Artikel ini membahas Nabi Hosea. Untuk sebuah kitab dalam Perjanjian Lama, lihat Kitab Hosea

Hosea (הוֹשֵׁעַ "Keselamatan (ada) pada TUHAN" atau "TUHAN adalah keselamatan", Ibrani Standar Hošeaʿ, Ibrani Tiberias Hôšēăʿ, bahasa Yunani Ὠσηέ = Ōsēe) adalah anak Beri[1] dan seorang nabi di Israel pada abad ke-8 SM.[2] Ia adalah salah seorang dari keduabelas nabi kecil dalam Kitab Suci Ibrani atau Perjanjian Lama orang Kristen.[1] Tidak ditemukan dengan lengkap tentang kehidupan atau status sosial Hosea.[3][4][2] Akan tetapi menurut Kitab Hosea, ia menikah dengan seorang pelacur bernama Gomer, anak Diblaim, atas perintah Allah.[4] Kehidupan pernikahannya dengan Gomer tersebut, merupakan gambaran mengenai relasi Allah dengan umatnya[5] dan mempertontonkan kemerosotan Israel pada waktu itu.[1] Hosea memiliki tiga orang anak yang diberi nama-nama simbolis, yaitu Yizreel, Lo-Ruhama, dan Lo-Ami.[4]

Russian icon of the prophet Hosea, 18th century (Iconostasis of Transfiguration Church, Kizhi monastery, Karelia, Russia).

Latar Belakang

Hosea melaksanakan tugasnya sebagai nabi sekitar tahun 750 SM, di Kerajaan Utara.[4][2] Ia berkarya pada masa yang sama dengan Amos dan Yesaya, yaitu sekitar zaman Uzia (781-740 SM), Yotam (740-736 SM), Ahas (736-716 SM), dan Hizkia (716-687 SM) raja Yehuda, yang sezaman dengan raja Israel, Yerobeam II (783-743 SM).[1][4][2][6] Kemungkinan besar, ia ikut mengalami perang Siro-Efraim tahun 725 SM.[4][2] Ia pun mengalami masa-masa kekacauan menjelang kehancuran kerajaan dan kemungkinan pada saat peristiwa kehancuran Samaria pada tahun 722 SM.[1][4][2]

 
The Prophet Hosea, by Duccio di Buoninsegna, in the Siena Cathedral (c. 1309-1311)

Tanda-tanda kehancuran itu telah nampak ketika banyak ibadah umat Israel hanya bersifat lahiriah, pemujaan terhadap berhala, ketidakpercayaan pada Allah, kekejaman, dan pembunuhan.[2]

Warta Nabi

Walaupun sezaman dengan nabi Amos, namun warta Hosea lebih bernuansa belas kasihan, sebab kemungkinan ia merupakan penduduk asli dari kerajaan Utara.[1][2] Dasar pewartaan Hosea adalah kasih Allah terhadap umat[4] dan harapan agar israel tetap menghayati kasih Allah yang telah membebaskan mereka dari Mesir.[2] Dalam masa karyanya, ia mengecam pelanggaran keadilan dan penindasan bagi kaum tersingkir, menunjukkan bagaimana Israel melanggar perjanjian dengan Tuhan, dan ia menyerukan agar Israel kembali setia pada perjanjian mereka dengan Tuhan.[2] Ia sangat peka terhadap kondisi politik dan dengan tajuam menyelidiki dampak-dampaknya.[1] Pesan Allah ia wartakan dengan menggunakan gaya bahasa yang beragam, baik pujian, kutukan, nuansa pengadilan, dan tentu perumpamaan.[2] Kehidupan keluarga Hosea ini merupakan perumpamaan dari hubungan "persundalan" yang dibangun oleh Israel dengan dewa-dewa Baal.[6] Nama anak-anaknya membuat kehidupan keluarga Hosea seperti nubuat berjalan tentang keruntuhan dinasti yang berkuasa dan perjanjian yang rusak dengan Allah. Hosea seringkali dilihat sebagai "nabi yang menubuatkan kehancuran", namun di balik pesan kehancurannya terdapat janji keselamatan bagi Israel (Hosea 14:2-9).[4]

Pemikiran

Hosea sangat menekankan bahwa hanya kasih setia dan belas kasihan Allah yang dapat mendatangkan anugerah bagi bangsa Israel.[1][3] Namun, dosa membuat bangsa Israel mengalami hukuman dari Allah, yaitu hukuman yang bertujuan untuk mendisiplinkan umat.[3] Menurut Hosea hal ini terjadi, sebab Israel tidak sungguh-sungguh mengenal, memahami dan melakukan kehendak Allah.[3] Hosea pun menekankan bahwa pertobatan merupakan hal yang sukar untuk dilakukan, sebab seseorang mungkin saja terjebak pada pertobatan formalitas.[3]

Tindakan Kenabian

  1. Keluarga Hosea (Hosea 1:1-29)
    Peristiwa Hosea harus menikahi perempuan sundal dan memiliki anak darinya, ingin menunjukkan bahwa bangsa Israel dianggap sebagai bangsa keturunan sundal yang tidak pantas disayangi dan dijadikan bangsa pilihan. [7] Hal ini mengisyaratkan kepada Israel sebagai bangsa yang dipilih oleh ikatan perjanjiannya dengan Tuhan, bahwa mereka sebenarnya pantas mendapat hukuman, tetapi kasih Tuhan menyelamatkan.[7]
  2. Istri Berzinah (Hosea 3:1-5)
    Perbuatan Hosea mengambil kembali istri yang tidak setia itu, merupakan isyarat bagi Israel, bahwa penebusan Tuhan harus dipahami oleh bangsa yang berzinah itu.[7] Karya kasih Tuhan itu cuma-cuma sebagai bentuk kasih karunia dan belas kasihan kepada umat pilihannya.[7] Hosea ingin menunjukkan bahwa prakarsa penebusan dan pengampunan itu berasal dari Allah kepada umatnya.[7]

referensi

  1. ^ a b c d e f g h (Indonesia)W.S. Lasor. 1994. Pengantar Perjanjian Lama 2: Sastra dan Nubuat. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
  2. ^ a b c d e f g h i j k (Indonesia) Pr. Darmawijaya. 1990. Warta Nabi Abad VIII. Yogyakarta: Kanisius.
  3. ^ a b c d e (Indonesia)J.D. Douglas, 2008. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I. Jakarta: Bina Kasih.
  4. ^ a b c d e f g h i (Indonesia) J. Blommendaal. 1979. Pengantar Kepada Perjanjian Lama. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
  5. ^ (Indonesia) I. Snoek. 1981. Sejarah Suci. Jakarta: BPK Gunung Mulia
  6. ^ a b (Indonesia) A. de Kuiper. 1997. Tafsiran Alkitab: Kitab Hosea. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
  7. ^ a b c d e (Indonesia) Pr. Darmawijaya. 1991. Tindak Kenabian: Kisah Perbuatan Aneh Para Nabi. Yogyakarta: Kanisius.