Kereta api Bima

layanan kereta api di Indonesia
Revisi sejak 30 Desember 2019 05.13 oleh 103.120.169.7 (bicara)
Untuk Bima sebagai tokoh Mahabharata, lihat Bima (Mahabharata). Untuk kegunaan lainnya, lihat Bima (disambiguasi).

Kereta api Bima merupakan kereta api penumpang kelas eksekutif yang dioperasikan oleh PT Kereta api Indonesia (Persero) Daerah Operasi I Jakarta yang melayani rute tersebut Gambir-Malang via Surabaya Gubeng dan sebaliknya. Kereta api Bima merupakan kakak tertua dan didamping oleh adek tertua Kereta api Gaya Baru Malam Selatan dari adek tertua Kereta api Mutiara Selatan sedangkan adek termuda Kereta api Argo Wilis akan membantu tugas disegmen Rute Jakarta-Malang dan Jakarta-Surabaya.

Kereta api Bima
Berkas:Plat nama KA Bima.PNG
Bima Persiapan masuk Stasiun Surabaya Gubeng
Informasi umum
Jenis layananKereta api ekspres
StatusBeroperasi
Daerah operasiDaerah Operasi I Jakarta
PendahuluBintang Sendja (hingga pertengahan 1960-an)
Mulai beroperasi1 Juni 1967; 56 tahun lalu (1967-06-01)
Operator saat iniPT Kereta Api Indonesia
Jumlah penumpang harian800-1.000 penumpang per hari (rata-rata)[butuh rujukan]
Lintas pelayanan
Stasiun awalGambir
Jumlah pemberhentianLihatlah di bawah.
Stasiun akhirMalang
Jarak tempuh907 km
Frekuensi perjalananSatu kali pergi pulang sehari
Jenis relRel berat
Pelayanan penumpang
KelasEksekutif Satwa
Pengaturan tempat duduk50 tempat duduk disusun 2-2
kursi dapat direbahkan dan diputar
Fasilitas restorasiAda
dapat memesan sendiri makanan di kereta makan yang tersedia.
Fasilitas observasiKaca panorama dupleks, dengan blinds, lapisan laminasi isolator panas.
Fasilitas hiburanAda
Fasilitas bagasiAda
Fasilitas lainLampu baca, toilet, alat pemadam api ringan, rem darurat, AC, peredam suara.
Teknis sarana dan prasarana
Lebar sepur1.067 mm
Kecepatan operasional60 s.d. 100 km/jam
Pemilik jalurDitjen KA, Kemenhub RI
Nomor pada jadwal71-74

Uniknya, kereta api ini tidak melalui jalur utara (Semarang), tetapi melalui jalur selatan (Purwokerto), karena untuk meningkatkan okupansi penumpang yang naik kereta api rute Jakarta-Malang yang melalui jalur selatan.

Pada tahun 2002 KA Bima adalah KA Eksekutif sekelas Argo dan menggunakan kereta Argo, dalam hal ini adalah KA bekas Argo Bromo hingga tahun 2016 waktu KA Bima mendapat kereta eksekutif baru. Kereta ini merupakan kereta api eksekutif AC & Luxury pertama yang sampai saat ini masih beroperasi di Indonesia.

Kereta api Bima pertama kali diluncurkan pada tanggal 1 Juni 1967[1]; mengawali sejarah pengoperasian kereta api pendingin ruangan berpengatur (Air Conditioner) bersistem mutakhir di Indonesia.

Asal-usul nama

Nama Bima merupakan singkatan dari Biru Malam, karena, pada awal peluncurannya, rangkaian kereta api ini bercat biru dan beroperasi pada malam hari. Selain itu, kata Bima dianalogikan pula dengan nama dari salah satu tokoh Mahabharata, Bima yang memang digambarkan memiliki karakter tubuh tinggi besar, kukuh, kekar, kuat, dan pemberani. Karakter itu dilekatkan pada KA Bima untuk menggambarkan keandalan perjalanan dan kualitas pelayanannya yang selalu siap dalam berbagai keadaan. Selain itu, nama "Bima" diambil dari singkatan rute yang dilewati kereta api ini, yaitu gamBIr MAlang.

