Ki Ageng Pamanahan
Ki Ageng Pamanahan atau Ki Gede Pamanahan, adalah pendiri desa Mataram tahun 1556, yang kemudian berkembang menjadi Kesultanan Mataram di bawah pimpinan putranya, yang bergelar Panembahan Senapati.
Ki Ageng Pemanahan | |||||
---|---|---|---|---|---|
Perintis Kesultanan Mataram / Explorer | |||||
Berkas:Pemanahan.jpg | |||||
Pasangan | Nyai Sabinah / Nyai Ageng Pemanahan | ||||
Keturunan | {{Panembahan Senopati Sultan Mataram}} | ||||
| |||||
Wangsa | Dinasti Schleswig-Holstein-Sonderburg-Glücksburg Dinasti Windsor | ||||
Ayah | Ki Ageng Ngenis | ||||
Ibu | Nyai Ageng Ngenis | ||||
Agama | Islam |
Asal usul
Ki Pamanahan adalah putra Ki Ageng Henis, putra Ki Ageng Sela. Ia menikah dengan sepupunya sendiri, yaitu Nyai Sabinah, putri Nyai Ageng Saba (kakak perempuan Ki Ageng Henis).
Ki Pamanahan dan adik angkatnya, yang bernama Ki Penjawi, mengabdi pada Hadiwijaya bupati Pajang yang juga murid Ki Ageng Sela. Keduanya dianggap kakak oleh raja dan dijadikan sebagai lurah wiratamtama di Pajang.
- Silsilah Ki Ageng Pamanahan versi Mangkunegaran
- Silsilah Keturunan Lengkap :
- Ki Ageng Pemanahan / Kyai Gede Mataram (Membuka Kota Gede Mataram pada tahun 1558 sebagai hadiah dari Raja Pajang), wafat pada tahun 1584, menikah dengan Nyai Sabinah (putri Ki Ageng Saba) mempunyai putra-putri 26 orang :
- Adipati Manduranegara
- Kanjeng Panembahan Senopati / Raden Sutawijaya (Sultan Mataram ke 1, pendiri, 1587-1601) menikah dengan 3 istri melahirkan putra-putri 14 orang :
- Gusti Kanjeng Ratu Pambayun / Retna Pembayun
- Pangeran Ronggo Samudra (Adipati Pati)
- Pangeran Puger / Raden Mas Kentol Kejuro (Adipati Demak)
- Pangeran Teposono
- Pangeran Purbaya / Raden Mas Damar
- Pangeran Rio Manggala
- Pangeran Adipati Jayaraga / (Raden Mas Barthotot)
- Panembahan Hadi Prabu Hanyokrowati/Panembahan Seda ing Krapyak (Sultan Mataram ke 2, 1601-1613) menikah dengan Ratu Tulung Ayu dan Dyah Banowati / Ratu Mas Hadi (Cicit dari Raden Joko Tingkir & Ratu Mas Cempaka), menurunkan putra-putri 12 orang :
- Sultan Agung / Raden Mas Djatmika (1593-1645), Sultan Mataram ke 3 (1613-1645) menikah dengan Permaisuri ke 1 Kanjeng Ratu Kulon / Ratu Mas Tinumpak (putri Panembahan Ratu Cirebon ke 4 setelah Sunan Gunung Jati), permaisuri ke 2 Kanjeng Ratu Batang / Ratu Ayu Wetan / Kanjeng Ratu Kulon mempunyai 9 orang putra-putri :
- Raden Mas Sahwawrat / Pangeran Temenggong Pajang
- Raden Mas Kasim / Pangeran Demang Tanpa Nangkil
- Pangeran Ronggo Kajiwan
- Gusti Ratu Ayu Winongan
- Pangeran Ngabehi Loring Pasar
- Pangeran Ngabehi Loring Pasar
- Sunan Prabu Amangkurat Agung / Amangkurat I / Raden Mas Sayidin (Sultan Mataram ke 4, 1646-1677) wafat 13 Juli 1677 di Banyumas.
