat keselamatan antara pria dan wanita, serta perbedaan kelas di Titanic, terutama di kalangan wanita dan anak-anak. Meskipun kurang dari 10 persen wanita kelas satu dan dua yang tewas, 54 persen wanita yang berada di kelas tiga tewas. Anak-anak pun demikian, lima dari enam anak-anak kelas satu dan semua anak-anak kelas dua selamat, tetapi 52 dari 79 anak-anak kelas tiga tewas.[254] Satu-satunya penumpang anak-anak di kelas satu yang tewas adalah Loraine Allison yang berusia dua tahun.[255] Secara proporsional, kehilangan terbesar dialami oleh penumpang pria kelas dua, yang 92 persen di antaranya tewas. Dari sekian banyak hewan peliharaan yang dibawa ke Titanic, tiga selamat dari musibah tersebut.[256]
Catatan
- ^ a b Pada saat tabrakan, jam Titanic disetel 2 jam 2 menit lebih cepat dari Zona Waktu Timur dan 2 jam 58 menit lebih lambat dari Waktu Greenwich. Waktu kapal ditetapkan pada tengah malam, 13–14 April 1912, dan berdasarkan perkiraan posisi Titanic pada tengah hari waktu setempat tanggal 14 April, yang pada dasarnya merunut pada penampakan bintang pada malam tanggal 13 April, disesuaikan dengan perhitungan mati. Akibat terjadinya kecelakaan, jam Titanic tidak disesuaikan pada tengah malam tanggal 14–15 April.[1]
- ^ Kapal ketiga adalah RMS Britannic, yang tidak pernah beroperasi sebagai kapal penumpang; sebaliknya, Britannic langsung dipesan untuk beroperasi sebagai Kapal Rumah Sakit (HMHS Britannic) saat Perang Dunia I.
- ^ Teks asli: "bergs, growlers and field ice"
- ^ Terlepas dari mitos di kemudian hari, misalnya yang digambarkan dalam film Titanic tahun 1997, kapal Titanic tidak berupaya mencetak rekor kecepatan lintas atlantik; White Star Line telah memutuskan untuk tidak bersaing dengan saingan mereka, Cunard, dalam hal kecepatan, melainkan berfokus pada ukuran dan kemewahan.[27]
- ^ Sebuah insiden menegaskan anggapan ini saat Titanic sedang dibangun: kapal White Star Republic mengalami tabrakan dan tenggelam. Meskipun kapal tersebut tidak memiliki sekoci yang cukup untuk menampung keseluruhan penumpang, mereka semua terselamatkan karena kapal dapat mengapung cukup lama untuk diangkut ke kapal penyelamat.[87]
- ^ Setelah dirilis ulang dalam format 3D pada akhir pekan 13–15 April 2012, 100 tahun setelah tenggelamnya Titanic, film tersebut menjadi film kedua yang melewati ambang batas $2 miliar di bioskop.[246]
Referensi
- ^ Halpern 2011, hlm. 78.
- ^ Hutchings & de Kerbrech 2011, hlm. 37.
- ^ a b Butler 1998, hlm. 10.
- ^ a b Butler 1998, hlm. 16–20.
- ^ a b 1634–1699: McCusker, J. J. (1997). How Much Is That in Real Money? A Historical Price Index for Use as a Deflator of Money Values in the Economy of the United States: Addenda et Corrigenda (PDF). American Antiquarian Society. 1700–1799: McCusker, J. J. (1992). How Much Is That in Real Money? A Historical Price Index for Use as a Deflator of Money Values in the Economy of the United States (PDF). American Antiquarian Society. 1800–present: Federal Reserve Bank of Minneapolis. "Consumer Price Index (estimate) 1800–". Diakses tanggal 28 Mei 2023.
- ^ Bartlett 2011, hlm. 67.
- ^ Eaton & Haas 1994, hlm. 76.
