Kereta api Bima

layanan kereta api di Indonesia
Revisi sejak 20 April 2020 13.15 oleh Rizal Febri (bicara | kontrib) (clean up, replaced: Lintasan perjalanan → lintasan pelayanan (2) using AWB)
Untuk Bima sebagai tokoh Mahabharata, lihat Bima (Mahabharata). Untuk kegunaan lainnya, lihat Bima (disambiguasi).

Kereta api Bima merupakan layanan kereta api penumpang kelas eksekutif yang dioperasikan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi I Jakarta untuk melayani lintas Gambir-Malang lewat Yogyakarta-Surabaya Gubeng dan sebaliknya. Lintasan pelayanan pada kereta api ini tidak melalui jalur utara (Semarang), melainkan melalui jalur selatan (Purwokerto) untuk meningkatkan pemasukan dari penumpang di jalur selatan yang akan menaiki kereta api ini.

Kereta api Bima
Berkas:Papan Nama KA Bima Khas Daop 1.jpg
Kereta api Bima saat akan memasuki Stasiun Surabaya Gubeng dari Malang
Informasi umum
Jenis layananKereta api eksekutif
Kereta api jarak jauh
StatusBeroperasi
Daerah operasiDaerah Operasi I Jakarta
PendahuluKereta api Bintang Sendja
(Hingga pertengahan tahun 1960-an)
Mulai beroperasi1 Juni 1967; 56 tahun lalu (1967-06-01)
Operator saat iniPT Kereta Api Indonesia
Jumlah penumpang harian800-1.000 penumpang per hari (rata-rata)[butuh rujukan]
Lintas pelayanan
Stasiun awalGambir
Jumlah pemberhentianLihatlah di bawah.
Stasiun akhirMalang
Jarak tempuh907 km
Frekuensi perjalananSatu kali pergi pulang sehari
Jenis relRel berat
Pelayanan penumpang
KelasEksekutif
Pengaturan tempat duduk50 tempat duduk disusun 2-2
kursi dapat direbahkan dan diputar
Fasilitas restorasiAda
Fasilitas observasiKaca panorama dupleks, dengan blinds, lapisan laminasi isolator panas.
Fasilitas hiburanAda
Fasilitas lainLampu baca, toilet, alat pemadam api ringan, rem darurat, pendingin ruangan berpengatur, peredam suara.
Teknis sarana dan prasarana
Lebar sepur1.067 mm
Kecepatan operasional60 s.d. 100 km/jam
Pemilik jalurDitjen KA, Kemenhub RI
Nomor pada jadwal71-74

Kereta api Bima pertama kali diluncurkan pada tanggal 1 Juni 1967[1]; mengawali sejarah pengoperasian kereta api pendingin ruangan berpengatur (Air Conditioner) di Indonesia. Pada tahun 2002, kereta api Bima dianggap salah satu kereta api penumpang kelas eksekutif yang sejajar dengan kereta api kelas Argo karena ia menggunakan rangkaian kereta selayaknya kereta Argo—dalam hal ini menggunakan rangkaian bekas kereta api Argo Bromo—hingga kereta api Bima mendapat rangkaian kereta kelas eksekutif baru keluaran tahun 2016.

Asal-usul nama

Nama "Bima" merupakan singkatan dari "Biru Malam" karena rangkaian kereta api ini memiliki corak berwarna biru dan beroperasi pada malam hari pada awal peluncurannya. Selain itu, kata "Bima" berasal dari nama salah satu tokoh Mahabharata, Bima, yang digambarkan memiliki karakter tubuh yang besar, kukuh, kekar, kuat, dan pemberani yang dilekatkan pada kereta api ini untuk menggambarkan keandalan perjalanan dan kualitas pelayanannya yang selalu siap dalam berbagai keadaan.

