Bahasa Cirebon

bahasa di pulau Jawa yang dituturkan oleh etnik Cirebon
(Dialihkan dari Basa Cerbonan)

Bahasa Cirebon[10][11][12] (dieja oleh penuturnya sebagai basa Cêrbon[b]) atau disebut juga sebagai Bahasa Jawa Cirebon[c] adalah bahasa yang dituturkan di pesisir utara Jawa Barat terutama mulai daerah Pedes hingga Cilamaya Kulon dan Wetan di Kabupaten Karawang, Blanakan, Pamanukan, Pusakanagara, sebagian Ciasem, dan Compreng di Kabupaten Subang, Ligung, Jatitujuh, dan sebagian Sumberjaya, Dawuan, Kasokandel, Kertajati, Palasah, Jatiwangi,[1] Sukahaji, Sindang,[13] Leuwimunding, dan Sindangwangi di Kabupaten Majalengka sampai Kota dan kabupaten Cirebon (kecuali bagian selatan) serta Losari Timur di Kabupaten Brebes di Provinsi Jawa Tengah.[14] Bahasa Cirebon juga dipergunakan bersama bahasa Sunda di wilayah Surian, kabupaten Sumedang.[4]

Bahasa Cirebon
BPS: 0084 2
Basa Cêrbon
Aksara Rikasara Cirebon gaya Gamel pada proposal dewan adat Gamel, dibagian atas tertulis dengan Rikasara Cirebon gaya Gamel yang bertuliskan "waringin rungkad".
Dituturkan diIndonesia
WilayahRebana,[a][1][2] Kabupaten Karawang dan Sumedang bagian utara (Jawa Barat)[1][3][4]
Losari, Kabupaten Brebes (Jawa Tengah)[5]
EtnisCirebon
Penutur
1.877.514 jiwa (suku Cirebon; 2010)
3.086.721 jiwa (penutur bahasa Cirebon; 2010)[6]
Posisi bahasa Cirebon dalam dialek-dialek bahasa Jawa Sunting klasifikasi ini

Catatan:

Simbol "" menandai bahwa bahasa tersebut telah atau diperkirakan telah punah
Bentuk awal
Status resmi
Diatur olehLembaga Basa lan Sastra Cirebon
Kode bahasa
ISO 639-3
LINGUIST List
LINGUIST list sudah tidak beroperasi lagi
jav-cir
Glottologcire1240[9]
BPS (2010)0084 2
Lokasi penuturan
Lokasi penuturan Bahasa Cirebon
Peta
Peta yang menunjukkan perkiraan penuturan bahasa Cirebon di wilayah Kawasan Metropolitan Cirebon-Patimban-Kertajati dan sekitarnya
Unduh garis tepi peta ini
 Portal Bahasa
L • B • PW   
Sunting kotak info  Lihat butir Wikidata  Info templat

Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, bahasa Cirebon dituturkan oleh 3.086.721 jiwa penduduk Indonesia usia 5 tahun ke atas. Ia menduduki peringkat ke-11 bahasa yang paling banyak dituturkan oleh penduduk Indonesia setelah bahasa Jawa, bahasa Indonesia, bahasa Sunda, bahasa Melayu, bahasa Madura, bahasa Minangkabau, bahasa Banjar, bahasa Bugis, bahasa Bali, dan bahasa Batak.[6] Pengembangan bahasa Cirebon dilakukan oleh Lembaga Basa lan Sastra Cirebon (LBSC).

Pengaruh

sunting

Bahasa Cirebon sebagian besar kosakatanya dipengaruhi oleh bahasa Jawa Sansekerta, yaitu sekitar 80% sehingga bahasa Cirebon disebut sebagai bahasa Sanskerta kontemporer, kosakata serapan bahasa Sanskerta diantaranya adalah ingsun (saya) dan cemera (anjing)[15]

Pada abad ke-15-17 M, bahasa Cirebon telah digunakan dalam tuturan warga pesisir utara Pulau Jawa bagian barat, di wilayah yang sekarang menjadi Kabupaten dan Kota Cirebon, yang saat itu merupakan salah satu pelabuhan utama di Pulau Jawa. Bahasa Cirebon dipengaruhi oleh bahasa Sunda karena keberadaannya yang berbatasan langsung dengan kebudayaan Sunda, khususnya kebudayaan Sunda di Kuningan dan di Majalengka, bahasa Cirebon juga menyerap kosakata dari bahasa-bahasa asal Tiongkok, Timur Tengah, dan Eropa. Contoh kosakata serapannya antara lain: taocang ('kuncir') dari bahasa Tionghoa, bakda ('setelah') dari bahasa Arab, dan sonder ('tanpa')[11] dari bahasa Belanda. Bahasa Cirebon mempertahankan bentuk-bentuk kuno seperti ingsun (saya) dan sira (kamu) dalam bahasa sehari-hari.

Pada masa Amangkurat II berkuasa di Mataram, bahasa Cirebon menurut Nurdin Noer tidak dipengaruhi oleh bahasa Jawa[15]. Pada masa itu kosakata dari bahasa Sanskerta masih dipergunakan untuk percakapan sehari-hari masyarakat Cirebon[15].

Sastra Cirebonan merupakan bagian dari Sastra Pesisiran yang berkembang di sepanjang pantai utara pulau Jawa. Beberapa ahli[siapa?] percaya bahwa Sastra Cirebonan dalam bentuk tulisan telah ada sejak zaman Hindu Awal, dan telah mempengaruhi kebudayaan masyarakat di Jawa[butuh rujukan]. Sebagai pengaruh budaya Hindu, dapat ditemui dua macam karya Sastra Cirebonan, yang disebut tembang gedhé dan tembang tengahan. Setelah Cirebon menjadi pusat penyebaran agama Islam oleh walisanga sekitar abad ke-14-15 M, muncul tembang cilik, yang oleh kebanyakan orang disebut tembang macapat. Setelah beberapa hasil karya sastra telah selesai ditulis, banyak cerita sejarah atau legenda menyebar ke masyarakat melalui komunikasi (tatap muka).[16]

Pada masa lalu, di kota Cirebon padatnya aktivitas pelabuhan menarik banyaknya urbanisasi kelompok masyarakat dari wilayah sekitarnya termasuk dari Indramayu, Losari dan Brebes yang notabene sebagiannya merupakan wilayah suku Sunda dan suku Jawa selain itu di sekitar pelabuhan Cirebon juga dapat ditemukan kelompok-kelompok masyarakat suku Bugis, suku Madura, pendatang China dan warga keturunan Arab yang pada akhirnya telah menjadikan wilayah ini beragam secara adat maupun bahasa, pada pola kehidupan di sekitar pelabuhan, bahasa Cirebon telah menjadi bahasa ater-ater (bahasa Indonesia: bahasa pengantar) pada pergaulan di berbagai kalangan masyarakatnya, bahkan ketika terjadi penurunan aktivitas pelabuhan Cirebon pada era modern dengan tidak lagi berhentinya kapal Pelni di pelabuhan Cirebon dan pelabuhan hanya dijadikan tempat bongkar batubara dari Kalimantan saja yang notabene menurunkan tingkat interaksi berbagai kelompok masyarakat yang ada, bahasa Cirebon tetap dan telah menjadi bahasa ater-ater yang dominan pada wilayah tersebut.[17]

Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, bahasa Cirebon dituturkan oleh 3.086.721 jiwa penduduk Indonesia usia 5 tahun ke atas. Ia menduduki peringkat ke-11[6],[18] bahasa yang paling banyak dituturkan oleh penduduk Indonesia setelah bahasa Indonesia, bahasa Jawa umum, bahasa Sunda, bahasa Melayu, bahasa Madura, bahasa Minangkabau, bahasa Banjar, bahasa Bugis, bahasa Bali, dan bahasa Batak.[6] Pengembangan bahasa Jawa Cirebon dilakukan oleh Lembaga Basa lan Sastra Cirebon (LBSC).