Sejarah

Kereta tidur (1967-1984)

KA Bima ini diresmikan pada tanggal 1 Juni 1967 dengan menggunakan kereta tidur berwarna biru buatan pabrik Waggonbau Görlitz, Jerman Timur dan menjadi KA pertama yang menggunakan kereta pembangkit (DPW*). Awalnya peta rute KA ini mengikuti arah pendahulunya, Bintang Sendja. Yaitu, setelah dari Jakarta Gambir melewati Cirebon, kemudian melewati Semarang, kemudian menuju Kedungjati dan Solo Jebres serta Madiun dan Jombang, hingga akhirnya tiba di Surabaya. Tetapi, beberapa minggu berikutnya, rute KA diubah hingga melewati Purwokerto dan Yogyakarta, hingga sekarang.[1]

Selama dekade 1960-an hingga awal 1980-an, KA Bima beroperasi dengan urutan rangkaian: satu buah lokomotif (berseragam hijau-kuning PNKA/PJKA), dua kereta SAGW (kereta tidur kelas I), dua kereta SBGW (kereta tidur kelas II), satu kereta FW (makan), dan satu kereta DPW (pembangkit) plus satu kereta bagasi; semua gerbong berwarna biru tua. KA ini menjadi KA eksekutif berpendingin ruangan pertama di Indonesia dan menjadi KA yang populer. Ada kebanggaan tersendiri bagi siapa pun yang pernah menaiki KA Bima. Pada masa itu, kenyamanan moda transportasi lain tidak mampu menyamai kenyamanan yang ditawarkan KA Bima. Kualitas pelayanan KA Bima sekelas dengan hotel berbintang, sehingga menghemat biaya akomodasi dan transportasi sekaligus. KA Bima juga menghiasi berbagai media.

Kereta tidur dan kereta eksekutif (1984-1995)

Tahun 1967-1984, KA Bima berdinas sebagai KA tidur. Akan tetapi, dengan alasan sosial daripada alasan finansial, kereta tidur ini (SAGW) akhirnya dihapus. Sebagai persiapan, PJKA akhirnya mengimpor dua rangkaian kereta eksekutif buatan suatu pabrik di Arad, Rumania, bernomor seri K1-847xx (dibuat tahun 1984, nomor baru: K1 0 84 xx[catatan 1]). Rangkaian kereta ini difungsikan untuk mengganti kereta SAGW yang berhenti beroperasi. Kereta ini adalah kereta dengan tempat duduk, tidak seperti SAGW-nya Görlitz yang merupakan kereta tidur.

Kereta buatan pabrik di Rumania ini dirangkai bersama kereta SBGW. Sementara itu, sisa kereta tidur SAGW sempat dipakai sebentar di layanan PJKA lainnya, seperti kereta api Mutiara Utara, Senja, atau Mutiara Selatan sebelum diistirahatkan. Tiga di antaranya menjadi kereta kenegaraan, kini menjadi kereta pariwisata, antara lain "Nusantara", "Bali", dan "Toraja".

Kereta K1-847xx ini diyakini sebagai kereta eksekutif terburuk yang pernah dimiliki oleh PJKA. Akibatnya, pada saat itulah, kualitas pelayanan KA Bima mulai menurun. KA Bima tetap menggunakan susunan K1 dan SBGW (KT-677xx) hingga akhir dekade 1980-an, dan setelah awal dekade 1990-an, SBGW berhenti beroperasi. Kereta SAGW dan SBGW diubah menjadi kereta eksekutif duduk dengan menghilangkan tempat tidur dan menggantinya dengan tempat duduk. Sistem penomoran SAGW dan SBGW diubah menjadi K1-67xxx (nomor baru: K1 0 67 xx).[catatan 1]

Peran SBGW kemudian digantikan oleh kereta kuset (couchette). Kereta ini dirubah dari kereta ekonomi buatan pabrik Nippon Sharyo yang sudah ada sejak 1964 dengan menambahkan AC, sekat ruangan, dan memasang tempat tidur yang paten. Namun, hingga tahun 1995, kebijakan Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka) yang lebih mengejar okupansi daripada kualitas layanan membuat era kereta tidur telah berakhir. Akhirnya, KA Bima pun dirubah menjadi KA eksekutif biasa.

Kereta eksekutif (1995-sekarang)

Pada tahun 1995, lahirlah KA Argo, yakni Argo Bromo JS-950 dan Argo Gede JB-250. Keberadaan kereta-kereta api ini menggeser layanan KA Bima dari posisi puncak kereta unggulan. Para penumpang lebih memilih KA Argo karena waktunya yang lebih cepat. Rute Argo Bromo yang melewati lintas utara (Pantura) ini mengikuti pendahulunya, Mutiara Utara dan Suryajaya, dan melewati kota besar seperti Semarang dan Bojonegoro, tidak seperti KA Bima yang melewati Purwokerto dan Yogyakarta yang terkesan lebih jauh.

