Bluebird
PT Blue Bird Tbk (berbisnis dengan nama Bluebird) adalah sebuah perusahaan transportasi Indonesia yang berkantor pusat resmi di Jakarta Barat dan berkantor pusat operasional di Jakarta Selatan. Untuk mendukung kegiatan bisnisnya, hingga akhir tahun 2021, perusahaan ini memiliki lebih dari 20.000 armada dan 23.000 karyawan yang beroperasi pada 48 pool di 18 kota.[3][4]
Bluebird | |
Perseroan terbatas terbuka | |
Kode emiten | IDX: BIRD |
Industri | Transportasi |
Didirikan | 1 Mei 1972 |
Pendiri | Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono |
Kantor pusat | Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat, Jakarta, Indonesia (resmi) Mampang Prapatan, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Jakarta, Indonesia (operasional) |
Wilayah operasi | Indonesia |
Tokoh kunci | Adrianto Djokosoetono[1] (Direktur Utama) Bayu Priawan Djokosoetono[2] (Komisaris Utama) |
Produk |
|
Merek |
|
Jasa |
|
Pendapatan | Rp 4,4 triliun (2023)[3] |
Rp 453 milyar (2023)[3] | |
Total aset | Rp 7,6 triliun (2021)[3] |
Total ekuitas | Rp 5,5 triliun (2021)[3] |
Pemilik | Keluarga Djokosoetono:
|
Karyawan | 2.890 (2020)[3] |
Anak usaha | PT Blue Bird Pusaka PT Silver Bird PT Pusaka Nuri Utama PT Big Bird Pusaka PT Lombok Taksi Utama PT Lintas Buana Taksi PT Pusaka Satria Utama PT Morante Jaya PT Cenderawasih Pertiwijaya PT Prima Sarijati Agung PT Irdawan Multitrans PT Central Naga Europindo PT Luhur Satria Sejati Kencana PT Pusaka Prima Transport PT Praja Bali Transportasi PT Trans Antar Nusabird PT Balai Lelang Caready |
Situs web | www |
Sejarah
Mendirikan taksi gelap
Djokosoetono adalah seorang pakar hukum yang berkontribusi dengan mendirikan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) dan Akademi Hukum Militer (AHM). Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai Dekan pertama Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Ia dan keluarganya tinggal sederhana di Jalan H.O.S. Cokroaminoto, Jakarta.[5][6]
Djokosoetono meninggal pada 6 September 1965. Sebelum ia meninggal, istrinya, Mutiara Siti Fatimah beserta kedua anaknya Purnomo Prawiro dan Chandra Suharto, mulai berbisnis telur, dan pada tahun 1962 sudah bisa membelikan bemo murah dari Departemen Perindustrian. Ia memberikan bemo kepada Purnomo dan Chandra untuk menarik penumpang di rute Harmoni–Kota.[6]
Fatimah mendapatkan hadiah dua unit mobil sedan dari orang-orang PTIK dan AHM, yang terdiri dari satu mobil Opel dan satu unit Mercedes. Setelah Djokosoetono meninggal, Fatimah mengumpulkan tiga anaknya yang belum selesai kuliah: Purnomo, Chandra, dan Mintarsih. Fatimah mengusulkan kepada ketiga anaknya untuk menjadikan dua unit mobil tersebut sebagai sebuah taksi. Akhirnya kedua mobil tersebut dijadikan taksi dan bisnis tersebut diberi nama Chandra Taksi serta berstatus belum mengantongi izin (taksi gelap). Tidak hanya merekrut sopir sebagai karyawannya, Purnomo dan Chandra ikut menyetir mobil tersebut.[7]
Secara prinsip, model bisnis yang dirumuskan oleh Purnomo dan Chandra tersebut adalah dengan pesanan melalui telepon. Taksi akan segera menjemput penumpang dan mengantarkannya sampai tujuan. Taksi gelap menjadi populer pada masa itu, mengingat tidak banyak masyarakat Jakarta yang menggunakan mobil pribadi pada era 1960-an.[6]
Menjadi taksi resmi berizin
