Kaisar Jepang

Revisi sejak 11 Agustus 2016 00.08 oleh Hafidh Wahyu P (bicara | kontrib) (Gelar dan Sapaan)

Kaisar Jepang (Kanji: 天皇; Romaji: Tennō) adalah pemimpin keluarga kekaisaran dan kepala seremonial negara dari sistem monarki konstitusional Jepang. Berdasarkan konstitusi tahun 1947, kaisar adalah "lambang Negara dan kesatuan bangsa." Menurut sejarah, kaisar juga merupakan penjaga kewenangan tertinggi agama Shinto karena dia dan keluarganya dipandang sebagai keturunan dari dewi matahari Amaterasu,[1] dan kepentingannya juga menangani urusan keagamaan, termasuk ritual Shinto dan ritual seluruh bangsa.

Kaisar Jepang
天皇
Sedang berkuasa
Akihito
sejak 7 Januari 1989
Perincian
Sapaan resmiBaginda Kekaisaran
PewarisPutra Mahkota Naruhito
Penguasa pertamaKaisar Jimmu
Pembentukan660 SM
KediamanIstana Kekaisaran Tokyo
sebagai kediaman resmi
Situs webBadan Rumah Tangga Kekaisaran

Saat ini, pemimpin Jepang adalah satu-satunya penguasa monarki di dunia yang gelarnya diterjemahkan setingkat dengan "Kaisar". Istana Kekaisaran Jepang adalah kediaman tertua yang terus berlanjut sebagai monarki turun-temurun di dunia.[2] Di Kojiki atau Nihon Shoki, sebuah buku tentang sejarah Jepang selesai pada abad kedelapan, dikatakan bahwa Jepang didirikan pada tahun 660 SM oleh Kaisar Jimmu. Kaisar saat ini adalah Akihito, yang telah berada di Takhta Krisantemum sejak dirinya dinobatkan sebagai kaisar setelah ayahnya, Kaisar Shōwa (Hirohito), meninggal pada tahun 1989.

Dilihat dari sejarahnya, peran Kaisar Jepang berganti-ganti antara peran simbolis seremonial dan peran seorang penguasa kekaisaran sebenarnya. Sejak berdirinya keshogunan pada tahun 1192, Kaisar Jepang sudah jarang sekali mengambil peran sebagai panglima tertinggi dalam medan pertempuran, tidak seperti kekaisaran di Barat. Kaisar Jepang telah hampir selalu dikendalikan oleh kekuatan politik eksternal, hingga berbagai tingkatan. Faktanya, dari tahun 1192 sampai 1867, shogun, atau bupati shikken di Kamakura (1203–1333), merupakan penguasa de facto Jepang, meskipun status jabatan mereka ditunjuk oleh Kaisar. Setelah Restorasi Meiji pada tahun 1867, Kaisar adalah perwujudan dari semua kekuasaan yang berdaulat di dunia, sebagaimana tercantum dalam Konstitusi Meiji tahun 1889. Status Kaisar Jepang saat ini hanya sebatas simbol negara sejak Konstitusi tahun 1947, tanpa memiliki kewenangan politik.

Sejak abad pertengahan kesembilan belas, Istana Kekaisaran disebut Kyūjō (宮城), yang kemudian dinamai sebagai Kōkyo (皇居), dan berlokasi di situs bekas Istana Edo di pusat Tokyo. Sebelumnya, Kaisar tinggal di Kyoto selama hampir sebelas abad.

Hari Ulang Tahun Kaisar (saat ini dirayakan pada 23 Desember) sebagai hari libur nasional.

Gelar dan sapaan

Gelar resmi Kaisar Jepang dalam bahasa aslinya adalah tennō (天皇), yang secara harfiah bermakna "penguasa langit." Gelar ini hanya dikhususkan untuk menyebut Kaisar Jepang. Walaupun menurut catatan resmi terdapat 125 orang yang menyandang gelar ini sejak tahun 660 SM hingga masa Kaisar Akihito (memerintah sejak tahun 1989), para sejarawan percaya bahwa gelar ini baru pertama kali digunakan pada masa Kaisar Tenmu (berkuasa pada 672–686 M) dan Kaisarina Jitō (berkuasa pada 686–697 M).

Istilah lain yang juga digunakan untuk merujuk Kaisar Jepang adalah kōtei (皇帝) untuk kaisar pria dan jotei atau nyotei (女帝) untuk kaisar wanita (kaisarina) dan keduanya dapat digunakan oleh orang-orang Jepang untuk merujuk pada kaisar non-Jepang. Istilah sumeramikoto juga digunakan dalam bahasa Jepang kuno. Istilah tennō digunakan sampai pada masa Abad Pertengahan, sampai pada masa tidak digunakannya gelar ini, dan kemudian digunakan kembali pada abad ke-19. Dalam bahasa Inggris, istilah mikado (御門 atau 帝 atau みかど), secara harfiah bermakna "gerbang kehormatan," juga digunakan untuk merujuk Kaisar Jepang, walau penggunaannya sekarang sudah dipandang ketinggalan zaman.

Sesuai adat, adalah sebuah bentuk ketidakhormatan di Jepang bila menyapa orang asing dengan nama pribadinya saja, terlebih lagi bila diterapkan pada kalangan bangsawan. Walaupun kebiasaan ini sudah mulai melonggar di masa belakangan, utamanya di lingkup pertemanan yang memandang saling menyapa dengan nama pribadi sebagai bentuk keakraban, tetapi penyebutan dengan menggunakan nama keluarga masih lazim digunakan. Bila merujuk pada keluarga kekaisaran, menyapa dengan nama pribadi lebih tidak pantas untuk dilakukan.

Sejak masa Kaisar Meiji, setiap kaisar memberikan satu nama pada masa pemerintahannya. Kaisar yang telah mangkat akan disebut secara anumerta sesuai nama era yang telah ditetapkan semasa pemerintahannya. Akan tetapi, pihak luar Jepang lebih sering menyebut Kaisar Jepang hanya dengan nama pribadinya saja, baik semasa kaisar masih hidup atau setelah mangkatnya. Sebagai contoh, masa pemerintahan Kaisar Hirohito disebut sebagai periode Shōwa. Nama era ini kemudian digunakan sebagai nama anumerta Kaisar Hirohito setelah mangkatnya, sehingga orang-orang Jepang menyebutnya dengan sebutan "Kaisar Showa" (昭和天皇, Shōwa-tennō). Walaupun begitu, pihak luar Jepang lebih sering menyebut dengan nama pribadinya, yakni "Kaisar Hirohito," baik semasa hidup maupun setelah mangkatnya.

Sapaan resmi dalam bahasa Jepang yang digunakan untuk penguasa monarki adalah heika (陛下) dan ini juga digunakan untuk Kaisar Jepang. Heika sendiri dapat disejajarkan dengan "Baginda" pada budaya Melayu. Kaisar Jepang yang sedang berkuasa biasanya disapa dengan sebutan Tennō Heika (天皇陛下) yang dapat dimaknai sebagai "Baginda Kaisar" dalam bahasa Indonesia, Kinjō Heika (今上陛下), atau cukup Tennō atau kaisar.

Catatan

Referensi

Pranala luar