- Sunan Prabu Mangkurat II / Sunan Amral / Raden Mas Rahmat (Sunan Kartasura ke 1, 1677-1703)
- Sunan Prabu Amangkurat III (Sunan Kartasura ke 2, 1703-1705)
- Susuhunan Pakubuwono I / Pangeran Puger / Raden Mas Drajat (Sunan Kartasura ke 3, 1704-1719)
- Raden Mas Sengkuk
- Prabu Amangkurat IV (Mangkurat Jawi) wafat 20 April 1726
- Kanjeng Pangeran Arya Mangkunegara (Mangkunegara I, 1757-1795)
- Gusti Raden Ayu Suroloyo, di Brebes
- Gusti Raden Ayu Wiradigda
- Gusti Pangeran Hario Hangabehi
- Gusti Pangeran Hario Pamot
- Gusti Pangeran Hario Diponegoro
- Gusti Pangeran Hario Danupaya
- Sri Susuhunan Pakubuwono II / Raden Mas Prabasuyasa (Sunan Surakarta ke 1, 1726-1742)
- Gusti Pangeran Hario Hadinagoro
- Gusti Kanjeng Ratu Maduretno, Garwa Pangeran Hindranata
- Gusti Raden Ajeng Kacihing, Dewasa Sedho
- Gusti Pangeran Hario Hadiwijoyo
- Gusti Raden Mas Subronto, Wafat Dalam Usia Dewasa
- Gusti Pangeran Hario Buminoto
- Pangeran Hario Mangkubumi Hamengku Buwono I (Sultan Yogyakarta Ke 1, 1717-1792)
- Sultan Dandunmatengsari
- Gusti Raden Ayu Megatsari
- Gusti Raden Ayu Purubaya
- Gusti Raden Ayu Pakuningrat di Sampang
- Gusti Pangeran Hario Cokronegoro
- Gusti Pangeran Hario Silarong
- Gusti Pangeran Hario Prangwadono
- Gusti Raden Ayu Suryawinata di Demak
- Gusti Pangeran Hario Panular
- Gusti Pangeran Hario Mangkukusumo
- Gusti Raden Mas Jaka
- Gusti Raden Ayu Sujonopuro
- Gusti Pangeran Hario Dipawinoto
- Gusti Raden Ayu Adipati Danureja I
- Pangeran Diposonto / Ki Ageng Notokusumo
- Raden Ayu Lembah
- Raden Ayu Himpun
- Raden Suryokusumo
- Pangeran Blitar
- Pangeran Dipanegara Madiun
- Pangeran Purbaya
- Kyai Adipati Nitiadiningrat I Raden Garudo (groedo)
- Raden Suryokusumo
- Tumenggung Honggowongso / Joko Sangrib (Kentol Surawijaya)
- Gusti Raden Ayu Pamot
- Pangeran Martosana
- Pangeran Singasari
- Pangeran Silarong
- Pangeran Notoprojo
- Pangeran Satoto
- Pangeran Hario Panular
- Gusti Raden Ayu Adip Sindurejo
- Raden Ayu Bendara Kaleting Kuning
- Gusti Raden Ayu Mangkuyudo
- Gusti Raden Ayu Adipati Mangkupraja
- Pangeran Hario Mataram
- Bandara Raden Ayu Danureja / Bra. Bendara
- Gusti Raden Ayu Wiromenggolo / R.Aj. Pusuh
- Sunan Prabu Mangkurat II / Sunan Amral / Raden Mas Rahmat (Sunan Kartasura ke 1, 1677-1703)
- Gusti Raden Ayu Wiromantri
- Pangeran Danupoyo/Raden Mas Alit
- Pangeran Mangkubumi
- Pangeran Bumidirja
- Pangeran Arya Martapura / Raden Mas Wuryah (1605-1688)
- Ratu Mas Sekar / Ratu Pandansari
- Kanjeng Ratu Mas Sekar
- Pangeran Bhuminata
- Pangeran Notopuro
- Pangeran Pamenang
- Pangeran Sularong / Raden Mas Chakra (wafat Desember 1669)
- Gusti Ratu Wirokusumo
- Pangeran Pringoloyo
- Sultan Agung / Raden Mas Djatmika (1593-1645), Sultan Mataram ke 3 (1613-1645) menikah dengan Permaisuri ke 1 Kanjeng Ratu Kulon / Ratu Mas Tinumpak (putri Panembahan Ratu Cirebon ke 4 setelah Sunan Gunung Jati), permaisuri ke 2 Kanjeng Ratu Batang / Ratu Ayu Wetan / Kanjeng Ratu Kulon mempunyai 9 orang putra-putri :