Proses penyebaran

sunting

Bahasa Cirebon dalam proses penyebarannya ada yang melalui kegiatan belajar-mengajar di pesantren, hal tersebut dikarenakan pada masa lalu penyebaran agama Islam di wilayah Pasundan dipercaya dibawa dari wilayah kesultanan Cirebon sehingga untuk menghormati sejarah penyebaran Islam yang dibawa dari Cirebon inilah para ulama utamanya di wilayah Kuningan dan Majalengka ketika mengkaji ilmu agama selalu menggunakan bahasa Cirebon ketika menyampaikan arti dari makna kata (hafsahan) yang sedang diajarkan ketimbang bahasa Sunda[19]

Pada proses penyebaran seperti yang terjadi di pesantren Darul Hikmah yang berlokasi di Tanjungkerta, kabupaten Sumedang. Pesantren yang didirikan pada tahun 1927 oleh kyai Nahrowi ini menggunakan bahasa Sunda dan bahasa Cirebon (pada masa itu masih disebut sebagai bahasa Jawa Cirebon) sebagai bahasa pengantarnya[20], hal tersebut dikarenakan pada masa lalu kyai Nahrowi pernah menjadi santri di Cirebon tepatnya di pesantren Babakan Ciwaringin, sehingga mempengaruhi cara pengajaran ia yang menggunakan dua bahasa (bahasa Sunda dan bahasa Cirebon)[20].

Proses penyebaran bahasa Cirebon lainnya adalah melalui jalur kesenian, berbagai kesenian seperti Reog cirebonan (sebuah bentuk kesenian yang dimainkan oleh empat orang pria yang membawa dogdog (kendang yang hanya ditutup satu sisinya) dan diisi oleh komedi atau lawak), Ogel (Reog cirebonan yang dimainkan oleh wanita), Longser (teater rakyat yang berisi tarian dan komedi dengan diiringi oleh gamelan), Gonjring (pertunjukan akrobat), wayang kulit dan wayang menak dipertunjukan dengan menggunakan bahasa Cirebon[21]

Penyebaran bebasan Cirebon

sunting

Pada masa DI/TII para anggotanya yang berasal dari Cirebon menggunakan bahasa Cirebon Bagongan yang biasa digunakan sehari-hari untuk membedakan mereka dengan penduduk Cirebon yang bukan anggota DI/TII, mengetahui kejadian ini seorang tokoh Cirebon berinisiatif untuk menyebarluaskan Bebasan Cirebon kepada masyarakat dengan tujuan tidak terjadi salah faham di masyarakat[15]

Upaya perlindungan

sunting

Proses perlindungan penggunaan bahasa Cirebon telah diupayakan sejak dahulu termasuk pada masa awal kemerdekaan. Pada kongres Jawa Barat yang ketiga, tepatnya di Kota Bandung tanggal 23 Februari 1948[22] (namun menurut Dayat Suryana dalam bukunya yang berjudul Provinsi-Provinsi di Indonesia, peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 28 Februari 1948).[23] Salah satu perwakilan warga Jawa Barat dari suku Sunda yaitu bapak Soeria Kartalegawa yang juga ketua Partai Rakyat Pasundan (PRP) mengusulkan supaya pembicaraan dalam rapat badan perwakilan tersebut (Kongres Jawa Barat) dibolehkan mempergunakan bahasa Sunda, namun belakang usulan tersebut segera disanggah oleh perwakilan masyarakat Jawa Barat lainnya dari suku Cirebon yaitu bapak Soekardi, bapak Soekardi mencetuskan;

“Djika dibolehkan berbitjara dalam bahasa Soenda, orang-orang yang berhasrat memakai bahasa daerah lainnya poen haroes diizinkan, oempamanja bahasa daerah Tjirebon.”[22]

Klasifikasi

sunting

Bahasa Cirebon sebagai sebuah dialek dari bahasa Jawa

sunting

Penelitian menggunakan angket sebagai indikator pembanding kosakata anggota tubuh dan budaya dasar ("makan", "minum", dan sebagainya) berlandaskan metode Guiter menunjukkan perbedaan kosa kata Bahasa Cirebon dengan Bahasa Jawa di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta mencapai 75%, sementara perbedaannya dengan dialek di Jawa Timur mencapai 76%.[24],[25] Untuk diakui sebagai sebuah bahasa tersendiri, suatu bahasa setidaknya membutuhkan sekitar 80% perbedaan dengan bahasa terdekatnya.[24],[25]

Meski kajian linguistik sampai saat ini menyatakan bahasa Cirebon ”hanyalah” dialek (karena penelitian Guiter mengatakan harus berbeda sebanyak 80% dari bahasa terdekatnya), namun sampai saat ini Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2003 masih tetap mengakui Cirebon sebagai bahasa dan bukan sebagai sebuah dialek. Dengan kata lain, belum ada revisi terhadap Perda tersebut. Menurut Kepala Balai Bahasa Bandung, Muh. Abdul Khak, hal itu sah-sah saja karena Perda adalah kajian politik[26]. Dalam dunia kebahasaan menurutnya, satu bahasa bisa diakui atas dasar tiga hal. Pertama, bahasa atas dasar pengakuan oleh penuturnya; kedua, atas dasar politik; dan ketiga, atas dasar linguistik.

Bahasa atas dasar politik, contoh lainnya bisa dilihat dari sejarah Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia yang sebenarnya berakar dari Bahasa Melayu, seharusnya dinamakan bahasa Melayu dialek Indonesia. Namun, atas dasar kepentingan politik, akhirnya bahasa Melayu yang berkembang di negara Indonesia –oleh pemerintah Indonesia– dinamakan dan diklaim sebagai bahasa Indonesia. Selain alasan politik, pengakuan Cirebon sebagai bahasa juga bisa ditinjau dari batasan wilayah geografis dalam perda itu. Abdul Khak mengatakan, Cirebon disebut sebagai dialek jika dilihat secara nasional dengan melibatkan bahasa Jawa.

Artinya, ketika Perda dibuat hanya dalam lingkup wilayah Jabar, Cirebon tidak memiliki pembanding kuat yaitu bahasa Jawa. Apalagi, dibandingkan dengan bahasa Melayu Betawi dan Sunda, Cirebon memang berbeda.[26]

Bahasa Cirebon sebagai bahasa mandiri

sunting
 
Cacarakan Cirebon yang bersandingan dengan Rikasara Cirebon

Revisi Perda, sebenarnya memungkinkan dengan berbagai argumen linguistik. Namun, kepentingan terbesar yang dipertimbangkan dari sisi politik bisa jadi adalah penutur bahasa Cirebon, yang tidak mau disebut orang Jawa maupun orang Sunda[26][27]. Ketua Lembaga Basa lan Sastra Cirebon Nurdin M. Noer mengatakan, bahasa Cirebon adalah persilangan bahasa Jawa dan Sunda. Meskipun dalam percakapan orang Cirebon masih bisa memahami sebagian bahasa Jawa, dia mengatakan kosakata bahasa Cirebon terus berkembang tidak hanya ”mengandalkan” kosa kata dari bahasa Jawa maupun Sunda.