Ali Sadikin, yang saat itu menjadi Gubernur DKI Jakarta, mengungkap dalam memoarnya bahwa ia mengeluarkan kebijakan untuk memberantas peredaran taksi gelap dan memberlakukan kebijakan taksimeter (argometer) pada setiap taksi yang beroperasi di Jakarta dan Bandara Soekarno-Hatta. Sadikin mengesahkan peraturan yang menyatakan bahwa setiap perusahaan taksi wajib mendaftarkan izin operasional. Agar izin diberikan, perusahaan harus memiliki sekurang-kurangnya 100 unit mobil. Namun, keluarga Djokosoetono hanya memiliki 60 unit taksi sehingga izinnya ditolak oleh Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya DKI Jakarta.[8]
Untuk memuluskan bisnis taksi tersebut, Fatimah menemui seorang murid Djokosoetono yang kala itu sudah bekerja di Bank Bumi Daya. Berkat kartu nama yang diberikan oleh murid tersebut, Fatimah mengajukan pinjaman ke bank tersebut. Dari situlah, armada taksi bertambah dan izin usaha pendirian perusahaan pun terbit.[8][6]
Tepat pada tanggal 1 Mei 1972, taksi Blue Bird, yang dideskripsikan oleh Alberthiene Endah sebagai "taksi berwarna biru dengan logo burung yang tengah melesat" pun berseliweran di jalan-jalan Jakarta. Sementara itu, Chandra Taksi masih dipertahankan dan namanya pun diubah menjadi Golden Bird.[9]
Di awal sejarahnya, perusahaan ini memiliki banyak sekali kompetitor. Tercatat ada Gamya, Ratax, Morante, Steady Safe, Royal City, Sri Medali,[10] serta taksi kuning President.[11] Sebelum Blue Bird mengaspal, Morante (PT Morante Djaya) terlebih dahulu merupakan perusahaan taksi yang mengantongi izin operasional taksi argometer, yang beroperasi pada 10 Februari 1972.[12]
Hingga tahun 1978, Blue Bird mengoperasikan 500 unit taksi dan pada 1985, jumlahnya meningkat menjadi lebih dari 2.000 unit.[6]
Pada saat KTT GNB 1992 digelar di Indonesia, Blue Bird meluncurkan merek Silver Bird yang memfokuskan diri sebagai taksi kelas eksekutif. Untuk keperluan transportasi tamu kehormatan dari negara-negara anggota GNB, pihak swasta diundang untuk menyediakan transportasi termasuk Blue Bird. Begitu KTT usai, Silver Bird diubah menjadi taksi eksekutif.[11]
Dekade 2000-an–sekarang
Perusahaan ini kemudian mendapatkan status badan hukum perseroan terbatas pada tanggal 29 Maret 2001. Pada tahun 2012, perusahaan ini melakukan restrukturisasi dengan membentuk 15 anak usaha untuk melakukan kegiatan bisnis secara langsung. Pada tanggal 5 November 2014, perusahaan ini resmi melantai di Bursa Efek Indonesia. Pada tahun 2015, perusahaan ini meluncurkan Blue Bird MPV, yakni layanan taksi dengan MPV pertama di Indonesia. Pada tahun 2016, perusahaan ini meluncurkan versi baru dari aplikasi MyBlueBird yang memungkinkan pembayaran nontunai. Pada tahun 2017, perusahaan ini berkolaborasi dengan aplikasi GO-JEK (sekarang Gojek), sehingga pengguna aplikasi tersebut juga dapat memesan taksi Blue Bird.[13][14]
Perusahaan ini kemudian meluncurkan angkutan komuter dari dan ke Bandar Udara Soekarno-Hatta. Perusahaan ini juga berkolaborasi dengan Traveloka, sehingga pengguna Traveloka juga dapat memesan angkutan komuter dari dan ke Bandara Soekarno-Hatta yang disediakan oleh Big Bird dan Golden Bird. Pada tahun 2018, perusahaan ini meluncurkan fitur Fixed Price di MyBluebird, sehingga memungkinkan penggunanya untuk mendapatkan kepastian harga sebelum memesan taksi. Menteri Pariwisata juga menetapkan perusahaan ini sebagai Wonderful Indonesia Service Ambassador. Perusahaan ini kemudian menjalin kerja sama dengan BTN untuk menyediakan pembiayaan perumahan bagi para pegawainya.
