Wanniee/Bak pasir
کوچيڠ
古晉
Dari kanan atas searah jarum jam: Astana, bangunan legislatif Serawak, Tugu Kucing, Jembatan Pending, Museum Serawak, dan Fort Margherita. Lambang-Lambang Resmi Bandaraya Kuching Majilis Bandaraya Kuching Utara Majilis Bandaraya Kuching Selatan
Dari kanan atas searah jarum jam: Astana, bangunan legislatif Serawak, Tugu Kucing, Jembatan Pending, Museum Serawak, dan Fort Margherita.
Lambang-Lambang Resmi Bandaraya Kuching
Majilis Bandaraya Kuching Utara Majilis Bandaraya Kuching Selatan
NegaraMalaysia
Negara bagianSerawak
BagianBagian Kuching
DaerahDaerah Kuching
Didirikan oleh Kesultanan Brunei1827
Dihuni oleh James Brooke18 Agustus 1842
Munisipaliti1 Januari 1953
Didirikan
(Menerima status kota)
1 Agustus 1988
Pemerintahan
 • JenisKuching Selatan : Pemerintahan wali kota–dewan
Kuching Utara : Pemerintah dewan–pengelola
 • Wali kota (Kuching Selatan)James Chan Khay Syn
 • Komisaris (Kuching Utara)Datuk Abang Wahap Abang Julai
Luas
 • Bandar Kuching431,02 km2 (136 sq mi)
Ketinggian27 m (89 ft)
Ketinggian tertinggi
810,2 m (26,581 ft)
Populasi
 (2010)
 • Bandar Kuching325.132 jiwa[3]
 • Metropolitan
684.112 jiwa
 Sumber dari Sensus Penduduk dan Perumahan Malaysia 2010. Wilayah Metropolitan Kuching (Greater Kuching) meliputi populasi 358,980 di Munisipaliti Padawan dan daerah Samarahan.
Zona waktuZWM (UTC+8)
Kode pos
93xxx
Situs webKuching Utara: www.dbku.gov.my
Kuching Selatan: www.mbks.gov.my

Kuching atau Kota Kuching[5] merupakan ibukota Serawak yang terletak di Malaysia Timur. Kota ini juga merupakan ibukota Divisi Kuching. Kota ini terletak di Sungai Serawak di ujung barat daya negara bagian Serawak di pulau Kalimantan dan meliputi area seluas 431 kilometer persegi (166 sq mi) dengan populasi sekitar 165,642 di wilayah administratif Kuching Utara dan 159,490 di wilayah administrasi Kuching Selatan.[6][7][8] — dengan jumlah 325,132 orang.[6]

Kuching adalah ibukota ketiga Serawak pada tahun 1827 pada masa pemerintahan Kekaisaran Brunei. Pada tahun 1841, Kuching menjadi ibukota Serawak setelah Serawak diserahkan ke James Brooke untuk membantu kerajaan Brunei dalam menghancurkan pemberontakan. Kota ini terus mendapat perhatian dan pengembangan selama pemerintahan Charles Brooke seperti pembangunan sistem sanitasi, rumah sakit, penjara, benteng, dan bazar. Pada tahun 1941, pemerintahan Brooke memiliki Perayaan Centenary di Kuching. Selama Perang Dunia II, Kuching diduduki oleh tentara Jepang dari tahun 1942 sampai 1945. Pemerintah Jepang mendirikan kamp Batu Lintang dekat Kuching untuk menahan tawanan perang dan interniran sipil. Setelah perang, kota ini tetap masih bertahan utuh. Namun, Rajah terakhir Serawak, Sir Charles Vyner Brooke memutuskan untuk menyerahkan Serawak sebagai bagian dari Mahkota Inggris pada tahun 1946. Kuching tetap menjadi ibukota selama periode Mahkota Inggris. Setelah pembentukan Malaysia pada tahun 1963, Kuching juga tetap dikekalkan menjadi ibukota dan mendapat status resmi kota pada tahun 1988. Sejak itu, kota Kuching dibagi menjadi dua wilayah administratif yang dikelola oleh dua pemerintah daerah yang terpisah. Pusat administrasi pemerintahan negara Serawak terletak di Wisma Bapa Malaysia, Kuching.

Kuching adalah tujuan pangan utama bagi wisatawan dan merupakan pintu gerbang utama bagi wisatawan mengunjungi Serawak dan Kalimantan.[8] Taman Nasional Lahan Basah Kuching terletak sekitar 30 kilometer (19 mi) dari kota dan terdapat banyak tempat wisata lainnya di dalam dan sekitar Kuching seperti Taman Nasional Bako, Pusat Satwa Liar Semenggoh, Festival Musik Hutan Hujan Dunia (RWMF), bangunan legislatif Serawak, Astana, Fort Margherita, Museum Kucing, dan Museum Serawak. Kota ini telah menjadi salah satu pusat industri dan komersial utama di Malaysia Timur.[9][10]

Sejarah

Serawak adalah bagian dari Kekaisaran Brunei sejak mengekangnya Sultan Brunei pertama, Sultan Muhammad Shah. Kuching adalah ibukota ketiga Serawak, yang didirikan pada tahun 1827 oleh perwakilan dari Sultan Brunei, Pengiran Indera Mahkota.[11] Sebelum berdirinya Kuching, dua ibukota masa lalu Serawak adalah Santubong, didirikan oleh Sultan Pengiran Tengah pada tahun 1599, dan Lidah Tanah, yang didirikan oleh Datu Patinggi Ali awal tahun 1820-an.[11]

Pengiran Muda Raja Hashimit kemudian menyerahkan wilayah ini untuk petualang Inggris, James Brooke sebagai hadiah karena membantunya melawan pemberontakan di Serawak pada saat itu.[12] Pemberontakan itu hancur pada bulan November 1840, dan pada tanggal 24 September 1841, Brooke diangkat sebagai Gubernur Serawak dengan gelar "Rajah".[12] Ia tidak diumumkan sampai 18 Agustus 1842 setelah Sultan Omar Ali Saifuddin II meratifikasi gubernur, dan membutuhkan Brooke membayar jumlah tahunan sebesar $2,500 kepada Sultan.[12] Sejak saat itu, Kuching menjadi pusat pemerintahan Brooke.[13]