- ^ a b Fitch, Layton & Wormstedt 2012, hlm. 286-288.
- ^ Bartlett 2011, hlm. 71.
- ^ Bartlett 2011, hlm. 76.
- ^ Bartlett 2011, hlm. 77.
- ^ a b Butler 1998, hlm. 238.
- ^ Lord 1987, hlm. 83.
- ^ Butler 1998, hlm. 27–28.
- ^ a b Howells 1999, hlm. 95.
- ^ Bartlett 2011, hlm. 43–44.
- ^ Bartlett 2011, hlm. 49.
- ^ Fire Down Below Diarsipkan 9 December 2019 di Wayback Machine.. Retrieved 7 January 2017.
- ^ Halpern & Weeks 2011, hlm. 122–126.
- ^ Halpern 2011, hlm. 80.
- ^ Ryan 1985, hlm. 8.
- ^ a b Ballard 1987, hlm. 199.
- ^ a b c Ryan 1985, hlm. 9.
- ^ a b c Barczewski 2006, hlm. 191.
- ^ a b c d Ryan 1985, hlm. 10.
- ^ a b Ryan 1985, hlm. 11.
- ^ Bartlett 2011, hlm. 24.
- ^ Mowbray 1912, hlm. 278.
- ^ Barczewski 2006, hlm. 13.
- ^ Gracie 1913, hlm. 247.
- ^ Halpern 2011, hlm. 85.
- ^ Eaton & Haas 1987, hlm. 19.
- ^ a b Brown 2000, hlm. 47.
- ^ Barratt 2010, hlm. 122.
- ^ Broad, William J. (9 April 2012). "A New Look at Nature's Role in the Titanic's Sinking". The New York Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 15 June 2018. Diakses tanggal 15 April 2018.
- ^ Lord 2005, hlm. 2.
- ^ Eaton & Haas 1994, hlm. 137.
- ^ Brown 2000, hlm. 67.
- ^ Barczewski 2006, hlm. 194.
- ^ "Were Titanic's engines put into reverse before the accident? > Tim Maltin" (dalam bahasa Inggris). 2019-03-17. Diakses tanggal 2021-08-10.
- ^ Halpern & Weeks 2011, hlm. 100.
- ^ Halpern 2011, hlm. 94.
- ^ Hoffman & Grimm 1982, hlm. 20.
- ^ a b "Testimony of Edward Wilding". Diarsipkan dari versi asli tanggal 1 April 2019. Diakses tanggal 6 October 2014.
- ^ a b Broad 1997.
- ^ a b c d Ballard 1987, hlm. 25.
- ^ Zumdahl & Zumdahl 2008, hlm. 457.
- ^ Foecke 2008.
- ^ McCarty & Foecke 2012, hlm. 83.
- ^ Broad 2008.
- ^ Verhoeven 2007, hlm. 49.
- ^ a b Ewers 2008.
- ^ Mills 1993, hlm. 46.
- ^ "Testimony of Mrs J Stuart White at the US Inquiry". Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 October 2018. Diakses tanggal 1 May 2017.
- ^ Butler 1998, hlm. 67–69.
- ^ Barratt 2010, hlm. 151.
- ^ Barratt 2010, hlm. 156.
- ^ Aldridge 2008, hlm. 86.
- ^ Ballard 1987, hlm. 71.
- ^ Barczewski 2006, hlm. 18.
- ^ a b c Mersey 1912.
- ^ a b c Ballard 1987, hlm. 22.
- ^ Barczewski 2006, hlm. 147.
- ^ a b Butler 1998, hlm. 71.
- ^ Butler 1998, hlm. 72.
- ^ Halpern & Weeks 2011, hlm. 112.
- ^ Barczewski 2006, hlm. 148.
- ^ Halpern & Weeks 2011, hlm. 106.
- ^ Halpern & Weeks 2011, hlm. 116.
- ^ a b Halpern & Weeks 2011, hlm. 118.
