Rwanda (/[invalid input: 'icon']rˈɑːndə/ or /[invalid input: 'icon']rˈændə/), secara resmi Republik Rwanda (Kinyarwanda: Repubulika y'u Rwanda; bahasa Prancis: République du Rwanda), adalah sebuah negara di Afrika Tengah. Negara ini terletak beberapa derajat di bawah garis khatulistiwa dan berbatasan dengan Uganda, Tanzania, Burundi, serta Republik Demokratik Kongo. Semua wilayah Rwanda berada pada elevasi tinggi, dengan didominasi oleh pegunungan di bagian barat, sabana di bagian timur, dan berbagai danau tersebar di seluruh negeri. Iklimnya hangat hingga subtropis, dengan dua musim hujan dan musim kemarau per tahun.

Republik Rwanda

Repubulika y'u Rwanda (Kinyarwanda)
République du Rwanda (Prancis)
SemboyanUbumwe, Umurimo, Gukunda Igihugu
(Kinyarwanda: "Persatuan, Kerja, Patriotisme")
Lagu kebangsaan
Rwanda nziza
(Indonesia: "Rwanda yang indah")
Lokasi  Rwanda  (hijau tua)

– di Afrika  (biru muda & kelabu tua)
– di Uni Afrika  (biru muda)

Lokasi Rwanda
Ibu kota
Kigali
1°56′S 30°35′E / 1.933°S 30.583°E / -1.933; 30.583
Bahasa resmi
Kelompok etnik
Agama
PemerintahanKesatuan kediktatoran otoriter partai dominan presidensial republik konstitusional
• Presiden
Paul Kagame
Édouard Ngirente
LegislatifParlemen
Senat
Umutwe w'Abadepite
Kemerdekaan
• Dari Belgia
1 Juli 1962
• Bergabung di PBB
18 September 1962
• Konstitusi saat ini
26 Mei 2003
Luas
 - Total
26.338 km2 (149)
 - Perairan (%)
5,3
Penduduk
 - Perkiraan 2021
12.955.736[3] (76)
 - Sensus Penduduk 2012
10,515,973[4]
470/km2 (22)
PDB (KKB)2022
 - Total
Kenaikan $37,211 miliar[5]
Kenaikan $2.405[5]
PDB (nominal)2022
 - Total
Kenaikan $12,06 miliar[5]
Kenaikan $910[5]
Gini (2016)43,7[6]
sedang
IPM (2019)Kenaikan 0,543[7]
rendah · 160th
Mata uangFranc Rwanda (FRw)
(RWF)
Zona waktuWaktu Afrika Tengah (CAT)
(UTC+2)
Lajur kemudikanan
Kode telepon+250
Kode ISO 3166RW
Ranah Internet.rw
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Penduduk Rwanda relatif muda dan masih didominasi pedesaan, sementara kepadatan penduduknya merupakan salah satu yang tertinggi di Afrika. Di Rwanda terdapat tiga kelompok: Hutu, Tutsi, dan Twa. Twa adalah suku Pygmy yang tinggal di hutan dan merupakan nenek moyang dari penduduk paling pertama Rwanda, namun para ahli masih belum sepakat mengenai asal usul dan perbedaan antara Hutu dan Tutsi; beberapa meyakini bahwa keduanya merupakan kasta sosial, sementara yang lain memandangnya sebagai ras atau suku. Kekristenan adalah agama mayoritas di Rwanda, dan bahasa utamanya adalah Bahasa Kinyarwanda, yang dituturkan oleh sebagian besar penduduk Rwanda. Sistem pemerintahan di Rwanda adalah sistem presidensial. Presiden Rwanda adalah Paul Kagame dari Partai Front Patriotik Rwanda (FPR), yang mulai berkuasa pada tahun 2000. Rwanda memiliki tingkat korupsi yang rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangganya, namun organisasi-organisasi kemanusiaan menyatakan penindasan terhadap golongan oposisi, intimidasi, dan pelarangan dalam kebabasan berpendapat. Negara ini telah diperintah oleh pemerintah administrasi hierarki yang ketat sejak masa pra-kolonial. Di sana sekarang ada 5 provinsi, yang digariskan oleh batas yang digambar pada tahun 2006.

