Komite Khusus tentang Kepalsuan Dalam Jaringan yang Disengaja

Revisi sejak 15 Desember 2024 08.58 oleh JumadilM (bicara | kontrib) (menambahkan konten)

Komite Khusus tentang Kepalsuan Dalam Jaringan yang Disengaja adalah sebuah komite khusus yang dibentuk oleh Parlemen Singapura pada bulan Januari 2018. Tugas utama dari Komite Khusus tentang Kepalsuan Dalam Jaringan yang Disengaja ialah mengatasi masalah disinformasi di Singapura khususnya berita palsu yang dianggap sebagai sebuah ancaman bagi keberlangsungan tatanan masyarakat di Singapura.

Komite Khusus tentang Kepalsuan Dalam Jaringan yang Disengaja mengadakan sidang dengan mengundang anggota masyarakat tertentu dan para pakar internasional. Hasil sidang yang diadakan oleh Komite Khusus tentang Kepalsuan Dalam Jaringan yang Disengaja disusun menjadi laporan yang mengusulkan kepada Parlemen Singapura untuk membuat Undang-Undang Perlindungan dari Kepalsuan dan Manipulasi Dalam Jaringan (POFMA). Usulan ini diterima dan POFMA disahkan oleh Parlemen Singapura pada tahun 2019.

Pembentukan dan tugas

Komite Khusus tentang Kepalsuan Dalam Jaringan yang Disengaja dibentuk pada bulan Januari 2018 oleh Parlemen Singapura.[1] Tujuan pembentukannya untuk mengatasi masalah disinformasi di Singapura yang dianggap sebagai sebuah ancaman bagi Singapura yang multirasial dan multibudaya.[2] Disinformasi dianggap oleh Parlemen Singapura dapat memengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga publik dan menghancurkan tatatan masyarakat yang telah terbentuk di Singapura.[3]

Tugas utama dari Komite Khusus tentang Kepalsuan Dalam Jaringan yang Disengaja adalah membahas isu-isu seputar dampak penyebaran kepalsuan dalam jaringan terhadap kepentingan umum di Singapura.[4] Komite Khusus tentang Kepalsuan Dalam Jaringan yang Disengaja terutama ditugaskan oleh Parlemen Singapura untuk menangani persoalan berita palsu di Singapura.[5]

Sidang

Komite Khusus tentang Kepalsuan Dalam Jaringan yang Disengaja mengundang anggota masyarakat tertentu untuk menghadiri sidang. Anggota masyarakat yang diundang terutama akademikus, pemimpin agama, anggota masyarakat sipil, dan perwakilan pakar teknologi. Selama sidang, Komite Khusus tentang Kepalsuan Dalam Jaringan yang Disengaja menerima masukan pendapat dari anggota masyarakat berkaitan dengan kepalsuan dalam jaringan yang disengaja.[4] Komite Khusus tentang Kepalsuan Dalam Jaringan yang Disengaja juga mengundang para pakar internasional untuk menghadiri sidang.[1]

Pencapaian

Hasil sidang yang diadakan oleh Komite Khusus tentang Kepalsuan Dalam Jaringan yang Disengaja disusun menjadi laporan. Isi laporannya merangkum prosedur jajak pendapat dengan anggota masyarakat mengenai kepalsuan dalam jaringan yang disengaja. Selain itu, laporan Komite Khusus tentang Kepalsuan Dalam Jaringan yang Disengaja berisi usulan kebijakan kepada Parlemen Singapura mengenai kepalsuan dalam jaringan yang disengaja.[6] Salah satu hasil jajak pendapat dari Komite Khusus tentang Kepalsuan Dalam Jaringan yang Disengaja ialah pembuatan Undang-Undang Perlindungan dari Kepalsuan dan Manipulasi Dalam Jaringan.[7]

Parlemen Singapura kemudian membahas usulan tersebut selama dua hari perdebatan. Hasil perdebatan ini memutuskan pengesahan rancangan undang-undang yaitu Undang-Undang Perlindungan dari Kepalsuan dan Manipulasi Dalam Jaringan (POFMA).[6] POFMA ditetapkan sebagai rancangan undang-undang nomor 10 tahun 2019 di Singapura.[8] Pada tanggal 8 Mei 2019, Parlemen Singapura meloloskan POFMA sebagai sebuah undang-undang di Singapura.[9] Sedangkan pengesahan POFMA sebagai undang-undang pada tanggal 3 Juni 2019.[10]

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ a b Vilmer, J-B J., dkk. (Agustus 2018). Information Manipulation: A Challenge for Our Democracies, Report by the Policy Planning Staff (CAPS) of the Ministry for Europe and Foreign Affairs and the Institute for Strategic Research (IRSEM) of the Ministry for the Armed Forces (PDF) (dalam bahasa Inggris). Paris: CAPS (Ministry for Europe and Foreign Affairs) dan IRSEM (Ministry for the Armed Forces). hlm. 120. ISBN 978-2-11-152607-5. 
  2. ^ Wong 2023, hlm. 5-6.
  3. ^ Wong 2023, hlm. 5.
  4. ^ a b Tan 2020, hlm. 59.
  5. ^ Bradshaw, S., Neudert, L. M., dan Howard, P. N. (November 2018). Reynolds, Anna, ed. Government Responses to Malicious Use of Social Media (PDF) (dalam bahasa Inggris). Riga: NATO StratCom COE. hlm. 15. ISBN 978-9934-564-31-4. 
  6. ^ a b Tan 2020, hlm. 59-60.
  7. ^ Irwansyah (Maret 2024). Wulandari, D., dkk., ed. ASEAN Guideline on Management of Government Information in Combating Fake News and Disinformation in the Media (PDF) (dalam bahasa Inggris). Jakarta Pusat: Ministry of Communication and Informatics of the Republic of Indonesia. hlm. 70. ISBN 978-602-17232-6-5. 
  8. ^ Wong 2023, hlm. 16.
  9. ^ Tan 2020, hlm. 53.
  10. ^ International Commission of Jurists (4 Oktober 2021). Dictating the Internet: A Human Rights Assessment of the Implementation of Singapore’s Protection from Online Falsehoods and Manipulation Act 2019 (PDF) (dalam bahasa Inggris). Jenewa: International Commission of Jurists. hlm. 1. 

Daftar pustaka