”Selain itu, bahasa Cirebon sudah punya banyak dialek. Contohnya saja dialek Plered, Jaware, dan Dermayon,” ujarnya.

Pakar Linguistik Chaedar Al Wasilah pun menilai, dengan melihat kondisi penutur yang demikian kuat, revisi tidak harus dilakukan. justru yang perlu dilakukan adalah melindungi bahasa Cirebon dari kepunahan.[26]

Observasi Penutur

sunting

Pada masa lalu bahasa Cirebon sering disebut sebagai bahasa Jawa Cirebon atau bahasa Jawa dialek Cirebon di mana menurut Ayatrohaedi hal tersebut merupakan sebuah kesalahan dikarenakan dalam observasinya ketika dua orang Cirebon sedang berbicara, kawannya yang merupakan orang Jawa hanya terbengong karena tidak memahami apa yang sedang dikatakan[28]

Pada sebuah observasi yang dilakukan oleh Idik Saeful Bahri dengan menyandingkan penutur bahasa Cirebon dengan penutur bahasa Jawa yang asli dari Yogyakarta di mana keduanya diperkenankan untuk berbicara dengan bahasa daerahnya masing-masing ditemukan fakta bahwa keduanya tidak saling memahami tentang apa yang sedang dibicarakan oleh lawan bicaranya dan percakapan yang sedang dilakukan menjadi tidak jelas[19]

Pendekatan Lauder dalam dialektometri

sunting

Selama ini bahasa Cirebon dianggap sebagai dialek dari bahasa Jawa dikarenakan beberapa pihak yang menginginkan Cirebon tetap menjadi bagian dari budaya Jawa hanya berpegang pada penelitian model Guiter saja yang mengharuskan perbedaan antar kedua subjek bahasa sebesar 80%, namun jika menggunakan pendekatan Lauder, pendekatan ini mengkritisi jumlah persentase yang diajukan guiter yaitu sebesar 80% karena menurut Lauder, cukup 70% saja dalam kajian dialektometri bagi sesuatu untuk dikatakan sebagai "bahasa" yang Mandiri.[29]

Lauder, sudah menggunakan metode yang lazim dan umum dilakukan dalam kajian dialektologi terhadap bahasa-bahasa di Indonesia, yaitu metode dialektometri, hanya yang menarik dari pandangannya itu ialah usulannya tentang modifikasi kategori persentase perbedaan unsur kebahasaan untuk menyebutkan suatu isolek sebagai bahasa atau dialek yang diajukan oleh Guiter, Guiter menitik beratkan perbedaan kebahasaan harus sekitar 80%[30][31]. Menurutnya, persentase untuk dianggap beberapa isolek sebagai bahasa yang berbeda, jika perbedaannya di atas 80% terlalu tinggi untuk bahasa-bahasa di Indonesia. Karena kategori kajian guiter itu dibangun di atas data bahasa-bahasa Barat (eropa dan sejenisnya), karena itu perlu dimodifikasi. Kenyatan lain, menurutnya, ialah berdasarkan hasil penelitian berbagai bahasa daerah di Indonesia memperlihatkan perbedaan antara bahasa yang satu dengan yang lainnya hanya sekitar 65%–70% saja, di mana perbedaan kosakata antara Bahasa Cirebon dengan Bahasa Jawa adalah 75-76% yang dalam pendekatan Lauder dianggap sempurna menjadi sebuah bahasa mandiri dikarenakan menurut Lauder hanya butuh 70%[29] perbedaan saja.

Aksara

sunting

Bahasa Cirebon dalam perjalanannya menggunakan aksara yang dikenal dengan nama Rikasara, Carakan Cirebon, aksara Arab Pegon serta aksara Jawi[32]. Aksara Carakan Cirebon sendiri merupakan aksara Carakan yang terpengaruh Carakam Jawa, hal ini dapat terlihat dari surat yang ditulis oleh Sultan Sepuh Djoharuddin dalam menyambut kedatangan Raffles di Cirebon. Sementara Rikasara Cirebon[33] merupakan jenis aksara yang digunakan sebelum tahun 1650-an (abad 17) di mana para ahli berpendapat bahwa Rikasara tersebut memiliki keterkaitan dengan aksara Palawa.

Aksara Rikasara Cirebon

sunting

Rikasara Cirebon yang oleh para ahli dikatakan memiliki keterkaitan dengan aksara Palawa[33] memiliki tiga cara penulisan dan beberapa gaya tulis (Samengan)

  • Sasandisara (cara menulis rahasia), tujuan cara penulisan ini adalah agar tulisannya tidak bisa diketahui oleh khalayak ramai, contoh cara penulisan ini dapat ditemui pada surat yang dibawa ke Banten untuk membantu pangeran Hasanuddin
  • Angarasara (cara menulis umum), cara penulisan yang biasa dilakukan oleh para Ajengan (kyai atau orang terhormat) dan bersifat umum (tidak rahasia) sehingga bisa dibaca oleh siapa saja, pada Angarasara gaya tulis atau Samengan secara garis besar dibagi menjadi beberapa yaitu, Kawatu, Layus dan Halif
  • Bandasara (cara menulis rahasia dengan membalutnya dengan doa), tujuan penulisan ini sebenarnya sama dengan Sasandisara yaitu untuk hal-hal yang bersifat rahasia, hanya saja karena dibalut dengan doa pembawanya tidak sadar kalau dia sedang membawa surat penting, contohnya adalah surat yang dibawa oleh Anom Talibrata, banyak syarat-syarat yang dibalut dengan pembacaan ayat suci al-qur'an ketika membuat tulisan dengan cara Bandasara, rumitnya Polah Hikmah (aturan-aturan hikmah) yang diterapkan dalam penulisan Bandasara membuat tidak sembaragan orang dipercaya untuk menuliskannya.

Carakan Cirebon

sunting
 
Pasal 1 Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia, ditulis dengan Carakan Cirebon gaya Djoharuddin (Carakan Cirebon gaya Djoharuddin adalah gaya Carakan Cirebon yang digunakan di kesultanan Kasepuhan pada masa Sultan Sepuh Djoharuddin sekitar tahun 1800-an)