Pemburu-pengumpul menetap menetap di wilayah ini pada Zaman Batu dan Zaman Besi, diikuti oleh Suku Bantu. Penduduk pun bersatu, pertama-tama sebagai klan lalu menjadi kerajaan. Kerajaan Rwanda mendominasi dari masa pertengahan abad ke-18, dengan raja-raja Tutsi yang menguasai yang lain secara militer, memusatkan kekuasaan, dan kemudian mengesahkan kebijakan anti-Hutu. Jerman menjajah Rwanda pada tahun 1884, diikuti oleh Belgia, yang menginvasi pada tahun 1916 saat Perang Dunia I. Kedua negara Eropa tersebut memerintah melalui raja-raja dan menetapkan kebijakan pro-Tutsi. Penduduk Hutu memberontak pada tahun 1959, membantai Suku Tutsi dalam jumlah besar dan akhirnya mendirikan negara bebas yang didominasi oleh Hutu pada tahun 1962. Front Patriotik Rwanda yang dipimpin oleh Tutsi melancarkan Perang Saudara Rwanda pada tahun 1990, lalu diikuti oleh Pembantaian Rwanda tahun 1994. Dalam peristiwa tersebut, ekstremis Hutu membunuh sekitar 500.000 sampai 1 juta (perkiraan) Tutsi dan kaum Hutu moderat.

Ekonomi Rwanda mengalami kekacauan selama Pembantaian Rwanda 1994, namun setelah itu menguat. Ekonominya didasarkan terutama pada sektor agrikultur. Kopi dan teh merupakan komoditas ekspor yang menjadi sumber devisa utama. Pariwisata merupakan sektor yang berkembang pesat dan kini merupakan sumber devisa utama; di negara ini gorila pegunungan dapat dikunjungi dengan aman, dan wisatawan siap membayar mahal untuk memperoleh izin melacak gorila. Musik dan tari merupakan bagian penting dalam budaya Rwanda, terutama drum dan tari intore. Seni dan kerajinan tradisional juga dibuat di seluruh negeri, seperti imigongo, seni kotoran sapi yang unik.

Sejarah

Manusia mulai menetap di wilayah yang saat ini dikenal sebagai Rwanda setelah zaman es terakhir, antara periode Neolitik sekitar tahun 8000 SM atau periode lembab panjang yang berlangsung hingga sekitar tahun 3000 SM.[8] Bukti permukiman pemburu-pengumpul yang tersebar dari zaman batu akhir telah ditemukan, yang kemudian diikuti oleh pemukim Zaman Besi yang jumlahnya lebih besar, yang membuat tembikar berlesung dan alat besi.[9][10] Orang-orang tersebut merupakan ennek moyang Twa, sekelompok pemburu-pengumpul pygmy aborigin yang masih menetap di Rwanda hingga kini.[11] Antara tahun 700 SM dan 1500 M, sejumlah orang Bantu bermigrasi ke Rwanda, dan mulai menebang hutan untuk pertanian.[12][11] Kelompok Twa yang tinggal di hutan kehilangan tempat tinggal mereka dan pindah ke leren pegunungan.[13] Terdapat beberapa teori mengenai migrasi Bantu; menurut satu teori, pemukim pertama adalah orang Hutu, sementara orang Tutsi bermigrasi belakangan dan merupakan kelompok ras yang berbeda, kemungkinan berasal dari kelompok Kushitik.[14] Sementara itu, berdasarkan teori alternatif, migrasi berlangsung perlahan, dan kelompok yang datang berintegrasi dan tidak menaklukan masyarakat yang sudah ada.[15][11] Berdasarkan teori ini, pemisahan antara Hutu dan Tutsi baru muncul belakangan dan merupakan pemisahan kelas dan bukan rasial.[16][17]

 
Rekonstruksi istana Raja Rwanda di Nyanza
 
Bendera Rwanda dari tahun 1962 hingga 2001.

