Chandra Asri Pacific

perusahaan asal Indonesia
Revisi sejak 16 Juli 2024 09.12 oleh PinkDash (bicara | kontrib) ((QuickEdit))
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

PT Chandra Asri Pacific Tbk adalah sebuah perusahaan publik di Indonesia (IDX: TPIA) yang bergerak dalam bisnis usaha pengolahan dan manufaktur petrokimia, seperti etilena, pygas, polipropilena, propilena, dan lainnya. Berkantor pusat di Wisma Barito Pacific, Jl. Let. Jenderal S. Parman Jakarta Barat dan memiliki pabrik di Banten (Cilegon dan Serang),[2][3] perusahaan ini sempat mengganti namanya sejak awal berdiri. Saat ini, Perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan yang mempunyai pendapatan terbanyak di Indonesia.[4]

PT Chandra Asri Pacific Tbk
Sebelumnya
PT Tri Polyta Indonesia (1984–2011)
PT Chandra Asri Petrochemical (2011–2023)[1]
Perusahaan publik
Kode emitenIDX: TPIA
IndustriKimia
Didirikan2 November 1984
PendiriPrajogo Pangestu
Kantor pusat,
Indonesia
Tokoh kunci
Djoko Suyanto (Komisaris Utama)
Erwin Ciputra (Direktur Utama)
ProdukOlefins, Polyolefins, Styrene, Monomer, Butadiene
PendapatanKenaikanUSD 2,58 milyar (2021)
Kenaikan USD 320 juta (2021)
KenaikanUSD 152,12 juta (2021)
Total asetKenaikanUSD 4,99 milyar (2021)
Total ekuitasKenaikanUSD 2,9 milyar (2021)
PemilikPT Barito Pacific Tbk
CSG Chemicals Public Company Limited
PT Top Investment Indonesia
Karyawan
1,840 orang (2017)
IndukBarito Pacific
Situs webChandra Asri Petrochemical

Sejarah

sunting

PT Chandra Asri

sunting

Sejarah perusahaan ini sendiri dapat ditarik pada munculnya PT Chandra Asri (d/h PT Chandra Asri Petrochemical Centre, CAPC) yang didirikan pada 6 Maret 1989.[5] Perusahaan ini merupakan inisiasi dari beberapa pengusaha, yaitu Prajogo Pangestu, Bambang Trihatmodjo, Peter F. Gontha dan Henry Pribadi, yang ingin mendirikan proyek petrokimia di Cilegon.[6] Chandra Asri didirikan dengan visi memperkuat Indonesia di industri petrokimia, dan terutama mengurangi impor produk-produk petrokimia sehingga mengurangi pengeluaran devisa nasional dan memudahkan industri dalam negeri.[7] Merupakan salah satu proyek petrokimia terbesar pada era Orde Baru, proyek Chandra Asri sendiri bernilai US$ 2 miliar dan mulai dikerjakan proyeknya pada 11 Maret 1991.[8] Pemerintah, yang merasa proyek tersebut adalah proyek nasional, awalnya berusaha memberikan kredit US$ 550 juta dari Bank Bumi Daya.[9] Akan tetapi, kemudian Tim Pengendalian Kredit Luar Negeri menolak usulan pinjaman tersebut, sehingga proyek Chandra Asri sendiri sempat terhenti pada 10 Oktober 1991.[6][8]

Proyek ini baru dimulai kembali ketika pemerintah pada April 1992 mengizinkan konversi Chandra Asri dari proyek PMDN menjadi PMA,[10] dengan 4 pemegang saham lokal mendirikan Simene International Ltd (65% saham) dan Stallion International Ltd (10% saham), Hong Kong ditambah investasi dari Japan-Indonesia Petrochemical Corp. yang digawangi Marubeni (25%).[6] Proyek Chandra Asri kemudian dibangun di atas lahan seluas 120 hektar yang dikerjakan oleh Toyo Engineering. Pembangunan yang selesai pertama kali adalah pabrik etilena pada tanggal 28 Januari 1995, dilanjutkan dengan pabrik LLDPE pada tanggal 18 April 1995 dan pabrik HDPE pada tanggal 31 Juli 1995. Ketiga pabrik ini kemudian mulai dioperasikan pada 4 Mei-31 Juli 1995, dan diresmikan oleh Presiden Soeharto.[8] Produksinya pada 1997 seperti 507.810 ton etilena dan 433.000 propilena,[11] dengan kapasitas terpasangnya adalah 510.000 ton etilena, 300.000 ton polietilena, dan 245.000 ton propilena.[12] Dalam perkembangannya, pada 1997 Chandra Asri berencana untuk memperluas industrinya dengan ingin membangun pabrik aromatik.[13]