Carakan Cirebon mencapai masa keemasannya pada periodisasi sastra sekitar abad ke-16 (tahun 1500-an). Kala itu sastra pesisiran berkembang pesat, seiring berpindahnya kekuasaan politik dari Majapahit ke kesultanan-kesultanan Muslim seperti Cirebon dan Demak pasca banyaknya ningrat-ningrat, sastrawan dan seniman Majapahit yang menyingkir ke Bali. Sastra Pesisiran yang berkembang pada periodisasi keemasan tersebut berusaha membalutkan nilai-nilai keislaman dengan elemen-elemen kuno dari kebudayaan Majapahit[34] Sastra Pesisiran yang turut membawa carakan Cirebon pada masa keemasannya dimulai ketika pengaruh Islam mulai memasuki pulau Jawa termasuk di wilayah Kesultanan Cirebon. ada setidaknya tiga pusat utama perkembangan sastra pesisiran yaitu di Gresik, Demak dan di wilayah kesultanan Cirebon yang meliputi Cirebon hingga Banten pada masa itu. Berbeda dengan Demak yang pada masa itu menjadi rujukan bagi daerah pedalaman sekitarnya yang mayoritas dihuni oleh suku Jawa(cikal bakal daerah Mataram), perkembangan Carakan dan sastra pesisiran di wilayah kesultanan Cirebon tidak sehomogen dengan apa yang terjadi di Demak, heterogenitas antara pesisir Cirebon yang multi-etnis ditambah dengan pedalaman Cirebon yang juga dihuni oleh suku Sunda yang berbeda bahasa dan pola tulisan membuat Carakan dan sastra Cirebon mengakomodir pola-pola ucap dan kebiasaan-kebiasaan sastra dari wilayah sekitarnya sehingga menyebabkan teks-teks sastra yang berasal dari wilayah kesultanan Cirebon walau ditulis dengan pola aksara carakan yang tidak jauh berbeda (Cirebon menerapkan pola aksara carakan dengan gaya satu tembok sementara Jawa menerapkan pola carakan dengan gaya dua tembok) namun teks-teks tersebut tidak dimengerti oleh pembaca dari wilayah Jawa bagian tengah[34].

Carakan Cirebon menurut TD Sudjana pada awalnya berasal dari Pallawa yang menyebar di Nusantara, para aristokrat yang menggunakan Pallawa sebagai aksara ini kemudian mengembangkan pola-pola aksara di wilayah yang diperintahnya, dan kemudian menjadi aksara daerahnya masing seperti aksara Carakan Jawa, Sunda dan Aksara Carakan Cirebon, oleh karena itu Carakan Cirebon oleh budayawan Cirebon TD Sudjana dikiaskan sebagai sesuatu hal yang memiliki makna budi luhur sebagai penunjang tegaknya akhlak bangsa dan kepribadian bangsa.[34]

Aksara Sunda Kuno

sunting

Aksara Sunda Kuno pernah dipakai untuk menuliskan bahasa Cirebon yang pada saat itu digunakan sebagai media untuk menyebarkan agama Islam di Tatar Sunda[8]. Hal ini dapat dilihat pada penggunaannya dalam beberapa naskah di bawah ini;

Hilangnya aksara Sunda dan Rikasara Cirebon

sunting

Pada tanggal 3 November 1705, Belanda mengeluarkan sebuah surat ketetapan agar digunakan aksara carakan Jawa sebagai aksara tulis, ketetapan ini menurut sebagian peneliti dikarenakan berkurangnya penggunaan aksara Sunda pada masyarakat setempat[35]. Pada wilayah kesultanan-kesultanan Cirebon surat ketetapan Belanda resmi berlaku setelah dikeluarkannya surat yang meratifikasi ketetapan Belanda tersebut oleh para penguasa Cirebon pada 9 Februari 1706[35], secara perlahan aksara Sunda dan juga Rikasara Cirebon digantikan oleh carakan Jawa, dalam sebuah naskah dari desa adat Gamel-Sarabahu di Cirebon dijelaskan bahwa hilangnya Rikasara Cirebon secara berangsur-angsur setelah dikeluarkannya surat ratifikasi kesultanan-kesultanan di Cirebon menemui titik puncaknya yang waktunya bertepatan dengan dikaburkannya sejarah Cirebon oleh Belanda yang dalam naskah peristiwa itu disebut

"... Kalpariksa jatining cirebon, Lebon pepeteng ... 8461//22//09"

[36]

Kosa kata

sunting
 
Peta sebaran bahasa Cirebon (pada masa tersebut masih disebut sebagai Cheribonsch Javansch) pada tahun 1905 menunjukan penggunaan bahasa Cirebon meluas hingga ke timur pulau Jawa.
Pada peta diatas terlihat bahwa wilayah utara Banten (kode angka 1) dimasukan sepenuhnya kedalam wilayah sebaran bahasa Cirebon sementara wilayah Indramayu (kode angka 3) dijelaskan sebagai wilayah yang diapit oleh bahasa Sunda dan bahasa Cirebon.

Pada tahun 1869, hasil penelitian yang dilakukan oleh Karel Frederik Holle seorang pemerhati budaya dan sastra[37] yang dikemudian hari diangkat menjadi seorang penasihat (Honorary Advisor for Domestic Affair) untuk pemerintahan Hindia Belanda diterbitkan dengan pengawasan redaktural oleh W. Stortenbeker (doktoral di bidang ilmu hukum dan sastra) dan J.J Van Limburg Brouwer (doktoral di bidang ilmu filsafat)[38] dalam penelitian tersebut Karel Frederik Holle menjelaskan tentang sebuah babad yang berasal dari sekitar tahun 1788 - 1820 yang diperoleh dari bupati Sumedang, babad tersebut dijelaskan diperoleh oleh bupati Sumedang dari seorang Pangeran Cirebon. Babad kemudian berhasil diterjemahkan, dalam penelitiannya tersebut ia menjelaskan bahwa kosakata dalam babad tersebut ditulis dengan bahasa Cirebon atau yang pada masa itu disebut sebagai Cheribonsch Javansch[38]

Sebagian besar kosa kata asli dari bahasa Cirebon memiliki kesamaan dengan bahasa Jawa standar (Surakarta/Yogyakarta) baik secara morfologi maupun fonetik, memang bahasa Cirebon yang dipergunakan di Cirebon dengan di Indramayu itu meskipun oleh sebagian orang dikatakan sebagai bagian dari bahasa Jawa namun mempunyai perbedaan dengan “bahasa Jawa baku”, yaitu bahasa yang diajarkan di sekolah-sekolah yang berpegang kepada bahasa Jawa Solo. Dengan demikian, sebelum 1970-an, buku-buku pelajaran dari Solo tak dapat digunakan karena terlalu sukar bagi para murid (dan mungkin juga gurunya). Oleh karena itu, pada 1970-an, buku pelajaran itu diganti dengan buku pelajaran bahasa Sunda yang dianggap akan lebih mudah dimengerti karena para pemakai bahasa Sunda “lebih dekat”. Akan tetapi, ternyata kebijaksanaan itu pun tidak tepat sehingga muncul gerakan untuk menggantinya dengan buku dalam bahasa yang digunakan di wilayahnya, yaitu Bahasa Cirebon (pada era tahun 1970-an masih disebut sebagai bahasa Jawa dialek Cirebon).[39]

Bahasa Cirebon Kuno

sunting

Bahasa Cirebon Kuno[40] dipergunakan pada naskah naskah kuno yang ada di Cirebon dan sekitarnya, bahasa ini masih bisa dijumpai pada teks teks di periode awal terbaginya kesultanan Cirebon menjadi dua kesultanan atau sekitar pada tahun 1600-an, menurut Elang (bahasa Indonesia: pangeran) Yusuf Dendabrata salah satu kosakata yang berasal dari bahasa Cirebon Kuno adalah pelem (bahasa Indonesia: mangga). Pada budaya Cirebon sejak zaman dahulu, mangga merupakan manifestasi dari konsep gelem (hasrat/kemauan) dan mangga Cengkir adalah proyeksi dari konsep gelem kencenge pikir (bahasa Indonesia: mau kritis berfikir) di mana buah mangga Cengkir digantungkan pada lunjuk tempat penyiraman pada prosesi Siram Tawandari di ritual pernikahan adat Cirebon.