Faktor lain yang mengakibatkan Argo Bromo lebih cepat adalah penguatan bantalan rel lintas utara yang sudah direncanakan sebelumnya (yang dahulu bertekanan gandar rendah karena sebagian merupakan bekas jalur trem). Dengan begitu, KA Argo Bromo bisa dilalui oleh lokomotif besar (CC 203 saat itu) dengan kecepatan penuh 120 km/jam. Sehingga penumpang saat itu banyak yang beralih dari KA Bima ke KA Argo Bromo.

Sejak dihapuskannya kereta kuset dari KA Bima, akhirnya KA Bima menggunakan kereta eksekutif biasa, campuran antara kereta eksekutif buatan tahun 60-an yang dulunya merupakan kereta tidur dan juga kereta eksekutif milik KA Bima yang merupakan buatan tahun 1984. Saat itu juga, lokomotif CC203 mulai menarik KA Bima.

Akan tetapi, kemunculan Argo Bromo Anggrek produksi PT Inka tahun 1997 (P/K1/M1 0 97 xx) membuat armada Argo Bromo menjadi berlimpah. Maka rangkaian Argo Bromo dialihkan kepada KA Bima. Namun, kereta Argo eks-JS 950 ini terkadang bisa dipakai untuk lintas utara lagi jika kereta Anggrek mengalami masalah. Hal ini disebabkan karena jumlah kereta Anggrek sangat terbatas serta kerjanya berlebihan sehingga mudah rusak.

Kemunculan kereta Anggrek tambahan tahun 2001 (P/K1/M1 0 01 xx) ditambah dengan kebijakan rasionalisasi yang diterapkan oleh PT KA pun mengakibatkan JS-950 Argo Bromo dihapus mulai tahun 2002 dan rangkaiannya dipakai seterusnya untuk KA Bima, hingga tahun 2016. Kereta milik Bima yang lama pun dihibahkan kepada KA lain, seperti Gumarang dan Sembrani.

Pada awal tahun 2014, KA Bima kini diperpanjang rutenya hingga stasiun Malang. Pada tanggal 1 Juni 2014 KA Bima diubah nomor kereta api dari 33-34 menjadi 41-42.

Lokomotif

Semasa PNKA-PJKA, ada beragam lokomotif yang paling sering digunakan, seperti BB200, BB201, atau CC200. Bagi sebagian orang, BB301 lebih identik dengan awal-awal operasi KA Bima. Walaupun pada tahun 1977 muncul lokomotif CC201 buatan General Electric yang juga pernah menarik KA Bima, tetapi BB301 dan BB304 adalah loko yang paling sering digunakan untuk menarik KA Bima. Terkadang, saat itu CC201 pun menarik KA Bima. Namun, seiring menurunnya kemampuan lokomotif BB301, pada tahun 1990, akhirnya CC201 menjadi lokomotif utama penarik KA Bima.

Mulai pada tahun 1995, lokomotif CC203 didatangkan sebagai penarik KA eksekutif, mengganti CC201 yang saat itu turun pangkat. Akhirnya CC203 menjadi andalan KA Bima. Sejak hadirnya CC204, CC203 dan CC204 sama-sama menjadi andalan KA Bima. Kemudian, mulai tahun 2013, lokomotif CC206 telah menggantikan CC203 yang turun pangkat dan CC204 yang dimutasi ke Sumatra Selatan, dan menjadi andalan KA Bima dan KA eksekutif lainnya juga.

Sebagai KA eksekutif unggulan, KA Bima selalu menggunakan lokomotif yang terbaru, dalam hal ini adalah CC206, meski sesekali menggunakan lokomotif CC203 apabila stok lokomotif CC206 dari dipo terdekat telah habis atau ada gangguan pada lokomotif CC206.

Kelas dan rangkaian

Kereta api Bima mulanya terbagi menjadi dua kelas kereta tidur eksekutif (SAGW/subkelas I dan SBGW/subkelas II). Kereta SAGW memiliki jendela lebar dengan lorong yang berlekuk-lekuk dan kompartemen yang luas, serta diperuntukkan bagi penumpang yang membayar tiket termahal. Fasilitas yang tersedia seperti lemari pakaian, wastafel, serta tempat tidur yang dapat dilipat menjadi tempat duduk dan menghadap arah perjalanan.[1]

Sementara itu, kereta SBGW memiliki kaca jendela agak pendek, fasilitas tempat tidur tiga tingkat, dan area merokok di koridor. Pada kereta makan (FW) tersedia makanan dengan sistem tuslah dan interiornya pun menyerupai restoran.[1]

Sejak tahun 1984, kereta SAGW dihapus dari KA Bima dan diganti dengan KA eksekutif biasa buatan tahun 1984. Kereta ini terkenal tidak nyaman, apalagi dengan kursi yang tidak bisa diputar (berhadapan di tengah seperti kereta ekonomi keluaran tahun 2016 ke atas). Saat itu, kereta SBGW masih dipakai. Kereta buatan tahun 1984 ini namun interiornya tidak asli, karena telah dilakukan perubahan menjadi lebih nyaman di era 90-an akhir, khususnya saat tidak lagi dipakai oleh KA Bima.