Pemerintahan kemudian dilanjutkan oleh keponakannya, Charles Brooke. Sebagai ibukota administratif, ia menjadi pusat perhatian dan pembangunan.[14] Perbaikan termasuk sistem sanitasi.[14] Pada tahun 1874, kota ini telah menyaksikan beberapa perkembangan, termasuk pembangunan rumah sakit, penjara, Fort Margherita, dan banyak bangunan lainnya.[14]

Istri Charles Brooke menulis otobiografinya, (My Life in Sarawak), termasuk deskripsi tentang Kuching:

Kota kecil ini tampak begitu rapi, segar dan makmur di bawah yurisdiksi cermat dari Rajah dan petugas, bahwa hal ini mengingatkan saya pada sebuah kotak mainan yang tetap dijaga teliti dengan bersih oleh seorang anak. Bazar berada pada jarak tertentu di sepanjang tepi sungai, dan hampir semuanya dihuni oleh pedagang Cina, dengan pengecualian satu atau dua toko India .... Pelbagai barang eksotis yang diletakkan di meja dekat trotoar, di mana pembeli dapat membuat pilihan mereka. Di toko-toko India anda dapat membeli sutra dari India, sarung dari Jawa, teh dari Tiongkok, ubin dan porselen dari seluruh belahan dunia, tercantum dalam kebingungan yang indah, dan meluap ke jalan.[14][15]

Astana (Istana), yang sekarang merupakan kediaman resmi Gubernur Serawak, dibangun di samping rumah pertama Brooke. Bangunan ini dibangun pada tahun 1869 sebagai hadiah pernikahan untuk istrinya.[16][17] Kuching terus berkembang di bawah Charles Vyner Brooke, yang menggantikan ayahnya sebagai Rajah Ketiga Serawak.[12] Pada tahun 1941, perayaan Centenary diadakan di Kuching.[18] Beberapa bulan kemudian, pemerintahan Brooke hampir tamat apabila Jepang menduduki Serawak.[12]

Selama Perang Dunia II, enam peleton infanteri dari 2/15 Resimen Punjab ditempatkan di Kuching pada April 1941.[19] Resimen ini mempertahan Kuching dan lapangan terbang Bukit Stabar dari dihancurkan oleh Jepang. Pertahanan utama terkonsentrasi di Kuching dan Miri.[19] Namun pada tanggal 24 Desember 1941, Kuching ditakluk oleh tentara Jepang. Serawak diperintah sebagai bagian dari Kekaisaran Jepang selama tiga tahun dan delapan bulan, sampai Jepang menyerah resmi pada tanggal 11 September 1945. Penyerahan resmi ditandatangani pada HMAS Kapunda di Kuching.[20][21][22] Dari Maret 1942, Jepang mengoperasikan kamp Batu Lintang, untuk tawanan perang dan interniran sipil, tiga mil (5 km) di luar Kuching.[23]

Setelah akhir Perang Dunia II, kota ini selamat dan tidak sepenuhnya rusak.[24] Rajah Serawak yang ketiga dan terakhir, Sir Charles Vyner Brooke kemudian menyerahkan Serawak ke Mahkota Inggris pada 1 Juli 1946.[25][26] Selama periode Mahkota Inggris, pemerintah Inggris giat berusaha untuk mengembangkan dan meningkatkan infrastruktur di Serawak.[21] Kuching direvitalisasi sebagai ibukota Serawak di bawah pemerintahan Mahkota Inggris.[27] Ketika Serawak, bersama-sama dengan Borneo Utara, Singapura dan Federasi Malaya, membentuk Federasi Malaysia pada tahun 1963,[28] Kuching terus dikekalkan statusnya sebagai ibukota dan diberikan status resmi kota pada 1 Agustus 1988.[29][30]

Etimologi

Nama "Kuching" sudah digunakan untuk kota ini pada saat Brooke tiba pada tahun 1839.[7][14] Ada banyak teori mengenai derivasi dari kata "Kuching". Itu mungkin berasal dari kata Melayu untuk kucing, atau dari Cochin, sebuah pelabuhan perdagangan India di Pantai Malabar dan istilah generik di Cina dan India Britania untuk perdagangan pelabuhan.[7] Beberapa artefak Hindu dapat dilihat hari ini di Museum Serawak.[31] Namun, sumber lainnya melaporkan bahwa kota Kuching sebelumnya dikenal sebagai "Serawak" sebelum Brooke tiba. Pemukiman ini berganti nama menjadi "bagian Serawak" selama ekspansi kerajaan. Barulah pada tahun 1872 bahwa pemukiman ini berganti nama menjadi "Kuching" semasa administrasi Charles Brooke.[31][32]

Ada satu teori tidak didasarkan pada kisah miskomunikasi. Menurut suatu cerita, James Brooke tiba di Kuching pada kapal pesiar nya "royalis". Dia kemudian bertanyakan pemandu lokal yang membawanya mengenai nama kota tersebut. Pemandu lokal itu berpikir bahwa James Brooke sedang menunjuk ke arah seekor kucing, lantas ia mengatakan ia adalah "Kuching". Namun, etnis Melayu di Serawak biasanya merujuk nama kucing sebagai "pusak" bukannya kata Melayu "kucing".[31]

Beberapa sumber juga menyatakan bahwa ia berasal dari buah yang disebut "mata kucing" (Euphoria malaiense),[catatan 1][catatan 2] buah yang tumbuh secara luas di Malaysia dan Indonesia.[33] Ada juga sebuah bukit di kota itu yang dinamai selepas buah mata kucing, yang disebut "Bukit Mata Kuching". Sementara seperti yang telah ditulis oleh seorang wanita Inggris untuk anaknya di abad ke-19, dinyatakan bahwa nama itu berasal dari aliran sungai, yang disebut sebagai "Sungai Kuching" atau "Cat River" dalam bahasa Inggris.[7][34]

Sungai ini terletak di kaki Bukit Mata Kuching dan di depan Tokong Tua Pek Kong. Pada tahun 1950, sungai ini menjadi sangat dangkal karena endapan lumpur di sungai. Sungai itu kemudian diisi untuk membuat jalan.[31]

