Doa (Islam)

doa dalam konteks agama Islam
Revisi sejak 19 Juli 2024 06.35 oleh Fazoffic (bicara | kontrib) (Menambah Kategori:Doa Katolik menggunakan HotCat)

Dalam ajaran Islam, doa (bahasa Arab: دعاء, translit. Duʿāʾ  IPA: [duˈʕæːʔ], plural: ʾadʿiyah أدعية  [ʔædˈʕijæ]) adalah kegiatan peribadatan berupa invokasi atau permohonan kepada Allah terhadap sesuatu hal. Doa dalam Islam merupakan bagian paling mendasar dari ibadah. Doa dipanjatkan oleh seorang muslim ketika mengalami kesusahan maupun diberi kemudahan dalam kehidupan di dunia. Pengabulan doa dalam Islam ditentukan oleh adab, waktu dan tempat dipanjatkannya doa.[1] Doa yang dipanjatkan oleh para nabi merupakan doa-doa yang terbaik.[2]

Terminologi

Dalam Al-Qur'an, kata do'a disebutkan sebanyak 20 kali dengan arti yang berbeda-beda. Doa dalam pengertian pertama adalah sebagai bentuk penyembahan atau ibadah. Doa dalam artian ini disebutkan dalam Surah Yunus ayat 106. Ayat ini memerintahkan kepada manusia untuk tidak berdoa (menyembah) kepada sesuatu selain Allah. Sesembahan tersebut tidak mampu memberikan manfaat maupun kerugian bagi manusia.[3]

Doa dalam artian berikutnya adalah ajakan. Salah satu ayat yang mengartikan doa sebagai ajakan adalah Surah Al-Baqarah ayat 23. Ayat ini menantang manusia untuk mengajak manusia penolong-penolong selain Allah jika mereka mampu. Doa juga dapat diartikan sebagai permintaan atau permohonan. Ayat yang menggunakan pengertian ini antara lain Surah Al-Mu'min ayat 60. Ayat ini merupakan perintah Allah kepada manusia untuk meminta (berdoa) kepadaNya. Allah akan memperkenankan orang yang berdoa kepadaNya. [4]

Doa juga dapat diartikan sebagai memanggil. Ayat yang menggunakan pengertian ini salah satunya adalah Surah Al-Isra' ayat 52. Dalam ayat ini, disebutkan bahwa akan ada hari dimana Allah akan memanggil manusia.[5] Pengertian terakhir dari doa adalah memuji. Pengertian ini antara lain disebutkan dalam Surah Al-Isra' ayat 110. Ayat ini memerintahkan untuk memuji Allah atau memuji yang Maha Penyayang.[6]

Allah SWT menghendaki agar manusia mengucap, "Ya Allah, Ya Rabbi, Ya Tuhanku," supaya manusia memperoleh pahala. Ucapan itu hendaknya lahir dari hati yang ikhlas dan dengan sukarela. Mungkin, seseorang memohon sesuatu yang menurutnya baik, tetapi menurut Allah SWT akan mendatangkan keburukan bagi dirinya. Manusia memohon kekayaan lalu kalau dia diberi, itu dapat merusak dirinya dan menjauhkannya dari Allah SWT. Justru, kekayaan yang diberikan dipakai untuk melanggar ketentuanketentuan-Nya. Allah SWT berkeinginan menjaga dan melindungi hamba-hamba-Nya, serta memberi karunia pahala akhirat dan kebahagiaan surga.[7]

Pada suatu ketika, seseorang menyesal karena gagal bepergian. Ternyata, kegagalan tersebut membawa hikmah sebab jika dia tetap pergi juga, dapat membawa malapetaka berupa kendaraan yang ditumpangi mendapat kecelakaan. Allah SWT berfirman, "Bolehjadi, engkau tidak menyenangi sesuatu, padaha! itu baik bagimu, dan bo/ehjadi engkau menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Al/ah mengetahui, sedangkan engkau tidak mengetahui." (al-Baqarah: 216).[7]

