Kotoran batin

Konsep tentang faktor mental yang mengotori batin sebagai sumber dari kejahatan menurut Buddhisme

Kilesa (Pali; Sanskerta: क्लेश kleśa;), dalam Buddhisme, adalah keadaan mental yang mengeruhkan pikiran dan biasanya terwujud dalam perbuatan buruk. Kilesa disebut juga sebagai "kekotoran batin" atau "pengotor batin".

Dalam aliran Theravāda, penyebab eksistensi dan penderitaan (dukkha) manusia diidentifikasi sebagai pengidaman (taṇhā) yang disertai dengan kekotoran batin (kilesa). Kekotoran batin yang mengikat manusia pada siklus kelahiran kembali diklasifikasikan ke dalam satu kelompok sepuluh belenggu (saṃyojana). Kilesa adalah fenomena yang sering kali muncul, bertahan untuk sementara dan kemudian menghilang. Tingkat kilesa bisa berupa kasar, menengah, dan halus. Theravādin meyakini bahwa kekotoran batin tidak hanya berbahaya bagi diri sendiri, tetapi juga berbahaya untuk makhluk lain. Kekotoran batin ini adalah kekuatan pendorong di belakang semua perbuatan buruk yang dilakukan oleh semua makhluk.

Literatur Theravāda

Sutta Piṭaka: rintangan batin

Kilesa, dalam bahasa Inggris disebut sebagai “toxic mental states (keadaan mental beracun)”, yang menghambat konsentrasi meditatif (samādhi) disajikan dalam formula “Lima Rintangan Batin”:[1]

  1. Niat jahat (Pāli, Sanskerta: byāpāda/vyāpāda)
  2. Kemalasan dan kelambanan (Pāli: thīna-middha; Sanskerta: styāna-middha)
  3. Hasrat sensual (Pāli, Sanskerta: kāmacchanda)
  4. Kegelisahan dan penyesalan (Pāli: uddhacca-kukkucca; Sanskerta: auddhatya-kaukṛtya)
  5. Keraguan (Pāli: vicikicchā; Sanskerta: vicikitsā)

Abhidhamma Piṭaka: sepuluh kilesa dan akar buruk

Meskipun Sutta Piṭaka tidak merinci daftar lengkap kilesa, kitab komentar Abhidhamma Pitaka, yaitu Dhammasaṅgani (Dhs. 1229ff.) dan Vibhanga (Vbh. XII) serta Visuddhimagga pasca-kanonik (Vsm. XXII 49, 65) mengklasifikasikan sepuluh kekotoran batin (dasa kilesa-vatthūni) sebagai berikut:

  1. keserakahan (lobha)
  2. kebencian (dosa)
  3. delusi (moha)
  4. kesombongan (māna)
  5. pandangan salah (micchādiṭṭhi)
  6. keraguan (vicikicchā)
  7. kemalasan (thīna)
  8. kegelisahan (uddhacca)
  9. tidak-tahu-malu (ahirika)
  10. tidak-takut-akibat-perbuatan-jahat (anottapa)[2]

Kitab Vibhaṅga juga mencakup daftar beruas delapan (aṭṭha kilesa-vatthūni) yang terdiri dari delapan daftar pertama dari sepuluh daftar di atas.[3]

Dalam literatur Pali, tiga kilesa pertama dalam sepuluh daftar Abhidhamma di atas (lobha dosa moha) dikenal sebagai "akar buruk" (akusala-mūla atau akar akusala); dan kebalikannya (alobha adosa amoha) adalah tiga "akar baik" (kusala-mūla atau akar kusala).[4] Kehadiran akar yang baik dan buruk tersebut mlelaui tindakan mental, ucapan, atau jasmani mengkondisikan kondisi kesadaran di masa depan dan faktor-faktor mental yang terkait.[5]

Literatur Mahāyāna

Enam akar kilesa

Abhidharma-Kosa mengidentifikasi enam akar kilesa (mūlakleśa):[6]

  • Kelekatan (raga)
  • Amarah (pratigha)
  • Ketidaktahuan (avidya)
  • Kebanggaan/tipu daya (mana)
  • Keraguan (vicikitsa)
  • Pandangan salah (dristi)