- ^ Halpern & Weeks 2011, hlm. 109.
- ^ a b Barratt 2010, hlm. 131.
- ^ Bartlett 2011, hlm. 120.
- ^ Bartlett 2011, hlm. 118–119.
- ^ a b c d Barczewski 2006, hlm. 20.
- ^ Bartlett 2011, hlm. 121.
- ^ Bartlett 2011, hlm. 126.
- ^ Bartlett 2011, hlm. 116.
- ^ Beesley 1960, hlm. 32–33.
- ^ a b Bartlett 2011, hlm. 124.
- ^ Lord 1987, hlm. 90.
- ^ a b c Barczewski 2006, hlm. 21.
- ^ a b Bartlett 2011, hlm. 123.
- ^ Hutchings & de Kerbrech 2011, hlm. 112.
- ^ Hutchings & de Kerbrech 2011, hlm. 116.
- ^ Chirnside 2004, hlm. 29.
- ^ Bartlett 2011, hlm. 30.
- ^ Marshall 1912, hlm. 141.
- ^ Butler 1998, hlm. 250–252.
- ^ Cox 1999, hlm. 50–52.
- ^ Fitch, Layton & Wormstedt 2012, hlm. 162–163.
- ^ Fitch, Layton & Wormstedt 2012, hlm. 183.
- ^ Bartlett 2011, hlm. 106.
- ^ a b Mowbray 1912, hlm. 279.
- ^ Aldridge 2008, hlm. 47.
- ^ a b Cox 1999, hlm. 52.
- ^ Gleicher 2006, hlm. 65.
- ^ Lord 2005, hlm. 37.
- ^ a b Lord 1976, hlm. 73–74.
- ^ Lord 1976, hlm. 87.
- ^ Bartlett 2011, hlm. 150.
- ^ Lord 1976, hlm. 78.
- ^ Halpern & Weeks 2011, hlm. 126.
- ^ Lord 1976, hlm. 76.
- ^ "Day 6 – Testimony of Frederick Scott (Greaser, SS Titanic)". British Wreck Commissioner's Inquiry. 10 May 1912. Diarsipkan dari versi asli tanggal 6 January 2021. Diakses tanggal 9 April 2020.
- ^ Butler 1998, hlm. 226.
- ^ a b Butler 1998, hlm. 225.
- ^ Gleicher 2006, hlm. 40.
- ^ a b c Ballard 1987, hlm. 24.
- ^ Lord 1976, hlm. 90.
- ^ Bartlett 2011, hlm. 147.
- ^ Eaton & Haas 1994, hlm. 150.
- ^ Bartlett 2011, hlm. 145.
- ^ Bartlett 2011, hlm. 152.
- ^ Fitch, Layton & Wormstedt 2012, hlm. 205.
- ^ Butler 1998, hlm. 98.
- ^ Butler 1998, hlm. 113.
- ^ "Testimony of Henry James Moore at the US Inquiry". Diarsipkan dari versi asli tanggal 21 June 2018. Diakses tanggal 1 May 2017.
- ^ Butler 1998, hlm. 159.
- ^ Butler 1998, hlm. 161.
- ^ Butler 1998, hlm. 160.
- ^ Butler 1998, hlm. 162.
- ^ Butler 1998, hlm. 163.
- ^ a b c Lord 1976, hlm. 84.
- ^ Lord 1976, hlm. 85.
- ^ a b c Barczewski 2006, hlm. 284.
- ^ Howells 1999, hlm. 96.
- ^ Lord 1976, hlm. 91–95.
- ^ Lord 1976, hlm. 97.
- ^ Bartlett 2011, hlm. 131.
- ^ Gittins, Akers-Jordan & Behe 2011, hlm. 167.
- ^ a b Ballard 1987, hlm. 26.
- ^ Regal 2005, hlm. 34.
- ^ Eaton & Haas 1994, hlm. 153.