Bentuk organisasi sosial pertama di wilayah Rwanda adalah klan (ubwoko).[18] Sistem klan ada di seluruh wilayah Danau Besar, dan terdapat sekitar dua puluh klan di wilayah Rwanda.[19] Klan tidak dibatasi oleh garis silsilah atau wilayah geografis, dan di sebagian besar klan terdapat orang Hutu, Tutsi, dan Twa.[19] Dari abad ke-15, klan mulai bersatu menjadi kerajaan;[20] pada tahun 1700, terdapat sekitar delapan kerajaan di Rwanda.[21] Salah satu di antaranya, yaitu Kerajaan Rwanda dikuasai oleh klan Nyiginya Tutsi yang menjadi semakin dominan pada pertengahan abad ke-18.[22] Kerajaan tersebut mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-19 di bawah masa kekuasaan Raja Kigeli Rwabugiri. Rwabugiri menaklukan beberapa negara yang lebih kecil, memperluas wilayah ke barat dan utara,[23][22] serta melancarkan reformasi administratif; salah satunya adalah ubuhake, yang mengharuskan pelindung Tutsi untuk menyerahkan ternak, dan maka status istimewa, kepada klien Hutu atau Tutsi dan memperoleh jasa ekonomi dan personal sebagai gantinya.[24] Reformasi lain adalah uburetwa, yaitu sistem corvée yang mengharuskan Hutu bekerja untuk kepala suku Tutsi.[23] Perubahan yang dilancarkan oleh Rwabugiri mengakibatkan munculnya jurang antara Hutu dan Tutsi.[23] Status orang Twa lebih baik daripada masa pra-kerajaan, dengan beberapa di antaranya menjadi penari di istana kerajaan,[13] namun jumlah mereka terus berkurang.[25]

Konferensi Berlin tahun 1884 menetapkan wilayah Rwanda sebagai bagian dari Kekaisaran Jerman, sehingga memulai masa penjajahan. Penjelajah Gustav Adolf von Götzen adalah orang Eropa pertama yang menjelajahi negara ini pada tahun 1894; ia menyeberang dari wilayah tenggara hingga Danau Kivu dan bertemu dengan sang raja.[26][27] Jerman tidak banyak mengubah struktur sosial Rwanda, namun menancapkan kekuasaan dengan mendukung raja dan hierarki yang ada serta mendelegasikan kekuasaan kepada kepala suku setempat.[28] Tentara Belgia mengambil alih Rwanda dan Burundi selama Perang Dunia I, dan memulai periode penjajahan yang lebih langsung.[29] Belgia menyerdehanakan dan memusatkan struktur kekuasaan,[30] serta memulai proyek berskala besar dalam bidang pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, dan pengawasan agrikultur, termasuk tanaman baru dan pemutakhiran tekhnik agrikultur untuk mengurangi kelaparan.[31] Baik orang Jerman maupun orang Belgia mendukung supremasi Tutsi, serta menganggap Hutu dan Tutsi sebagai ras yang berbeda.[32] Pada tahun 1935, Belgia memperkenalkan kartu identitas yang melabeli setiap orang sebagai Tutsi, Hutu, Twa, atau dinaturalisasi. Sementara sebelumnya seorang Hutu yang kaya dapat menjadi Tutsi yang terhormat, kartu identitas menghentikan perpindahan antara kedua kelas.[33]

Belgium terus menguasai Rwanda sebagai Wilayah Kepercayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah Perang Dunia II, dengan mandat untuk mengawal kemerdekaan.[34][35] Ketegangan menguat antara Tutsi, yang mendukung kemerdekaan awal, dan pergerakan emansipasi Hutu, yang berujung kepada Revolusi Rwanda 1959: aktivis Hutu mulai membunuh orang Tutsi, dan memaksa lebih dari 100.000 orang mengungsi ke negara tetangga.[36][37] Pada tahun 1962, Belgia yang kini pro-Hutu mengadakan referendum dan pemilihan umum, dan mereka memilih menghapuskan monarki. Rwanda dipisahkan dari Burundi dan memperoleh kemerdekaan pada tahun 1962.[38] Kekerasan berlanjut karena Tutsi yang mengungsi mulai menyerang dari negara tetangga dan Hutu membalas dengan pembunuhan dan penindasan berskala besar.[39] Pada tahun 1973, Juvénal Habyarimana melancarkan kudeta dan mulai berkuasa. Diskriminasi pro-Hutu berlanjut, namun kesejahteraan ekonomi meningkat sementara kekerasan terhadap orang Tutsi berkurang.[40] Orang Twa tetap termarjinalisasi, dan pada tahun 1990 hampir sepenuhnya diusir dari hutan oleh pemerintah; banyak yang kemudian menjadi pengemis.[41] Sementara itu, jumlah penduduk Rwanda yang meningkat dari 1,6 juta pada tahun 1934 menjadi 7,1 juta pada tahun 1989 mengakibatkan munculnya persaingan memperebutkan tanah.[42]