Berikut adalah kutipan bahasa Cirebon Kuno yang ditulis pada pustaka Negara Kertabumi[41]

mejahhi / pratibandḍa / hurip lobha / magawé kadustan mwang pāpakarma // haywa ta sirā nginum panamadya / athawékang magawé marganing patinta / suçīlā ta sira // haywa ta sira dumadi wira mati / mwang lumūda çatrewanung wus pinaribhawa / umangnacpati / yadyapin ya çatrusang salah warak samaken mwang inupaçra yan dénnira // haywa ta sira tuhagamana ring dharmmanya yéku agaméslam lawan kuran ikang wéda ning janapada sakala bhuwana / dwājilulloh dé nira kudu mapageh dé nyānggé gwa ninya // nityasa ta sira mangastung kara ring hyang tunggal

bunuh, bertentangan, hidup tamak, berbuat dusta serta berbuat nista. Janganlah engkau minum minuman yang memabukkan, atau yang menciptakan jalan kematianmu, sopan santunlah engkau, janganlah engkau menjadi wiramati. Dan menyerang lagi perkataan yang telah menghina, menyalahkan diri sendiri ke dalam kematian, meskipun musuh yang salah maafkanlah dan berilah pertolongan padanya. Janganlah ia terus-menerus melakukan perbuatannya itu. Agama Islam dan Qur’an itu pengetahuan untuk seluruh umat manusia di seluruh dunia, dua kalimat Syahadat harus kau genggam erat dan pakailah (laksanakanlah) ia senantiasalah engkau berdoa kepada Tuhan yang Esa.

Angka dan kuantitas

sunting

Pada tahun 1926, hasil penelitian J N Smith (asisten residen Cirebon) diterbitkan, selain menjelaskan tentang ragam bahasa Cirebon dan perbedaanya dengan bahasa Jawa yang terdapat di wilayah Jawa Tengah dan Surakarta ia juga menjelaskan mengenai kosakata yang berkenaan dengan angka dan kuantitas[42], seperti .

Bahasa Cirebon Bahasa Indonesia
Sambang Seribu
Sareal Dua Rupiah
Saripis Satu
Suku Setengah
Seteng Tiga setengah Sen
Telung Wang Dua belas setengah Sen
Sabaru Delapan setengah Sen
Rong Baru Tujuh belas Sen
Telung Baru Satu tali
Lima las Baru Satu rupiah satu tali
Sapinda Setengah
Kalipinda Dua setengah
Sagantang 10 kati
Sakocel 5 kati

Kata Ganti (Purusa)

sunting

Kata Ganti Orang Pertama (Utama Purusa)

sunting
  • Sun (artinya Saya, jika ditambahkan awalan "re/ra" menjadi "resun" maka artinya "saya adalah orang yang terhormat")
  • Isun (artinya Saya, jika kata isun bertemu dengan kata kerja maka "isun" berubah menjadi "tak' atau "tek")
  • Ngwang (artinya Saya, jika ditambahkan kata "sang" menjadi "sangwang" maka maknanya menjadi lebih terhormat dari kata "ngwang")
  • Pwanghulun (artinya Saya adalah seorang Hamba)
  • Nghulun (artinya Saya adalah seorang Hamba, jika ditambahkan kata "Pinaka" menjadi "Pinaka nghulun" maka artinya "diperhamba" dan jika ditambahkan kata "sang" menjadi "sanghulun" maka maknanya menjadi terhormat daripada "nghulun")
  • Pinun (artinya Saya adalah milik Tuan)
  • Manehta (artinya Saya adalah hamba tuanku, khusus digunakan untuk perempuan)
  • Bujangga Mpu (artinya Saya adalah orang yang terpelajar dan alim, biasa digunakan oleh kaum agamawan)

Kata Ganti Orang Kedua (Madyatama Purusa)

sunting
  • Ko (artinya Anda)
  • Twa / Ta (artinya Anda)
  • Kamu (artinya Anda, bisa digunakan untuk menyatakan lebih dari satu orang)
  • Kita (artinya Anda atau Tuan. Kata ini lebih terhormat dibandingkan "Ko","Twa/Ta","Kamu")
  • Ngcarira (artinya Anda (secara umum), kata ini lebih terhormat dibandingkan "Ko","Twa/Ta","Kamu")
  • Sira (artinya Anda, namun penggunaan kata ini ditujukan pada Sultan untuk Bawahan atau Pejabat untuk Bawahan yang makna tingkatannya lebih rendah)
  • Kanyu (artinya Anda, kata ini setara dengan "Ko")
  • Rahadyan Sanghulun (artinya anda adalah tuanku, dipergunakan oleh Pekerja kepada Majikannya)

Kata Ganti Orang Ketiga (Pratama Purusa)

sunting
  • Ya (artinya Dia)
  • Sira (artinya Dia, jika ditambahkan kata "hana" menjadi "hana sira" yang artinya "ada seseorang")
  • Rasiki (artinya Dia)

Kata Ganti Milik (Empunya)

sunting

Kata Ganti Milik Orang Pertama

sunting
  • Ku atau Ngku (artinya milik -ku)
  • Mami (artinya milik -kami)
  • i ngwang (artinya milik -ngwang)
  • i nghulun (artinya milik -nghulun)
  • i sanghulun (artinya milik -sanghulun)
  • Pinaka hulun (artinya milik -pinaka hulun)
  • Bujangga Mpu (artinya milik -bujangga mpu)→

Kata Ganti Milik Orang Kedua

sunting
  • Mu (artinya milik -kamu)
  • Nta / Ta (artinya milik -kita)
  • Nyu (artinya milik -kanyu)
  • Rahadian Sanghulun (artinya milik -rahadian sanghulun)

Kata Ganti Milik Orang Ketiga

sunting
  • Nya (artinya milik -ya)
  • Nira / ira (artinya milik -sira)
  • Rasika (artinya milik -rasiki)

Perbandingan bahasa Cirebon Bagongan (bahasa rakyat)

sunting

Berikut merupakan perbandingan antara bahasa Jawa Cirebon dengan Dialek lainnya yang dianggap serumpun, yaitu bahasa Jawa Banten,[43] Bahasa Jawa dialek Dermayon, dialek Tegal dan Pemalangan serta Bahasa Jawa Baku (dialek Surakarta - Yogyakarta) dalam level Bagongan atau Bahasa Rakyat.