Ada lagi teori yang lebih kredibel bahwa Kuching sebenarnya berarti "Ku" (古) - Lama dan "Ching" (井) - "Sumur" atau "sebuah sumur tua" (古井) dalam bahasa Cina selama pemerintahan Brooke. Karena tidak ada pasokan air di kota itu, penyakit air pada saat itu menjadi hal yang biasa. Pada tahun 1888, sebuah epidemi melanda kota itu yang kemudiannya dikenal sebagai "Epidemi Wabah Kolera". Sebuah sumur yang terletak di atas Jalan Cina pada hari ini di Bazaar Utama membantu memerangi wabah itu dengan menyediakan pasokan air bersih, karena peningkatan permintaan untuk pasokan air, peran sumur tersebut kemudian digantikan oleh instalasi pengolahan air di Jalan Bau.[31][35]

Ibu kota

Sebagai ibukota Serawak, Kuching memainkan peran penting dalam kesejahteraan politik dan ekonomi bagi penduduk negara bagian ini karena menjadi pusat pemerintahan di mana hampir semua kantor pusat pemerintahan dan kementerian berada di sini. Bangunan legislatif Serawak terletak di pinggiran kota Kuching di Petra Jaya. Ada tiga anggota Parlemen (MP) mewakili tiga daerah pemilihan parlemen seperti: Petra Jaya (P.194), Kota Kuching (P.195) dan Stampin (P.196). Kota ini juga memilih 8 wakil untuk badan legislatif dari daerah majlis legislatif seperti Tupong, Samariang, Satok, Padungan, Pending, Batu Lintang, Kota Sentosa, dan Batu Kawah.[36]

Otoritas lokal dan definisi kota

Kuching merupakan satu-satunya kota di Malaysia yang dikelola oleh dua walikota,[11] kota ini terbagi kepada Kuching Utara dan Kuching Selatan.[37] Masing-masing dikelola oleh seorang walikota Kuching Selatan dan komisaris Kuching Utara.[10] Komisaris Kuching Utara saat ini adalah Datuk Abang Wahap Abang Julai, yang mengambil alih dari Abang Atei Abang Medaan pada 1 Agustus 2011 sementara James Chan Khay Syn menjadi walikota baru untuk Kuching Selatan pada 2008 setelah kematian mendadak Chong Ted Tsiung.[38][39] Kota ini memperoleh status kota pada tanggal 1 Agustus 1988,[29] dan sejak itu ia diperintah oleh Majilis Bandaraya Kuching Utara (DBKU) dan Majilis Bandaraya Kuching Selatan (MBKS).

Kota ini didefinisikan dengan perbatasan daerah, sebelumnya munisipaliti Kuching. Dengan luas 1,868.83 kilometer persegi, ia adalah daerah paling padat penduduknya di Serawak.[40] Daerah ini kemudiannya dibagi menjadi tiga sub-daerah, yaitu bagian Kuching, Padawan dan Siburan. Bagian Kuching termasuk kawasan kota dan munisipaliti Padawan,[catatan 3] sementara Siburan dan Padawan adalah sub-daerah. Gabungan dari Majilis Bandaraya Kuching Utara, Majilis Bandaraya Kuching Selatan, Majilis Bandaraya Padawan dan Majilis Daerah Samarahan dikenal sebagai Greater Kuching.[1][41]

Hubungan Internasional

Beberapa negara telah mendirikan konsulat mereka di Kuching, antaranya termasuk Australia,[42] Brunei,[43] Tiongkok,[44] Denmark,[45] Perancis,[46] Indonesia,[47] Polandia[48] dan Britania Raya.[49]

Kuching kini mempunyai enam kota kembar dan satu provinsi kembar.

Negara Kota / Provinsi Status pembagian Sumber
  Tiongkok Kunming Kota kembar [50]
  Tiongkok Xiamen Kota kembar [51]
  Tiongkok Zhenjiang Kota kembar [52]
  Indonesia Kota Pontianak Kota kembar [53]
  Malaysia Johor Bahru Kota kembar [53]
  Arab Saudi Jeddah Kota kembar [53]
  Korea Selatan Guro-gu Provinsi kembar [54]

Geografi

Kuching terletak di tepi Sungai Serawak di bagian barat laut pulau Kalimantan.[55] Batas Kota Kuching mencakup semua daerah di Daerah Kuching yang mengandung area sekitar 43.101 kilometer persegi (16.641 sq mi) dibatasi Gunung Lasak di Muara Tebas ke Batu Buaya di Semenanjung Santubong berikutan serangkaian survey sebagaimana yang tercatat dalam Jadwal Ordonansi Pertama Kota Kuching, 1988.[5] Sebagai penyederhanaan undang-undang hukum, batas kota Kuching memperpanjang dari Bandara Internasional Kuching di selatan ke pantai utara Santubong dan semenanjung Bako; dari Taman Nasional Lahan Basah Kuching di barat ke muara Sungai Kuap di timur.[5] Sungai Serawak umumnya membagi kota tersebut menjadi bagian Utara dan Selatan. Titik tertinggi bagi kota ini adalah Gunung Santubong di semenanjung Santubong, yang pada 8.102 meter (26.581 ft) di atas permukaan laut, terletak 35 km sebelah utara dari pusat kota.[4] Urbanisasi yang cepat telah terjadi di Greater Kuching dan meluas ke Penrissen, Kota Sentosa, Kota Padawan, Batu Kawah, Siburan, Tarat, Bau, Lundu, Kota Samarahan, Asajaya serta Serian yang terletak sekitar 65 km dari Kuching.

Iklim

Kuching mempunyai iklim hutan hujan tropis (Klasifikasi iklim Köppen), cukup panas tapi sangat lembab dalam tempo yang sama dan menerima curah hujan yang cukup besar.[56] Curah hujan tahunan rata-rata adalah sekitar 4.200 milimeter (170 in).[57] Kuching adalah wilayah terbasah di Malaysia dengan rata-rata 247 hari hujan per tahun. Kuching hanya menerima rata-rata 5 jam sinar matahari per hari dan rata-rata hanya 3.7 jam sinar matahari per hari di bulan Januari (bulan terbasah dalam tahun).[58] Tempo terbasah adalah selama bulan-bulan selama Monsun Timur-Laut iaitu dari November sampai Februari dan musim kering dimulai dari bulan Juni hingga Agustus. Suhu di Kuching berkisar 19 °C (66 °F) hingga 36 °C (97 °F) tapi suhu rata-rata sekitar 23 °C (73 °F) pada waktu pagi dan naik menjadi sekitar 33 °C (91 °F) selama pertengahan sore tapi indeks panas sering mencapai 42 °C (108 °F) selama musim kemarau akibat kelembaban.[59] Suhu ini tetap hampir konstan sepanjang tahun jika tidak dipengaruhi oleh hujan lebat dan angin kencang selama jam awal pagi yang dapat membawa suhu turun ke 19 °C (66 °F), tapi ini sangat jarang terjadi.[56]