Pada umumnya, manusia melihat dunia dari lahiriahnya saja, tidak sampai pada hakikatnya. Manusia lupa akan kewajiban-kewajiban dalam menuntut haknya (memohon dalam berdoa). Bagaimana kewajiban yang harus dipenuhi oleh manusia dalam berdoa. Ini sebagaimana yang dijelaskan Allah SWT ketika para nabi memohon doa kepada-Nya dan doa-doa itu dikabulkan Allah SWT. Allah SWT berfirman, "Sungguh, mereka selalu bersegera da/am (mengerjakan) kebaikan, serta mereka berdoa kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Mereka orang-orang yang khusyu kepada Kami. " (al-Anbiyaa': 90) Doa para nabi dikabulkan Allah SWT karena nabi selalu menyandang tiga sifat sebagai syarat dikabulkan doanya, yakni selalu bersegera dalam mengerjakan perbuatan-perbuatan baik, berdoa dengan (perasaan) harap dan cemas, berharap agar doanya dapat terkabul dan cemas kalau doanya tidak dikabulkan, serta selalu khusyu•, tunduk, dan patuh kepada Allah SWT.[7]

Dalil

Surah Al-A'raf ayat 55 merupakan salah satu dalil yang menyatakan perintah dari Allah kepada manusia untuk berdoa. Dalam ayat ini Allah memerintahkan untuk berdoa dengan kerendahan diri melalui suara yang lembut. Setelah itu Allah menyebutkan bahwa diriNya membenci manusia yang melampaui batas.[8] Di surah yang sama namun pada ayat ke-51, Allah memerintahkan manusia untuk berdoa dengan disertai perasaan takut dan harapan. Allah menganggap sikap ini sebagai kebajikan dan ia menyatakan bahwa rahmatNya sangat dekat kepada mereka.[9]

Lalu pada ayat ke 60 dalam Surah Al-Mu'min, Allah meminta manusia untuk berdoa kepadanya. Allah memberikan kepastian bahwa doa tersebut pasti dikabulkan olehNya. Pada ayat 65 di surah yang sama, Allah memerintahkan manusia untuk berdoa dengan perasaan yang tulus dan ikhlas.[10] Pada Surah Al-A'raf ayat 80, Allah memerintahkan untuk berdoa sambil menyebut asmaulhusna.[9]

Adab

Berdoa hanya kepada Allah

Dalam Surah Yunus ayat 106, Allah melarang manusia untuk berdoa kepada selainNya. Allah menyebutkan bahwa mereka yang melanggar perintahnya ini termasuk orang yang zalim. Mereka meminta kepada sesuatu yang tidak mampu mendatangkan manfaat maupun kerugian kepada dirinya. Lalu pada Surah Al-Baqarah ayat 186, Allah berjanji bahwa Ia akan mengabulkan doa dari orang-orang yang hanya memanjatkan doa kepadaNya. Allah memerintahkan manusia untuk beriman kepadaNya dan mendengarkan seruanNya agar manusia memperoleh petunjuk.[11]

Menghadap kiblat

Sunnah untuk berdoa menghadap kiblat dicontohkan oleh Nabi Muhammad ketika ia sedang wukuf di Arafah. Pada waktu itu, Nabi Muhammad berdoa hingga matahari terbenam.[12]

Mengucapkan pujian

Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Nabi Muhammad menegur seorang laki-laki yang langsung berdoa setelah menunaikan salat di masjid. Nabi Muhammad kemudian memintanya untuk tidak terburu-buru dalam berdoa dan memintanya mengucapkan pujian kepada Allah dan salawat nabi terlebih dahulu. Setelahnya, datang seorang laki-laki yang lain yang setelah salat mengucapkan pujian kepada Allah dan salawat nabi. Nabi Muhammad menghampirinya dan menyuruhnya untuk berdoa karena doanya akan dikabulkan.[12] Pujian dalam doa dapat menggunakan rangkaian kalimat asmaulhusna dan kalimat tauhid. Ini sesuai anjuran dari Surah Al-A'raf ayat 80.[13]

Bersuara yang lembut dengan perasaan takut

Dalil berdoa dengan suara yang lembut dan disertai rasa takut adalah Surah Al-A'raf ayat 55-56. Dalam ayat ini, Allah berfirman kepada manusia untuk berdoa kepadaNya dengan suara yang lembut dan merendahkan diri. Bagian ayat selanjutnya membahas tentang kebencian Allah terhadap orang-orang yang melampaui batasan dengan berbuat kerusakan di Bumi. Selanjutnya Allah memerintahkan lagi untuk berdoa disertai dengan rasa takut dan harapan atas terkabulnya doa.[14]