- ^ Eaton & Haas 1994, hlm. 154.
- ^ a b Eaton & Haas 1994, hlm. 155.
- ^ a b c Ballard 1987, hlm. 222.
- ^ a b Winocour 1960, hlm. 296.
- ^ "Testimony of Arthur Bright". Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 Oktober 2018. Diakses tanggal 6 Oktober 2014.
- ^ "Testimony of Hugh Woolner". Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 September 2018. Diakses tanggal 6 Oktober 2014.
- ^ Fitch, Layton & Wormstedt 2012, hlm. 305–308.
- ^ Butler 1998, hlm. 130.
- ^ "Day 9 – Testimony of Edward Brown (First Class Steward, SS Titanic)". British Wreck Commissioner's Inquiry. 16 May 1912. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 July 2018. Diakses tanggal 6 June 2015.
- ^ a b Bartlett 2011, hlm. 224.
- ^ Ballard 1987, hlm. 40–41.
- ^ "Testimony of Harold Bride at the US Inquiry". Diarsipkan dari versi asli tanggal 9 April 2019. Diakses tanggal 6 Oktober 2014.
- ^ Chirnside 2004, hlm. 177.
- ^ a b c Fitch, Layton & Wormstedt 2012, hlm. 321–323
- ^ a b Bullock, Shan (1912). "VIII: The sinking of the Titanic". Thomas Andrews Shipbuilder. Diakses tanggal 21 April 2011.
- ^ Butler 1998, hlm. 135.
- ^ a b Fitch, Layton & Wormstedt 2012, hlm. 177-179.
- ^ a b Barczewski 2006, hlm. 132–33
- ^ Fitch, Layton & Wormstedt 2012, hlm. 178-179.
- ^ Howells 1999, hlm. 128.
- ^ Howells 1999, hlm. 129.
- ^ Richards 2001, hlm. 395.
- ^ Richards 2001, hlm. 396.
- ^ Turner 2011, hlm. 194.
- ^ Gracie 1913, hlm. 20.
- ^ a b Winocour 1960, hlm. 317.
- ^ a b Winocour 1960, hlm. 138–139.
- ^ Lynch 1998, hlm. 117.
- ^ Testimony of Samuel Hemming Diarsipkan 30 July 2018 di Wayback Machine. at Titanic inquiry.com
- ^ Gracie 1913, hlm. 61.
- ^ Winocour 1960, hlm. 316.
- ^ a b Winocour 1960, hlm. 299.
- ^ Fitch, Layton & Wormstedt 2012, hlm. 232–233.
- ^ a b Barczewski 2006, hlm. 28.
- ^ Gleicher 2006, hlm. 229.
- ^ Ballard 1987, hlm. 202.
- ^ a b Beesley 1960, hlm. 47.
- ^ Mowbray 1912, hlm. 70.
- ^ Halpern & Weeks 2011, hlm. 119.
- ^ Barczewski 2006, hlm. 29.
- ^ "Titanic Sinking CGI". National Geographic Channel. Diarsipkan dari versi asli tanggal 6 January 2021. Diakses tanggal 17 February 2016.
- ^ Ballard 1987, hlm. 29.
- ^ Gracie 1913, hlm. 58.
- ^ Ballard 1987, hlm. 201.
- ^ Kuntz 1998, hlm. xiii.
- ^ a b c Gleicher, David. (2002). The Break-up of the Titanic: Viewpoints and Evidence. Encyclopedia Titanica.
- ^ Uchupi, Ballard & Lange 1986.
- ^ a b Ballard 1987, hlm. 206.
- ^ a b Ballard 1987, hlm. 205.
- ^ a b c Butler 1998, hlm. 140.
- ^ Butler 1998, hlm. 139.
- ^ Findings: Titanic victims in 'cold shock', quoting Michael Tipton
- ^ Aldridge 2008, hlm. 56.