Data iklim Kuching (1971–2000)
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Tahun
Rata-rata tertinggi °C (°F) 29.8
(85.6)
30.2
(86.4)
31.3
(88.3)
32.3
(90.1)
32.7
(90.9)
32.7
(90.9)
32.4
(90.3)
32.4
(90.3)
32.0
(89.6)
31.9
(89.4)
31.6
(88.9)
30.6
(87.1)
31.7
(89.1)
Rata-rata terendah °C (°F) 22.9
(73.2)
23.0
(73.4)
23.2
(73.8)
23.4
(74.1)
23.6
(74.5)
23.3
(73.9)
23.0
(73.4)
23.0
(73.4)
22.9
(73.2)
22.9
(73.2)
22.9
(73.2)
22.9
(73.2)
23.1
(73.6)
Curah hujan mm (inci) 684.1
(26.933)
473.3
(18.634)
338.6
(13.331)
272.9
(10.744)
241.8
(9.52)
220.3
(8.673)
185.6
(7.307)
229.6
(9.039)
262.3
(10.327)
338.6
(13.331)
371.5
(14.626)
498.1
(19.61)
4.116,7
(162,075)
Rata-rata hari hujan (≥ 1.0 mm) 22 17 16 17 15 14 13 14 16 19 22 22 207
Rata-rata sinar matahari bulanan 109.5 108.5 135.5 162.1 188.8 188.9 192.9 171.4 147.1 147.1 142.9 125.9 1.820,6
Sumber #1: Organisasi Meteorologi Dunia[60]
Sumber #2: NOAA (sun, 1961–1990)[61]

Demografi

Istilah "(Bahasa Inggris: Kuchingite)" telah digunakan untuk menggambarkan orang-orang dari Kuching, meskipun tidak resmi.[16] Namun, cara paling sederhana untuk memanggil orang-orang dari Kuching hanya dengan memanggil "orang Kuching".

Etnis

Sensus Malaysia pada tahun 2010 melaporkan bahwa Kuching memiliki populasi 325,132. Populasi kota (Utara dan Selatan) terdiri dari Melayu (146.580), Tionghoa (120,860), Iban (28,691), Bidayuh (13.681), bukan warga Malaysia (7,216), Bumiputra lainnya (3,250), Melanau (2,078), India (1,626) dan lain-lain (1,140).[62] Etnis Tionghoa terdiri dari Hokkien di daerah kota dan Hakka di pinggiran kota.[63] Etnis Tionghoa lainnya terdiri dari Foochow (orang Fuzhou), Teochew, orang Hainan, orang Kanton, orang Henghua dan lain-lain. Sebagian besar orang Melayu dan Melanau beragama Islam, Tionghoa mempraktekkan baik Buddhisme, Taoisme atau Kristen sementara Iban dan Bidayuh mayoritasnya Kristen dengan beberapa dari mereka masih mempraktekkan Animisme. Sejumlah umat Hindu, Sikh dan sejumlah kecil sekularis juga wujud di sekitar kota.

Sebagian dari mereka yang bukan warga Malaysia berasal dari daerah-daerah Indonesia di Kalimantan karena kedekatan negara, mereka terdiri dari buruh migran.[64][65] Sejak periode Inggris, populasi kecil dari Asia Selatan terutama etnis Pakistan telah wujud di sekitar kota dengan mayoritasnya menjalankan bisnis dalam menjual pakaian dan rempah-rempah.[66] Migran lainnya termasuk juga orang-orang Bugis dari Hindia Belanda dan ras lain dari tetangga Belanda Kalimantan.[67] Pernikahan antar-ras di antara mereka dari latar belakang etnis yang berbeda bukan hal yang luar biasa di Kuching, karena kota itu sendiri adalah rumah bagi 30 kelompok etnis yang berbeda.[68][69]

Bahasa

Selain menjadi ibukota Serawak, kota Kuching menjadi pusat bisnis dan budaya bagi orang Melayu Serawak.[70] Dialek Melayu yang dituturkan di Kuching dikenal sebagai Bahasa Serawak, yang merupakan bagian dari bahasa Melayu.[71] Dialek yang digunakan di Kuching sedikit berbeda dari dialek yang digunakan di kota Miri.[71] Karena populasi terbesar kedua di kota ini terdiri dari etnis Tionghoa, bahasa Tionghoa sering digunakan, terutama Hokkien dan Mandarin.[72] Hampir semua warga bisa berbahasa Inggris.[73] Sejumlah sekolah swasta khusus yang mengajar bahasa Inggris untuk anak-anak ekspatriat juga dapat ditemukan di sekitar kota.[74]

Ekonomi

Kuching adalah salah satu pusat industri dan komersial utama untuk Serawak. Banyak bank tingkat negara, tingkat nasional dan bank komersial internasional, serta beberapa perusahaan asuransi mendirikan kantor pusat dan cabang mereka di sini. Ekonomi didominasi oleh sektor primer dan saat ini oleh industri berbasis tersier karena pemerintah negara bagian ini ingin merubah Serawak menjadi maju pada tahun 2020.[10][75][76]

Tujuan Daerah Bisnis Sentral Kuching, Estat Industri Pending, Taman Industri Demak Laut, Zona Gratis Industri Sama Jaya dan kota pinggiran Petra Jaya dibina adalah untuk meningkatkan aktivitas komersial dan industri kota untuk membuatnya menjadi pusat pertumbuhan utama di Malaysia Timur, juga untuk BIMP-EAGA (Area Pertumbuham Timur ASEAN - Brunei-Indonesia-Malaysia-Filipina).[76] Kota ini juga di mana berbagai konferensi, kongres dan pameran dagang di-host, seperti Forum Bisnis Global Malaysia,[77] Tomorrow’s Leaders Summit,[78] Kongres Dunia Asosiasi Listrik Hydro Internasional,[79] Konferensi Rute Asia dan banyak lainnya. Acara ini biasanya diadakan di Pusat Konvensi Borneo Kuching.