Surah Al-Isra' ayat 10 menjelaskan tentang cara berdoa yang benar. Dilarang berdoa dengan mengeraskan suara dan dilaran pula berdoa dengan bisik-bisik hingga tidak kedengaran. Berdoa harus berada di antara kedua kondisi yang dilarang ini, yaitu suara yang sedang.[15]

Meyakini terkabulnya doa

Manusia harus meyakini bahwa doa merupakan bentuk kebutuhan kepada Allah. Pengingat akan hal ini ada dalam Surah Fatir ayat 15. Ayat ini mengingatkan kepada seluruh manusia bahwa Allah tidak memerlukan sesuatu apapun karena Ia adalah yang Maha Kaya dan Maha Terpuji. Manusialah yang membutuhkan Allah.[16] Oleh karena itu, setiap pemanjatan doa harus disertai dengan keyakinan bahwa doa tersebut akan dikabulkan oleh Allah. Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Allah akan mengikuti prasangka dari hambaNya. Seseorang yang berdoa kepada Allah akan selalu mendapatkan pengawasan dari Allah.[14]

Nabi Muhammad melarang berdoa dengan kalimat pengandaian yang sifatnya tidak pasti. Doa tidak boleh menyertakan ucapan "jika Allah menghendaki". Doa semacam ini dianggap sebagai bentuk meragukan Allah dalam pengabulan doa. Alasannya, makna doa ini berusaha memperkuat pengabulan doanya karena keyakinan bahwa Allah tidak dapat dipaksa untuk mengabulkan doa.[17]

Berdoa untuk kebaikan

Dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad menyebutkan bahwa seorang muslim yang berdoa bukan untuk perbuatan dosa dan perbuatan yang merusak persaudaraan, maka Allah akan memberikan salah satu dari tiga hal sebagai balasannya. Hal pertama adalah pengabulan doa. Hal kedua adalah menjadikan doa sebagai simpanan untuk digunakan di akhirat. Hal ketiga adalah menghindarkan orang yang berdoa dari kejahatan.[18] Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Jabir, Nabi Muhammad melarang berdoa untuk mencelakakan seseorang. Seseoran ini termasuk diri sendiri, harta yang dimiliki, anak-anak yang dimiliki dan pembantu yang dimiliki. Larangan ini ditetapkan karena Allah dapat mengabulkan doa ini pada waktu tertentu yang menjadi waktu pengabulan doa.[19]

Mengulang doa

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Nabi Muhammad diketahui sering mengulang doanya hingga tiga kali.[20]

Urutan

Berdoa yang sistematik memiliki kalimat pembuka, kalimat isi dan kalimat penutup. Kalimat pembuka dalam doa meliputi basmalah, tahmid, dan shalawat Nabi. Kalimat isi merupakan permohonan yang diinginkan. Sedangkan kalimat penutup berisi shalawat Nabi dan tahmid.[21]

Waktu

Terdapat beberapa waktu terbaik untuk berdoa. Berdasarkan waktu salat, waktu terbaik untuk berdoa yaitu antara azan dan iqamat atau menjelang waktu salat dan sesudahnya. Sedangkan berdasarkan periode waktunya, waktu terbaik untuk berdoa antara lain sepertiga malam terakhir, antara zuhur dan asar, dan antara asar dan magrib. Berdoa juga dapat dilakukan seoanjang hari Jumat, ketika menamatkan bacaan Al-Qur'an, ketika hujan turun, atau ketika menghadapi musuh saat perang.[22]

Berdoa dapat dilakukan secara sendirian atau bersama-sama. Pelaksanaan doa dalam keadaan sendirian dapat dilakukan kapan saja dan dimanapun. Berdoa secara sendirian dapat dilakukan saat waktu ibadah maupun saat melakukan kegiatan harian. Sedangkan doa bersama umumnya hanya dilakukan dalam hari raya Islam.[10]

Hukum

Makruh

Hukum berdoa menjadi makruh ketika dilakukan saat sedang membuang hajat. Kemakruhannya berlaku untuk buang hajat di dalam bangunan maupun di hamparan tanah. Dalam kondisi buang hajat, seseorang dilarang untuk mengucapkan pujian kepada Allah maupun berbicara dengan orang lain. Kemakruhan ini berlaku juga pada saat seseorang bersin. Kemakruhan berdoa juga berlaku kepada orang yang sedang bersenggama.[23]