Pada tanggal 6 Juni 2018, Blue Bird berubah namanya menjadi Bluebird, ditandai dengan penggantian logo yang semula melesat ke arah kiri menjadi ke arah kanan pengamat.[15]
Pada tahun 2019, perusahaan ini mengakuisisi Cititrans, sebuah penyedia jasa angkutan komuter antarkota dan komuter eksekutif, dengan harga Rp115 miliar.[16]
Bluebird menjalin kerja sama strategis dengan MUFG untuk mendirikan PT Balai Lelang Caready yang bergerak di bidang pelelangan kendaraan.[17] Melalui Program Kawan Bluebird, perusahaan ini juga berekspansi ke Yogyakarta dengan menggandeng Taksi Pataga sebagai kawan Bluebird. Pada bulan Mei 2019, perusahaan ini mulai mengoperasikan taksi Bluebird dan Silverbird yang ditenagai dengan listrik. Perusahaan ini kemudian menjalin kerja sama dengan Telkomsel untuk mengimplementasikan IoT di armadanya, serta dengan Dana, agar dapat menjadi salah satu metode pembayaran di aplikasi My Bluebird. Pada tahun 2020, Gojek resmi membeli 4,3% saham perusahaan ini yang sebelumnya dipegang oleh PT Pusaka Citra Djokosoetono, dengan harga Rp 411 miliar.[18]
Manajemen
Perusahaan manajemen ini diantarannya sebuah komisaris dan direktur Bluebird Group saat ini yang ada ketemui di sini adalah sebagai berikut ini
Komisaris
- Komisaris Utama : Bayu Priawan Djokosoetono
- Wakil Komisaris Utama : Sri Adriyani Lestari
- Komisaris : Kresna Priawan Djokosoetono & Gunawan Surjo Wibowo
- Komisaris Independen : Rinaldi Firmansyah, Budi Setiyadi, Setyo Wasisto, dan Alamanda Shantika
Direktur
- Direktur Utama : Adrianto Djokosoetoo
- Wakil Direktur Utama : Sigit Priawan Djokosoetono
- Direktur Independen : Irawaty Salim[19]
Kendaraan
Perusahaan ini dikenal dengan empat layanan transportasi darat, diantaranya, Bluebird beserta Bluebird Peduli dengan taksi reguler maupun khusus, Silverbird dengan taksi eksekutif, layanan kendaraan rental, Goldenbird, layanan penjualan mobil bekas, Birdmobil, layanan penyewaan bus, Bigbird, dan layanan antar-jemput serta bus antarkota, Cititrans.
Taksi reguler
- Gas
- Honda Mobilio (Gas, hanya untuk wilayah Jabodetabek[d], Kota Cilegon–Serang[e] dan Bandung Raya[f])
- Toyota Transmover
- Toyota New Transmover
- Listrik (Hanya untuk wilayah Jabodetabek[d] dan Sarbagita)
- BYD E6
- BYD T3
- Toyota Prius PHEV
Taksi khusus
- Nissan Serena (Gas)
- Toyota Voxy (Gas)
Taksi eksekutif
- Toyota Alphard dan Toyota Alphard Hybrid
- Tesla Model X (Listrik, hanya untuk wilayah Jabodetabek[d] dan Sarbagita)
Mobil dan limosin sewa
- Mobil
- Toyota Avanza
- Toyota Innova Zenix dan Toyota Innova Zenix Hybrid
- Hyundai Ioniq 6 (Listrik)
- BMW IX (Listrik)
- Limosin
Bus sewa
- Alpha: Mercedes-Benz UHD dengan karoseri Restu Ibu
- Bravo: Isuzu dengan karoseri Restu Ibu
- Charlie: Toyota HiAce
- Delta: Isuzu
Cititrans
- Layanan antar-jemput
- Toyota HiAce
- Mercedes-Benz Sprinter
- Layanan bus antarkota jarak jauh
- Hino RM280
Logistik
- Mercedes-Benz Axor
Bluebird Group juga telah berkembang lebih jauh ke bisnis lain seperti logistik, industri properti, pariwisata, alat berat, dan layanan konsultasi TI.