Secara historis, orang Tionghoa telah memberi kontribusi pada perekonomian kota sejak migrasi mereka selama periode Kesultanan Brunei setelah ditemukan bijih antimon dan juga selama pemerintahan Charles Vyner Brooke yang mendorong migrasi orang Tionghoa di luar negara untuk menanam lada hitam di Serawak.[7]

Transportasi

Darat

Jalan-jalan di kota berada di bawah yurisdiksi dan pemeliharaan baik dua dewan lokal, yaitu DBKU (Majilis Bandaraya Kuching Utara) dan MBKS (Majilis Bandaraya Kuching Selatan), atau Departemen Pekerjaan Umum negara bagian. Jalan dari kategori yang terakhir adalah baik jalan negara atau jalan federal.

Kebanyakan jalan internal yang utama adalah jalan raya kembar dan kota ini dihubungkan oleh jalan raya ke kota-kota lain di Serawak. Jalan raya ini merupakan jalan federal yang dikelola oleh Departemen Pekerjaan Umum Nasional. Kota ini juga terkenal dengan sejumlah bundaran termasuk satu bundaran yang tertua dan terbesar yang dikenal sebagai Bundaran Datuk Abang Kipali Bin Abang Akip.[80] Bundaran ini biasanya dihias dengan indah dan ia efisien untuk penanganan kemacetan lalu lintas.[80][81] Namun, lampu lalu lintas lebih umum digunakan sekarang karena pengguna lalu lintas kota terus meningkat.

Sebagai kota yang terletak dekat khatulistiwa, lubang juga seringkali terbentuk selama musim hujan, biasanya pada akhir tahun karena bertepatan dengan musim dingin di belahan bumi utara. Jalan menuju luar kota ke pedalaman mempunyai kualitas yang sedikit rendah tapi sekarang sedang ditingkatkan.[82] Rute jalan raya dari Kuching termasuk:

  • 1–15 Jalan Raya Kuching–Serian
  •   Jalan Keliling Kuching
  • Tol Kuching–Kota Samarahan
  •   Jembatan Tun Salahuddin
  • Jalan Matang

Transportasi umum

Ada dua jenis taksi yang beroperasi di kota, taksi utama adalah merah dan kuning sedangkan yang lebih besar dicat biru, yang lebih nyaman tapi mahal dikenal sebagai "taksi eksekutif".[83] Pada tahun 2014, sebuah aplikasi smartphone pemesanan taksi bernama "MyTeksi" diluncurkan dan membuat kota ini sebagai area kelima setelah Lembah Klang, Cyberjaya, Putrajaya dan Johor Bahru yang memiliki aplikasi ini.[84] Terminal bus utama adalah Kuching Sentral, yang baru saja diluncurkan pada tahun 2012.[85] Terletak di selatan kota, sekitar 5 menit dari Bandara Internasional Kuching dan 20 menit dari pusat kota.[86] Terminal ini menyajikan tujuan jarak jauh ke Brunei, Sabah dan Kalimantan Barat di Indonesia.[87] Terminal bus lain adalah Terminal Bus Lama Kuching, masih beroperasi karena beberapa pengusaha bus yang seharusnya menggunakan terminal baru tidak mau menggunakan fasilitas itu karena ada beberapa perselisihan yang sedang berlangsung.[88] Minibus atau layanan van juga tersedia di kota.

Udara

Bandara Internasional Kuching (KIA) (Kode ICAO: WBGG) adalah pintu gerbang utama bagi penumpang udara. Sejarah bandara ini kembali ke tahun 1940-an dan saat ini bandara tersebut telah mengalami banyak pembangunan besar.[89] Sejak tahun 2009, bandara ini telah berkembang dengan pesat dengan peningkatan jumlah penumpang dan pergerakan pesawat. Ini adalah hub sekunder untuk Malaysia Airlines[90] dan AirAsia[91] sementara menjadi hub ketiga untuk MASwings,[92] yang melayani penerbangan ke kota-kota kecil dan daerah pedesaan di Malaysia Timur.

Sungai dan Laut

Kuching, seperti kebanyakan kota di Serawak, memiliki koneksi ke pusat-pusat perkotaan lainnya dan pemukiman dengan transportasi air. Antara tepi Sungai Serawak, dekat pusat kota, banyak 'tambang' (sampan beratap kayu tradisional) dapat dilihat membawa penumpang dari satu sungai ke sungai yang lain.[37][93] Bagi mereka yang tinggal di sepanjang tepi sungai, ia adalah cara singkat untuk sampai ke kota. Kapal ekspres turut melayani transportasi ke kota lain seperti Sibu dan Bintulu, pelabuhannya terletak di sebelah timur kota yaitu Pelabuhan Sim Kheng Hong (sebelumnya dikenal sebagai Pelabuhan Tanah Puteh) di Pending.[94][95]