Larangan ini didasarkan kepada salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abdullah bin Umar dalam Shahih Muslim. Hadis ini menyebutkan bahwa Nabi Muhammad tidak menjawab ucapan salam dari seorang anak laki-laki ketika ia sedang buang air kecil.[24] Hadis lain yang serupa juga diriwayatkan dari Al-Muhajir bin Qunfudz oleh Abu Dawud, An-Nasai dan Ibnu Majah. Dalam hadis ini disebutkan bahwa Nabi Muhammad tidak menjawab salam darinya ketika ia baru selesai buang air kecil. Nabi Muhammad baru menjawab salam ketika ia telah selesai berwudu. Setelah itu, Nabi menjelaskan bahwa ia tidak menyukai menyebut nama Allah dalam keadaan belum bersuci.[25]

Syarat pengabulan

Memakan makanan yang halal

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Nabi Muhammad memberikan nasihat kepada Sa'ad bin Abi Waqqas mengenai syarat terkabulnya doa. Nabi Muhammad memerintahkan agar manusia menjaga kehalalan dari makanan yang dimakan. Kehalalan makanan yang dimakan menjadi syarat terkabulnya doa. Lalu, Nabi Muhammad melanjutkan bahwa doa seseorang tidak akan diterima selama 40 hari jika ia memakan makanan yang haram. Selain itu, Nabi Muhammad menyebutkan bahwa manusia akan masuk neraka jika memakan makanan dari hasil perbuatan haram atau riba.[26]

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan ath-Thabrani dari Utsman bin Abia al-Has, disebutkan bahwa segala doa akan dikabulkan. Namun, ada doa yang tidak dikabulkan karena tecelanya perbuatan dari orang yang berdoa. Orang ini adalah perempuan yang bekerja di pelacuran dan orang yang bekerja secara zalim sebagai penarik pajak.[27] Allah akan kembali mengabulkan doa dari orang-orang yang berbuat kekejian jika telah melakukan pertobatan dan tidak mengulangi lagi perbuatannya. Keterangan ini berasal dari firman Allah pada ayat 135 dalam Surah Ali Imran.[28]

Pengabulan doa juga hanya akan terjadi jika seseorang memiliki keyakinan bahwa doanya akan dikabulkan oleh Allah. Sebaliknya, doa orang yang lalai dan lengah dari keyakinan kepada Allah, maka doanya tidak akan dikabulkan.[29] Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim disebutkan bahwa pengabulan doa hanya terjadi ketika doa tidak dilakukan secara terburu-buru. Orang yang berdoa juga mesti bersabar atas waktu yang diperlukan agar doanya terkabul.[30] Dalam sebuah hadi yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan Imam Muslim, Nabi Muhammad menjelaskan bahwa ketergesa-gesaan dalam berdoa adalah merasa rugi dan sia-sia karena merasa doanya tidak dikabulkan. Akibatnya, orang yang berdoa ini tidak lagi mau berdoa.[31]

Doa para nabi

Doa Nabi Adam

Ketika Nabi Adam dan Hawa melakukan pertobatan setelah memakan buah di surga yang dilarang oleh Allah untuk dimakan, keduanya memanjatkan doa kepada Allah. Doa ini merupakan doa permohonan ampunan kepada Allah. Doa tersebut disebutkan dalam Surah Al-A'raf ayat 23. Nabi Adam dan Hawa mengakui bahwa mereka telah menganiaya diri mereka. Karenanya, mereka menganggap diri mereka termasuk orang yang memperoleh kerugian jika tidak menerima rahmat dan ampunan dari Allah. Setelah mereka bedoa, Allah mengampuni dosa mereka. Ampunan ini disebutkan dalam Surah Al-Baqarah ayat 37.[32]