Pada tahun 1991, peran kereta SBGW digantikan oleh kereta kuset (couchette). Kereta ini merupakan kereta tidur dengan tempat tidur yang paten. Sementara itu, kereta SAGW dan SBGW dilakukan perubahan menjadi kereta eksekutif biasa (K1 0 67 xx). Sejak tahun 1995, kereta couchette ini dihapus, sehingga KA Bima pun menggunakan berbagai kereta eksekutif, kombinasi antara kereta eksekutif buatan tahun 60-an dan tahun 1984.

Pada tahun 1997, KA Bima kemudian mulai menggunakan kereta api sekelas Argo (bekas Argo Bromo JS-950, kode K1 0 95 xx) dengan kapasitas angkut sebanyak 300-400 orang (membawa rangkaian 6-8 kereta kelas eksekutif). Meskipun demikian, KA Bima baru benar-benar menggunakan kereta eksekutif Argo buatan 1995 secara reguler sejak tahun 2002, saat KA Argo Bromo JS-950 dihapus. Kereta eksekutif keluaran tahun 60-an dan tahun 1984 pun dihibahkan pada KA lain, seperti Gumarang, Sembrani, Taksaka, dan Sancaka.

Sejak tahun 2002, rangkaian KA Bima terdiri dari 6-8 kereta kelas eksekutif argo (K1), 1 gerbong makan (M1), 1 gerbong pembangkit (P), dan 1 gerbong bagasi (B). KA eks-Argo Bromo yang digunakan Bima memiliki ciri khas yaitu AC yang kotak (buatan 1995), berbeda dengan KA Argo setelahnya (buatan 1996 yang AC-nya berbentuk lebih mengikuti lengkung atap tetapi agak kotak, dan buatan 1998-2002 yang AC-nya berbentuk melengkung). Meskipun demikian, terkadang KA Bima meminjam kereta milik kereta api Sembrani pada saat tertentu.

Mulai 21 Juli 2016, KA Bima sudah mendapatkan rangkaian kereta eksekutif terbaru produksi PT Inka tahun 2016 yang serupa dengan rangkaian baru KA Argo Lawu, Argo Dwipangga, dan juga Sembrani dengan bogie K10. Sejak KA Sembrani menggunakan rangkaian buatan tahun 2016, KA Bima juga seringkali bertukar kereta dengan kereta api Sembrani, kereta api Argo Lawu Fakultatif maupun rangkaian baja tahan karat Argo Parahyangan Tambahan.

Stasiun

Perjalanan Gambir - Malang melalui Lintas Selatan ditempuh dalam waktu kurang lebih 15 jam dan berhenti di stasiun Jatinegara (arah ke Jakarta), Cirebon, Purwokerto, Karanganyar, Yogyakarta, Solo Balapan, Madiun, Jombang, Mojokerto, Surabaya Gubeng, Sidoarjo, Lawang, Malang. Selain itu, banyak penumpang KA Bima yang melanjutkan perjalanan ke Denpasar, Jember, Pasuruan, Probolinggo dan Banyuwangi dengan menggunakan Kereta api Mutiara Timur.

Pada pagi harinya, rangkaian KA Bima yang berada di Jakarta diistirahatkan di Jakarta Kota untuk diberangkatkan kembali pada sore hari.

Data teknis

Lintasan perjalanan Gambir-Malang, pp.
Lokomotif BB301 (1968-1977), BB304 (1976-1994), BB200 (1967-1968), BB201 (1967-1970), CC201 (1977-1995), CC203 (1996-2013), CC204 (2005-2013), CC206 (2013-saat ini)
Rangkaian
  • Dua kereta tidur kelas I (SAGW), dua kereta tidur kelas II (SBGW), satu kereta makan (FW), satu kereta pembangkit (DPW), dan satu kereta bagasi (DW) (1967-1984)
  • Dua kereta tidur kelas II (SBGW/KT-677xx), empat sampai enam kereta eksekutif (K1-847xx), satu kereta makan (FW), satu kereta pembangkit (DPW/DPPW), dan satu kereta bagasi (B) (1984-1991)
  • Dua kereta kuset (KT), empat sampai enam kereta eksekutif (K1-847xx), satu kereta makan (M1), satu kereta pembangkit (BP), dan satu kereta bagasi (B) (1991-1997)
  • Satu kereta bagasi (B), enam sampai delapan kereta eksekutif (K1 0 95 xx), satu kereta makan (KM1 0 95 02/03) dan satu kereta pembangkit (P 0 95 01/03). (1997-2016, tetapi baru digunakan reguler sejak 2002)
  • satu bagasi cargo (B) cadangan, delapan kereta eksekutif (K1 2016), satu kereta makan (M1 2016) dan satu kereta pembangkit (P 2016). (2016-saat ini)
Jumlah tempat duduk 400 tempat duduk