- ^ Lord 2005, hlm. 103.
- ^ a b Barratt 2010, hlm. 199–200.
- ^ Barratt 2010, hlm. 177.
- ^ Gracie 1913, hlm. 89.
- ^ Gracie 1913, hlm. 95.
- ^ Lord 2005, hlm. 98.
- ^ "Testimony of Thomas Ranger". Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 October 2018. Diakses tanggal 6 October 2014.
- ^ Bartlett 2011, hlm. 226–267.
- ^ Bartlett 2011, hlm. 228.
- ^ a b Bartlett 2011, hlm. 230.
- ^ Butler 1998, hlm. 144–145.
- ^ Everett 1912, hlm. 167.
- ^ Robbins, William (April 18, 1982). "SCREAMS, THEN SEA'S SILENCE, STILL HAUNT 5 SURVIVORS OF TITANIC". The New York Times. Diakses tanggal 25 August 2022.
- ^ Bartlett 2011, hlm. 232.
- ^ Bartlett 2011, hlm. 231.
- ^ a b c Bartlett 2011, hlm. 238.
- ^ Gracie 1913, hlm. 161.
- ^ a b Bartlett 2011, hlm. 240–241.
- ^ a b Bartlett 2011, hlm. 242.
- ^ Bartlett 2011, hlm. 245.
- ^ Butler 1998, hlm. 154.
- ^ a b Butler 1998, hlm. 156.
- ^ Butler 1998, hlm. 155.
- ^ Butler 1998, hlm. 157.
- ^ Bartlett 2011, hlm. 255.
- ^ Riffenburgh 2008, hlm. 50.
- ^ Ferruli 2003, hlm. 281.
- ^ a b Brewster & Coulter 1999, hlm. 68.
- ^ a b Ferruli 2003, hlm. 282.
- ^ Brewster & Coulter 1999, hlm. 69.
- ^ a b Bartlett 2011, hlm. 266.
- ^ a b Lord 1976, hlm. 196–197.
- ^ Riffenburgh 2008, hlm. 51.
- ^ Eaton & Haas 1994, hlm. 235.
- ^ Eaton & Haas 1994, hlm. 296–300.
- ^ Eaton & Haas 1994, hlm. 293–295.
- ^ Björkfors 2004, hlm. 59.
- ^ Beesley 1960, hlm. 81.
- ^ Barczewski 2006, hlm. 266.
- ^ Butler 1998, hlm. 173.
- ^ Bartlett 2011, hlm. 264.
- ^ Barczewski 2006, hlm. 221–222.
- ^ "1897 – White Star Line Building, Liverpool, Lancashire | Archiseek - Irish Architecture" (dalam bahasa Inggris). 2014-02-05. Diakses tanggal 2023-07-09.
- ^ Butler 1998, hlm. 181.
- ^ Butler 1998, hlm. 192.
- ^ a b Butler 1998, hlm. 195.
- ^ Butler 1998, hlm. 189.
- ^ Butler 1998, hlm. 191, 196.
- ^ Barczewski 2006, hlm. 67.
- ^ a b Lynch 1998, hlm. 189.
- ^ Eaton & Haas 1994, hlm. 265.
- ^ Eaton & Haas 1987, hlm. 109.
- ^ a b Eaton & Haas 1994, hlm. 310.
- ^ Foster 1997, hlm. 14.
- ^ Ballard 1987, hlm. 82.
- ^ Bartlett 2011, hlm. 332.
- ^ Portman 12 November 1994.
- ^ "Titanic becomes second ever film to take $2 billion". The Daily Telegraph. London. April 16, 2012. Diarsipkan dari versi asli tanggal 16 April 2012. Diakses tanggal April 16, 2012.
- ^ Parisi 1998, hlm. 223.
- ^ McCarty & Foecke 2012, hlm. 202.
- ^ Butler 1998, hlm. 235.
