Musik Tegalan adalah musik khas daerah Jawa Tengah, yang berpusat di Kota Tegal sebagai pionir munculnya jenis musik ini. Jenis musik ini diciptakan pada akhir era 70an sebagai promosi pariwisata yang sedang digalakkan oleh pemerintah daerah setempat. Pencetusnya adalah Lanang Setiawan, Nurngudiono, Dhimas Riyanto, Najeeb Balapulang, dan Tri Widarti sebagai pelantun lagu-lagu tegalan generasi pertama.

Awal Mula

Jenis musik yang satu ini dulunya dianggap musik bajakan oleh pendengarnya, terutama saat musik tegalan dipopulerkan oleh Najeeb Balapulang dengan single andalannya yang berjudul Man Droup Tukang Becak. Sebenarnya lagu Man Droup Tukang Becak ini adalah versi bajakan dari Lagu India yang populer di era 70an, padahal lagu ini menjadi tonggak sejarah awal musik tegalan. Salah satu biangnya adalah Najeeb Bahresy, ia adalah penyanyi orkes melayu yang sudah lama malang melintang di dunia musik. Kebetulan Kota Tegal sedang merumuskan "Gerakan Tegal Pertiwi" sebagai ajang untuk memperoleh pendapatan daerah lewat pariwisata. Maka dari itu, untuk memuluskan niat baik pemerintah, Najeeb Bahresy lantas mengadakan sesi rekaman di salah satu studio musik di Jakarta. Dalam pembuatannya mereka menyewa studio rekaman yang biasa dipakai untuk mengisi suara iklan radio dengan biaya sewa yang murah. Tak disangka prosesnya berjalan lancar dan lagu "Man Droup Tukang Becak" siap dirilis dan diputar di stasiun radio yang satu-satunya di Tegal yakni Radio Raka 1440 AM. Lewat perusahaan MGM Record Jakarta, album "Teh Poci I" beredar luas di toko-toko kaset. Dan hasil penjualannya cukup fantastis, lagu-lagu yang terdapat dalam album tersebut menjadi trand mark.

Perkembangan

Musik Tegalan mulai populer pasca melejitnya Najeeb Balapulang sebagai penyanyi musik tegalan pertama dalam sejarah. Selanjutnya tak hanya Najeeb yang sering menyanyikan lagu tegalan, tetapi rekannya yang bernama Tri Widarti turut serta bernyanyi lewat lagu Ketemu Maning yang direkam pada tahun 1978. Lalu disusul dengan lagu Man Pian Bakul Bakso, Jaran Lumping, Ketagihan, Teh Poci Gula Batu, Ayu Ayu Bisu, Kembang Pitutur, Alun Alun Tegal, dan lain-lain.

Kemunduran

Musik Tegalan sempat mengalami kemunduran di era pertengahan 90an, dikarenakan krisis ekonomi dan mahalnya biaya sewa studio rekaman. Ironisnya, selera orang pada masa itu berpindah ke jenis musik lainnya. Misalnya rock, pop dan alternative yang mulai digandrungi kawula muda di seantero tegal. Walaupun pada masa itu sekitar tahun 1995 ada penyanyi musik tegalan yang bernama Soni Mukson, rupanya kehadiran musisi muda yang satu ini belum bisa mengangkat derajat musik tegalan yang sedang terpuruk. Lewat kedua singlenya yang berjudul Ana Crita Ana Kanda dan Nyong Cinta Padamu ciptaan Dhimas Riyanto, ternyata belum memaksimalkan perfoma musik yang satu ini ke orbit yang semestinya. Apalagi krisis moneter yang terjadi di Indonesia membuat beberapa orang seniman di tanah air harus merasakan imbasnya termasuk Musik Tegalan.

Kebangkitan

Akhir era 90an menjadi keadaan yang menguntungkan bagi Musik Tegalan, pasalnya seusai krisis ekonomi yang melanda Indonesia' para seniman kembali beraksi dengan berbagai macam gebrakan ampuh. Seorang dalang wayang kulit dari desa Bengle, Talang, Tegal, Ki Enthus Susmono dengan berani menciptakan album bergenre Campursari dengan lirik Bahasa Tegal yang berjudul "Topeng Monyet". Bersama grup musiknya, Sanggar Satria Laras ia membuat perubahan dan gebrakan unik dalam percaturan musik tegalan. Apalagi musik tegalan yang Ki Enthus Susmono sajikan berbeda dengan musik tegalan di era sebelumnya, dia memadukan musik reggae, rock, dangdut dan jaipongan dalam satu lagu. Hal semacam itu dimanfaatkan dengan baik sehingga Industri musik tegalan kembali bangkit dan berjalan hingga kini.

Kemajuan

Tidak sampai disini saja, musik tegalan kerap menghadirkan lagu-lagu baru yang terkesan lebih lucu, lebih segar dan lebih merakyat. Di awal era 2000an saja ada beberapa penyanyi musik tegalan yang terbilang baru, kebanyakan mereka masih ada yang duduk di bangku sekolah atau menganggur sama sekali. Misalnya saja Amarrudin, seorang penganggur dari pedalaman Kabupaten Tegal ini berhasil sukses lewa lagu Poma Rong Poma yang ia bawakan pada tahu 2001. Selanjutnya ada lagu-lagu yang genre musiknya dipengaruhi musik disco yang sempat menjadi hits di awal era 2000-an di antaranya Kondangan Wurung, Aja Onggrongan, Gadis Slawi, Rika Tega Nyong Tega dan Man Droup Tukang Becak versi disco remix.