- Catatan
- ^ Hanya Kecamatan Tarumajaya, Babelan, Tambun Selatan, Cibitung, dan Kota Cikarang
- ^ Hanya mencakup Kecamatan Gunung Putri, Babakan Madang, Cibinong, Bojonggede, Tajurhalang, Parung, Rumpin, Gunung Sindur, Sukaraja, dan Cileungsi
- ^ Hanya mencakup PIK 2 di Kecamatan Kosambi beserta Teluknaga, Kecamatan Kelapa Dua, Legok, Curug, Pagedangan, dan Cisauk
- ^ a b c Hanya mencakup DKI Jakarta, Kab. Bekasi[a], Kota Bekasi, Kota Depok, Kab. Bogor[b], Kota Bogor, Jawa Barat, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kab. Tangerang, Banten[c].
- ^ Hanya mencakup Kota Cilegon, Anyar, Serang, dan Kota Serang, Banten
- ^ Hanya mencakup Padalarang, Bandung Barat, Kota Bandung, dan Kota Cimahi, Jawa Barat
Pada budaya populer
- Taksi Blue Bird muncul dalam film Mana Tahaaan... (1979).[6] Dalam film tersebut, digambarkan Indro berperan sebagai sopir taksi Blue Bird.[20]
Referensi
- ^ "Dewan Direksi". PT Blue Bird Tbk. Diakses tanggal 22 Januari 2022.
- ^ "Dewan Komisaris". PT Blue Bird Tbk. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-01-22. Diakses tanggal 22 Januari 2022.
- ^ a b c d e f "Laporan Tahunan 2020" (PDF). PT Blue Bird Tbk. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2022-01-22. Diakses tanggal 22 Januari 2022.
- ^ "Sejarah Perusahaan". PT Blue Bird Tbk. Diakses tanggal 22 Januari 2022.
- ^ Nasution 2004, hlm. 124.
- ^ a b c d e f Matanasi, P. "Sejarah Blue Bird Bermula dari Taksi Gelap". Tirto.id. Diakses tanggal 2022-08-23.
- ^ Endah 2012, hlm. 47.
- ^ a b Sadikin 1993, hlm. 131 dan 232.
- ^ Endah 2012, hlm. 130.
- ^ Endah 2012, hlm. 118.
- ^ a b Andryanto, S. Dian, ed. (2021-11-22). "Taksi Konvensional Dari Masa Ke Masa, President Taxi hingga Silver Bird". Tempo.co. Diakses tanggal 2022-08-23.
- ^ Kompas (2017-02-10). "Taksi dengan Taksimeter". Kompas.id. Diakses tanggal 2022-08-25.
- ^ Go Blue Bird, Bentuk Kemesraan Baru Gojek dan Blue Bird
- ^ Saat Gojek Rogoh Rp 411 M Demi Secuil Saham Blue Bird
- ^ Dinisari, Mia Chitra (2018-06-06). Dinisari, Mia Chitra, ed. "Bluebird Ganti Logo Baru". Bisnis.com. Diakses tanggal 2022-08-23.
- ^ Ekspansi Blue Bird Beli Shuttle Cititrans Rp 115 M
- ^ Blue Bird Buka Bisnis Lelang Mobil Bekas
- ^ Basari, M. Taufikul (2020-02-21). Sudarwan, Ilman A., ed. "Gojek Resmi Jadi Pemegang Saham Blue Bird (BIRD)". Bisnis.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-06-11.
- ^ Damayanti, Aulia. "Direktur Blue Bird Ada yang Resign, Ini Susunan Direksi yang Baru". detikfinance. Diakses tanggal 2022-11-10.
- ^ Meiliani, Melly. "Foto: Wujud Armada Taksi Pertama Blue Bird, Holden Torana 1972". Kumparan. Diakses tanggal 2022-08-25.
Daftar pustaka
- Endah, A. (2012). Sang Burung Biru: Perjalanan Inspiratif Blue Bird Group. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. ISBN 9789792284980.
- Nasution, A.B. (2004). Pergulatan Tanpa Henti. 1. Jakarta: Aksara Karunia. ISBN 9799790379.
- Sadikin, A.; Hadimadja, R.K. (1993). Bang Ali: Demi Jakarta (1966–1977). Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. ISBN 9789794161654.
Pranala luar
- (Indonesia) Situs web resmi