Akan tetapi, sebenarnya jalan dari perusahaan ini awalnya tidak terlalu mulus, dengan pada tahun 1995 hampir bangkrut. Akibatnya, pada Februari dan Maret 1996, pemerintah memberikan pajak impor propilena dan etilena sebesar 20% untuk menolong industri dalam negeri, termasuk Chandra Asri.[14] Tidak lama kemudian, Chandra Asri justru terjerat kredit macet dan hutang US$ 1,3 miliar pasca krisis ekonomi 1997-1998 di BPPN.[15] Sekitar US$ 700 juta juga terutang ke Marubeni dan sejumlah perusahaan Jepang.[16] Akhirnya, pemerintah pun turun tangan pada 2000 dengan meminta Marubeni mengonversi hutangnya menjadi 20% kepemilikan untuk US$ 100 juta hutangnya, BPPN mengonversi US$ 413 juta hutang menjadi 31% saham di Chandra Asri, sisanya milik Prajogo.[14] Struktur ini kemudian diubah kembali pada 18 April 2001, dengan Marubeni mendapat 24% kepemilikan dengan mengonversi US$ 147 juta dari hutangnya, sedangkan 75,73% sahamnya menjadi milik BPPN. Sisa hutang Marubeni direncanakan akan dibayar selama 15 tahun.[17] Tidak lama kemudian, kesepakatan berubah lagi dengan 24% untuk Marubeni, 47% untuk Prajogo dan 29% milik BPPN pada Februari 2002.[18]

Kepemilikan BPPN kemudian menghilang pada 2003 pasca dilepas ke investor asing,[19][20] dan kemudian saham Marubeni dilepas ke Commerzbank di tahun 2005,[21] yang lalu menjualnya ke Temasek Holdings pada Januari 2006.[22][23] Pada 2007, Chandra Asri sendiri, selain dimiliki Temasek (30%), juga ada Strategic Investment Holding (Malaysia) dengan kepemilikan 48,16%, Marigold Resource dengan kepemilikan 7,24% dan PT Inter Petrindo Inti Citra (perusahaan Prajogo) 14,6%. Kondisinya mulai membaik, dengan mampu memproduksi 520.000 ton etilena, 280.000 propilena, 210.000 ton pyrolysis gasoline dan 300.000 ton propilena/tahun pada 2007,[24] ditambah berhasil menambah kapasitas produksinya.[22] Prajogo kemudian tampil sebagai penguasa Chandra Asri kembali setelah membeli seluruh saham-saham (kecuali dari Temasek) pada 26 Oktober 2007 menggunakan PT Barito Pacific miliknya, menguasai sekitar 70% seharga US$ 1 miliar.[24][25][26]

PT Tri Polyta Indonesia Tbk

sunting

Selain PT Chandra Asri, juga ada PT Tri Polyta Indonesia. Didirikan pada 2 November 1984 dan mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1993, perusahaan ini bisa dibilang "satu paket" dengan proyek Chandra Asri, dan bertujuan memproses hasil olahan Chandra Asri (ditambah sedikit dari impor maupun lokal seperti Pertamina Balongan) menjadi bahan plastik.[14][27][28][29] Pabriknya yang sekompleks dengan Chandra Asri, mulai beroperasi sejak Mei 1992, memproduksi produk bermerek "Trilene" yang dijual baik di dalam negeri maupun ekspor.[30][31] Tri Polyta didirikan juga untuk menyediakan polipropilena dengan harga yang lebih terjangkau seiring meningkatnya permintaan industri. Pada tahun 1993, tercatat perusahaan ini sudah memproduksi 215.000 ton resin polipropilena/tahun,[32] dan pernah tercatat sebagai produsen terbesar dalam negeri.[33]

