Biopori
Lubang resapan biopori adalah metode resapan air yang ditujukan untuk mengatasi genangan air dengan cara meningkatkan daya resap air pada tanah. Metode ini dicetuskan oleh Dr. Kamir R Brata,[1] salah satu peneliti dari Institut Pertanian Bogor.
Peningkatan daya resap air pada tanah dilakukan dengan membuat lubang pada tanah dan menimbunnya dengan sampah organik untuk menghasilkan kompos. Sampah organik yang ditimbunkan pada lubang ini kemudian dapat menghidupi fauna tanah, yang seterusnya mampu menciptakan pori-pori di dalam tanah. Teknologi sederhana ini kemudian disebut dengan nama biopori.
Selain IPB yang menjadi inventor biopori, berbagai kampus lain kini telah memulai membuat biopori untuk penghijauan.[2][3] Sejumlah BUMN, perusahaan swasta, stasiun televisi, biro surat kabar, hingga individu telah membuat biopori sebagai tema utama Hari Bumi 2014.[4]
Manfaat
Biopori memiliki segudang manfaat secara ekologi dan lingkungan, yaitu memperluas bidang penyerapan air, sebagai penanganan limbah organik, dan meningkatkan kesehatan tanah. Selain itu, biopori juga bermanfaat secara arsitektur lanskap karena telah digunakan sebagai pelengkap pertamanan di berbagai rumah mewah dan rumah minimalis yang menerapkan konsep rumah hijau.[5][6] Biopori kini menjadi pelengkap penerapan kebijakan luas minimum ruang terbuka hijau di perkotaan bersamaan dengan pertanian urban.[7] Bahkan pemerintah Kota Sukabumi sangat menganjurkan ruang terbuka hijau memiliki biopori.[8]
Penyerapan air
Biopori mampu meningkatkan daya penyerapan tanah terhadap air[9] sehingga risiko terjadinya penggenangan air (waterlogging) semakin kecil. Air yang tersimpan ini dapat menjaga kelembaban tanah bahkan di musim kemarau.[10] Keunggulan ini dipercaya bermanfaat sebagai pencegah banjir. Dinding lubang biopori akan membentuk lubang-lubang kecil (pori-pori) yang mampu menyerap air. Sehingga dengan lubang berdiameter 10 cm dan kedalaman 100 cm, dengan perhitungan geometri tabung sederhana akan didapatkan bahwa lubang akan memiliki luas bidang penyerapan sebesar 3,220.13 cm2. Tanpa biopori, area tanah berdiameter 10 cm hanya memiliki luas bidang penyerapan 78 cm persegi.[11] Biopori telah dibuat di berbagai tempat di Jakarta dengan tujuan untuk mengurangi risiko terjadinya genangan air.[12] Selain di Jakarta, biopori juga dibuat di daerah yang tidak memiliki risiko banjir. Biopori tersebut bermanfaat untuk menjaga keberadaan air tanah dan kelestarian mata air.[13][14] Biopori menjadi alternatif penyerapan air hujan di kawasan yang memiliki lahan terbuka yang sempit.[15] Di Punak, Bogor, biopori dibangun untuk mengembalikan fungsi penyerapan air di kawasan tersebut sehingga kondisi hulu sungai Ciliwung menjadi lebih sehat. Sejak dijadikan sebagai perkebunan teh, kawasan villa, dan kawasan wisata, Puncak mengalami penurunan kemampuan penyerapan air hujan sehingga risiko erosi dan peluapan air sungai di musim hujan menjadi lebih besar.<rf>"Perbaiki' Hulu Ciliwung, Pemkab Bogor Buat 10 Ribu Biopori di Puncak". Detik. 14 Oktober 2014.</ref>
Namun menurut penelitian oleh LIPI, biopori tidak mampu mencegah banjir, namun efektif dalam menangani genangan air. Dengan dimensi pori-pori yang kecil, maka laju penyerapan air dikatakan relatif lebih lambat dibandingkan dengan debit aliran air ketika terjadi banjir bandang.[16] Inventor biopori, Kamir R Brata sendiri pun mengingatkan bahwa fungsi biopori bukan hanya sebagai penyerap air karena hujan dan genangan air tidak terjadi sepanjang tahun, namun sampah organik dapat menumpuk setiap saat dan itulah yang seharusnya menjadi fokus dari biopori.[17] Efektifitas dalam mengatasi genangan air tersebut diyakini juga dapat menangani jentik nyamuk pembawa penyakit.[18]