- ^ Butler 1998, hlm. 239.
- ^ Lord 1976, hlm. 197.
- ^ Mersey 1912, hlm. 110–111.
- ^ Eaton & Haas 1994, hlm. 179.
- ^ Howells 1999, hlm. 94.
- ^ Copping, Jasper (19 January 2014). "Lost child of the Titanic and the fraud that haunted her family". The Telegraph. Diarsipkan dari versi asli tanggal 16 June 2018. Diakses tanggal 20 January 2014.
- ^ Georgiou 2000, hlm. 18.
Daftar pustaka
Buku
- Aldridge, Rebecca (2008). The Sinking of the Titanic. New York: Infobase Publishing. ISBN 978-0-7910-9643-7.
- Ballard, Robert D. (1987). The Discovery of the Titanic. New York: Warner Books. ISBN 978-0-446-51385-2.
- Barczewski, Stephanie (2006). Titanic: A Night Remembered. London: Continuum International Publishing Group. ISBN 978-1-85285-500-0.
- Barratt, Nick (2010). Lost Voices From the Titanic: The Definitive Oral History. London: Random House. ISBN 978-1-84809-151-1.
- Bartlett, W.B. (2011). Titanic: 9 Hours to Hell, the Survivors' Story . Stroud, Gloucestershire: Amberley Publishing. ISBN 978-1-4456-0482-4.
- Beesley, Lawrence (1960) [1912]. "The Loss of the SS Titanic; its Story and its Lessons". The Story of the Titanic as told by its Survivors. London: Dover Publications. ISBN 978-0-486-20610-3.
- Björkfors, Peter (2004). "The Titanic Disaster and Images of National Identity in Scandinavian Literature". Dalam Bergfelder, Tim; Street, Sarah. The Titanic in myth and memory: representations in visual and literary culture. London: I.B. Tauris. ISBN 978-1-85043-431-3.
- Brewster, Hugh; Coulter, Laurie (1999). Éditions Glénat, ed. Tout ce que vous avez toujours voulu savoir sur le « Titanic ». Grenoble/Toronto (Ontario). ISBN 2-7234-2882-6.
- Brown, David G. (2000). The Last Log of the Titanic. New York: McGraw-Hill Professional. ISBN 978-0-07-136447-8.
- Butler, Daniel Allen (1998). Unsinkable: The Full Story of RMS Titanic. Mechanicsburg, PA: Stackpole Books. ISBN 978-0-8117-1814-1.
- Chirnside, Mark (2004). The Olympic-class ships : Olympic, Titanic, Britannic. Stroud, Gloucestershire: Tempus. ISBN 978-0-7524-2868-0.
- Cox, Stephen (1999). The Titanic Story: Hard Choices, Dangerous Decisions . Chicago: Open Court Publishing. ISBN 978-0-8126-9396-6.
- Eaton, John P.; Haas, Charles A. (1987). Titanic: Destination Disaster: The Legends and the Reality. Wellingborough, Northamptonshire: Patrick Stephens. ISBN 978-0-85059-868-1.
- Eaton, John P.; Haas, Charles A. (1994). Titanic: Triumph and Tragedy. Wellingborough, Northamptonshire: Patrick Stephens. ISBN 978-1-85260-493-6.
- Everett, Marshall (1912). Wreck and Sinking of the Titanic. Chicago: Homewood Press. OCLC 558974511.
- Ferruli, Corrado (2003). Hachette collections, ed. l'aventure, le mystère, la tragédie. Paris. ISBN 2-84634-298-9.
- Fitch, Tad; Layton, J. Kent; Wormstedt, Bill (2012). On A Sea of Glass: The Life & Loss of the R.M.S. Titanic. Amberley Books. ISBN 978-1848689275.
- Foster, John Wilson (1997). The Titanic Complex. Vancouver: Belcouver Press. ISBN 978-0-9699464-1-0.
