Soedirman

pahlawan nasional Indonesia

Jenderal Besar TNI Anumerta Soedirman (Ejaan Soewandi: Sudirman) (24 Januari 1916 – 29 Januari 1950) adalah seorang pahlawan Indonesia yang berjuang pada masa upaya kemerdekaan Republik Indonesia. Dalam sejarah perjuangan Republik Indonesia, ia dicatat sebagai Panglima dan Jenderal RI yang pertama dan termuda. Saat usia Soedirman 31 tahun ia telah menjadi seorang jenderal. Meski menderita sakit tuberkulosis paru-paru yang parah, ia tetap bergerilya dalam perang Revolusi Nasional Indonesia. Pada tahun 1950 ia wafat karena penyakit tersebut dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara di Semaki, Yogyakarta.

Soedirman
Berkas:Soedirman.jpg
Jenderal Soedirman
PengabdianIndonesia
Lama dinas1945 - 1950
PangkatJenderal
Jenderal Besar Anumerta Bintang Lima (1997)
KomandanKomandan batalyon di Kroya
Komandan Divisi V/Banyumas
Panglima Angkatan Perang RI
Perang/pertempuranRevolusi Nasional Indonesia
PenghargaanPahlawan Pembela Kemerdekaan

Latar belakang keluarga

Soedirman dibesarkan dalam lingkungan keluarga sederhana. Ayahnya, Karsid Kartowirodji, adalah seorang pekerja di Pabrik Gula Kalibagor, Banyumas, dan ibunya, Siyem, adalan keturunan Wedana Rembang. Soedirman sejak umur 8 bulan diangkat sebagai anak oleh R. Tjokrosoenaryo, seorang asisten Wedana Rembang yang masih merupakan saudara dari Siyem.

Pendidikan

Soedirman memperoleh pendidikan formal dari Sekolah Taman Siswa. Kemudian ia melanjut ke HIK (sekolah guru) Muhammadiyah, Solo tapi tidak sampai tamat. Soedirman saat itu juga giat di organisasi Pramuka Hizbul Wathan. Setelah itu ia menjadi guru di sekolah HIS Muhammadiyah di Cilacap.

Karir militer

Ketika jaman pendudukan Jepang, ia masuk tentara Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor. Setelah menyelesaikan pendidikan di PETA, ia menjadi Komandan Batalyon di Kroya. Kemudian ia menjadi Panglima Divisi V/Banyumas sesudah TKR terbentuk, dan akhirnya terpilih menjadi Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia (Panglima TNI).

Soedirman dikenal oleh orang-orang di sekitarnya dengan pribadinya yang teguh pada prinsip dan keyakinan, dimana ia selalu mengedepankan kepentingan masyarakat banyak dan bangsa di atas kepentingan pribadinya, bahkan kesehatannya sendiri. Pribadinya tersebut ditulis dalam sebuah buku oleh Tjokropranolo, pengawal pribadinya semasa gerilya, sebagai seorang yang selalu konsisten dan konsekuen dalam membela kepentingan tanah air, bangsa, dan negara. [1]

Pada masa pendudukan Jepang, Soedirman pernah menjadi anggota Badan Pengurus Makanan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Karesidenan Banyumas. Dalam saat ini ia mendirikan koperasi untuk menolong rakyat dari bahaya kelaparan.

Paska kemerdekaan Indonesia

Prestasi pertama Soedirman sebagai tentara setelah deklarasi kemerdekaan Republik Indonesia (RI) adalah keberhasilannya merebut senjata pasukan Jepang dalam pertempuran di Banyumas, Jawa Tengah. Sesudah Tentara Keamanan Rakyat (TKR) terbentuk, ia kemudian diangkat menjadi Panglima Divisi V/Banyumas dengan pangkat Kolonel. Dan melalui Konferensi TKR tanggal 2 November 1945, Soedirman terpilih menjadi Panglima Besar TKR/Panglima Angkatan Perang RI. Selanjutnya pada tanggal 18 Desember 1945, dia dilantik sebagai Jenderal oleh Presiden Soekarno. Soedirman memperoleh pangkat Jenderal tersebut tidak melalui sistem Akademi Militer atau pendidikan tinggi lainnya, tapi karena prestasinya.