- Gusti Raden Ayu Demang Tanpa Nangkil
- Gusti Raden Ayu Wiramantri
- Pangeran Adipati Pringgoloyo I (Bupati Madiun, 1595-1601)
- Ki Ageng Panembahan Djuminah/Pangeran Djuminah/Pangeran Blitar I (Bupati Madiun, 1601-1613)
- Pangeran Adipati Martoloyo / Raden Mas Kanitren (Bupati Madiun 1613-1645)
- Pangeran Tanpa Nangkil
- Pangeran Ronggo
- Nyai Ageng Tumenggung Mayang menikah dengan Kyai Ageng Tumenggung Mayang berputra 1 orang :
- Raden Pabelan (wafat 1587)
- Pangeran Hario Tanduran
- Nyai Ageng Tumenggung Jayaprana
- Pangeran Teposono
- Pangeran Mangkubumi
- Adipati Sukawati
- Bagus Petak Madiun
- Pangeran Singasari/Raden Santri
- Pangeran Blitar
- Raden Ayu Kajoran
- Pangeran Gagak Baning (Adipati Pajang, 1588-1591)
- Pangeran Pronggoloyo
- Nyai Ageng Haji Panusa, ing Tanduran
- Nyai Ageng Panjangjiwa
- Nyai Ageng Banyak Potro, ing Waning
- Nyai Ageng Kusumoyudo ing Marisi
- Nyai Ageng Wirobodro, ing Pujang
- Nyai Ageng Suwakul
- Nyai Ageng Mohamat Pekik ing Sumawana
- Nyai Ageng Wiraprana ing Ngasem
- Nyai Ageng Hadiguno ing Pelem
- Nyai Ageng Suroyuda ing Kajama
- Nyai Ageng Mursodo ing Silarong
- Nyai Ageng Ronggo ing Kranggan
- Nyai Ageng Kawangsih ing Kawangsen
- Nyai Ageng Sitabaya ing Gambiro
Peran awal
Sepeninggal Sultan Trenggana tahun 1546, Kesultanan Demak mengalami perpecahan akibat perebutan takhta. Putra Sultan yang naik takhta bergelar Sunan Prawata tewas dibunuh sepupunya sendiri, yaitu Arya Penangsang, bupati Jipang.
Arya Penangsang yang didukung Sunan Kudus juga membunuh Pangeran Hadiri, suami Ratu Kalinyamat, putri Sultan Trenggana. Sejak itu, Ratu Kalinyamat memilih hidup bertapa di Gunung Danaraja menunggu kematian Arya Penangsang bupati Jipang.
Arya Penangsang ganti mengirim utusan untuk membunuh Hadiwijaya di Pajang tapi gagal. Sunan Kudus pura-pura mengundang keduanya untuk berdamai. Hadiwijaya datang ke Kudus dikawal Ki Pamanahan. Pada kesempatan itu, Ki Pamanahan berhasil menyelamatkan Hadiwijaya dari kursi jebakan yang sudah dipersiapkan Sunan Kudus.
Dalam perjalanan pulang, Hadiwijaya singgah ke Gunung Danaraja. Ki Pamanahan bekerja sama dengan Ratu Kalinyamat membujuk Hadiwijaya supaya bersedia menghadapi Arya Penangsang. Sebagai hadiah, Ratu Kalinyamat memberikan cincin pusakanya kepada Ki Pamanahan.
Melawan Arya Penangsang
Hadiwijaya segan memerangi Arya Penangsang karena masih sama-sama anggota keluarga Kesultanan Demak. Maka, ia pun mengumumkan sayembara, barang siapa bisa membunuh Arya Penangsang akan mendapatkan hadiah tanah Mataram dan Pati.
Ki Pamanahan dan Ki Penjawi mengikuti sayembara atas desakan Ki Juru Martani (kakak ipar Ki Pamanahan). Putra Ki Pamanahan yang juga anak angkat Hadiwijaya, bernama Sutawijaya ikut serta. Hadiwijaya tidak tega sehingga memberikan pasukan Pajang untuk melindungi Sutawijaya.
Perang antara pasukan Ki Pamanahan dan Arya Penangsang terjadi di dekat Bengawan Sore. Berkat siasat cerdik yang disusun Ki Juru Martani, Arya Penangsang tewas di tangan Sutawijaya.