Banten Utara Cirebon[7] Bahasa Cirebon - Dermayu (Dermayon) Banyumasan Tegal, Brebes Pemalang Solo/Jogja Kediri - Madiun Surabaya - Malang (arekan) Sunda Priangan Indonesia
Ateng Adi / kacung Adi Adi Adi Adi Adhi Adek Adek Dede Adik Laki-laki
Nong Nok / Nonok Denok / Senok Nduk Senok Gendhuk Genduk Níng, Yuk Enèng Adik Perempuan
kita kita/isun/Kito kita/reang/isun/nyong (Subang) inyong/nyong inyong/nyong nyong aku aku, awakku aku urang aku/saya
sire sira/siro slira/dika/ko (Subang) rika/ko/kowe kowen koe kowé awakmu, kowé koen, riko, peno maneh kamu
pisan pisan/men nemen/temên/pisan pisan/temên nemen/temen/pisan nemen/temen/teo tenan tenan temèn pisan sangat
keprimen keprewe/keprewen/prime/primen/priben kepriben/kepripun/keprimen/pribe kepriwe/priwe kepriben/priben/pribe keprimen/kepriben/primen/prime/priben/pribe piyé/kepiyé gek piyé, piyé ya'opo kumaha bagaimana
ore ora/beli ora/belih ora ora/belih ora ora ora, ogak gak henteu tidak
manjing manjing manjing/mlebu mlebu manjing/mlebu manjing/mlebu mlebu mlebu (masuk ruangan) , manjing (masuk kerja) mlebu asup masuk
arep arep/pan arep/arepan arep pan pan/pen/ape/pak arep arepan, arep, arepe katene, apene arek akan
sake sing sing / saka sêkang sing kadi/kading såkå tekå tekå ti dari
kelambi Kelambi kelambi Kelambi Kelambi Kelambi Klambi Klambi Klambi Acuk Pakaian
Kulon Kulon Kulon Kulon Kulon Kulon Kulon Kulon Kulon Kulon Barat
Tuku Tuku Tuku Tuku/tumbas Tuku Tuku Tuku Tuku Tuku Meuli Beli
Durung Durung Durung Durung, Urung Durung Durung Durung Durung, Urung Durung, Gurung Acan Belum
Kependak Ketemu Ketemu/Kepethuk Ketemu Ketemu Ketemu Kepetuk/Ketemu Petukan Ketemu Kapendak Bertemu
Bise Bisa Bisa Bisa/Teyeng Bisa Bisa Bisa Isa Isa Tiasa/Bisa Bisa
Lan Lan/karo/maninge Lan Lan Lan Lan Lan Lan Lan Jeung Dan
Teke Teka Teka Teka, Gutul: sampai Teka, Anjog Teka Teka Teka Totok, Teka Dongkap Datang
Kare Karo Karo Karo Karo Karo Karo Karo kambik Sareng Dengan
Entek Entok / Kasepan Entok / Entek Entong / Entek Enténg Entek/Enténg Entek Entek Entek Séép Habis (* kasepan = kehabisan barang karena terlambat datang)

Perbandingan bahasa Cirebon Bebasan (bahasa halus)

sunting

Berikut ini adalah perbandingan antara bebasan (Bahasa Halus) Cirebon, bebasan Dermayonan, bebasan Pemalangan, dengan bebasan Banten[43]

Banten Utara Cirebonan[11] Bahasa Cirebon - Dermayu (Dermayon) Pemalangan/Tegalan Sunda Priangan Indonesia
Loma Hormat
Kasih Jeneng/wasta/nami/asmi Jeneng/wasta/nami/asmi Jeneng/nami/asmi Ngaran Nami, Wasta, Kakasih Nama
Boten Boten Mboten Mboten Henteu, Teu Henteu, Teu Tidak
Teteh Rara / Yayu Yayu / Mbayu mbokayu Tétéh Aceuk Kakak perempuan (mbak)
Koh/iku/puniku Puniku Puniku Puniku/niku Éta Éta Itu
Kepetuk Kepanggih Kepanggih Kepanggih Papanggih Pependak Ketemu
Iki Niki Niki Niki Ieu Ieu Ini
nggih Inggih Inggih/nggih Inggih/nggih Enya, Heueuh Muhun, Sumuhun Ya
Ugi Ugi Ugi Ugi Ogé Ogé Juga
Kelipun Punapa Punapa Punåpå Naha Naha Kenapa
Hampura Hampura / Ampura Ngapura Ngampunten, Ngampura Hampura Hapunten Maaf
Sege Sekul Sekul Sekul Kéjo Sangu Nasi
Linggar Kesah Kesah Tindak/kesah Indit Mios, Angkat, Jengkar Pergi
Darbe Gadah Gadah Gadah Boga Gaduh, Kagungan Punya
Seniki Seniki Saniki Sakniki Ayeuna, Kiwari Danget ieu Sekarang
Matur nuhun Matur kesuwun/kesuwun Matur nuwun / Matur Suwun / Matur Sembahnuwun Matur nuwun Nuhun Hatur nuhun Terima kasih
Ayun ning pundi Bade teng pundi Lajeng teng pundi / Bade teng pundi Bade teng pundi Arék ka mana Badé ka mana Mau ke mana?
Pasar Peken Peken Peken Pasar Pasar Pasar
Salah Sawon Sawon Salah Salah Lepat Salah
Kule Kula / Ingsun Kula Kulå Kuring Abdi Saya
Uning Uning / Ertos (ngertos) Ngertos/Sumerep Ngertos/Sumerep Nyaho Terang, Uninga Tahu
Bangkit Saged Saged Saged Bisa Iasa, Yasa, Tiasa Bisa
Napik Sampun/mpun Ampun Ampun Ulah, Tong Teu Kénging Jangan
Nire Sampeyan / Panjenengan Sampeyan / Panjenengan Panjenengan Anjeun Salira, Hidep Anda
Cepe Cape Cape Cape Ceuk Saur Kata
Gelem Bade Bade Bade Daék Purun, Kersa Mau
Sare Kulem / Sare / Tilem Sare / Tilem Sare/Tilem Héés, Saré Mondok, Kulem Tidur
Mantuk Wangsul Wangsul/Mantog Wangsul/Mantuk Balik Wangsul, Mulih Pulang
Saus Mawon Mawon Mawon Waé/Baé Waé/Baé Saja
Wau Wau Wau Wau Tadi, Bieu Tadi, Nembé Tadi
Maler Maksih Tesih Taksih/Tesih Kénéh Kénéh Masih

Kamus Bahasa Indonesia - Cirebon

sunting

Berikut adalah Kamus yang berisi kosakata bahasa Cirebon Bagongan, Bahasa Cirebon Bebasan dengan Bahasa Dermayon Ngoko (Indramayu) dan Bahasa Dermayon Krama (Indramayu) (Masyarakat Indramayu menyebut Bahasa Bagongan dengan sebutan Bagongan atau Ngoko dan Bebasan dengan sebutan Krama atau Besiken[44]) serta terjemahannya dalam Bahasa Indonesia