Pranala luar

Referensi

  1. ^ a b "Briefing By The Mayor of Kuching North". Kuching North City Hall. Economic Planning Unit (Prime Minister's Department Malaysia). Diakses tanggal 19 Desember 2013. 
  2. ^ "Kuching, Malaysia - Weather History and Climate Data". World Climate. Diarsipkan dari versi asli tanggal 1 Desember 2014. Diakses tanggal 28 Maret 2015. 
  3. ^ Ringkasan statistik penting bagi daerah oleh Departemen Statistik, Malaysia, 2010, hlm. 1 dan 8
  4. ^ a b Kit, Lee Yu (20 Januari 2007). "Scaling Santubong". The Star (Malaysia). Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 Maret 2015. Diakses tanggal 28 Maret 2015. 
  5. ^ a b c "City of Kuching Ordinance" (PDF). Sarawak State Attorney-General's Chambers. 1988. hlm. 3 (Chapter 48). 
  6. ^ a b "Population Distribution by Local Authority Areas and Mukims, 2010 (halaman 1 & 8)" (PDF). Department of Statistics, Malaysia. Diakses tanggal 19 Juli 2013. 
  7. ^ a b c d e Trudy Ring; Robert M. Salkin; Sharon La Boda (Januari 1996). International Dictionary of Historic Places: Asia and Oceania. Taylor & Francis. hlm. 497–498. ISBN 978-1-884964-04-6. 
  8. ^ a b Britt Bunyard (6 Maret 2000). Walking to Singapore. iUniverse. hlm. 223–. ISBN 978-0-595-00086-9. 
  9. ^ Raymond Frederick Watters; T. G. McGee (1997). Asia-Pacific: New Geographies of the Pacific Rim. Hurst & Company. hlm. 311–. ISBN 978-1-85065-321-9. 
  10. ^ a b c Oxford Business Group (2008). The Report: Sarawak 2008. Oxford Business Group. hlm. 30, 56, 69 & 136. ISBN 978-1-902339-95-5. 
  11. ^ a b c Pat Foh Chang (1999). Legends and History of Sarawak. Chang Pat Foh. ISBN 978-983-9475-06-7. Diakses tanggal 13 Juli 2012. 
  12. ^ a b c d e Faisal S. Hazis; Mohd. Faisal Syam Abdol Hazis (2012). Domination and Contestation: Muslim Bumiputera Politics in Sarawak. Institute of Southeast Asian Studies. hlm. 5–25–26–29. ISBN 978-981-4311-58-8. Diakses tanggal 18 Juli 2013. 
  13. ^ Borneo. Ediz. Inglese. Lonely Planet. 2008. hlm. 162–. ISBN 978-1-74059-105-8. Diakses tanggal 18 Juli 2013. 
  14. ^ a b c d e Trudy Ring; Noelle Watson; Paul Schellinger (12 November 2012). Asia and Oceania: International Dictionary of Historic Places. Routledge. hlm. 866–. ISBN 978-1-136-63979-1. Diakses tanggal 18 Juli 2013. 
  15. ^ Margaret Brooke (Januari 2010). My Life in Sarawak. General Books LLC. ISBN 978-1-152-19241-6. Diakses tanggal 18 Juli 2013. 
  16. ^ a b Charles De Ledesma; Mark Lewis; Pauline Savage (2003). Malaysia, Singapore and Brunei. Rough Guides. hlm. 414–. ISBN 978-1-84353-094-7. Diakses tanggal 18 Juli 2013. 
  17. ^ Brian Row McNamee (4 November 2009). With Pythons and Head-Hunters in Borneo: The Quest for Mount Tiban. Xlibris Corporation. hlm. 38–. ISBN 978-1-4500-0279-0. Diakses tanggal 18 Juli 2013. 
  18. ^ Steven Runciman (3 Februari 2011). The White Rajah: A History of Sarawak from 1841 to 1946. Cambridge University Press. hlm. 248–. ISBN 978-0-521-12899-5. Diakses tanggal 18 Juli 2013. 
  19. ^ a b Patricia Pui Huen Lim; Diana Wong (2000). War and Memory in Malaysia and Singapore. Institute of Southeast Asian Studies. hlm. 125–127. ISBN 978-981-230-037-9. Diakses tanggal 18 Juli 2013. 
  20. ^ "HMAS Kapunda". Angkatan Laut Australia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 Juni 2014. Diakses tanggal 4 Juni 2014. 
  21. ^ a b Keat Gin Ooi (1 Januari 2004). Southeast Asia: A Historical Encyclopedia, from Angkor Wat to Timor. R-Z. volume three. ABC-CLIO. hlm. 1177–. ISBN 978-1-57607-770-2. Diakses tanggal 18 Juli 2013. 
  22. ^ Jackson (9 Maret 2006). British Empire and 2ND Ww (E). Continuum. hlm. 445–. ISBN 978-0-8264-4049-5. Diakses tanggal 18 Juli 2013. 
  23. ^ Keat Gin Ooi (1998). Japanese Empire in the Tropics: Selected Documents and Reports of the Japanese Period in Sarawak, Northwest Borneo, 1941 - 1945. Ohio Univ. Center for Internat. Studies. hlm. 6–11. ISBN 978-0-89680-199-8. 
  24. ^ Yvonne Byron (1995). In Place of the Forest; Environmental and Socio-Economic Transformation in Borneo and the Eastern Malay Peninsula. United Nations University Press. hlm. 215–. ISBN 978-92-808-0893-3. 
  25. ^ James Stuart Olson; Robert Shadle (1996). Historical Dictionary of the British Empire: A-J. Greenwood Publishing Group. hlm. 200–. ISBN 978-0-313-29366-5. Diakses tanggal 18 Juli 2013. 
  26. ^ Gerard A. Postiglione; Jason Tan (2007). Going to School in East Asia. Greenwood Publishing Group. hlm. 210–. ISBN 978-0-313-33633-1. Diakses tanggal 18 Juli 2013. 
  27. ^ Pat Foh Chang (1999). Legends and history of Sarawak. Chang Pat Foh. ISBN 978-983-9475-07-4. Diakses tanggal 18 Juli 2013. 
  28. ^ Boon Kheng Cheah (2002). Malaysia: The Making of a Nation. Institute of Southeast Asian Studies. hlm. 93–. ISBN 978-981-230-175-8. Diakses tanggal 18 Juli 2013. 
  29. ^ a b "History". Council of the City of Kuching South. 14 Mei 2014. Diakses tanggal 16 Mei 2014. 
  30. ^ Kuching: towards a new horizon. Kuching Municipal Council. 1988. Diakses tanggal 18 Juli 2013. 
  31. ^ a b c d e "Origin of Name - Kuching". Asia Tourism Alliance. Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 Februari 2015. Diakses tanggal 4 Februari 2015. 
  32. ^ Rowthorn C, Cohen M, Williams C. (2008). In Borneo. Ediz. Inglese. Lonely Planet. hlm. 162. Carian Google Book. Retrieved 4 Februari 2015.
  33. ^ Paulo Alcazaren (17 September 2011). "Truly cool Kuching". The Philippine Star. Diarsipkan dari versi asli tanggal 6 Juni 2014. Diakses tanggal 6 Juni 2014. 
  34. ^ Sarawak Museum (1993). A brief history of Kuching. Sarawak Museum. 
  35. ^ Francis Chan, The Borneo Post, 1 September 2013