Berbeda dengan PT Chandra Asri yang merupakan perusahaan tertutup, pada Juli 1994 Tri Polyta melepas sahamnya di Bursa Saham New York (NYSE) sebagai perusahaan Indonesia pertama, dan kemudian pada 14 Juni 1996 juga mencatatkan saham di Bursa Efek Jakarta (kode TPIA). Kedua pencatatan dihapus (delisting) pada 2000 dan 3 Februari 2003 akibat penurunan harga saham dan merugi pasca krisis.[34][35] Pada tahun 1998, Tri Polyta sendiri tercatat dimiliki oleh beberapa pemegang saham yang berkaitan dengan Chandra Asri, seperti PT Bima Kimia Citra (milik Bimantara Citra) sebesar 31,22%, Prajogo 8,51%, Henry Pribadi 6,73%, Sudwikatmono 5,31%, Ibrahim Risjad 5,31% dan sisanya publik (29%) maupun pemegang saham lain.[36] Prajogo kemudian membeli saham Bima Kimia dan Henry pada tahun 2001 dan 1998,[37] dengan syarat Prajogo mampu melunasi hutang di perusahaan lain milik mereka, Chandra Asri sebesar US$ 870 juta dan Rp 1,2 triliun. Henry sempat mempermasalahkan penjualan itu pada 23 Maret 2006, dengan melaporkan Prajogo ke Polri.[26] Kasus ini sendiri kemudian dihentikan pada 20 September 2006.[38]

Layaknya Chandra Asri, Tri Polyta sendiri mengalami kondisi keuangan yang buruk pasca krisis 1997-1998, bahkan hampir dipailitkan.[39] Sempat juga terjadi sengketa atas lahan perusahaan ini yang hampir berujung penutupan, penyitaan dan pelelangan asetnya.[40] Pada 2003-2004, juga sempat terjadi gugatan Tri Polyta dengan para 97 krediturnya, yang dicabut pada 7 Juni 2004.[41][42] Akibat hal tersebut, dilakukan restrukturisasi yang mendilusi pemegang saham lama. Newport Global Investment Ltd tampil dengan kepemilikan 64,65%, Prajogo menjadi 16,42%, dan sisanya publik maupun pemegang saham lainnya. Pasca-restrukturisasi, pada 22 Mei 2008, Tri Polyta resmi tercatat kembali (relisting) di Bursa Efek Indonesia (pengganti Bursa Efek Jakarta) dengan harga Rp 2.200/saham atas seluruh sahamnya yang telah ditempatkan dan disetor penuh sejumlah 728.401.000 lembar.[43][44][45] Tidak lama setelah Prajogo lewat Barito Pacific mengakuisisi Chandra Asri, pada 23 Juni 2008, ia membeli 76% saham (termasuk saham Newport) di PT Tri Polyta.[46][47]

Merger Tri Polyta dan Chandra Asri

sunting

Menjelang akhir 2010, kedua perusahaan yang dimiliki oleh pemilik saham utama yang sama (Barito Pacific) memutuskan untuk merger. Merger ini direncanakan mampu membentuk perusahaan petrokimia terintegrasi dan terbesar tidak hanya di Indonesia, namun di Asia Tenggara dengan aset Rp 14,4 triliun. Dalam skema merger yang disetujui pada 27 Oktober 2010, Barito Pacific memegang kepemilikan 66,36%, Glazers & Putnam 22,87%, Marigold Resources Pte. Ltd 5,52%, Prajogo 1,04%, dan sisanya publik.[48][49] Pada 30 Desember 2010, PT Tri Polyta Indonesia Tbk berganti nama menjadi PT Chandra Asri Petrochemical Tbk, dan mulai 1 Januari 2011, PT Chandra Asri resmi melebur dalam perusahaan tersebut.[50] Kini, Chandra Asri memiliki kantor pusat di Wisma Barito Pacific, Jakarta dengan pabrik berlokasi di Desa Gunung Sugih, Banten.[4]