- Georgiou, Ioannis (2000). "The Animals on board the Titanic". Atlantic Daily Bulletin. Southampton: British Titanic Society. ISSN 0965-6391.
- Gittins, Dave; Akers-Jordan, Cathy; Behe, George (2011). "Too Few Boats, Too Many Hindrances". Dalam Halpern, Samuel. Report into the Loss of the SS Titanic: A Centennial Reappraisal. Stroud, Gloucestershire: The History Press. ISBN 978-0-7524-6210-3.
- Gleicher, David (2006). The Rescue of the Third Class on the Titanic: A Revisionist History. Research in Maritime History, No. 31. St. John's, Newfoundland: International Maritime Economic History Association. ISBN 978-0-9738934-1-0.
- Gracie, Archibald (1913). The Truth about the Titanic. New York: M. Kennerley.
- Juga diterbitkan sebagai: Gracie, Archibald (2009). Titanic: A Survivor's Story. The History Press. ISBN 978-0-7509-4702-2.
- Halpern, Samuel (2011). "Account of the Ship's Journey Across the Atlantic". Dalam Halpern, Samuel. Report into the Loss of the SS Titanic: A Centennial Reappraisal. Stroud, Gloucestershire: The History Press. ISBN 978-0-7524-6210-3.
- Halpern, Samuel; Weeks, Charles (2011). "Description of the Damage to the Ship". Dalam Halpern, Samuel. Report into the Loss of the SS Titanic: A Centennial Reappraisal. Stroud, Gloucestershire: The History Press. ISBN 978-0-7524-6210-3.
- Hoffman, William; Grimm, Jack (1982). Beyond Reach: The Search For The Titanic. New York: Beaufort Books. ISBN 978-0-8253-0105-6.
- Howells, Richard Parton (1999). The Myth of the Titanic. New York: Palgrave Macmillan. ISBN 978-0-312-22148-5.
- Hutchings, David F.; de Kerbrech, Richard P. (2011). RMS Titanic 1909–12 (Olympic Class): Owners' Workshop Manual. Sparkford, Somerset: Haynes. ISBN 978-1-84425-662-4.
- Kuntz, Tom (1998). The Titanic Disaster Hearings . New York: Pocket Book. ISBN 978-1-56865-748-6.
- Lord, Walter (1976). A Night to Remember. London: Penguin Books. ISBN 978-0-14-004757-8.
- Lord, Walter (2005) [1955]. A Night to Remember. New York: St. Martin's Griffin. ISBN 978-0-8050-7764-3.
- Lord, Walter (1987). The Night Lives On. London: Penguin Books. ISBN 978-0-670-81452-7.
- Lynch, Donald (1998). Titanic: An Illustrated History. New York: Hyperion. ISBN 978-0-786-86401-0.
- Marcus, Geoffrey (1969). The Maiden Voyage. New York: Viking Press. ISBN 978-0-670-45099-2.
- Marshall, Logan (1912). Sinking of the Titanic and Great Sea Disasters. Philadelphia: The John C. Winston Co. OCLC 1328882.
- McCarty, Jennifer Hooper; Foecke, Tim (2012) [2008]. What Really Sank The Titanic – New Forensic Evidence. New York: Citadel. ISBN 978-0-8065-2895-3.
- Mills, Simon (1993). RMS Olympic – The Old Reliable. Dorset: Waterfront Publications. ISBN 0-946184-79-8.
- Mowbray, Jay Henry (1912). Sinking of the Titanic. Harrisburg, PA: The Minter Company. OCLC 9176732.
- Parisi, Paula (1998). Titanic and the Making of James Cameron. New York: Newmarket Press. ISBN 978-1-55704-364-1.
- Regal, Brian (2005). Radio: The Life Story of a Technology. Westport, CT: Greenwood Publishing Group. ISBN 978-0-313-33167-1.