 
Juvénal Habyarimana

Pada tahun 1990, Front Patriotik Rwanda, pemberontak yang kebanyakan terdiri dari pengungsi Tutsi, menyerang Rwanda utara, dan memulai Perang Saudara Rwanda.[43] Kedua pihak mampu mencapai keunggulan selama perang,[44] namun pada tahun 1992 perang telah melemahkan kekuasaan Habyarimana; demonstrasi besar-besaran memaksanya untuk berkoalisi dengan oposisi dan akhirnya menandatangani Persetujuan Arusha 1993 dengan Front Patriotik Rwanda.[45] Gencatan senjata berakhir pada tanggal 6 April 1994 ketika pesawat Habyarimana ditembak di dekat Bandar Udara Kigali, sehingga menewaskan sang presiden.[46] Penembakan ini memicu Genosida Rwanda, yang meletus dalam selang waktu beberapa jam. Selama sekitar 100 hari, sekitar 500.000 hingga 1.000.000[47] Tutsi dan Hutu moderat dibantai dalam serangan yang telah direncanakan dengan baik atas perintah pemerintahan interim.[48] Banyak orang Twa yang juga dibunuh, meskipun tidak ditarget secara langsung.[41] Front Patriotik Rwanda memulai kembali serangan mereka, menguasai negara perlahan-lahan, dan berhasil menguasai seluruh Rwanda pada pertengahan Juli.[49] Tanggapan internasional terhadap Genosida Rwanda sangat minim karena negara-negara besar merasa enggan untuk memperkuat pasukan pemelihara perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa yang sudah kewalahan.[50] Ketika Front Patriotik Rwanda mengambil alih kekuasaan, kurang lebih dua juta Hutu mengungsi ke negara tetangga, terutama Zaire, karena takut akan pembalasan;[51] selain itu, angkatan bersenjata yang dipimpih oleh Front Patriotik Rwanda merupakan salah satu partisipan utama dalam Perang Kongo Pertama dan Kedua.[52] Di Rwanda sendiri, periode rekonsiliasi dan keadilan dimulai, dengan didirikannya Pengadilan Kriminal Internasional untuk Rwanda dan pendirian kembali Gacaca, sistem pengadilan desa tradisional. Selama tahun 2000-an, ekonomi, jumlah wisatawan, dan Indeks Pembangunan Manusia Rwanda meningkat pesat[53][54] antara 2006 dan 2011 angka kemiskinan berkurang dari 57 hingga 45 persen,[55] dan tingkat kematian anak-anak menurun dari 180 per 1000 kelahiran pada tahun 2000 2000 menjadi 111 per 1000 kelahiran pada tahun 2009.[56]

Politik dan pemerintahan

 
Presiden Rwanda Paul Kagame

Presiden Rwanda adalah kepala negara,[57] dan punya beragam wewenang seperti membuat kebijakan bersama Kabinet,[58] menjalankan prerogatif belas kasihan,[59] mengomandi angkatan bersenjata,[60] menegosiasikan dan meratifikasi traktat,[61] menandatangani perintah presiden,[62] dan menyatakan perang atau keadaan darurat.[60] Presiden dipilih melalui pemilihan umum setiap tujuh tahun,[63] serta dapat menunjuk Perdana Menteri dan anggota Kabinet.[64] Presiden Rwanda saat ini adalah Paul Kagame, yang mulai berkuasa setelah pendahulunya, Pasteur Bizimungu, mengundurkan diri pada tahun 2000. Kagame kemudian memenangkan pemilihan umum tahun 2003 dan 2010,[65][66] meskipun organisasi hak asasi manusia mengkritik pemilu tersebut karena adanya penekanan politik dan kebebasan berpendapat.[67]