Doa Nabi Nuh

Kebinasaan kaum Nuh yang ingkar

Nabi Nuh pernah memanjatkan doa kepada Allah untuk membinasakan kaumnya yang ingkar. Doa tersebut disebutkan dalam Surah Nuh pada ayat 26 dan ayat 27. Nabi Nuh meminta kepada Allah agar kaumnya yang ingkar dibinasakan agar tidak lagi mampu menyesatkan pengikut Nabi Nuh yang beriman. Nabi Nuh menegaskan dalam doanya mengenai keturunan kaumnya yang ingkar akan turu ingkar pula jika tidak dibinasakan. Doa ini dipanjatkan Nabi uh ketika kaumnya telah sangat ingkar dengan ajarannya. Nabi Nuh juga telah kehilangan harapan terhadap kaumnya karena hanya pengikutnya yang beriman hanya berjumlah sedikit. Doa ini hanya ditujukan kepada orang-orang yang ingkar kepada ajaran Nabi Nuh. Doa ini dikabulkan oleh Allah dengan menenggelamkan orang-orang yang ingkar tersebut.[33]

Kebinasaan seorang putra Nuh

Doa Nabi Nuh yang lainnya disebutkan dalam Surah Hud ayat 147. Doa ini berisi permohonan ampunan dari Nabi Nuh kepada Allah atas perbuatan yang tidak dia ketahui hakikatnya. Ia merasa dirinya termasuk orang yang mengalami kerugian jika Allah tidak mengampuni dirinya. Doa Nabi Nuh ini dibaca setelah ia Allah menegurnya karena meminta kepada Allah agar menyelamatkan anaknya dari bencana banjir. Allah berkehendak untuk menenggelamkan anak Nabi Nuh bersama dengan kaumnya yang ingkar terhadap ajaran dari Nabi Nuh. Dalam kisah ini, terdapat penegasan dari Allag bahwa ketaatan dalam akidah lebih utama dari hubungan kekerabatan. Doa Nabi Nuh di atas merupakan salah satu bentuk kepatuhan atas pengetahuan Allah yang Maha Mengetahui.[34]

Keselamatan kaum Nuh yang beriman

Nabi Nuh juga memanjatkan doa kepada Allah kepada para pengikut dari kaumnya yang beriman. Doa Nabi Nuh ini disebutkan dalam Surah Asy-Syu'ara ayat 117 dan ayat 118. Dalam ayat ini, Nabi Nuh mengawaki doa dengan menyatakan bahwa kaumnya telah ingkar kepada ajarannya. Nabi Nuh kemudian meminta kepada Allah untuk memutuskan perkara antara dirinya dengan kaumnya. Bagian terakhir dari doanya adalah permohonan keselamatan bagi pengikutnya yang beriman bersamanya.[35]

Doa Nabi Ibrahim

Doa meminta anugrah berupa anak

Doa Nabi Ibrahim yang meminta dianugrahi anak disebutkan dalam Surah Ash-Shaffat ayat 100. Nabi Ibrahim memanjatkan doa kepada Allah untuk memperoleh keturunan dari istrinya yang bernama Sarah. Keduanya pada saat itu belum memiliki anak sama sekali. Doa ini juga dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim ketika menikahi istrinya yang lain, yaitu Hajar. Dalam doanya, Nabi Ibrahim meminta keturunan yang saleh. Doa ini dikabulkan oleh Allah. Nabi Ibrahim memperoleh anak yang bernama Ismail yang kemudian juga menjadi nabi.[36]

Doa meminta keluarga dan keturunan yang saleh

Nabi Ibrahim meminta kepada Allah untuk menjadi dirinya dan keturunannya sebagai orang-orang yang saleh. Doa ini disebutkan dalam Surah Ibrahim ayat 40 dan 41. Dalam doa ini, Nabi Ibrahim meminta kepada Allah agar ia dan keturunannya tetap terjaga dalam melaksanakan salat. Nabi Ibrahim juga meminta ampunan kepada Allah untuk dirinya, kedua orang tuanya dan kaum yang beriman pada hari kiamat.[37]

Ketika Nabi Ibrahim melakukan dialog dengan ayahnya mengenai penyembahan berhala, ia memanjatkan sebuah doa kepada Allah. Doa ini disebutkan dalam Surah Asy-Syu'ara ayat 83–85. Dalam doa ini, Nabi Ibrahim meminta kepada Allah untuk memberikannya ilmu hikmah dan memasukkannya ke dalam golongan orang-orang yang saleh.[38]

Nabi Ibrahim juga berdoa kepada Allah ketika kaumnya tidak mau mengikuti ajarannya. Dalam doa ini, Nabi Ibrahim meminta kepada Allah agar terhindar dari fitnah atas kemenangan kaum kafir terhadap orang beriman. Doa ini disebutkan di dalam Surah Al-Mumtahanah ayat 4 dan 5.[39]