Perkembangan mutakhir

sunting

Chandra Asri adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri pengolahan (petrokimia) yang mengoperasikan satu-satunya Naphtha Cracker terintegrasi di Indonesia untuk menghasilkan Olefin (Ethylene, Propylene), Pygas dan Mixed C4 serta Polyolefin (Polyethylene dan Polypropylene). Chandra Asri adalah produsen tunggal Styrene Monomer (sejak 2007) di Indonesia dan mengoperasikan satu-satunya pabrik Butadiene (sejak 2013) di Indonesia yang menggunakan Mixed X4 yang dihasilkan dari pabrik Olefin. Sejak tahun 2018, Chandra Asri menjadi produsen tunggal untuk produk Styrene Butadiene Rubber (karet sintetis) melalui perusahaan patungannya dengan Compagnie Financiere Michelin (produsen ban multinasional), PT Synthetic Rubber Indonesia.[51]

Chandra Asri juga mengoperasikan 3 (tiga) jetty untuk melabuhkan bahan baku, dan juga memiliki on-site warehouse di Cilegon dan satelit warehouse di Surabaya dan Solo. Fasilitas pendukung lain yang mereka miliki adalah generator turbin gas, generator turbin uap, boiler, fasilitas pengolahan air, sistem air pendingin, sistem pemadam kebakaran, tangki penyimpanan bahan baku dan produk. Melalui fasilitas produksi terintegrasi yang berada di Cilegon dan Serang, Chandra Asri menghasilkan bahan baku plastik dan produk petrokimia dasar yang digunakan untuk kemasan, pipa, otomotif, elektronik, dan berbagai produk lainnya yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.[52]

Pada tahun 2018, CAP membangun pabrik MTBE dan Butene-1 pertama di Indonesia untuk mengurangi impor bahan kimia. Dalam upaya melakukan pengembangan bisnis, Chandra Asri Petrochemical meresmikan pabrik Polyethylene yang baru pada 2019. Selain itu, perusahaan ini berencana mengembangkan kompleks petrokimia kedua (Chandra Asri Petrochemical 2/CAP2) di Cilegon untuk meningkatkan kapasitas produksi dari 4 juta ton/tahun menjadi lebih dari 8 juta ton per tahun. Pembangunan ini untuk meringankan beban negara terhadap produk impor dan memenuhi kebutuhan dalam negeri yang terus meningkat.[53] Kompleks terbaru CAP2 terintegrasi sepenuhnya dengan pabrik Chandra Asri yang telah ada di Cilegon dan akan terdiri dari Naphtha Cracker, Butadiene, High Density Polyethylene (HDPE), Polypropylene (PP), Aromatic (Benzene, Toluene, dan Mixed Xylenes), serta Low Density Polyethylene (LDPE) – yang juga akan menjadi pabrik LDPE pertama di Indonesia.[54]

Tahun 2020, Chandra Asri membangun pabrik Methyl Tert-butyl Ether dan Butene-1 pertama di Indonesia.[55] Pada 7 Desember 2020, Chandra Asri Petrochemical telah merger dengan anak usahanya, PT Styrindo Mono Indonesia yang merupakan produsen styrene monomer tunggal di Indonesia.[56] Lalu, pada Oktober 2021, Chandra Asri melalui anak perusahaannya PT Chandra Asri Perkasa dan Aramco Trading Company (ATC) menandatangani nota kesepahaman atau memorandum of understanding untuk melihat peluang potensial bagi ATC dalam memasok bahan baku untuk mendukung operasional khususnya CAP2.[57]

Seiring upaya diversifikasi bisnis yang lebih luas ke industri kimia, seperti pendirian pabrik chlor alkali-etilena diklorida dan terjun ke industri pembangkitan listrik lewat akuisisi, RUPS perseroan pada 29 Desember 2023 memutuskan mengganti nama PT Chandra Asri Petrochemical menjadi PT Chandra Asri Pacific.[1]