Konstitusi Rwanda saat ini ditetapkan melalui referendum nasional pada tahun 2003, yang menggantikan konstitusi transisional yang berlaku semenjak tahun 1994.[68]Konstitusi saat ini mengamanatkan sistem pemerintahan multi partai dan politik yang didasarkan atas demokrasi dan pemilihan umum.[69] Namun, konstitusi juga mengatur partai politik. Menurut Pasal 54, organisasi politik tidak boleh didasarkan kepada ras, etnis, suku, klan, daerah, seks, agama, atau pembagian lain yang dapat mengarah kepada diskriminasi.[70] Pemerintah juga telah menetapkan hukum yang mengkriminalkan ideologi genosida, yang meliputi intimidasi, pidato fitnah, penolakan genosida, dan pengejekan korban.[71] Menurut Human Rights Watch, hukum tersebut secara efektif menjadikan Rwanda negara satu partai, karena "di bawah selubung mencegah genosida lain, pemerintah menunjukkan ketidaktoleran terhadap perbedaan pendapat yang paling mendasar".[72] Amnesty International juga bersikap kritis dan menyatakan bahwa hukum ideologi genosida telah digunakan untuk "membungkam perbedaan pendapat, termasuk kritik terhadap partai FPR yang sedang berkuasa dan tuntutan keadilan terhadap kejahatan perang yang dilakukan oleh FPR".[73]

Parlemen Rwanda terdiri dari dua kamar. Parlemen membuat undang-undang dan diamanatkan oleh konstitusi untuk mengawasi kegiatan Presiden dan Kabinet.[74] Kamar bawah adalah Dewan Perwakilan, yang terdiri dari 80 anggota yang menjabat selama lima tahun. Dua puluh empat dari jabatan tersebut disiapkan khusus untuk perempuan, yang dipilih melalui majelis pejabat pemerintahan daerah gabungan; tiga kursi lain disiapkan untuk anak muda dan orang cacat; 53 kursi sisanya dipilih melalui hak pilih universal di bawah sistem perwakilan proporsional.[75] Setelah pemilihan umum tahun 2008, terdapat 45 perwakilan perempuan, sehingga menjadikan Rwanda satu-satunya negara yang mayoritas anggota parlemennya perempuan.[76] Kamar atas adalah Senat, yang terdiri dari 26 kursi. Anggotanya dipilih oleh berbagai lembaga. Minimal tiga puluh persen senator haruslah perempuan. Senator menjabat selama delapan tahun.[77]

 
Gedung Dewan Perwakilan

Sistem hukum Rwanda banyak didasarkan dari sistem hukum sipil Jerman serta Belgia dan hukum adat.[78] Yudikatif independen dari eksekutif,[79] walaupun Presiden dan Senat terlibat dalam penunjukkan hakim Mahkamah Agung.[80] Human Rights Watch telah memuji pemerintah Rwanda karena kemajuan dalam penegakan keadilan seperti penghapusan hukuman mati[81] namun juag anggota pemerintahan dituduh melakukan campur tangan terhadap yudikatif, seperti penunjukan hakim yang didasari motif politik, penyalahgunaan wewenang jaksa, dan tekanan terhadap hakim agar membuat keputusan tertentu.[82] Menurut konstitusi terdapat dua jenis pengadilan: biasa dan khusus.[83] Pengadilan biasa meliputi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, dan pengadilan daerah, sementara pengadilan khusus meliputi pengadilan militer dan pengadilan tradisional Gacaca, yang didirikan kembali untuk mempercepat pengadilan tersangka pelaku genosida.[84]

Tingkat korupsi Rwanda relatif rendah bila dibandingkan dengan sebagian besar negara Afrika lainnya; pada tahun 2010, menurut Transparency International, Rwanda adalah negara terbersih kedelapan dari 47 negara di Afrika Sub-Sahara dan terbersih ke-66 dari 178 negara di dunia.[85] Konstitusi mengamanatkan Ombudsman untuk mencegah dan memberantas korupsi.[86][87] Pejabat (termasuk Presiden) juga diharuskan oleh konstitusi untuk mendeklarasikan kekayaan mereka kepada Ombudsman dan umum; apabila tidak, jabatannya akan ditangguhkan.[88]