Ki Juru Martani menyampaikan laporan palsu kepada Hadiwijaya bahwa Arya Penangsang mati dibunuh Ki Pamanahan dan Ki Penjawi. Apabila yang disampaikan adalah berita sebenarnya, maka dapat dipastikan Hadiwijaya akan lupa memberi hadiah sayembara mengingat Sutawijaya adalah anak angkatnya.
Membuka Mataram
Hadiwijaya memberikan hadiah berupa tanah Mataram dan Pati. Ki Pamanahan yang merasa lebih tua mengalah memilih Mataram yang masih berupa hutan lebat, sedangkan Ki Penjawi mandapat daerah Pati yang saat itu sudah berwujud kota.
Bumi Mataram adalah bekas kerajaan kuno yang runtuh tahun 929. Seiring berjalannya waktu, daerah ini semakin sepi sampai akhirnya tertutup hutan lebat. Masyarakat menyebut hutan yang menutupi Mataram dengan nama Alas Mentaok.
Setelah kematian Arya Penangsang tahun 1549, Hadiwijaya dilantik menjadi raja baru penerus Kesultanan Demak. Pusat kerajaan dipindah ke Pajang, di daerah pedalaman. Pada acara pelantikan, Sunan Prapen cucu (Sunan Giri) meramalkan kelak di daerah Mataram akan berdiri sebuah kerajaan yang lebih besar dari pada Pajang.
Ramalan tersebut membuat Sultan Hadiwijaya resah. Sehingga penyerahan Alas Mentaok kepada Ki Pamanahan ditunda-tunda sampai tahun 1556. Hal ini diketahui oleh Sunan Kalijaga, guru mereka. Keduanya pun dipertemukan. Dengan disaksikan Sunan Kalijaga, Ki Pamanahan bersumpah akan selalu setia kepada Sultan Hadiwijaya.
Maka sejak tahun 1556 itu, Ki Pamanahan sekeluarga, termasuk Ki Juru Martani, pindah ke Hutan Mentaok, yang kemudian dibuka menjadi desa Mataram. Ki Pamanahan menjadi kepala desa pertama bergelar Ki Ageng Mataram. Adapun status desa Mataram adalah desa perdikan atau daerah bebas pajak, di mana Ki Ageng Mataram hanya punya kewajiban menghadap saja.
Babad Tanah Jawi juga mengisahkan keistimewaan lain yang dimiliki Ki Ageng Pamanahan selaku leluhur raja-raja Mataram. Konon, sesudah membuka desa Mataram, Ki Pamanahan pergi mengunjungi sahabatnya di desa Giring. Pada saat itu Ki Ageng Giring baru saja mendapatkan buah kelapa muda bertuah yang jika diminum airnya sampai habis, si peminum akan menurunkan raja-raja Jawa.
Ki Pamanahan tiba di rumah Ki Ageng Giring dalam keadaan haus. Ia langsung menuju dapur dan menemukan kelapa muda ajaib itu. Dalam sekali teguk, Ki Pamanahan menghabiskan airnya. Ki Giring tiba di rumah sehabis mandi di sungai. Ia kecewa karena tidak jadi meminum air kelapa bertuah tersebut. Namun, akhirnya Ki Ageng Giring pasrah pada takdir bahwa Ki Ageng Pamanahan yang dipilih Tuhan untuk menurunkan raja-raja pulau Jawa.
Ki Ageng Pamanahan memimpin desa Mataram sampai meninggal tahun 1584. Ia digantikan putranya, yaitu Sutawijaya sebagai pemimpin desa selanjutnya.Kelak Sutawijaya menjadi raja Mataram Islam yang pertama dengan nama Panembahan Senopati.
Kepustakaan
- Silsilah Ki Ageng Pamanahan versi Mangkunegaran
- The Kartasura Dinasty - Genealogy, Christopher Buyers, October 2001 - September 2008
- Penyebaran Islam di Nusantara
- Imam Leluhur Seikh dan Wali Nusantara
- Jalur Keturunan Nabi Muhammad SAW melalui Husain bin Ali
- Maulana Pelopor Dakwah Nusantara
- Beberapa versi Asal-usul Jaka Tarub
- Ki Ageng Penjawi
- Sejarah Singkat Keraton-Keraton Lama Jawa
- Babad Tanah Jawi. 2007. (terj.). Yogyakarta: Narasi
- H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
- Purwadi. (2007). Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu
Gelar kebangsawanan | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Ki Ageng Enis |
Perintis Kesultanan Mataram 1478-1587 |
Diteruskan oleh: Sutawijaya |