Peluit anjing (politik)

komunikasi politik menggunakan bahasa berkode
Revisi sejak 20 Desember 2024 13.53 oleh Devi 4340 (bicara | kontrib) (Contoh: Amerika Serikat.)

Dalam politik, peluit anjing atau dalam bahasa Inggris dikenal sebagai dog whistle adalah sebuah istilah yang merujuk pada penggunaan bahasa berkode untuk berkomunikasi dengan kelompok tertentu, tanpa secara terang-terangan menyatakan pesan yang ingin disampaikan.[1]

Istilah

 
Peluit anjing

Istilah politik ini dinamai berdasarkan peluit anjing ultrasonik, yang mana memiliki frekuensi yang sangat tinggi. Bunyinya tidak dapat terdengar oleh manusia dan hanya dapat ditangkap oleh indera pendengaran anjing. Sama dengan benda tersebut, politikus dapat mengeluarkan pernyataan yang secara harfiah bermakna netral. Namun, sebenarnya memiliki konotasi tersembunyi yang hanya dapat dimengerti oleh kelompok tertentu.[2]

William Safire dalam bukunya Safire’s Political Dictionary memperkirakan bahwa istilah tersebut berasal dari pembuat jajak pendapat. Ia mengutip tulisan Richard Morin, direktur jajak pendapat di surat kabar The Washington Post, pada tahun 1988.[3]

Sedikit perubahan dalam susunan pertanyaan terkadang memberikan hasil yang sangat berbeda.... para peneliti menyebutnya sebagai "Efek Peluit Anjing"—para responden menangkap sesuatu dalam pertanyaan tersebut, tetapi para peneliti tidak dapat menangkapnya.[3]

Tujuan dan dampak

Umumnya, peluit anjing digunakan untuk menarik simpati sebuah kelompok tertentu melalui pesan yang diskriminatif atau penuh kebencian. Namun, pesan ini disembunyikan dalam kata-kata yang bermakna luas sehingga pengujar tidak dapat dipersekusi.[2]

Peluit anjing membuat pernyataan diskriminatif semakin sulit untuk dikenali. Ia juga membuat tindakan diskriminatif semakin sulit untuk dipermasalahkan.[2] Selain itu, muatan rasis dan menyudutkan kelompok tertentu pada peluit anjing berpeluang menciptakan polarisasi politik identitas. Lebih jauh lagi, ia bisa mengakibatkan ketidakstabilan nasional berkelanjutan dan merugikan rakyat.[1]

Contoh

Indonesia

 
Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDIP.

Contoh penggunaan peluit anjing dalam politik Indonesia, dapat dilihat dari salah satu pernyataan Megawati Soekarnoputri dalam sebuah acara mengenai pencegahan stunting dan peran ibu terhadap perkembangan anak.[4] Acara itu disiarkan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) di Youtube pada 16 Februari 2023.[5]

Saya lihat ibu-ibu tuh ya, maaf ya, sekarang kan kayaknya budayanya, beribu maaf, jangan lagi nanti saya di-bully, kenapa toh senang banget ngikut pengajian. Iya lho, maaf beribu maaf. Saya sampai mikir gitu, ini pengajian ki sampai kapan to yo, anakke arep diapake (anaknya mau diapain)?[4]

Pada acara tersebut Megawati hadir sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Namun, untuk memahami pernyataan di atas perlu melihatnya sebagai seorang politikus dan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), karena peluit anjing berkaitan dengan kepentingan politikus dalam politik praktis.[1]

Menurut Ahsan Ridhoi dalam media daring Jurno, pernyataan Megawati di atas tentu terkesan merendahkan bagi kelompok Islam. Namun, bagi kelompok nasionalis, pernyataan tersebut dapat menunjukkan bahwa ia adalah seorang nasionalis sejati yang berada di pihak mereka. Lebih lanjut, hal tersebut dapat meningkatkan perolehan suara dari kelompok nasionalis bagi PDIP dalam pemilihan umum 2024.[1]

Amerika Serikat

Jennifer Saul, profesor filsafat Universitas Sheffield, mencontohkan peluit anjing dalam penggalan pidato kenegaraan Presiden Amerika Serikat George W. Bush pada 2003, “Namun ada kekuatan, kekuatan yang bekerja luar biasa, dalam kebaikan dan idealisme serta keyakinan rakyat Amerika.” Menurutnya, pernyataan tersebut sengaja ditujukan kepada kelompok Kristen Fundamentalis dalam upaya meraih dukungan politik mereka pada pemilihan umum 2004.[1]

Menurut Saul, frasa “kekuatan yang bekerja luar biasa”, terasa biasa bagi masyarakat umum. Namun, frasa tersebut sangat dekat bagi kelompok Kristen Fundamentalis karena secara gamblang selaras dengan idiolek mereka tentang Kristus.[1]

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ a b c d e f Ridhoi, Ahsan (10 April 2023). "Kenapa Megawati Belakangan Suka Ngeselin?". Jurno. Diakses tanggal 15 Desember 2024. 
  2. ^ a b c Tjiadarma, Eduard (26 Oktober 2017). "Peluit Anjing Anies Baswedan". Remotivi. Diakses tanggal 20 Desember 2024. 
  3. ^ a b Safire 2008, hlm. 190.
  4. ^ a b Agne, Yolanda (24 Februari 2023). "Kritikan Megawati kepada Ibu-ibu Pengajian, Siapa Saja Tokoh yang Merespons?". Tempo.co. Diakses tanggal 18 Desember 2024. 
  5. ^ "Pidato Lengkap Megawati Sorot Ibu-ibu Senang Ikut Pengajian". CNN Indonesia.com. 22 Februari 2023. Diakses tanggal 18 Desember 2024. 

Daftar pustaka