Pembagian administratif

 
Provinsi-provinsi Rwanda

Hierarki ketat telah diterapkan semenjak masa pra-penjajahan.[89] Sebelum penjajahan, Raja (Mwami) menetapkan sistem provinsi, distrik, bukit, dan ketetanggaan.[90] Konstitusi Rwanda membagi negara ini berdasarkan provinsi (intara), distrik (uturere), kota besar, munisipalitas, kota kecil, sektor (imirenge), sel (utugari), dan desa (imidugudu); pembagian daerah dan perbatasannya diatur oleh Parlemen.[91]

Kelima provinsi berperan sebagai penengah antara pemerintahan nasional dan distrik untuk memastikan agar kebijakan nasional juga diterapkan di tingkat distrik. "Kerangka Strategis Desentralisasi Rwanda" yang dikembangkan oleh Menteri Pemerintahan Daerah membebankan tanggung jawab kepada rpovinsi untuk "mengatur masalah pemerintahan di Provinsi, dan juga pemantauan dan evaluasi."[92] Setiap provinsi dikepalai oleh seorang gubernur, yang ditunjuk oleh Presiden dan disetujui oleh Senat.[93] Distrik-distrik bertanggung jawab untuk mengatur layanan umum dan pengembangan ekonomi. Distrik dibagi menjadi sektor, yang bertanggung jawab akan layanan umum yang dimandatkan oleh distrik.[94] Di tingkat distrik dan sektor terdapat sebuah dewan yang dipilih secara langsung dan dijalankan oleh komite eksekutif yang dipilih oleh dewan tersebut.[95] Sel dan desa adalah daerah tingkat terkecil, dan berperan sebagai penghubung antara rakyat dengan sektor.[94] Semua penduduk dewasa merupakan anggota dari dewan sel lokal, yang juga dikepalai oleh komite eksekutif yang dipilih oleh dewan tersebut.[95] Sementara itu, kota Kigali merupakan sebuah otoritas tingkat provinsi yang mengatur perencanaan kota.[92]

Perbatasan saat ini ditetapkan pada tahun 2006 untuk mendesentralisasikan kekuasaan dan menghapuskan kaitan dengan sistem lama dan genosida. Struktur lama yang terdiri dari dua belas provinsi yang berpusat di sekitar kota-kota besar digantikan oleh lima provinsi yang didasarkan kepada geografi.[96] Provinsi tersebut adalah Provinsi Utara, Provinsi Selatan, Provinsi Timur, Provinsi Barat, dan Munisipalitas Kigali di pusat.