U
Cirebon Bagongan Cirebon Bebasan Dermayon Bagongan / Ngoko[45] Dermayon Krama / Besiken[45] Bahasa Indonesia Penjelasan
Abad ? Abad Lestantum Abad
Abang Abrit Abang Abrit Merah
Abot ? Abot Awrat Berat
Adi Adik (Secara Umum Laki-Laki dan Perempuan)
Enang Ayi Danang / De'mas Rayi Adik (Laki-Laki)
? ? De'nok Diayu Adik (Perempuan
Adoh Tebih Adoh Tebih Jauh
Adol Sadean Adol Sadean Dagang
Adu Aben Adu Aben Adu
Adus Siram Adus Siram Mandi
Adhem ? Adhem Asrep Sejuk
Agama Agami Agama Agami Agama
? Aja Sampun Jangan (Sampun teng Riku! = "Jangan di situ!"
Akeh Katah Akeh Katah Banyak
Kakang Raka Kakang / Kang Mas Raka Kakak Laki-Laki
Aki Ki Pak de/ Bapa tua Bapa De Kakek
Aku Akên Ngaku Ngakên Aku (Mengaku) ngaken (mengaku)
Alas / Luwung Wana Alas Wana Hutan
Alih ? Alih ngalih Pindah (Ingsun sampun ngalih teng Kuningan = Saya sudah pindah ke Kuningan)
Knang Amargi Amerga Amergi Akibat (amargi ingsun mboten uning kepripun pakemipun basa Bebasan Cirebon ingkang leres = akibatnya saya tidak tahu bagaimana peraturan bahasa Bebasan Cirebon yang benar)
Aig / Age Aglis Cepet / Gage / Gagian Enggal Segera
Amba Wiwir Amba Wiyar Luas
Ambir Supadon Ben / Ambisan Ambisan Biar
Amit /Permisi ? Amit Nuwun Sewu /nyuwun Sewu Permisi
Ana Wenten Ana Wonten Ada
Angel Susah Angel Sesaha Susah
Angon Angen Angon Angen Gembala Ngangon Kebo (Menggembala Kerbau)
Angot ? Kumat Kimat Kambuh
Antarane Antawise Antarane Antawise Antaranya
Apa Punapa Apa Punapa Apa
Apik Sae Apik Sae Baik
Aran Asmi Aran / Jeneng Nami / Asmi / Asma Nama
Arep Ajeng Arep Ajeng / Lajeng Akan
Arep mendhi Bade pundi Arep ngêndhi / arep ngendhi Bade pundi / Lajeng têng Pundhi Mau ke mana?
Asli ? Asli Sesupe Asli
Asu ? Asu Segawon Anjing
Ati Manah Ati Manah Hati
Aturan Pakem Pakem Aturan
Awan Siyang Awan Rina / Siang Siang
Awak Selira / Badan Awak Selira / Badan Badan
Ayam Sawung Ayam Sawung Ayam
Bae Mawon Bae Mawon Saja
Bagen Sanggine Bagen Kêrsanipun Biarkan
Bagus Sae Bagus/Apik Sae Bagus
Baka Menawi Yen/Baka Menawa Kalau
Balik Wangsul Balik Wangsul Pulang
Banyu Toya Banyu Toya Air
Bapak Rama Bapak Rama Bapak
Batur Rencang Kanca Rencang Kawan
Banyu Toya Banyu Toya Air
Bari Kaliyan Bari/Bareng Sesarengan/Kaliyan Bersama
Bawi ? Celeng Andhapan Babi
Bebek ? Bebek Kambangan Bebek
Belah Palih Belah Palih Sepalih (sebelah) jambalang
Beli / Ora boten Belih/Ora Mboten Tidak
Bênêr Lêrês Bênêr Lêrês Benar
Bendrongan ? Main Musik (Main Musik Dengan Alat Seadanya disebut "Bendrongan"
Bêngên Rumiyen Bêngên Rumiyin / Sengen Dahulu
Bêngi Dalu Bêngi Dalu Malam
Beras Uwos Beras Uwos Beras
Bobad ? Bobad Bohong
Bocah / Anak Lare Anak Lare Anak
Bokat ? Becik Takut / Barangkali "aja ning ngerep nok..!!, bokat ketendang!" (jangan di depan nak!! (perempuan), Takut tertendang!)

"isun arep ngulur batur-batur nang alun-alun, bokat bae ana mengkana" (saya hendak mencari anak-anak di alun-alun, barangkali saja ada di sana)