  36. ^ "List of Parliamentary Elections Parts and State Legislative Assemblies On Every States". Ministry of Information Malaysia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 Mei 2014. Diakses tanggal 19 Mei 2014. 
  37. ^ a b Tamara Thiessen (2012). Borneo: Sabah - Brunei - Sarawak. Bradt Travel Guides. hlm. 244–246–266. ISBN 978-1-84162-390-0. Diakses tanggal 20 Juli 2013. 
  38. ^ Geryl Ogilvy Ruekeith (2 Agustus 2011). "Ex-cop sworn in as Sixth North Kuching Datuk Bandar". The Borneo Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 Mei 2014. Diakses tanggal 19 Mei 2014. 
  39. ^ Jack Wong (29 Mei 2008). "Chan appointed mayor of Kuching". The Star. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 Mei 2014. Diakses tanggal 19 Mei 2014. 
  40. ^ "Sarawak : Population By Administrative District 2000 & 2010" (PDF). Sarawak Fact and Figures by State Planning Unit, Chief Minister's Department. Sarawak State Government. 2012. hlm. 11/16. Diakses tanggal 6 Juni 2014. 
  41. ^ "Various Studies Aiming To Develop A Better Kuching (Greater Kuching Urban and Regional Study)". Shankland Cox Ltd. Sarawak State Government. Diakses tanggal 6 Juni 2014. 
  42. ^ "Australian Consulate in Kuching, Sarawak, Malaysia". Department of Foreign Affairs and Trade, Australia. Diakses tanggal 3 Juni 2014. 
  43. ^ "Consulate General of Brunei Darussalam in Kuching, Sarawak Malaysia". Ministry of Foreign Affairs and Trade, Brunei. Diakses tanggal 3 Juni 2014. 
  44. ^ "Chinese Consulate-General in Kuching (Malaysia)". Ministry of Foreign Affairs, China. Diakses tanggal 3 Juni 2014. 
  45. ^ "Danish Consulates". Ministry of Foreign Affairs, Denmark. Diakses tanggal 3 Juni 2014. 
  46. ^ "Consulate". Embassy of France in Kuala Lumpur. Diakses tanggal 3 Juni 2014. 
  47. ^ "Consulate General of the Republic of Indonesia, Kuching". Consulate General of Indonesia, Kuching, Sarawak, Malaysia. Diakses tanggal 4 Juni 2014. 
  48. ^ "Honorary Consulates in Malaysia" (PDF). European External Action Service. Diakses tanggal 2 Juni 2013. 
  49. ^ "Supporting British nationals in Malaysia". Government of the United Kingdom. Diakses tanggal 4 Juni 2014. Working with local partners and honorary representatives in Penang, Langkawi, Kota Kinabalu and Kuching to assist British nationals 
  50. ^ InKunming (4 Juni 2014). "Kunming and Kuching build sister city relations". en.kunming.cn. Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 Juni 2014. Diakses tanggal 9 Agustus 2012. 
  51. ^ Matthew Hoekstra (26 April 2012). "Richmond to become 16th sister of Xiamen". Richmond Review. Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 Juni 2014. Diakses tanggal 4 Juni 2014. Richmond will be Xiamen's first Canadian sister city and fourth in North America, where Xiamen's other friends are Baltimore, Md., Sarasota, Fla. and Guadalajara, Mexico. Its other sister cities are Cardiff, Wales; Sasebo, Japan; Cebu, Philippines; Wellington, New Zealand; Penang, Malaysia; Marathon, Greece; Sunshine Coast, Australia; Kaunas, Lithuania; Zoetermeer, Netherlands; Kuching, Malaysia; Surabaya, Indonesia; and Mokpo, South Korea. 
  52. ^ "Cities abroad keen to forge ties with Kuching". New Straits Times. 2 Agustus 2012. Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 Juni 2014. Diakses tanggal 4 Juni 2014. 
  53. ^ a b c "Kuching bags one of only two coveted 'Tourist City Award' in Asia". The Star. Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 Juni 2014. Diakses tanggal 27 Agustus 2011. 
  54. ^ Eve Sonary Heng (30 Agustus 2012). "MBKS establishes relationship with Korean city". The Borneo Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 Juni 2014. Diakses tanggal 4 Juni 2014. 
  55. ^ Alastair Morrison (1 Januari 1993). Fair Land Sarawak: Some Recollections of an Expatriate Official. SEAP Publications. hlm. 93–. ISBN 978-0-87727-712-5. Diakses tanggal 19 Juli 2013. 
  56. ^ a b Thomas Cook. "Venture into Borneo" (PDF). Thomas Cook Tours. Diakses tanggal 10 November 2013. Borneo has a typically equatorial climate, with temperatures fairly constant throughout the year. (hlm. 17) 
  57. ^ "Kuching, Malaysia Weather History and Climate Data". WorldClimate. Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 Juni 2014. Diakses tanggal 28 Juni 2008. 
  58. ^ "General Climate of Malaysia (Sunshine and Solar Radiation)". Kementerian Sains, Teknologi dan Inovasi (Malaysia). Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 Juni 2014. Diakses tanggal 4 Juni 2014. 
  59. ^ Doreena Dominick, Mohd Talib Latif, Hafizan Juahir, Ahmad Zaharin Aris and Sharifuddin M. Zain. "An assessment of influence of meteorological factors on PM10 and NO2 at selected stations in Malaysia" (PDF). Department of Environmental Sciences (Universiti Putra Malaysia), Centre of Excellence for Environmental Forensics (Universiti Putra Malaysia), School of Environmental and Natural Resource Sciences (Universiti Kebangsaan Malaysia) and Department of Chemistry (Universiti Malaya). Diakses tanggal 10 November 2013. 
  60. ^ "World Weather Information Service — Kuching". World Meteorological Organisation. Diakses tanggal 7 Mei 2014. 
  61. ^ "Kuching Climate Normals 1961–1990". National Oceanic and Atmospheric Administration. Diakses tanggal 7 Mei 2014. 
  62. ^ "Population Distribution by Local Authority Areas and Mukims, 2010" (PDF). Statistics Department, Malaysia. Desember 2011. Diakses tanggal 19 Juli 2013. 
  63. ^ Southeast Asian Exports Since the 14th Century: Cloves, Pepper, Coffee, and Sugar. Institute of Southeast Asian. 1 Januari 1998. hlm. 68–. ISBN 978-981-3055-67-4. Diakses tanggal 19 Juli 2013. 