- Richards, Jeffrey (2001). Imperialism and Music: Britain, 1876–1953. Manchester: Manchester University Press. ISBN 978-0-7190-6143-1.
- Riffenburgh, Beau (2008). Sélection du Reader's Digest, ed. Toute l'histoire du « Titanic ». Bagneux. ISBN 978-2-7098-1982-4.
- Turner, Steve (2011). The Band that Played On . Nashville, TN: Thomas Nelson. ISBN 978-1-59555-219-8.
- Verhoeven, John D. (2007). Steel Metallurgy for the Non-Metallurgist. Materials Park, OH: ASM International. ISBN 978-0-87170-858-8.
- Winocour, Jack, ed. (1960). The Story of the Titanic as told by its Survivors. London: Dover Publications. ISBN 978-0-486-20610-3.
- Zumdahl, Steven S.; Zumdahl, Susan A. (2008). Chemistry. Belmont, CA: Cengage Learning. ISBN 978-0-547-12532-9.
Artikel jurnal
- Foecke, Tim (26 September 2008). "What really sank the Titanic?". Materials Today. Elsevier. 11 (10): 48. doi:10.1016/s1369-7021(08)70224-4 . Diarsipkan dari versi asli tanggal 31 Agustus 2020. Diakses tanggal 4 March 2012.
- Maltin, Tim (March 2012). "Did the Titanic Sink Because of an Optical Illusion?". Smithsonian. Smithsonian Institution. Diarsipkan dari versi asli tanggal 31 Agustus 2020. Diakses tanggal 15 April 2012.
- Ryan, Paul R. (Winter 1985–1986). "The Titanic Tale". Oceanus. Woods Hole, MA: Woods Hole Oceanographic Institution. 4 (28).
- Uchupi, Elazar; Ballard, Robert D.; Lange, William N. (Fall 1986). "Resting in Pieces: New Evidence About Titanic's Final Moments". Oceanus. Woods Hole, MA: Woods Hole Oceanographic Institution. 29 (3): 53–60.
Laporan berita
- Broad, William J. (8 April 1997). "Toppling Theories, Scientists Find 6 Slits, Not Big Gash, Sank Titanic". The New York Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 31 Agustus 2020. Diakses tanggal 5 November 2011.
- Broad, William J. (15 April 2008). "In Weak Rivets, a Possible Key to Titanic's Doom". The New York Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 31 Agustus 2020. Diakses tanggal 13 Maret 2012.
- Ewers, Justin (25 September 2008). "The Secret of How the Titanic Sank". U.S. News & World Report. Diarsipkan dari versi asli tanggal 23 April 2020. Diakses tanggal 11 April 2012.
Investigasi
- "Passenger List and Survivors of Steamship Titanic". United States Senate Inquiry. 30 Juli 1912. Diarsipkan dari versi asli tanggal 26 April 2011. Diakses tanggal 5 Juni 2011.
- Mersey, Lord (1999) [1912]. The Loss of the Titanic, 1912. The Stationery Office. ISBN 978-0-11-702403-8.
- Portman, Jamie (12 November 1994). "U.K. Titanic exhibit an off-season draw". The Toronto Star.
- "Report on the Loss of the "Titanic." (s.s.)". British Wreck Commissioner's Inquiry. 30 Juli 1912. Diarsipkan dari versi asli tanggal 22 Agustus 2014. Diakses tanggal 12 Februari 2012.
- "Report on the Loss of the "Titanic." (s.s.)". British Wreck Commissioner's Inquiry, Final Report (Watertight Compartments). 30 Juli 1912. Diarsipkan dari versi asli tanggal 3 Januari 2014. Diakses tanggal 14 April 2012.
- "Report on the Loss of the "Titanic." (s.s.)". British Wreck Commissioner's Inquiry, Final Report (Description of Damage). 30 Juli 1912. Diarsipkan dari versi asli tanggal 3 Januari 2014. Diakses tanggal 14 April 2012.