Siti Hardijanti Rukmana

pebisnis dan politikus Indonesia
Revisi sejak 18 Februari 2024 02.02 oleh Urang Kamang (bicara | kontrib) (Tidak perlu, karena sudah ada di infobox)

Siti Hardijanti Hastuti Rukmana (lahir 23 Januari 1949), atau biasa dikenal dengan nama panggilannya Tutut Soeharto, adalah Menteri Sosial Republik Indonesia pada Kabinet Pembangunan VII sejak 14 Maret 1998 hingga 21 Mei 1998. Sebelumnya, ia pernah menjabat sebagai Anggota MPR RI Fraksi Golkar sejak 1 Oktober 1992 hingga 14 Maret 1998. Tutut merupakan putri dari mantan Presiden Republik Indonesia ke-2 Soeharto.

Siti Hardijanti Rukmana
Menteri Sosial Indonesia ke-23
Masa jabatan
14 Maret 1998 – 21 Mei 1998
PresidenSoeharto
Ketua Umum Palang Merah Indonesia ke-10
Masa jabatan
1992–1998
Sebelum
Pendahulu
Ibnu Sutowo
Sebelum
Anggota MPR RI Fraksi Golkar
Masa jabatan
1 Oktober 1992 – 14 Maret 1998
Direktur Utama TPI ke-1
Masa jabatan
23 Januari 1991 – 23 Januari 1998
Sebelum
Pendahulu
jabatan baru
Pengganti
Tito Sulistio
Sebelum
Informasi pribadi
Lahir
Siti Hardijanti Hastuti

23 Januari 1949 (umur 75)
Yogyakarta, Indonesia
KebangsaanIndonesia
Partai politikGolkar (sampai 1998)
PKPB (2002–14)
Berkarya (sejak 2018)
Suami/istriIndra Rukmana (m. 1972)
Anak3
Orang tuaSoeharto (bapak)
Siti Hartinah (ibu)
KerabatSigit Harjojudanto (adik)
Bambang Trihatmodjo (adik)
Siti Hediati Hariyadi (adik)
Hutomo Mandala Putra (adik)
Siti Hutami Endang Adiningsih (adik)
Penghargaan sipilBintang Mahaputera Pratama[1]
JulukanMbak Tutut
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini
Menteri Perempuan dalam Kabinet Pembangunan VII (1998). Tuti Alawiyah (Menteri Urusan Wanita), Tutut Soeharto (Mensos), Justika Baharsjah (Menteri Pertanian)

Keluarga

Ia menikah dengan salah satu pendiri Bimantara Citra dan mantan komisaris RCTI, Indra Rukmana dan dikaruniai empat orang anak, yaitu Dandy Nugroho Hendro Maryanto (Dandy), Danty Indriastuti Purnamasari (Danty), Danny Bimo Hendro Utomo (Danny), dan Danvy Sekartaji Indri Haryanti Rukmana (Sekar).

Karier bisnis

 
Siti Hardiyanti Hastuti mendampingi ayah dan ibunya dalam kunjungan kenegaraan ke Belanda pada 3 September 1970

Tutut membangun sebagian kekayaannya sebagai pemegang saham utama Grup Citra Lamtoro Gung, dengan kepemilikan di lebih dari 90 perusahaan mulai dari telekomunikasi hingga infrastruktur, termasuk proyek jalan tol di Indonesia, Myanmar, dan Filipina. Sebagian besar jalan tol di Indonesia dibangun dan dioperasikan oleh Badan Usaha Milik Negara Jasa Marga, dengan markup yang tidak terhitung jumlahnya dan peluang untuk melakukan skimming dan pencurian bagi oligarki ketika proyek tersebut selesai. Pada tahun 1989, Soeharto mengeluarkan keputusan yang memberikan putrinya Tutut 75% keuntungan dari seluruh jalan tol yang dioperasikan kelompoknya bersama Jasa Marga, sehingga semakin meningkatkan biaya.[2] Majalah Time dalam cerita sampul Mei 1999 berjudul Suharto Inc. memperkirakan kekayaannya mencapai $700 juta.[3]

Pada Januari 2000, Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) menyita aset tanah senilai Rp216,8 miliar milik PT Sinar Slipi Sejahtera (SSS) milik Tutut. Tanah tersebut telah digadaikan oleh PT SSS kepada Bapindo sebagai jaminan.[4] Pada 19 Februari 2001, Tutut dilarang meninggalkan Indonesia selama satu tahun karena tuduhan korupsi. Langkah hukum terhadap mantan keluarga pertama Indonesia itu karena janji Presiden Abdurrahman Wahid untuk mengadili para pelaku korupsi selama 32 tahun kekuasaan Soeharto.[5]

Karier publik

 
Mantan Presiden kedua H.M. Soeharto didampingi Siti Hardiyanti Rukmana meninggalkan Istana Merdeka beberapa saat setelah ia mengundurkan diri sebagai Presiden pada 21 Mei 1998.