  64. ^ Tim Huxley (13 September 2013). Disintegrating Indonesia?: Implications for Regional Security. Routledge. hlm. 79–. ISBN 978-1-136-04928-6. 
  65. ^ "Keeping tabs on illegal immigrants". New Straits Times. 22 Agustus 1986. hlm. 6. Diakses tanggal 5 Juni 2014. 
  66. ^ Judith M. Heimann (1998). The Most Offending Soul Alive: Tom Harrisson and His Remarkable Life. University of Hawaii Press. hlm. 270–. ISBN 978-0-8248-2199-9. 
  67. ^ Alex Ling. Golden Dreams of Borneo. Xlibris Corporation. hlm. 63–. ISBN 978-1-4797-9170-5. 
  68. ^ Damian Harper (2007). Malaysia, Singapore & Brunei. Ediz. Inglese. Lonely Planet. hlm. 339–. ISBN 978-1-74059-708-1. Diakses tanggal 19 Juli 2013. 
  69. ^ Justin Calderon (14 April 2013). "Tourism through the eyes of Sarawak's 'big village'". Investvine. Diakses tanggal 20 Juli 2013. 
  70. ^ Idris Aman and Rosniah Mustaffa (2009). "Social Variation Of Malay Language In Kuching, Sarawak, Malaysia: A Study On Accent, Identity And Integration" (PDF). GEMA Online Journal of Language Studies. Faculty of Social Sciences and Humanities (National University of Malaysia). 9 (1): 66. ISSN 1675-8021. 
  71. ^ a b Paitoon M. Chaiyanara, Sanggam Siahaan, Hilman Pardede, Selviana Napitupulu, Basar Lolo Siahaan, Siska Anggita Situmeang. SIJLL (Singapore International Journal of Language and Literature). LLC Publishing. hlm. 149–. ISSN 2251-2829. Diakses tanggal 20 July 2013. 
  72. ^ Richard L. Schwenk (1973). The Potential for Rural Development in the New Seventh Division of Sarawak: A Preliminary Background Report. Institute of Southeast Asian. hlm. 18–. GGKEY:NGE9XLE3DRH. Diakses tanggal 20 Juli 2013. 
  73. ^ Nelson Alcantara (7 Februari 2014). "Kuching is as easy as ABC". eTurbo News. Diakses tanggal 7 Juni 2014. 
  74. ^ Heidi Munan (15 Oktober 2009). CultureShock! Borneo: A Survival Guide to Customs and Etiquette. Marshall Cavendish International Asia Pte Ltd. hlm. 113–. ISBN 978-981-4484-49-7. 
  75. ^ "Sarawak's Development Plans (Sectoral Shift, 1980 - 2010 ..from Primary to Secondary and Tertiary Sectors)" (PDF). State Planning Unit (Chief Minister's Department). United Nations Development Programme. 2 Agustus 2012. hlm. 4. Diakses tanggal 7 Juni 2014. 
  76. ^ a b "Sarawak State Planning Unit leads the way towards 2020 economic ambitions". Investvine. 19 Desember 2011. Diakses tanggal 7 Juni 2014. 
  77. ^ "Delegate prospectus". Malaysia Global Business Forum. Diarsipkan dari versi asli tanggal 14 Maret 2012. Diakses tanggal 28 Januari 2015. 
  78. ^ "Starbucks Coffee the official beverage at youth summit". The Borneo Post. Malaysia. 14 Maret 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 11 Februari 2015. Diakses tanggal 28 January 2015. 
  79. ^ "Press release: INTERNATIONAL HYDRO POWER ASSOCIATION TO BRING WORLD CONGRESS TO SARAWAK, BORNEO IN 2013". Bernama. Malaysia. 14 Juli 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 14 Juli 2014. Diakses tanggal 28 Januari 2015. 
  80. ^ a b Jonathan Chia (25 Juli 2013). "New landscaping for oldest roundabout". The Borneo Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 8 Juni 2014. Diakses tanggal 8 Juni 2014. 
  81. ^ Lawrence Tseu (2006). "URBAN TRANSPORT GROWTH: THE CHALLENGES AHEAD – THE NEW REALISM AND INSTITUTIONAL CHANGES" (PDF). State Planning Unit, Chief Minister’s Office, Sarawak (Fourth Sabah-Sarawak Environmental Convention). Sabah State Government. hlm. 11/23. Diakses tanggal 8 Juni 2014. 
  82. ^ Martin Carvalho, Yuen Meiking dan Rahimy Rahim (25 October 2012). "Pan Borneo Highway to be upgraded". The Star. Diarsipkan dari versi asli tanggal 8 Juni 2014. Diakses tanggal 8 Juni 2014. 
  83. ^ Lonely Planet; Daniel Robinson; Adam Karlin (1 Mei 2013). Lonely Planet Borneo. Lonely Planet. hlm. 276–. ISBN 978-1-74321-651-4. 
  84. ^ Jacky (17 Maret 2014). "Taxi booking app MyTeksi launches in Kuching, one of the most improbable Malaysian city". Vulcan Post. Yahoo! News. Diarsipkan dari versi asli tanggal 8 Juni 2014. Diakses tanggal 8 Juni 2014. 
  85. ^ Sharon Kong (12 Februari 2014). "Kuching Sentral system boosts bus companies' sales and revenues". The Borneo Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 8 Juni 2014. Diakses tanggal 8 Juni 2014. 
  86. ^ "Kuching Bus Terminal". Express Bus Malaysia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 8 Juni 2014. Diakses tanggal 8 Juni 2014. 
  87. ^ "Kuching Sentral". e-tawau. 24 Maret 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 8 Juni 2014. Diakses tanggal 8 Juni 2014. 
  88. ^ John Teo (9 Maret 2012). "Stand-off over Kuching Sentral". New Straits Times. AsiaOne. Diarsipkan dari versi asli tanggal 8 Juni 2014. Diakses tanggal 8 Juni 2014. 
  89. ^ "About Kuching International Airport". Malaysia Airports Holdings Berhad. Diakses tanggal 28 Januari 2015. 
  90. ^ "Malaysia Airlines". Hahn Air. Diakses tanggal 28 Januari 2015. 
  91. ^ "The Air Asia Family". Air Asia. Diakses tanggal 28 Januari 2015. 
  92. ^ "MASWings". MASWings. Diakses tanggal 28 Januari 2015. 
  93. ^ Outlook Publishing (September 2008). Outlook Traveller. Outlook Publishing. hlm. 69–. 
  94. ^ Sarawak. Jabatan Kerja Raya (1974). Annual Report. 
  95. ^ "Tanah Puteh". The Straits Times. National Library Board. 7 Juni 1961. hlm. 8. Diakses tanggal 9 Juni 2014. 

Catatan kaki

  1. ^ Mata Kucing adalah kerabat dekat bagi Longan (Euphoria longana).
  2. ^ Mata Kucing mirip dengan buah Longan.
  3. ^ Tidak perlu dikelirukan dengan Munisipaliti Padawan.