Operasional

sunting

Manajemen

sunting
  • Presiden Komisaris/Komisaris Independen: Djoko Suyanto
  • Wakil Presiden Komisaris/Komisaris Independen: Tan Ek Kia
  • Komisaris/Komisaris Independen: Ho Hon Cheong
  • Komisaris: Agus Salim Pangestu
  • Komisaris: Tanawong Areeratchakul
  • Komisaris: Lim Chong Thian
  • Komisaris: Thammasak Sethaudom
  • Komisaris: Sakchai Patiparnpreechavud
  • Komisaris: Kulachet Dharachandra
  • Komisaris: Wirat Uanarumit
  • Komisaris: Santi Wasanasiri
  • Komisaris Independen: Surong Bulakul
  • Komisaris Independen: Erry Riyana Hardjapamekas
  • Komisaris: Rudy Suparman[58]
  • Presiden Direktur: Erwin Ciputra
  • Wakil Presiden Direktur Komersial: Baritono Prajogo Pangestu
  • Wakil Presiden Direktur Operasi: Krit Bunnag
  • Direktur Keuangan: Andre Khor
  • Direktur Penjualan Polimer: Raymond Budhin
  • Direktur Produksi: Somkoun Sriwattagaphong
  • Direktur Supply Chain: Fransiskus Ruly Aryawan
  • Direktur Sumber Daya Manusia dan Corporate Affairs: Suryandi
  • Direktur CAP2: Pholavit Thiebpattama
  • Direktur Perantara Monomer: Petch Niyomsen
  • Direktur Strategi dan Pengembangan Bisnis: Nattapong Tumsaroj
  • Direktur Proyek, Perawatan dan Teknik: Suwit Wiwattanawanich
  • Direktur ESG dan Keberlanjutan: Phuping Taweesarp
  • Direktur Produksi Downstream: Boedijono Hadipoespito
  • Direktur Legal dan Eksternal: Edi Rivai[59]

Investor

sunting

Pemegang saham utama Chandra Asri adalah Barito Pacific Group (milik konglomerat Prajogo Pangestu). Pada September 2011, SCG Chemicals Co. Ltd., anak perusahaan dari Siam Cement Group resmi menjadi salah satu pemegang saham. Pada Juli 2021, Chandra Asri mengumumkan Thaioil sebagai investor untuk memperkuat permodalan pembangunan kompleks kedua petrokimia melalui rights issue.

Setelah rights issue, maka pemegang saham Chandra Asri menjadi PT Barito Pacific Tbk sebesar 34,54%, SCG Chemicals sebesar 30,57%, Thaioil sebesar 15%, Prajogo sebesar 7,78%, Marigold Resources sebesar 3,92% dan sisanya publik yaitu 8,19%.[60]

Anak usaha

sunting
  • PT Redeco Petrolin Utama
  • PT Chandra Asri Perkasa
  • Chandra Asri Trading Company Pte. Ltd., Singapura[2]

Objek Vital Nasional

sunting

Chandra Asri Petrochemical merupakan salah satu industri termasuk ke dalam objek vital nasional sektor industri berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian (SK Menperin) No 466/2014. Hal itu mengacu pada Keputusan Presiden No 63/2004 tentang Obyek Vital Nasional, yang mengamanatkan Menteri atau Kepala Lembaga menurut bidangnya dapat menetapkan masing-masing binaannya sebagai Obyek Vital Nasional melalui Surat Keputusan.[61][62]

Keberlanjutan

sunting

Chandra Asri mengimplementasikan aspek Planet, People dan Profit untuk menuju pada keberlanjutan bisnis dan operasionalnya. Beberapa inisiatif dikembangkan Chandra Asri untuk memenuhi tanggung jawab sosial dan lingkungan dan aspek-aspek Environment, Social dan Governance (ESG).

Ekonomi Sirkular

sunting

Chandra Asri mengklaim menerapkan ekonomi sirkular dengan prinsip mengurangi sampah dan memaksimalkan sumber daya yang ada, termasuk dalam program ekonomi sirkular adalah Aspal Plastik dan IPST-ASARI.[63]