Menangnya Pasukan Sekutu atas Jepang dalam Perang Dunia II membawa pasukan Belanda untuk datang kembali ke kepulauan Hindia Belanda, bekas jajahan mereka yang telah menyatakan untuk merdeka. Setelah menyerahnya pasukan Jepang, Pasukan Sekutu datang ke Indonesia dengan alasan untuk melucuti tentara Jepang. Ternyata pasukan sekutu datang bersama dengan tentara NICA dari Belanda yang hendak mengambil kembali Indonesia sebagai koloninya. Mengetahui hal tersebut, TKR terlibat dalam banyak pertempuran dengan tentara sekutu. Pada Desember 1945, pasukan TKR yang dipimpin oleh Soedirman terlibat pertempuran melawan tentara Inggris di Ambarawa. Dan pada tanggal 12 Desember 1945, dilancarkanlah serangan serentak terhadap semua kedudukan Inggris. Pertempuran yang berkobar selama lima hari itu akhirnya memaksa pasukan Inggris mengundurkan diri ke Semarang.

Peran dalam Agresi Militer II Belanda

Ketika Agresi Militer II Belanda, Soedirman yang dalam keadaan lemah karena sakit tuberkulosis ikut bergerilya bersama pasukannya walaupun dalam keadaan ditandu. Dalam keadaan sakit tersebut, ia memimpin para tentaranya untuk tetap melakukan perlawanan terhadap Belanda.

Saat Agresi Militer II Belanda, Ibukota Republik Indonesia dipindahkan di Yogyakarta, karena Jakarta sudah diduduki oleh tentara Belanda. Penyakit yang diderita Soedirman saat berada di Yogyakarta semakin parah. Paru-parunya yang berfungsi hanya tinggal satu karena penyakit tuberkulosis yang dideritanya.

Yogyakarta pun kemudian dikuasai Belanda, walaupun sempat dikuasai oleh tentara Indonesia setelah Serangan Umum 1 Maret 1949. Saat itu, Presiden Soekarno dan Mohammad Hatta dan beberapa anggota kabinet juga ditangkap oleh tentara Belanda. Karena situasi genting tersebut, Soedirman dengan ditandu berangkat bersama pasukannya melakukan perang gerilya. Ia berpindah-pindah selama tujuh bulan dari hutan satu ke hutan lain, dan dari gunung ke gunung dalam keadaan sakit dan lemah dan dalam kondisi hampir tanpa pengobatan dan perawatan medis. Walaupun masih ingin memimpin perlawanan tersebut, akhirnya Soedirman pulang dari kampanye gerilya tersebut karena kondisi kesehatannya yang tidak memungkinkannya untuk memimpin Angkatan Perang secara langsung. Setelah itu Soedirman hanya menjadi tokoh di balik layar dalam kampanye gerilya.

Kematian

Pada tangal 29 Januari 1950, Panglima Besar Soedirman meninggal dunia di Magelang, Jawa Tengah karena sakit tuberkulosis parah yang dideritanya. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara di Semaki, Yogyakarta. Ia dinobatkan sebagai Pahlawan Pembela Kemerdekaan. Pada tahun 1997 dia mendapat gelar sebagai Jenderal Besar Anumerta dengan bintang lima, pangkat yang hanya dimiliki oleh sedikit jenderal di RI sampai sekarang.

Warisan budaya

Berkas:Monumen Jenderal Soedirman Surabaya.jpg
Monumen Jenderal Soedirman di Surabaya

Lihat pula

Catatan kaki

  1. ^ Tjokropranolo. 1992. Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman pemimpin pendobrak terakhir penjajahan di Indonesia. PT Surya Persindo. ISBN 979-8329-00-7
  2. ^ Monumen Jenderal Sudirman, Pemerintah Daerah Surabaya.
  3. ^ Universitas Jenderal Soedirman

Rujukan

  • Said, Salim,Genesis of power : General Sudirman and the Indonesian military in politics, 1945-49 / Salim Said. North Sydney: Allen & Unwin, 1992. ISBN 1-86373-195-4. Diterbitkan pertama di Singapura: Institute of Southeast Asian Studies, 1991.
  • Tjokropranolo. 1992. Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman pemimpin pendobrak terakhir penjajahan di Indonesia. PT Surya Persindo. ISBN 979-8329-00-7
English Translation - General Sudirman : the leader who finally destroyed colonialism in Indonesia translated by Libby Krahling, Bert Jordan & Steve Dawson ; edited by Ian MacFarling. Canberra, A.C.T. : Australian Defence Studies Centre, 1995. ISBN 0-7317-0322-7
  • Indonesia Ministry of State. 1981. 30th independence of Indonesia.

Pranala luar