Pada era 80-an, ia pernah mempelopori terbentuknya Kirab Remaja yang bertujuan untuk memupuk rasa cinta tanah air di kalangan remaja dan memperkenalkan suatu organisasi berbasis agama seperti Rohani Islam atau ROHIS sebagai wadah organisasi yang mencetak generasi beriman.[butuh rujukan]

Tutut menjabat sebagai wakil ketua Golkar pada tahun 1993–98. Setelah kematian ibunya pada tahun 1996, ia dianggap sebagai Ibu Negara Indonesia. Selain itu, Suharto mengangkatnya sebagai Menteri Sosial pada bulan Maret 1998 dalam kabinet terakhirnya yang berumur pendek. Diyakini dia telah merawatnya sebagai penggantinya.[6] Menyusul jatuhnya ayahnya pada bulan Mei 1998, Golkar pada bulan Juli mengumumkan telah menarik kembali Tutut, saudara laki-lakinya Bambang Trihatmodjo dan Hutomo 'Tommy' Mandala Putra serta istri Bambang Halimah dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).[7]

Pengurus Partai Golkar pada tahun 2008 mengatakan mereka tidak akan keberatan jika anak-anak Soeharto, terutama Tutut, bergabung kembali dengan pengurus partai, asalkan mereka tidak terlibat dalam kasus hukum apa pun yang belum terselesaikan.[8] Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Rully Chairul Anwar mengatakan Tutut, Bambang Trihatmodjo, dan adiknya Titiek Soeharto masih tercatat sebagai anggota Golkar meski berstatus anggota nonaktif.[9]

Aspirasi presiden

Tutut berencana mencalonkan diri sebagai presiden pada pemilihan umum presiden 2004 melalui tiket Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB).[10] Partai ini didukung oleh mantan pejabat-pejabat Orde Baru yang dikenal sangat dekat dengan Soeharto, seperti Jenderal (Purn.) R. Hartono. Namun, Tutut tidak bisa mencalonkan diri karena buruknya kinerja PKPB pada pemilihan umum 2004. Partai ini hanya meraih 2,1% suara terbanyak, sehingga hanya memperoleh dua kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pada saat itu, partai politik harus memperoleh sedikitnya 5% suara terbanyak atau 3% kursi di DPR untuk mengajukan calon presiden, atau mereka dapat berkoalisi dengan partai lain. Pemilu tersebut akhirnya dimenangkan oleh mantan Jenderal Susilo Bambang Yudhoyono, mengalahkan petahana populer Megawati Soekarnoputri.

Pada pemilu tahun 2009, PKPB hanya meraih 1,4% suara rakyat, kehilangan dua kursi di parlemen dan gagal lolos ke pemilu tahun 2014.[11]

Di samping sebagai politisi, Mbak Tutut juga dikenal sebagai pengusaha dan menjadi ketua maupun pelindung berbagai organisasi.

Kasus

Pada tahun 2010, Tutut menggugat atas kepemilikan saham MNCTV seiring dengan pengalihan stasiun televisi TPI ke MNCTV. Tutut menggugat PT Berkah Karya Bersama (BKB) dan PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD), dua anak usaha Media Nusantara Citra senilai Rp 3,4 triliun. MNC dituding telah mengambil alih kepemilikan saham Mbak Tutut di PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia yang dimiliki secara sepihak.[12] Namun 23 Agustus 2010 Mbak Tutut kalah di pengadilan atas TUN dicabut.[13]

Tanggal 20 Oktober 2010 Mbak Tutut kembali mengancam pidana kelompok MNC atas perubahan nama MNCTV.[14] Alhasil pada 14 April 2011 Mbak Tutut memenangkan gugatan di PN Jakarta Pusat terhadap kelompok MNC atas perubahan nama MNCTV menjadi TPI.[15]

Kepemilikan perusahaan

  • TPI, mengudara pertama kali pada tahun 1991 dan berubah nama menjadi MNCTV pada tanggal 20 Oktober 2010
  • Tabloid Wanita Indonesia, terbit pertama kali pada tahun 1989
  • Radio 103.4 DFM, mengudara pertama kali pada akhir dasawarsa 1980an dengan nama "Terminal Musik Indonesia" (TMI)

Riwayat Organisasi

  • Ketua Koordinator Bidang (Korbid) Pemberdayaan Wanita DPP Partai Golkar (1992-1997)

Penghargaan

Lihat pula

Referensi

Jabatan politik
Didahului oleh:
Endang Kusuma Inten Soeweno
Menteri Sosial Republik Indonesia
1998
Diteruskan oleh:
Justika Baharsjah
Jabatan lain
Didahului oleh:
Ibnu Sutowo
Ketua Umum Palang Merah Indonesia
1992–1998
Diteruskan oleh:
Mar'ie Muhammad