Sejarah

Awal pengoperasian kereta api

Layanan kereta tidur

Kereta api Bima pertama kali beroperasi pada tanggal 1 Juni 1967 dengan rangkaian kereta tidur berwarna biru buatan Waggonbau Görlitz, Jerman Timur. Awalnya, lintasan pelayanan pada kereta api ini mengikuti arah pendahulunya, Bintang Sendja—melewati Semarang kemudian Kedungjati. Setelah beberapa minggu berikutnya, lintasan pelayanan pada kereta api ini diubah supaya ia melayani lintas Purwokerto dan Yogyakarta hingga sekarang.[1]

Selama tahun 1960-an hingga awal 1980-an, kereta api Bima beroperasi dengan urutan rangkaian: 1 buah lokomotif (bercorak hijau-kuning PNKA/PJKA), 2 kereta tidur kelas I (SAGW), 2 kereta tidur kelas II (SBGW), 1 kereta makan (FW), 1 kereta pembangkit (DPW), dan 1 kereta bagasi. Kereta tidur "SAGW" saat itu dilengkapi jendela lebar dengan lorong dan kompartemen yang luas—diperuntukkan bagi penumpang yang membayar tiket termahal, serta terdapat fasilitas lain seperti lemari pakaian, wastafel, serta tempat tidur yang dapat dilipat menjadi tempat duduk dan menghadap arah perjalanan,[1] sedangkan kereta tidur "SBGW" dilengkapi kaca jendela yang lebih pendek, fasilitas tempat tidur sebanyak tiga tingkat, serta tempat merokok di koridor. Fasilitas yang disediakan pada kereta makan saat itu berupa makanan dengan sistem tuslah serta bagian dalam yang menyerupai restoran.[1]

Kereta api ini merupakan kereta dengan berpendingin ruangan pertama di Indonesia dan menjadi kereta api yang memiliki kebanggaan tersendiri bagi siapa pun yang pernah menaiki ini. Kualitas pelayanan kereta api ini sejajar dengan kualitas hotel berbintang sehingga dianggap dapat menghemat biaya pengeluaran untuk penginapan dan transportasi. Pada saat itu, kereta api ini sering menghiasi berbagai media.

Penghapusan layanan kereta tidur

Karena alasan sosial, layanan kereta tidur "SAGW" dihapus maka PJKA mengganti layanan tersebut dengan memasukkan dua rangkaian kereta kelas eksekutif buatan suatu pabrik di Arad, Rumania dengan nomor seri "K1-847xx" (dibuat tahun 1984, nomor baru: "K1 0 84 xx"[catatan 1]) sehingga ia dapat dirangkaikan secara bersamaan dengan kereta tidur "SBGW".[2] Sisa kereta tidur "SAGW" sempat digunakan di layanan PJKA lainnya, seperti kereta api Mutiara Utara, Senja, atau Mutiara Selatan sebelum diubah menjadi kereta kelas eksekutif biasa. Tiga kereta di antaranya menjadi kereta kenegaraan, kini dirubah menjadi kereta pariwisata, antara lain kereta wisata "Nusantara", "Bali", dan "Toraja".

Kereta dengan nomor seri "K1-847xx" diyakini sebagai kereta kelas eksekutif terburuk yang pernah dimiliki oleh PJKA—kursi yang kurang nyaman dan tidak dapat diputar—sehingga kualitas pada kereta api tersebut semakin menurun.

Kereta api Bima saat itu tetap menggunakan susunan rangkaian kereta kelas eksekutif biasa dan kereta tidur "SBGW" ("KT-677xx") hingga akhir dekade 1980-an. Kereta tidur "SBGW" berhenti beroperasi setelah awal dekade 1990-an kemudian semua kereta tidur yang tidak terpakai tersebut diubah menjadi kereta kelas eksekutif biasa—menghilangkan tempat tidur kemudian diganti dengan tempat duduk. Sistem penomoran bekas kereta tidur "SAGW" dan "SBGW" diubah menjadi "K1-67xxx" ("K1 0 67 xx").[catatan 1]

Peran kereta tidur "SAGW" maupun "SBGW" kemudian digantikan oleh kereta kuset (couchette)—kereta kelas ekonomi buatan pabrik Nippon Sharyo yang sudah ada sejak 1964 diubah dengan menambahkan pendingin ruangan, sekat ruangan, serta memasang tempat tidur paten. Namun, layanan pada kereta api tersebut diubah menjadi layanan kereta api eksekutif biasa pada tahun 1995 karena terdapat kebijakan dari Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka) yang diduga mengutamakan laba sehingga pelayanan kereta tidur dihapus.