Disamping itu muncul penyanyi-penyanyi Musik tegalan generasi baru, seperti Santi Sartika dari Brebes, Agus Jambrong dari Kota Tegal, Mega Novia Arifiani dari Tembok Kidul, Adiwerna, Tegal, Teguh Herdys dari Tarub, Tegal, Fetty Kombor dari Dampyak, Kramat, Tegal, Yani Asmara dari Slawi, Tegal, Windo Sapatuli dari Slawi dan Mantan Bupati Tegal, H. Agus Riyanto dari Margasari.

Dan musik tegalan saat ini bisa didownload di internet dan menjadi musik yang perlu dilestarikan. Terlebih lagi ada kabar menghebohkan tentang lagu ciptaan Imam Joend yang berjudul Man Warso. Lagu tersebut di upload oleh seseorang yang jahil telah mencuri lagunya, anehnya lagu ini telah terdownload sebanyak 3,262 kali.

Disusul dengan lagu lainnya seperti Tegal Banyumas sebanyak 1,983 kali, kemudian Cinta Tiba Tangi sebanyak 1,225 dan 2 Q Yem dengan jumlah download sebanyak 1,173 kali. Ini merupakan rekor yang belum pernah diraih dalam sejarah penyedia layanan simpan unduh.

Lagu-lagu yang pernah muncul

Dibawah ini ada beberapa lagu yang sempat muncul di awal kehadiran musik tegalan, berikut ini adalah lagu-lagu yang diurutkan berdasarkan era kemunculannya.

Lagu Tegalan Klasik

  • "Man Draup Tukang Becak" oleh Najeeb Balapulang ( 1978 )
  • "Teh Poci Gula Batu" oleh Najeeb Balapulang ( 1978 )
  • "Ngelindur" oleh Najeeb Balapulang ( 1979 )
  • "Tukang Patri" oleh Tri Widarti ( 1979 )
  • "Jaran Lumping" oleh Najeeb Balapulang ( 1979 )
  • "Kembang Pitutur" oleh Tri Widarti ( 1980 )
  • "Ayu-ayu Bisu" oleh Najeeb Balapulang ( 1980 )
  • "Tahu Pletok" oleh Najeeb Balapulang ( 1980 )
  • "Ayun-ayun Badan" oleh NN ( 1975 )
  • "Menjangan Renggeh" oleh NN ( 1975 )
  • "Menek Pucang" oleh Najeeb Balapulang ( 1990 )
  • "Martabak Lebaksiu" oleh Tri Widarti ( 1990 )
  • "Rujak Teplak" oleh Tri Widarti ( 1990 )
  • "Nyong Cinta Padamu" oleh Sony Mukson ( 1995 )
  • "Ana Crita Ana Kanda" oleh Sony Mukson ( 1995 )
  • "Jakarta" oleh Lanang Setiawan ( 1995 )
  • "Teh Poci Gula Batu versi Reggae" oleh Santi Sartika ( 1996 )
  • "Topeng Monyet" oleh Ki Enthus Susmono ( 1999 )

Lagu Tegalan Modern

  • "Kondangan Wurung" (2001)
  • "Aja Onggrongan" (2001)
  • "Ora Tak Sangka" oleh Iman Joend (2001)
  • "Poma Rong Poma" oleh Amarrudin (2002)
  • "Brebes Tegal Slawi" oleh Amarrudin (2002)
  • "Ngodor Dewek" oleh Windo Sapatuli (2003)
  • "Sendehan Lawang" oleh Santi Sartika & Amarrudin (2003)
  • "Man Warso" oleh Imam Joend (2004)
  • "Ponggol Setan" (2003)
  • "Udang Di Balik Batu" (2003)
  • "Entit Blirit" (2003)
  • "Tragedi Jatilawang" oleh Lanang Setiawan (2007)
  • "Jaman Bocah" oleh Bram Moersas (2006)
  • "Nyambung Tung-tung" oleh Najeeb Balapulang (2009)
  • "Ngapusi" oleh Yani Asmara (2012)
  • "Cinta Tiba Tangi" oleh Imam Joend/Agus Riyanto (2009)
  • "Sate Tegal" oleh Windo Sapatuli (2002)
  • "Aja Mriyang" oleh Agus Riyanto (2011)
  • "Gunung Tanjung" oleh Mega Novia Arifiani (2011)
  • "Tega" oleh Mega Novia Arifiani (2011)
  • "Rika Tega Nyong Tega"
  • "Bharagas" oleh Nelson Purba (2012)
  • "Wulan Bunder" Fetty Kombor & Imam Joend (2009)
  • "Duwe-duwe ora Duwe" oleh Rojikin AH (2009)
  • "Pati Geni" oleh Rojikin AH (2012)
  • "Udud Dulu" oleh Ki Enthus Susmono & Sanggar Satria Laras (2010)

Perhatian Pemerintah

Sebagai musik asli Tegal, Pemerintah mewajibkan semua stasiun radio di seluruh penjuru Karesidenan Pekalongan memutar lagu-lagu tegalan untuk mendukung kemajuan yang sedang dialami saat ini. Meskipun musik yang satu ini masih kalah dengan musik Tarling, yang menjadi rujukan adalah kesadaran masyarakat yang mulai ada ketika mereka sudah seharusnya mencintai budaya & kesenian mereka sendiri.