Nabi Ibrahim kembali berdoa kepada Allah ketika ia pindah tempat tinggal ke Makkah. Doa ini disebutkan dalam Surah Ibrahim ayat 35. Dalam doanya, Nabi Ibrahim meminta untuk memperoleh keamanan di Makkah dan meminta agar keturunannya yang tinggal di Makkah terhindar dari perilaku musyrik.[40] Keamanan Makkah juga diminta oleh Nabi Ibrahim kepada Allah dalam doanya ketika melaksanakan perintah untuk menyucikan Ka'bah. Nabi Ibrahim juga meminta kepada Allah untuk memberikan rezeki berupa buah-buahan kepada penduduk Makkah yang beriman.[41]

Doa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail

Ketika Nabi Ibrahim dan Nabi Isma'il telah selesai meninggikan pondasi dari Ka'bah, mereka meminta kepada Allah agar segala amalan mereka diterima. Mereka juga meminta agar keturunannya dijadikan sebagai hamba-hamba yang saleh. Keduanya juga meminta kepada Allah untuk memberikan ilmu mengenai cara-cara melaksanakan haji. Mereka juga meminta agar Allah menerima pertobatan yang mereka lakukan. Doa ini disebutkan di dalam Surah Al-Baqarah ayat 127 dan 128.[42]

Doa Nabi Luth

Nabi Luth berdoa kepada Allah atas kerusakan yang dilakukan oleh kaumnya, Kerusakan ini adalah kegiatan homoseksualitas. Nabi Luth memohon kepada Allah untuk menghentikan kerusakan tersebut dengan memberikan azab kepada kaumnya.[43] Dalam Surah Asy-Syu'ara ayat 169 juga disebutkan dua Nabi Luth yang lainnya. Dalam doa ini, Nabi Luth memohon perlindungan kepada Allah bagi dirinya dan keluarganya untuk diselamatkan dari azab yang diberikan oleh Allah kepada kaumnya yang berbuat kemaksiatan.[44]

Doa Nabi Syuaib

Doa Nabi Syuaib disebutkan dalam Surah Al-A'raf ayat 89. Dalam doa ini, Nabi Syuaib meminta keputusan dari Allah terhadap dirinya dan kaumnya. Nabi Syuaib memanjatkan doa ini setelah para penguasa dari kaumnya bersikap sombong dan ingin mengusirnya dari kota tempat tinggalnya. Allah mengabulkan doa ini dan mengazab kaum Nabi Syuaib yang sombong. Azab yang ditimpakan kepada kaumnya adalah gempa bumi. Penduduk kota menjadi mati oleh runtuhan bangunan di masing-masing rumahnya. Nabi Syuaib dan para pengikutnya diselamatkan dari azab ini.[45]

Doa Nabi Yusuf

Doa Nabi Yusuf disebutkan dalam Surah Yusuf ayat 33. Nabi Yusuf memanjatkan doa ketika ia terhindar dari perzinaan dengan Zulaikha. Dalam doanya, Nabi Yusuf meminta kepada Allah untuk dipenjara daripada menuruti hawa nafsu Zulaikha. Nabi Yusuf menganggap dirinya termasuk orang-orang yang bodoh jika mengikuti hawa nafsunya.[46] Nabi Yusuf kembali berdoa ketika ia telah menjadi penguasa di wilayah Mesir. Pada saat itu, ia telah berkumpul kembali dengan ayah dan saura-saudaranya. Doa Nabi Yusuf disebutkan dalam Surah Yusuf ayat 101. Bagian awal doanya adalah pujian kepada Allah atas anugrah kekuasaan dan kemampuan dalam tafsir mimpi. Kemudian bagian akhir dari doanya adalah permintaan untuk diwafatkan dalam keadaan Islam dan dikumpulkan bersama dengan orang-orang saleh di akhirat.[47]

Doa Nabi Ayyub

Nabi Ayyub memanjatkan doa kepada Allah ketika ia menerima ujian berupa penyakit, kehilangan harta benda dan kehilangan keluarga. Dalam doanya, Nabi Ayyub hanya menyebutkan bahwa dirinya menderita suatu penyakit. Selain itu, ia hanya memuji Allah sebagai satu-satunya Tuhan dengan sifat Yang Maha Penyayang. Doa ini disebutkan dalam Surah Al-Anbiya ayat 83. Allah mengabulkan permohonan Nabi Ayyub karena kesabarannya dalam menghadapi ujian. Penyakitnya disembuhkan, ia berdamai dengan istrinya, dan anak keturunannya diperbanyak. Selain itu, hartanya kembali seperti semula.[48]