Penanganan limbah organik
Biopori juga dapat mengubah sampah organik menjadi kompos. Pengomposan sampah organik mengurangi aktivitas pembakaran sampah yang dapat meningkatkan kandungan gas rumah kaca di atmosfer. Setelah proses pengmposan selesai, kompos ini dapat diambil dari biopori untuk diaplikasikan ke tanaman. Kemudian biopori dapat diisi dengan sampah organik lainnya.[11][9] Sampah organik yang dapat dikomposkan di dalam biopori diantaranya sampah taman dan kebun (dedaunan dan ranting pohon), sampah dapur (sisa sayuran dan tulang hewan), dan sampah produk dari pulp (kardus dan kertas).[19] Sama seperti proses pengomposan secara umum, rasio C/N menentukan kualitas kompos yang akan didapatkan, sehingga penambahan limbah yang mengandung unsur N tinggi seperti limbah hewani perlu dicermati. Terlalu banyak limbah hewani akan menyebabkan kompos menjadi berbau pada tahap awal pengomposan.[19]
Kesehatan tanah
Biopori juga dapat meningkatkan aktivitas organisme dan mikroorganisme tanah sehingga meningkatkan kesehatan tanah dan perakaran tumbuhan sekitar. Organisme dan mikrorganisme tanah memiliki peran penting dalam ekologi diantaranya sebagai detritivora dan pengikat nitrogen dari atmosfer. Pengikatan nitrogen mampu meningkatkan kadar nitrogen tanah sehingga penggunaan pupuk anorganik urea akan berkurang.[11][20][21]
Halaman rumah
Di area rumah, biopori dapat dibuat bahkan di tempat yang tanahnya tertutup semen, seperti di depan garasi mobil.[5] Kawasan hijau di halaman rumah dapat dilengkapi dengan biopori.[5] Penerapan 3R (reduce, reuse, dan recycle) di lingkungan rumah dapat dilakukan dengan biopori.[5] Ketika masih menjabat sebagai Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Rachmat Witoelar membuat biopori di rumah dinas Menteri Lingkungan Hidup.[22] Selebritis asal Bandung, Meyda Sefira juga membuat biopori di halaman rumahnya.[23] Wakil Walikota Bekasi, Ahmad Syaikhu membuat biopori di halaman rumah dinasnya sebagai percontohan bagi warganya.[24]
Penerapan biopori di Indonesia
Berbagai tempat di Indonesia telah membuat biopori dengan disponsori oleh pemerintah daerah, pihak swasta, sekolah, yayasan, maupun swadaya masyarakat:
- Di Kota Malang oleh pemerintah Kota Malang[25]
- Di Jakarta oleh Yayasan Indonesia Global Compact Network[26]
- Di Lampung oleh yayasan Mitra Bentala[27]
- Di SMP Negeri 1 Ketapang, Bandung[28]
- Di Jakarta Barat oleh pemkot Jakbar[29]
- Di lingkungan perusahaan Medco E&P Indonesia cabang Rimau, Sumatera Selatan[30]
- Di lingkungan SMA Negeri 8 Muarojambi, Kabupaten Muarojambi, Jambi[31]
- Berbagai tempat di Kota Bogor[18][32]
- PD Pasar Surya di Surabaya[33]
- Kota Cimahi[34]
- Kota Probolinggo[35]
- Gayamprit, Klaten Selatan, Klaten[36]
- Gerakan 5 Juta Lubang Biopori di Bogor untuk membantu mengurangi banjir di wilayah DKI Jakarta[37]
Lihat pula
Referensi
- ^ "Tim Biopori".
- ^ "Undip Kampus Terhijau ke-3 di Indonesia". Okezone. 21 Januari 2014.
- ^ "Pengelolaan Kampus Ramah Lingkungan". Solo Pos. 21 Januari 2014.
- ^ "LKBN Antara Lampung dapat penghargaan konservasi air". Antara. 24 April 2014.
- ^ a b c d Imelda Akmal (2011). Tiga puluh satu desain terbaik hasil lomba desain rumah mungil hijau plus. Gramedia Pustaka Utama. ISBN 9792266410.