Lihat pula

Catatan kaki

  1. ^ "Rwanda: A Brief History of the Country". United Nations. Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 February 2018. Diakses tanggal 4 April 2018. 
  2. ^ "Religions in Rwanda | PEW-GRF". globalreligiousfutures.org. 
  3. ^ National Institute of Statistics of Rwanda. "Size of the resident population". National Institute of Statistics of Rwanda. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2 June 2022. Diakses tanggal 15 June 2022. 
  4. ^ National Institute of Statistics of Rwanda 2014, hlm. 3.
  5. ^ a b c d "World Economic Outlook Database, April 2022". www.imf.org. International Monetary Fund. Diarsipkan dari versi asli tanggal 8 February 2021. Diakses tanggal 8 August 2020. 
  6. ^ World Bank (XII).
  7. ^ Human Development Report 2020 The Next Frontier: Human Development and the Anthropocene (PDF). United Nations Development Programme. 15 December 2020. hlm. 343–346. ISBN 978-92-1-126442-5. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 15 December 2020. Diakses tanggal 16 December 2020. 
  8. ^ Chrétien 2003, hlm. 44.
  9. ^ Dorsey 1994, hlm. 36.
  10. ^ Chrétien 2003, hlm. 45.
  11. ^ a b c Mamdani 2002, hlm. 61.
  12. ^ Chrétien 2003, hlm. 58.
  13. ^ a b King 2007, hlm. 75.
  14. ^ Prunier 1995, hlm. 16.
  15. ^ Mamdani 2002, hlm. 58.
  16. ^ Chrétien 2003, hlm. 69.
  17. ^ Shyaka, hlm. 10–11.
  18. ^ Chrétien 2003, hlm. 88.
  19. ^ a b Chrétien 2003, hlm. 88–89.
  20. ^ Chrétien 2003, hlm. 141.
  21. ^ Chrétien 2003, hlm. 482.
  22. ^ a b Chrétien 2003, hlm. 160.
  23. ^ a b c Mamdani 2002, hlm. 69.
  24. ^ Prunier 1995, hlm. 13–14.
  25. ^ Prunier 1995, hlm. 6.
  26. ^ Chrétien 2003, hlm. 217.
  27. ^ Prunier 1995, hlm. 9.
  28. ^ Prunier 1995, hlm. 25.
  29. ^ Chrétien 2003, hlm. 260.
  30. ^ Chrétien 2003, hlm. 270.
  31. ^ Chrétien 2003, hlm. 276–277.
  32. ^ Appiah & Gates 2010, hlm. 450.
  33. ^ Gourevitch 2000, hlm. 56–57.
  34. ^ United Nations (II).
  35. ^ United Nations (III).
  36. ^ Gourevitch 2000, hlm. 58–59.
  37. ^ Prunier 1995, hlm. 51.
  38. ^ Prunier 1995, hlm. 53.
  39. ^ Prunier 1995, hlm. 56.
  40. ^ Prunier 1995, hlm. 74–76.
  41. ^ a b UNPO 2008, History.
  42. ^ Prunier 1995, hlm. 4.
  43. ^ Prunier 1995, hlm. 93.
  44. ^ Prunier 1995, hlm. 135–136.
  45. ^ Prunier 1995, hlm. 190–191.
  46. ^ BBC News (III) 2010.
  47. ^ Henley 2007.
  48. ^ Dallaire 2005, hlm. 386.
  49. ^ Dallaire 2005, hlm. 299.
  50. ^ Dallaire 2005, hlm. 364.
  51. ^ Prunier 1995, hlm. 312.
  52. ^ BBC News (VI) 2010.
  53. ^ UNDP (III) 2010.
  54. ^ RDB (I) 2009.
  55. ^ National Institute of Statistics of Rwanda 2012.
  56. ^ United Nations Statistics Division.
  57. ^ CJCR 2003, article 98.
  58. ^ CJCR 2003, article 117.
  59. ^ CJCR 2003, article 111.
  60. ^ a b CJCR 2003, article 110.
  61. ^ CJCR 2003, article 189.
  62. ^ CJCR 2003, article 112.
  63. ^ CJCR 2003, articles 100–101.
  64. ^ CJCR 2003, article 116.
  65. ^ Lacey 2003.
  66. ^ BBC News (IV) 2010.
  67. ^ HRW 2010.
  68. ^ Media High Council.
  69. ^ CJCR 2003, article 52.
  70. ^ CJCR 2003, article 54.
  71. ^ National Commission for the Fight against Genocide 2008, hlm. 1.
  72. ^ Roth 2009.
  73. ^ Amnesty International 2010.
  74. ^ CJCR 2003, article 62.
  75. ^ CJCR 2003, article 76.
  76. ^ UNIFEM 2008.
  77. ^ CJCR 2003, article 82.
  78. ^ CIA (I) 2012.
  79. ^ CJCR 2003, article 140.
  80. ^ CJCR 2003, article 148.
  81. ^ HRW & Wells 2008, I. Summary.
  82. ^ HRW & Wells 2008, VIII. Independence of the Judiciary.
  83. ^ CJCR 2003, article 143.
  84. ^ Walker March 2004.
  85. ^ Transparency International 2010.
  86. ^ CJCR 2003, article 182.
  87. ^ Office of the Ombudsman.
  88. ^ Asiimwe 2011.
  89. ^ OAU 2000, hlm. 14.
  90. ^ Melvern 2004, hlm. 5.
  91. ^ CJCR 2003, article 3.
  92. ^ a b MINALOC 2007, hlm. 8.
  93. ^ Southern Province.
  94. ^ a b MINALOC 2007, hlm. 9.
  95. ^ a b MINALOC 2004.
  96. ^ BBC News (I) 2006.

Referensi

Pranala luar


 
Peta Rwanda