Doa Nabi Musa

Doa untuk Bani Israil

Nabi Musa berdoa ketika kaumnya telah melakukan perbuatan syirik saat ia dan Nabi Harun diperintahkan untuk pergi ke Bukit Tursina. Kaum Nabi Musa adalah Bani Israil. Setelah kepergian Nabi Musa dan Nabi Harun, mereka melakukan penyembahan berhala kepada patung anak sapi. Nabi Musa kemudian marah kepada kaumnya dan memanjatkan doa kepada Allah agar ia dan Harun diampuni atas kesalahan kaumnya. Doa ini disebutkan dalam Surah Al-A'raf ayat 151.[49]

Nabi Musa kembali berdoa ketika amarahnya mereda. Ia memanjatkan doa ini ketika telah memilih 70 orang dari kaumnya untuk melakukan pertobatan. Saat itu, tiba-tiba terjadi gempa bumi. Nabi Musa kemudian berdoa untuk mmeperoleh ampunan dan rahmat dari Allah atas cobaan yang baru saja dialaminya dan kaumnya. Doa ini disebutkan dalam Surah Al-A'raf ayat 155.[50]

Doa keselamatan dari kaum Fir'aun

Nabi Musa juga berdoa memohon ampunan kepada Allah ketika ia tidak sengaja membunuh seseorang. Saat itu Nabi Musa memasuki kota Memphis. Ia melihat perkelahian antara dua orang laki-laki yang masing-masing berasal dari Bani Israil dan kaum Fir'aun. Laki-laki dari Bani Israil meminta bantuannya dan Nabi Musa meninju laki-laki dari kaum Fir'aun. Karena tinjuannya, laki-laki tersebut mati. Nabi Musa menganggap perbuatannya ini sebagai sebuah kesesatan yang dilakukan oleh setan. Karenanya ia memanjatkan doa pengampunan diri kepada Allah karena telah menganiaya dirinya sendiri. Doa ini disebutkan dalam Surah Al-Qasas ayat 16.[51] Pada surah yang sama di ayat 21, Nabi Musa kembali berdoa kepada Allah untuk diselamatkan dari orangporang yang zalim. Doa ini dipanjatkannya ketika pergi dari kota untuk menghindari rencana penangkapan dan pembunuhan dirinya oleh pengikut Fir'aun.[52]

Contoh Doa

Doa untuk orang sakit

Setiap penyakit yang diderita adalah ujian bagi seorang mukmin. Bila sabar menghadapi penyakit yang dialaminya maka akan sakit itu akan menjadi pelebur dosa-dosanya dan mengangkatnya pada derajat yang tinggi di sisi Allah SWT. Islam mengajarkan untuk tidak berputus asa ketika ditimpa sakit. Seorang Muslim diperintahkan terus berikhtiar mencari jalan untuk kesembuhannya dan bertawakal kepada Allah SWT yang memberikan kesembuhan.

Bagi seorang Muslimwajib hukumnya meyakini bahwa segala kesembuhan atas setiap penyakit datangnya dari Allah SWT. Sebab banyak juga orang-orang yang sakit dan telah berusaha mencari jalan kesembuhan melalui upaya media hingga menghabiskan miliaran rupiah namun tak kunjung juga sembuh dari penyakitnya. Semuanya karena izin Allah SWT, Dzat yang Maha Menyembuhkan. Sebab itu bagi seorang Muslimketika mengalami sakit selain berikhtiar melalui medis dan mengonsumsi obat yang paling utama adalah berserah diri pada Allah SWT. Seraya memohon padanya memberikan kesembuhan atas penyakit yang diderita. Rasulullah SAW mengajarkan sebuah doa bagi siapa saja yang mengalami sakit agar Allah SWT segera mengangkat penyakitnya dan memberikan kesembuhan. Doa ini pun dapat ditemukan pada hadits Nabi Muhammad dalam Sahih Bukhari nomor 5309. Berikut doa yang dipanjatkan Nabi.[7]

Allahumma rabbannasi adzhibilbasa isfi anta syafii la syifaa illa syifaauka syifaan laa yughodiru saqoman

"Ya Allah Tuhannya manusia, hilangkanlah rasa sakit ini sembuhkanlah, engkau dzat Yang Maha Penyembuhan, tak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, yaitu kesembuhan yang tak meninggalkan rasa sakit."