- ^ Riana Larasati. 400 Solusi Rumah Mungil. Pustaka Grhatama. ISBN 6028687022.
- ^ Nirwono Joga, Iwan Ismaun (2011). RTH tiga puluh persen! resolusi kota hijau. Gramedia Pustaka Utama. ISBN 9792271856.
- ^ "Pemkot Awasi Pengembang Terkait Perijinan". Neraca. 28 Maret 2014.
- ^ a b "Biopori, Kecil Lubangnya Besar Manfaatnya". Ibubercahaya.com.
- ^ "Kemarau, Lubang Resapan Biopori Punya Manfaat Ganda". Suara Surabaya. 16 Juli 2014.
- ^ a b c "Keunggulan".
- ^ "10 Ribu Lubang Resapan Dibuat untuk Cegah Banjir di Jakarta". MetroTV News. 25 Maret 2013.
- ^ "Banyumas Berupaya Selamatkan Ribuan Mata Air". MetroTV News. 21 Maret 2013.
- ^ "Musim Kemarau Panjang Krisis Air Menghadang". MetroTV News. 10 Oktober 2011.
- ^ "Hari Bumi, 100.000 Lubang Biopori Dibuat di Lima Kecamatan". Kompas. 23 April 2014.
- ^ "Peneliti LIPI: Biopori Kurang Efektif Cegah Banjir". Berita Satu. 23 Januari 2014.
- ^ "Biopori Atasi Genangan, Bukan Banjir". Pikiran Rakyat. 13 Januari 2014.
- ^ a b "Walikota Bogor Berantas Nyamuk Dengan Biopori". Poskota. 6 Juni 2014.
- ^ a b Soeparwan Soeleman & Donor Rahayu. Halaman Organik. AgroMedia. ISBN 9790064810.
- ^ Kamir R. Brata & Anne Nelistya (2008). Lubang Resapan Biopori. Niaga Swadaya. ISBN 9790022093.
- ^ Suprio Guntoro. Saatnya Menerapkan Pertanian Tekno-Ekologis. AgroMedia. ISBN 9790063660.
- ^ Wisnu Nugroho (2011). Rachmat Witoelar dan perubahan iklim. Gramedia Pustaka Utama. ISBN 9797095738.
- ^ "Meyda Sefira Buat Lubang Biopori di Rumahnya". Tempo. 28 Maret 2014.
- ^ "Bekasi Perbanyak Lubang Biopori". Tempo. 4 Mei 2014.
- ^ "Kota Malang buat sejuta biopori atasi banjir". Antara. 16 Mei 2014.
- ^ "Satu Juta Lubang Biopori, Tambahkan 700 Juta Liter Air Tanah". Berita Satu. 24 April 2014.
- ^ "Hari Bumi, 100.000 Lubang Biopori Dibuat di Lima Kecamatan". Kompas. 23 April 2014.
- ^ "SMPN 1 Katapang Kini tak Tergenang Banjir". Pikiran Rakyat. 5 Mei 2014.
- ^ "200 Sumur Resapan Akan Dibuat di Jakbar". Berita Jakarta. 25 April 2014.
- ^ "Medco Kurangi Pemanasan Global". Sumatera Ekspress. 28 April 2014.
- ^ "SMAN 8 Muarojambi Andalkan Green House". Jambi Ekspress. 24 April 2014.
- ^ "Kelurahan Kencana Bogor Giatkan Pembuatan Lubang Biopori". Pos Kota. 14 Juni 2014.
- ^ "PD Pasar Surya gagas teknologi biopori untuk atasi banjir". Lensa Indonesia. 13 Juni 2014.
- ^ "Pemkot Canangkan "Gebyar 1 Juta Lubang Biopori"". Galamedia. 14 Juni 2014.
- ^ "15.000 Lubang Biopori Pecahkan Rekor MURI". Sindo. 8 Agustus 2014.
- ^ "Anggota TNI Klaten Dilatih Buat Biopori". Tribun News. 7 Agustus 2014.
- ^ "Begini Upaya Bogor Mengusir Banjir dari Jakarta". Republika Online. 14 Februari 2015.
Bahan bacaan terkait
- Kamir R. Brata & Anne Nelistya. Lubang Resapan Biopori. Niaga Swadaya. ISBN 9790022093.