Didampingi oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Chandra Asri membuat jalan dari sampah kantong plastik. Berdasarkan penelitian Kementerian PUPR, campuran sampah plastik dengan komposisi ideal, sebesar 5-6%, mampu meningkatkan nilai stabilitas aspal hingga 40% sehingga jalan aspal lebih tahan terhadap deformasi plastis dan tidak mudah retak. Program ini kemudian direplikasi dan diimplementasikan oleh Pemerintah Kota Cilegon, Pemerintah Kota Kudus, Pemerintah Kota Semarang, perusahaan swasta Djarum dan Sinar Mas Land.[64] Sedangkan Industri Pengelolaan Sampah Terpadu-Atasi Sampah, Kelola Mandiri (IPST ASARI) merupakan pengelolaan sampah terintegrasi dengan mendorong penguatan kapasitas masyarakat yang diinisiasi Chandra Asri. Operasional IPST ASARI ini untuk mengatasi timbunan sampah dengan mengumpulkan sampah plastik.[65]

Lainnya

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ a b Alasan Chandra Asri Petrochemical (TPIA) Berganti Nama Jadi Chandra Asri Pacific
  2. ^ a b LAP-TAHUNAN TPIA 2021
  3. ^ Chandra Asri at a Glance
  4. ^ a b Post, The Jakarta. "Chandra Asri eyes 26.3 percent growth in net revenue". The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-04-23. 
  5. ^ CHANDRA ASRI, PT
  6. ^ a b c Kiprah Taipan Prayogo Pangestu Membangun Chandra Asri Menjadi Perusahaan ...
  7. ^ Parlementaria, Volume 27,Masalah 9-14
  8. ^ a b c LAPORAN KUNJUNGAN PABRIKPT. CHANDRA ASRI PETROCHEMICAL, Tbk
  9. ^ Anak Soeharto dan Beragam Fasilitas Bisnis
  10. ^ A Nation In Waiting: Indonesia's Search For Stability
  11. ^ 1. RESTRUCTURING OF CHANDRA ASRI PETROCHEMICAL CENTRE (CAPC) RESUMED.
  12. ^ Indonesia Economic and Development Strategy Handbook Volume 1 Strategic ...
  13. ^ Chemical week
  14. ^ a b c Power in Indonesia: The Politics of Oligarchy in an Age of Markets
  15. ^ Indonesian Business: The Year in Review
  16. ^ Japan Quarterly
  17. ^ Marubeni, Indonesia gov't ink Chandra Asri rescue deal.
  18. ^ Restrukturisasi PT Chandra Asri Disetujui Marubeni
  19. ^ Tempo, Volume 32,Masalah 31-36
  20. ^ Untaian pemikiran sewindu hukum persaingan usaha
  21. ^ Marubeni Lepas Chandra Asri
  22. ^ a b Milestones
  23. ^ Prajogo Pangestu Kuasai Chandra Asri
  24. ^ a b Indonesian Business: The Year in Review 2007
  25. ^ Chandra Asri ke Pelukan Barito Pacific
  26. ^ a b Prajogo Pangestu Diperiksa Sepuluh Jam Sebagai Tersangka
  27. ^ Chemical week
  28. ^ Daily Report: East Asia, Volume 1996,Masalah 70-77
  29. ^ Parlementaria
  30. ^ Far Eastern Economic Review, Volume 159
  31. ^ Dari Eddy Tansil, Sudomo dan Sumarlin
  32. ^ Profile of 100 Top Industries & Managers in Indonesia
  33. ^ Head Office
  34. ^ Sejarah dan Profil Singkat TPIA (Chandra Asri Petrochemical Tbk)
  35. ^ Liem Sioe Liong's Salim Group: The Business Pillar of Suharto's Indonesia
  36. ^ JP/Sudwikatmono, Bambang resign from Tri Polyta
  37. ^ Tempo, Volume 30,Masalah 19-24
  38. ^ Polisi Hentikan Kasus Prajogo Versus Henry Pribadi
  39. ^ Kreditur Minta Pengadilan Pailitkan Tri Polyta
  40. ^ LAPTahunan TPIA 2004