Doa ini juga terdapat dalam hadis Muslim. Bahkan pada hadits Muslim nomor 4062 dijelaskan Rasul membacakan doa tersebut ketika menjenguk orang yang sakit.[7]

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ Tim Penyusun Kementerian Agama Republik Indonesia 2013, hlm. 3.
  2. ^ Robiansyah 2020, hlm. 3.
  3. ^ Ali, dkk. 2013, hlm. 11-12.
  4. ^ Ali, dkk. 2013, hlm. 12.
  5. ^ Ali, dkk. 2013, hlm. 12-13.
  6. ^ Ali, dkk. 2013, hlm. 13.
  7. ^ a b c d e Mutawalli asy-Sya'rawi, M. (2020). Anda Bertanya, Islam Menjawab. Depok: Gema Insani. ISBN 978-602-250-866-3. 
  8. ^ Ali, dkk. 2013, hlm. 13-14.
  9. ^ a b Ali, dkk. 2013, hlm. 14.
  10. ^ a b Ali, dkk. 2013, hlm. 15.
  11. ^ Ali, dkk. 2013, hlm. 16.
  12. ^ a b Tim Penyusun Kementerian Agama Republik Indonesia 2013, hlm. 4.
  13. ^ Ali, dkk. 2013, hlm. 28-29.
  14. ^ a b Tim Penyusun Kementerian Agama Republik Indonesia 2013, hlm. 5.
  15. ^ Ali, dkk. 2013, hlm. 26.
  16. ^ Robiansyah 2020, hlm. 7.
  17. ^ Ali, dkk. 2013, hlm. 27.
  18. ^ Ali, dkk. 2013, hlm. 19-20.
  19. ^ Ali, dkk. 2013, hlm. 27-28.
  20. ^ Ali, dkk. 2013, hlm. 28.
  21. ^ Ali, dkk. 2013, hlm. 31-32.
  22. ^ Tim Penyusun Kementerian Agama Republik Indonesia 2013, hlm. 6.
  23. ^ An-Nawawi 2017, hlm. 41.
  24. ^ An-Nawawi 2017, hlm. 41-42.
  25. ^ An-Nawawi 2017, hlm. 42.
  26. ^ Ali, dkk. 2013, hlm. 17-18.
  27. ^ Ali, dkk. 2013, hlm. 20.
  28. ^ Ali, dkk. 2013, hlm. 20-21.
  29. ^ Ali, dkk. 2013, hlm. 21-22.
  30. ^ Ali, dkk. 2013, hlm. 22.
  31. ^ Ali, dkk. 2013, hlm. 22-23.
  32. ^ Robiansyah 2020, hlm. 11-12.
  33. ^ Robiansyah 2020, hlm. 13-14.
  34. ^ Robiansyah 2020, hlm. 12-13.
  35. ^ Robiansyah 2020, hlm. 15-16.
  36. ^ Robiansyah 2020, hlm. 16-17.
  37. ^ Robiansyah 2020, hlm. 17-18.
  38. ^ Robiansyah 2020, hlm. 18-19.
  39. ^ Robiansyah 2020, hlm. 19-20.
  40. ^ Robiansyah 2020, hlm. 20-21.
  41. ^ Robiansyah 2020, hlm. 22.
  42. ^ Robiansyah 2020, hlm. 22-23.
  43. ^ Robiansyah 2020, hlm. 23-24.
  44. ^ Robiansyah 2020, hlm. 24.
  45. ^ Robiansyah 2020, hlm. 24-25.
  46. ^ Robiansyah 2020, hlm. 25-26.
  47. ^ Robiansyah 2020, hlm. 26-27.
  48. ^ Robiansyah 2020, hlm. 28.
  49. ^ Robiansyah 2020, hlm. 29.
  50. ^ Robiansyah 2020, hlm. 30-31.
  51. ^ Robiansyah 2020, hlm. 31-32.
  52. ^ Robiansyah 2020, hlm. 32-33.

Daftar pustaka