Nagari
Artikel ini adalah bagian dari seri |
Pembagian administratif Indonesia |
---|
Penataan daerah |
Nagari adalah pembagian wilayah administratif di provinsi Sumatera Barat, Indonesia di bawah kecamatan. Istilah nagari menggantikan desa, yang sebelumnya digunakan di Sumatera Barat, seperti halnya di provinsi-provinsi lain di Indonesia. Sebuah nagari dipimpin oleh seorang wali nagari.
Nagari merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Nagari bukanlah bawahan kecamatan, karena kecamatan merupakan bagian dari perangkat daerah kabupaten/kota. Sedangkan nagari bukan merupakan bagian dari perangkat daerah. Berbeda dengan kelurahan, nagari memiliki hak mengatur wilayahnya yang lebih luas. Nagari merupakan bentuk dari republik mini.
Struktur Pemerintahan
Terdapat dua aliran besar dalam sistim pemerintahan negeri di Minangkabau yakni Koto Piliang dan Bodi Caniago yang keduanya mempunyai kemiripan dengan pemerintahan polis-polis pada masa Yunani kuno [1]
Nagari dipimpin oleh seorang wali nagari, dan dalam menjalankan pemerintahannya, wali nagari dibantu oleh beberapa orang wali jorong. Wali nagari dipilih oleh anak nagari (penduduk nagari) secara demokratis. Biasanya yang dipilih menjadi wali nagari adalah orang yang dianggap paling menguasai tentang semua aspek kehidupan dalam budaya Minangkabau, sehingga wali nagari tersebut mampu menjawab semua persoalan yang dihadapi anak nagari.
Dalam sebuah nagari dibentuk Kerapatan Adat Nagari, yakni lembaga yang beranggotakan tungku tigo sajarangan. Tungku tigo sajarangan merupakan perwakilan anak nagari yang terdiri dari alim ulama, cerdik pandai (kaum intelektual) dan niniak mamak (pemimpin suku-suku dalam nagari). Keputusan penting yang akan diambil selalu dimusyawarahkan antara wali nagari dan tungku tigo sajarangan di balai adat atau balairung sari nagari. untuk legislatif, dibentuklah Badan musyawarah nagari. unsur dalam BMN memuat unsur pada KAN dan dilengkapi dengan unsur pemuda, wanita dan perwakilan tiap suku.
Di sejumlah kabupaten, nagari memiliki wewenang yang cukup besar. Misalnya di Kabupaten Solok, nagari memiliki 111 kewenangan dari pemerintah kabupaten, termasuk di antaranya pengurusan ijin mendirikan bangunan (IMB) dan surat ijin tempat usaha (SITU).
sebagai
Sejarah
Sistem kanagarian telah ada sebelum kemerdekaan Indonesia. Kerajaan Pagaruyung pada dasarnya merupakan konfederasi nagari-nagari yang berada di Minangkabau. Kemungkinan besar sistem nagari juga sudah ada sebelum Adityawarman mendirikan kerajaan tersebut.
Pada masa penjajahan Belanda pemerintah kolonial mengubah tatanan pemerintahan nagari agar mendukung pemerintahan. Kerapatan nagari dijadikan sebagai lembaga pemerintahan terendah. Penghulu-penghulu yang dulunya memimpin nagari secara bersama-sama sekarang diharuskan untuk memilih salah satu di antara mereka sebagai kepala nagari.
Pada tahun 1914 dikeluarkan ordonansi nagari yang membatasi anggota kerapatan nagari hanya pada penghulu yang diakui pemerintah Hindia Belanda.
Setelah proklamasi kemerdekaan sistem nagari ini diubah agar lebih sesuai dengan keadaan zaman. Pada tahun 1946 diadakan pemilihan langsung di seluruh Sumatra Barat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Nagari dan wali nagari. Calon-calon yang dipilih tak terbatas pada penghulu saja. Partai politik pun boleh mengajukan calon. Pada kenyataannya banyak anggota Dewan Perwakilan Nagari dan wali nagari terpilih yang merupakan anggota partai. Masyumi menjadi partai yang mendominasi. Dalam masa perang kemerdekaan dibentuk juga organisasi pertahanan tingkat nagari, yaitu Badan Pengawal Negeri dan Kota (BNPK). Badan ini didirikan atas inisiatif Chatib Sulaiman.
Kabinet Mohammad Natsir tahun 1951 membekukan Dewan Perwakilan Rakyat di Provinsi Sumatera Tengah yang juga mencakup wilayah Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, dan Jambi sekarang. Dengan demikian dewan perwakilan tingkat nagari pun statusnya menjadi tidak jelas.
Tahun 1974 Gubernur Harun Zain memutuskan untuk mengangkat kepala nagari sebagai pelaksana pemerintahan dan Dewan Perwakilan Rakyat Nagari sebagai lembaga legislatif terendah. Namun keputusan ini hanya berumur pendek. Dengan diberlakukannya Undang Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang pemerintahan desa, sistem nagari dihilangkan dan jorong digantikan statusnya menjadi desa. Kedudukan wali nagari dihapus dan administrasi pemerintahan dijalankan oleh para kepala desa.
Meskipun demikian nagari masih dipertahankan sebagai lembaga tradisional. Perda No. 13 tahun 1983 mengatur tentang pendirian Kerapatan Adat Nagari (KAN) di tiap-tiap nagari yang lama. Namun KAN sendiri tidak memiliki kekuasaan formal.
Perubahan peta politik nasional yang terjadi, membangkitkan kembali semangat masyarakat Sumatera Barat untuk kembali menjalankan sistem pemerintahan nagari. Dengan berlakunya otonomi daerah pada tahun 2001, istilah nagari beserta keistimewaannya kembali digunakan di Sumatera Barat.
Referensi
- ^ Bonner, Robert Johnson (1933). Aspects of Athenian democracy Vol 11. University of California Press. hlm. 25–86.
Pustaka
- Kahin, Audrey (2005). Dari Pemberontakan ke Integrasi: Sumatra Barat dan Politik Indonesia 1926-1998. Yayasan Obor Indonesia. ISBN 979-461-519-6.
Lihat pula
Pranala luar
- (Indonesia) Artikel Kategori Nagari (Sumber: Ranah-Minang.Com)
- (Inggris) West Sumatra reinvents its original roots