Tarif

Tarif kereta api ini adalah antara Rp 265.000,00 - Rp 700.000,00, bergantung pada jarak yang ditempuh penumpang, subkelas/posisi tempat duduk dalam rangkaian kereta, serta hari-hari tertentu seperti akhir pekan dan libur nasional. Selain itu, berlaku pula tarif khusus yang dapat dipesan mulai:

Jadwal perjalanan

Berikut ini jadwal Perjalanan kereta api Bima per 1 Desember 2019 (berdasarkan Gapeka 2019).

KA 74/71 (Malang-Gambir)
Stasiun Datang Berangkat
Malang - 14.25
Lawang 14.48 14.52
Sidoarjo 15.52 15.56
Waru 16.09 16.11
Surabaya Gubeng 16.23 17.00
Mojokerto 17.36 17.40
Jombang 18.02 18.05
Kertosono 18.21 18.24
Nganjuk 18.44 18.46
Madiun 19.26 19.40
Solo Balapan 20.56 21.01
Yogyakarta 21.49 22.00
Kebumen 23.20 23.32
Purwokerto 00.35 00.42
Cirebon 02.35 02.43
Jatibarang 03.13 03.15
Jatinegara 05.26 05.28
Gambir 05.43 -
KA 72/73 (Gambir-Malang)
Gambir - 16.40
Jatibarang 19.05 19.07
Cirebon 19.39 19.46
Purwokerto 21.41 21.51
Kroya 22.18 22.21
Ijo 22.41 22.50
Gombong 22.58 23.06
Kutoarjo 00.06 00.10
Yogyakarta 00.59 01.09
Solo Balapan 01.56 02.01
Madiun 03.19 03.27
Nganjuk 04.06 04.08
Kertosono 04.28 04.31
Jombang 04.47 04.50
Mojokerto 05.13 05.17
Surabaya Gubeng 05.54 06.25
Waru 06.37 06.39
Sidoarjo 06.52 06.56
Lawang 08.00 08.03
Malang 08.27 -

Antarmoda pendukung

Menuju Bali dari arah Malang

Selain itu, KA Bima juga dapat dipakai sebagai moda transportasi penghubung dari Malang ke objek wisata yang ada di Pulau Bali dan sebaliknya. Setiba di Surabaya, penumpang transit di ruang VIP Stasiun Surabaya Gubeng untuk kemudian meneruskan perjalalan ke Banyuwangi dengan Mutiara Timur malam dan sampai di Banyuwangi pada pagi hari. Kemudian perjalanan dilanjutkan dengan bus menuju Denpasar, Bali. Demikian juga sebaliknya, berangkat dari Banyuwangi dengan menggunakan KA Mutiara Timur malam untuk sampai di Surabaya Gubeng, kemudian transit di ruang tunggu Stasiun Surabaya Gubeng dan meneruskan perjalanan menuju Sidoarjo, Lawang, maupun Malang dengan menggunakan KA Bima.

Galeri

Insiden

  1. Pada bulan Oktober 2010, kereta api Bima menyerempet kereta api Gaya Baru Malam Selatan (GBMS), pada kereta paling belakang, di Stasiun Purwosari, Jawa Tengah, karena KA Gaya Baru Malam belum parkir penuh[2]
  2. Pada tanggal 8 September 2015, pukul 05.20 WIB, KA Bima menabrak mobil pickup yang menerobos pintu perlintasan di Cipinang, Pulo Gadung, Jakarta Timur. Akibatnya, jadwal kereta api jarak jauh dan KRL pagi itu terganggu.[3]
  3. Seorang ibu beserta anaknya tewas tertabrak KA Bima di perlintasan tanpa palang pintu, di Desa Kramatjegu, Taman, Sidoarjo, pada tanggal 10 November 2015 setelah pulang dari pasar. Karena ada perlintasan tanpa palang pintu itu dijaga secara swadaya oleh masyarakat.[4]

Catatan kaki

  1. ^ a b Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 45 tahun 2010.

Referensi

Pranala luar