Ali Sastroamidjojo
Ali Sastroamidjojo, SH (EYD: Ali Sastroamijoyo) (21 Mei 1903 – 13 Maret 1976) adalah tokoh politik, pemerintahan, dan nasionalis. Ia mendapatkan gelar Meester in de Rechten (sarjana hukum) dari Universitas Leiden, Belanda pada tahun 1927. Ia juga adalah Perdana Menteri Indonesia ke-8 yang sempat dua kali menjabat pada periode 1953-1955 (Kabinet Ali Sastroamidjojo I) dan 1956-1957 (Kabinet Ali Sastroamidjojo II).
Ali Sastroamidjojo | |
---|---|
Perdana Menteri Indonesia 8 | |
Masa jabatan 30 Juli 1953 – 11 Agustus 1955 | |
Presiden | Soekarno |
Masa jabatan 20 Maret 1956 – 9 April 1957 | |
Presiden | Soekarno |
Menteri Pertahanan Indonesia 10 | |
Masa jabatan 24 Maret 1956 – 9 April 1957 | |
Presiden | Soekarno |
Perdana Menteri | Ali Sastroamidjojo |
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia 4 | |
Masa jabatan 3 Juli 1947 – 4 Agustus 1949 | |
Presiden | Soekarno |
Perdana Menteri | Amir Sjarifoeddin Mohammad Hatta |
Informasi pribadi | |
Lahir | Grabag, Magelang, Hindia Belanda | 21 Mei 1903
Meninggal | 13 Maret 1976 Jakarta, Indonesia | (umur 72)
Kebangsaan | Indonesia |
Partai politik | Partai Nasional Indonesia |
Profesi | Politikus |
Sunting kotak info • L • B |
Selain itu, Ali juga sempat menjabat sebagai Wakil Menteri Penerangan pada Kabinet Presidensial I, Menteri Pengajaran pada Kabinet Amir Sjarifuddin I, Amir Sjarifuddin II, serta Hatta I, dan Wakil Ketua MPRS pada Kabinet Kerja III, Kerja IV, Dwikora I, dan Dwikora II.
Semasa bersekolah, aktif dalam organisasi pemuda, seperti halnya organisasi Jong Java (1918-1922) dan Perhimpunan Indonesia (1923-1928). Karena aktivitasnya, ia ditahan pada tahun 1927 oleh Polisi Belanda bersama-sama dengan Mohammad Hatta, Natzir Dt. Pamuncak, dan Abdul Madjid. Pada tahun 1928, bersama-sama dengan Mr. Soejoedi membuka kantor pengacara, dan bersama dr. Soekiman, menerbitkan majalah Djanget di Surakarta. Kemudian ia masuk Partai Nasionalis Indonesia (PNI) pimpinan Bung Karno, lalu masuk Gerindo saat PNI dibubarkan oleh Mr. Sartono. Setelah kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1945, ia masuk kembali ke organisasi PNI.
Setelah Perang Dunia II usai, ia meneruskan aktivitasnya di lapangan politik dan pemerintahan, antara lain menjadi Menteri Pengajaran dalam Kabinet Amir Syarifuddin (Juli 1947) dan Kabinet Hatta (Januari 1948). Ia kemudian menjabat sebagai wakil ketua delegasi Republik Indonesia dalam perundingan dengan Belanda (Februari 1948) dan menjadi anggota delegasi Republik Indonesia dalam perundingan Konferensi Meja Bundar. Setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia, ia diangkat menjadi Duta Besar Republik Indonesia di Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko (1950-1955). Selain itu, ia juga diangkat menjadi ketua umum Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955, wakil tetap Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) (1957-1960), dan menjadi ketua umum PNI (1960-1966).
Selain menjadi tokoh politik, ia juga rajin mempublikasikan pikirannya, antara lain pada Pengantar Hukum Internasional (1971), Politik Luar Negeri Indonesia Dewasa Ini (1972), otobiografi Tonggak-tonggak Perjalananku (1974), dan Empat Mahasiswa Indonesia di Negeri Belanda (1975).
Jabatan politik | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Burhanuddin Harahap |
Perdana Menteri Indonesia 1956–1957 |
Diteruskan oleh: Djuanda Kartawidjaja |
Menteri Pertahanan Indonesia 1956–1957 | ||
Didahului oleh: Wilopo |
Perdana Menteri Indonesia 1953–1955 |
Diteruskan oleh: Burhanuddin Harahap |
Didahului oleh: Soewandi |
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia 1947–1949 |
Diteruskan oleh: Teuku Mohammad Hassan |
Jabatan diplomatik | ||
Didahului oleh: Sudjarwo Tjondronegoro |
Duta Besar Indonesia untuk PBB 1957–1960 |
Diteruskan oleh: Soekardjo Wirjopranoto |
Posisi baru | Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat 1950–1953 |
Diteruskan oleh: Moekarto Notowidigdo |