Pengoperasian kereta api saat ini

Layanan kereta api kelas eksekutif

 
Kereta api Bima saat menggunakan rangkaian kereta lama buatan tahun 1995, digunakan hingga tahun 2016.

Pada tahun 1995, Perumka mengeluarkan salah satu layanan kereta api Argo, Argo Bromo "JS-950", sehingga beberapa penumpang memilih layanan kereta api Argo karena ia memiliki waktu tempuh yang lebih cepat—ia melewati jalur utara mengikuti pendahulunya (Mutiara Utara dan Suryajaya). Selain itu, adanya penguatan bantalan rel lintas utara yang sudah direncanakan sebelumnya—yang dahulu bertekanan gandar rendah karena sebagian merupakan bekas jalur trem—sehingga lintasan tersebut bisa dilalui oleh lokomotif besar (CC 203) dengan kecepatan 120 km/jam.

Dengan adanya layanan kereta api Argo Bromo Anggrek dengan rangkaian kereta buatan PT INKA tahun 1997 menyebabkan persediaan untuk pengoperasian kereta api Argo Bromo menjadi berlimpah. Oleh sebab itu, rangkaian kereta Argo Bromo "JS-950" sempat dialihkan untuk pengoperasian kereta api ini—rangkaian kereta tersebut sewaktu-waktu digunakan apabila rangkaian kereta Argo Bromo Anggrek mengalami masalah.

Setelah dilakukan penambahan rangkaian kereta untuk pengoperasian Argo Bromo Anggrek tahun 2001 disertai dengan adanya kebijakan rasionalisasi yang diterapkan oleh PT KA, layanan kereta api Argo Bromo "JS-950" dihapus. Untuk meningkatkan pelayanan kepada penumpang, rangkaian kereta bekas Argo Bromo "JS-950" ("P/K1/KM1 0 95 xx") digunakan untuk kereta api ini mulai tahun 2002 hingga tahun 2016. Rangkaian kereta Bima lama sempat dihibahkan untuk operasional kereta api lain, seperti kereta api Gumarang dan Sembrani.

Pada awal tahun 2014, lintasan pelayanan pada kereta api ini diperpanjang hingga Stasiun Malang. Kemudian pada tanggal 21 Juli 2016, kereta api ini menggunakan rangkaian kereta kelas eksekutif produksi PT INKA keluaran tahun 2016 yang dilengkapi dengan bogie TB-1014 (K10).

Bakal pelanting

Pada masa PNKA hingga PJKA, lokomotif BB200, BB201, atau CC200 sempat digunakan sebagai bakal pelanting dalam pengoperasian kereta api ini. Namun, lokomotif BB301 dan BB304 lebih sering digunakan untuk menarik kereta api ini hingga ia mulai menggunakan lokomotif CC201 buatan General Electric pada tahun 1977.

Pada rentang tahun 1995 hingga 2013, lokomotif CC203 dan CC204 sering digunakan sebagai bekal pelanting kereta api ini sebelum digantikan dengan CC206 mulai tahun 2013.