  41. ^ Gugatan Tri Polyta di PN Serang Dicabut
  42. ^ Kreditur Asing Sayangkan Gugatan Tri Polyta
  43. ^ "Chandra Asri Petrochemical". Chandra Asri Petrochemical (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-04-23. Diakses tanggal 2017-04-23. 
  44. ^ Tri Polyta Tercatat Lagi di BEI
  45. ^ Tri Polyta Siap Catatkan Kembali Sahamnya di BEI
  46. ^ LAPKEU TRI POLYTA
  47. ^ Indonesian Business: The Year in Review 2008
  48. ^ Tri Polyta dan Chandra Asri Merger
  49. ^ Pemegang saham Tri Polyta restui merger
  50. ^ Chandra Asri Petrochemical, nama baru Tri Polyta
  51. ^ H, Yoliawan. Cicilia, Sanny, ed. "Chandra Asri rampungkan pabrik patungan dengan Michelin". Kontan.co.id. Diakses tanggal 2022-03-04. 
  52. ^ Hidayat, Agung. Rosalina, Dessy, ed. "Bisnis ban Chandra Asri beroperasi 2018". Kontan.co.id. Diakses tanggal 2017-11-11. 
  53. ^ Sunardi, Lili. Lestari, Reni, ed. "Pembangunan Pabrik CAP 2 Chandra Asri (TPIA) Masuki Tahap Ketiga". Bisnis.com. Diakses tanggal 2022-03-4. 
  54. ^ Ramli, Rully R. Movanita, Ambaranie Nadia Kemala, ed. "Dapat Investasi Rp 24,6 Triliun, Chandra Asri Bakal Bangun Kompleks Petrokimia Terintegrasi Kedua". Kompas.com. Diakses tanggal 2022-03-4. 
  55. ^ Sidik, Syahrizal. "Bangun Pabrik Baru, BRI Kucurkan Pinjaman Rp 4,65 T ke TPIA". CNBC Indonesia. Diakses tanggal 2022-03-04. 
  56. ^ Chandra Asri Resmi Merger dengan PT SMI
  57. ^ "Chandra Asri (TPIA) dan Aramco Teken MoU Jamin Pasokan Bahan Baku CAP 2". idxchannel.com. Diakses tanggal 2022-03-4. 
  58. ^ MANAGEMENT - COMMISIONNERS
  59. ^ MANAGEMENT - DIRECTORS
  60. ^ "Chandra Asri Tambah Modal Rp 15,5 T, Thaioil Jadi Pemegang Saham Utama". katadata.co.id. Diakses tanggal 2022-03-04. 
  61. ^ "63 Perusahaan Ditetapkan Sebagai Objek Vital Nasional Sektor Industri". beritasatu.com. Diakses tanggal 2022-03-4. 
  62. ^ "14 Kawasan Industri Masuk Kawasan Vital Nasional". kemenperin.go.id. Diakses tanggal 2022-03-4. 
  63. ^ Yessy. "PT Chandra Asri Terapkan Konsep Ekonomi Sirkular untuk Kelola Sampah". JPNN.com. Diakses tanggal 2022-03-4. 
  64. ^ "Sinar Mas Land & Chandra Asri Lanjutkan Sinergi Lewat Program 'Plastic To Food' Di Kawasan BSD City". jakartakita.com. Diakses tanggal 2022-03-4. 
  65. ^ Pernando, Anggara. Petriella, Yanita, ed. "Sinar Mas Land dan Chanda Asri Olah Sampah Plastik Warga BSD City". Bisnis.com. Diakses tanggal 2022-03-4. 
  66. ^ "Enclosed Ground Flare, Teknologi Petrokimia Ramah Lingkungan". katadata.co.id. Diakses tanggal 2022-03-4. 
  67. ^ Sidik, Syahrizal. "Joint Chandra Asri-Total Berlanjut, Garap Panel Surya 554 MWH". CNBC Indonesia. Diakses tanggal 2022-03-4. 
  68. ^ Mahadi, Tendi. Mahadi, Tendi, ed. "TotalEnergies rampungkan instalasi panel surya kedua untuk Chandra Asri". Kontan.co.id. Diakses tanggal 2022-03-4. 
  69. ^ Maskur, Fatkhul. Nurcaya, Ipak Ayu H, ed. "Chandra Asri Gandeng BYD Operasikan 53 Forklift Listrik". Bisnis.com. Diakses tanggal 2022-03-4. 
  70. ^ "Kurangi Emisi, Chandra Asri Operasikan 53 Forklift Listrik BYD". beritasatu.com. Diakses tanggal 2022-03-4. 

Pranala luar

sunting