Tiga tahap kilesa

Ada tiga tahap kekotoran batin. Selama tahap pasif kekotoran batin tertidur di dasar kontinum mental sebagai kecenderungan laten (anusaya), tetapi melalui dampak dari rangsangan sensorik, kecenderungan-kecenderungan ini akan mewujudkan dirinya (pariyutthana) di permukaan kesadaran dalam bentuk pikiran jahat, emosi, dan kehendak. Jika kecenderungan-kecenderungan ini mengumpulkan kekuatan tambahan, kekotoran batin akan mencapai tahap pelanggaran berbahaya (vitikkama), yang kemudian akan melibatkan tindakan fisik atau vokal.

Theravadin percaya kekotoran batin ini merupakan kebiasaan yang terlahir dari ketidaktahuan (bahasa Pali: avijja) yang menimpa pikiran semua makhluk yang tak-tercerahkan, yang berpegang teguh terhadapnya dan terhadap pengaruhnya dalam ketidaktahuannya terhadap kebenaran. Namun dalam kenyataannya, kekotoran batin ini tidak lebih dari sekadar noda-noda yang telah mendera pikiran, menciptakan penderitaan dan tekanan. Makhluk yang tak-tercerahkan menjadi lekat pada tubuh, dengan asumsi bahwa kelekatan itu mewakili diri, padahal dalam kenyataannya tubuh adalah fenomena tak-kekal yang terbentuk dari empat unsur dasar. Sering ditandai dengan bumi, air, api dan udara, pada teks-teks Buddhis awal unsur-unsur ini berturut-turut didefinisikan sebagai inti sari yang mewakili padatan, cairan, suhu, dan mobilitas kualitas indrawi.[7]

Sering munculnya bisikan kekotoran batin dan manipulasi pikiran diyakini telah mencegah pikiran dari melihat sifat sejati dari kenyataan. Perilaku tidak terampil pada gilirannya dapat memperkuat kekotoran batin, tetapi dengan mengikuti Jalan Mulia Berunsur Delapan dapat melemahkan atau membasmi kekotoran batin ini. Avijja dihancurkan oleh wawasan.

Rujukan

  1. ^ Bhikkhu Bodhi. "The Noble Eightfold Path: The Way to the End of Suffering". Buddhist Publication Society.
  2. ^ Rhys Davids & Stede (1921–5), p. 217; and, Nyanatiloka (1988), entry for "kilesa," retrieved 2008-02-09 from "BuddhaSasana" at http://www.buddhanet.net/budsas/ebud/bud-dict/dic3_k.htm Diarsipkan 2012-03-28 di Wayback Machine..
  3. ^ Rhys Davids & Stede (1921–25), p. 217.
  4. ^ In addition to frequent reference in the Abhidhamma and post-canonical Pali literature, references to the unwholesome roots (akusala-mūla) are sprinkled throughout the Sutta Pitaka. For instance, in the Digha Nikaya, it can be found in DN 33 (D iii.215) and DN 34 (D iii.275); in the Majjhima Nikaya, it is the first of several topics discussed by Ven. Sariputta in the well-known Sammādiṭṭhi Sutta ("Right View Discourse," MN 9); and, in the Itivuttaka, a brief discourse on three unwholesome roots starts off the "Section of the Threes" (Iti. 50). However, in none of these Sutta Pitaka texts are the three unwholesome roots referred to as kilesa. Such an association appears to begin in the Abhidhamma texts.
  5. ^ Nyanatiloka (1988), entry for "mūla," retrieved 2008-02-09 from "BuddhaSasana" at http://www.buddhanet.net/budsas/ebud/bud-dict/dic3_m.htm.
  6. ^ Guenther, Herbert V. & Leslie S. Kawamura (1975), Mind in Buddhist Psychology: A Translation of Ye-shes rgyal-mtshan's "The Necklace of Clear Understanding." Dharma Publishing. Edisi Kindle, 321.
  7. ^ Dan Lusthaus, What is and isn't Yogacara. Diarsipkan 2013-12-16 di Wayback Machine.