Data teknis

Lintasan pelayanan Gambir-Malang pp.
Lokomotif CC206
Rangkaian 1 kereta pembangkit (P JAKK) + 4 kereta kelas eksekutif (K1 2016 JAKK) + 1 kereta makan (M1 JAKK) + 4 kereta kelas eksekutif (K1 2016 JAKK) + 1 kereta bagasi (B)

Catatan : Susunan rangkaian kereta dapat berubah sewaktu-waktu

Jumlah tempat duduk 400 tempat duduk

Tarif

Tarif kereta api ini berkisar antara Rp265.000,00-Rp700.000,00 tergantung pada jarak yang ditempuh penumpang, subkelas/posisi tempat duduk dalam rangkaian kereta, serta hari-hari tertentu seperti akhir pekan dan libur nasional yang dapat dipesan mulai sembilan puluh hari sebelum keberangkatan (H-90).[catatan 2][3] Adapun tarif kereta api untuk lintas Malang - Surabaya Gubeng ditetapkan sebesar Rp60.000,00.

Selain itu, terdapat tarif khusus yang berlaku dua jam sebelum keberangkatan :

Jadwal perjalanan

Berikut ini jadwal perjalanan kereta api Bima per 1 Desember 2019 (sesuai Gapeka 2019).

KA 74/71 Bima
(Malang – Gambir)
KA 72/73 Bima
(Gambir – Malang)
Stasiun Tiba Berangkat Stasiun Tiba Berangkat
Malang - 14.25 Gambir - 16.40
Lawang 14.48 14.52 Jatibarang 19.05 19.07
Sidoarjo 15.52 15.56 Cirebon 19.39 19.46
Waru 16.09 16.11 Purwokerto 21.41 21.51
Surabaya Gubeng 16.23 17.00 Kroya 22.18 22.21
Mojokerto 17.36 17.40 Gombong 22.58 23.06
Jombang 18.02 18.05 Kutoarjo 00.06 00.10
Kertosono 18.21 18.24 Yogyakarta 00.59 01.09
Nganjuk 18.44 18.46 Solo Balapan 01.56 02.01
Madiun 19.26 19.40 Madiun 03.19 03.27
Solo Balapan 20.56 21.01 Nganjuk 04.06 04.08
Yogyakarta 21.49 22.00 Kertosono 04.28 04.31
Kebumen 23.20 23.32 Jombang 04.47 04.50
Purwokerto 00.35 00.42 Mojokerto 05.13 05.17
Cirebon 02.35 02.43 Surabaya Gubeng 05.54 06.25
Jatibarang 03.13 03.15 Waru 06.37 06.39
Jatinegara 05.26 05.28 Sidoarjo 06.52 06.56
Gambir 05.43 - Lawang 08.00 08.03
Malang 08.27 -

Antarmoda pendukung

Menuju Bali

Kereta api Bima dapat digunakan sebagai moda transportasi penghubung ke objek wisata yang ada di Banyuwangi maupun Pulau Bali dan sebaliknya. Setiba di Surabaya, penumpang dapat singgah di ruang tunggu Stasiun Surabaya Gubeng untuk meneruskan perjalalan ke Banyuwangi dengan kereta api Mutiara Timur, Setiba di Banyuwangi, penumpang dapat melanjutkan perjalanan ke Pulau Bali dengan menaiki bus menuju Denpasar dan sebaliknya.

Galeri

Insiden

  1. Pada bulan Oktober 2010, kereta api Bima bersinggungan dengan kereta api Gaya Baru Malam Selatan paling belakang di Stasiun Purwosari karena kereta api Gaya Baru Malam belum terparkir penuh.[4]
  2. Pada tanggal 8 September 2015 pukul 05.20 WIB, kereta api Bima menabrak mobil bak terbuka yang menerobos pintu perlintasan di Cipinang, Pulo Gadung, Jakarta Timur. Akibatnya, jadwal kereta api jarak jauh dan KRL menjadi terganggu.[5]
  3. Pada tanggal 10 November 2015, seorang ibu beserta anaknya tewas tertabrak kereta api Bima pada perlintasan tanpa palang pintu di Kramatjegu, Taman, Sidoarjo setelah pulang dari pasar.[6]

Catatan kaki

  1. ^ a b Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 45 tahun 2010.
  2. ^ Kebijakan pembelian tiket dapat dipesan mulai sembilan puluh hari sebelum keberangkatan (H-90) berlaku mulai tanggal 14 Februari 2020

Referensi

Pranala luar