Bonggan ? Awas! Digunakan ketika kesal pada sesuatu atau Menantang
Brêsi Rêsik Bersih Rêsik Bersih
Bubar Bibar Bubar Bibar Bubar
Bulit ? Licik ? Curang
Buri Wingking Buri / Guri Wingking Belakang Nang Buri, Teng Wingking (Di Belakang)
Buru-Buru Kêsusu Buru-Buru Bujêng-bujêng Tergesa-gesa
Buwang Bucal Buwang Bucal Buang / Melemparkan
Cangkêm Lêsan Cangkêm / Tutuk Lêsan Mulut
? ? Caos Seba Menghadap / Menemui
Carita ? Crita Crios Cerita
Cêg ? Cêkêl Ngasta Cêgcêgan (Pegangan)
Cilik Alit Cilik Alit Kecil
Coba Cobi Coba Cobi Coba
Cungur / Irung ? Irung Grana Hidung
Cukur Paras Cukur Paras Cukur
Dadi Dados Dadi Dados Jadi
Dagang Sadean Dagang Sadean Dagang
Dake Gadah Deke Gadah Punya (Dapat)
Dalan Dêrmagi Dalan Marga Jalan
Dandan ? Dandan Dandos Berhias
Dawuk ? Dewasa
Dêlêng Ningali Dêlêng Ningali / Mirsani Melihat
Dhadha Jaja Dhadha Jaja Dada
Damar Pandhêm Damar Pandam Lampu
Dêmên Tresna Dêmên Tresna Cinta
Dêmplon ? Seksi
Dêngkul / Tur ? Dêngkul Jengku Lutut
Dewek Dewek Piyambêk Sendiri
Di Di Di Dipun Di (Imbuhan) Cirebon Bebasan : "Dibarokahi", Bahasa Dermayon Krama : "Dipun Barokahi"
Dina Dintên Dina Dintên Hari (Sedinten-dinten = Sehari-hari)
Dolan ? Dolan ? Main
Dom Jarum Dom Jarum Jarum
Doyan Purun / Kersa Doyan Purun / Kersa Suka / Mau
Duit Yatra Duit Yatra Uang
Dulung Ndahari Dulang Ndahari Suap (Makan)
Durung Dêrêng Durung Dêrêng Belum
Duwe Gadah Duwe Gadah Punya
Duwur Inggil Duwur Inggil Tinggi
êling êmut êling êmut Ingat
êmbah êyang êmbah êyang Kakek-Nenek
Embuh Wikan Embuh Kirangan / Wikan Tidak Tahu
? ? Embun-embunan Pasundulan Embun-embun
Emong Boten Emong Mboten Tidak Mau
Enak Eca Enak Eca Enak
êndas ? êndas Sirah Kepala
êndhêp êndhap êndhêp / Cindek êndhap Pendek
êndi Pundi êndi Pundi Mana
êndog Tigan êndog Tigan Telur
êngko ? êngko Ajeng Nanti
ênom ênêm ênom ênêm / timur Muda
êntêk Têlas êntok Têlas Habis
Enteni ? Enteni Entosi Menunggu
Erti Ertos ngerti Ngertos Arti (Ngertos = Mengerti) (Basa Iku alat Komunikasi, Umpami panjenengan ngertos ya leres! = Bahasa itu alat komunikasi kalau anda mengerti ya bagus!)
Esuk Enjing Esuk Enjing Pagi
Etung Etang Etung Etang Hitung
Gajah Liman Gajah Liman Gajah
Gampang Gampil Gampang Gampil Mudah
Ganti Gantos Ganti Gantos Ganti
Gawa Bakta Gawa Bakta Bawa mbakta (Membawa), Gawaan / bektan (Barang Bawaan)
Gawe Damel Gawe Damel Kerja
Gedang Pisang Gedang Pisang Pisang
Gede ? Gedhe Ageng Besar
Gêlêm Purun Gêlêm Purun Mau
Gelang Binggel Gelang Binggel Gelang
Gelung Ukel Gelung Ukel Gulung
Gemuyu ? Gemuyu Gemujeng Tertawa
Gen Ugi Uga Ugi Juga
Genap Jangkep Genap Jangkep Lengkap
Geni Brama Geni Brama Api
Gering / Kuru /Pêyang ? Gering Kera Kurus
Getek ? Keri ? Geli
Getih Rah Getih Rah Darah
Gigir Pêngkêran Gigir Pêngkêran Punggung
Godhong Ron Godhong Ron Daun
Golek ? Golek Pados Wayang Kayu (Golek)
Gugah Wungu Gugah Wungu Bangun
Gula Gêndis Gula Gêndis Gula
Gulu Jangga Gulu Jangga Leher
Gawean Damelan Gawean Damelan/Guneman Pekerjaan
Guyon Gujêng Guyon Gujêng Bercanda Gegujengan (Bercandaan)
Idêp Ibing Idep Ibing Bulu Mata
Idu Kecoh Idu Kecoh Ludah
Iga ? Iga Unusan Iga
Ijo Ijêm Ijo Ijêm Hijau
Ilang Ical Ilang Ical Hilang
Ilat Lidah Ilat Lidah Lidah
Imbuh ? Imbuh Tanduk Tambahan
Inep ? Inep Sipeng Bermalam
Ingu Ingah Ingu Ingah Pelihara
Irêng Cêmêng Irêng Cêmêng Hitam
Isor Andhap Isor Andhap Bawah
Isin Lingsem Isin Lingsem Malu
Isun Ingsun / Kula Reang / Kita Kula Saya
Iwak Ulam Iwak Ulam Ikan
Iya Inggih Iya / ênggeh Inggih / Ênggeh Ya
Jaga Raksa Jaga Reksa Jaga Njaga, Ngraksa (Menjaga)
Jago Sawung Jago Sawung Ayam Jago
Jagong Linggih Dodok Linggih Duduk
Jala Jambêt Jala Jambêt Jala
Jalir ? telembuk ? Pelacur
Jaluk Pundhut Jupuk / Jokot Pendhet Ambil
Jamu Jampi Jamu Jampi Jamu
Jaran ? Jaran Titihan Kuda
Jare Cape Jare Criyos Kata (Ucap) Cirebonan : "Cape sinten?" (Kata (ucap) siapa?)
Jenggot ? Jenggot Gumbala Jenggot
Jêriji ? Driji Racikan Jari
Jero Lebet Jero Lebet Dalam
Jingkat ? Kaget Kejot Terkejut
Joget ? Joged Beksa Goyang
Kabar / Warta Wartos Kabar / Warta Wartos Berita
Kabeh Sedaya Kabeh Sêdaya / Sedantên Semua
Kabênêran Kalêrêsan Kabêran Kêlêrêsan Kebetulan
Kaca Kaca Paningalan Kaca
Kae Punika Iku/Kaen/Kuwen Punika Itu (Dekat dengan si Pembicara)
Kali / Lêpên Benawi Kali / Lêpên Benawi Sungai
Kalung ? Kalung Sangsangan Kalung
Kandha ? Kandha Sanjang Bercerita
Kanggo Kangge Kanggo Kangge Untuk
Karang Kawis Karang Kawis Karang
Karena Kêrantên Merga Amarga/ Keranten Karena
Kari Kantun Kari Kantun Sisa (Tinggal Terakhir) / Tertinggal / Terakhir Kantun-kantun (akhirnya)
Karo Kaliyan Karo Kaliyan Bersama Teng bioskop kalian sinten inggih? (Di bioskop bersama siapa, ya?)
Karo Sareng Karo / Sareng Marang/Dhumateng Dengan (Garam sareng Gendhis dicampur mawon Kang! = "Garam dengan Gula dicampur aja Kang!")
Katon Kêtingal Katon Kêtingal Dapat dilihat
Katok / Cangcut Lancing Katok Lancing Celana dalam
Kaweruh Kaweruh Seserepan Pengetahuan
Kaya / ala-ala Kados Kaya Kados Seperti (Kados Mekoten = Sepeti Begitu / Seperti Itu)
Kayu Kajeng Kayu Kajeng Kayu
Kebanjur ? Kebanjur Kelajeng Tersiram
Kêbo ? Kêbo Maesa Kerbau
? ? Kêdêr Ewed Bingung
Kelanjutan ? Kelanjutan Kelanjêngan Kelanjutan
Kelapa ? Kelapa Kerambil Kelapa
? ? Keliru Klentu Keliru
Kembang Sekar Kembang Sekar Bunga
Kêmit ? Kêmit Pakuncen Jaga (Tugas Jaga) Kêmit Desa (Orang yang menjaga Desa)
Kêmul Singep Kêmul Singep Selimut
Kên / Kahin / Jarit ? Jarit Sinjang Kain
Kene Riki Kene / Mrêne Riki Sini
Kêponakan ? Kêponakan Kêpênakan Keponakan
Kêpriben Kêpripun Kêpriben Kepriwe Kadhos Pundi / Kêpripun Bagaimana
Kêramas Jamas Kramas Jamas Keramas
Kêrasan / Bêtah ? Krasan Kraos Betah
Kêringet Riwe Kêringet Riwe Keringat
Kêris ? Keris Duwung Keris
Kêrtas Delanceng Kertas Dalancang Kertas Cirebonan : "Daluwang" (Kertas yang terbuat dari Kulit Kayu)
Kêtara Ketara Ketawis Jelas
Kêtemu Kêpanggih Kêtemu Kêpanggih Bertemu
? ? Ora Karuan Kêtowon Percuma / tidak dilayani dengan baik
Kêyok ? Kalah Kawon Kalah Kekalahan (Cirebon : Kasoran)
Kien Puniki / Kih ênya /kie / Kien / Kih Puniki / Niki Ini
Kijing Sekaran Kijing Sekaran Gilang Makam
Kira Kinten Kira Kinten Kira (Perkiraan) Kinten-Kinten (Kira-Kira)
Kirim ? Kirim Kintun Kirim
Klambi Rasukan Kêlambi Rasukan Pakaian
Kongkon Kengken Kongkon Kengken Suruh
Kuburan Pasarean Kuburan Pasarean Kuburan
Kudu Kedah Kudu / Mesti Kedah Harus
Kuku ? Kuku Kenaka Kuku
Kulon Kulen Kulon Kulen / Kulwan Barat
Kumat Kumat Kimat Kumat
Kumpul Kêmpal Kumpul
Kuna Kina Kuna Kina / Kawi Kuno
Kuning Jener Kuning Jenar Kuning
Kuping Talinga Kuping Talingan Telinga
Kurang Kirang Kurang Kirang Kurang
Kuwasa ? Kuwasa Kuwaos Kuasa
? ? Kuwatir Kuwaos Khawatir
Kuwayang ? Kebayang Kewayang Terbayang
Kuwe Kuh / Puniku Kuwen Kuh / Puniku Itu (Jauh dari si pembicara)
Lahiran ? Bayian / Lairan / Mbrojol ? Melahirkan
Lain Dudu / Sanes Dudu Sanes Bukan
Laka Botên wêntên Langka / Laka / Ora ana Mbotên wêntên / Mboten Wontên Tidak Ada
Laki ? Laki Jalih Suami
Lama Dangu Lawas / Suwe Lami / Dangu Lama
Lamun Bilih Lamon / Yen Bilih Seandainya
Lamun ? Lamona Umpami Umpama
Lanang Jali / Jaler Lanang Jaler Laki-laki
Larang Hawis Larang Awis Mahal
Lenga Lenga Lisa Minyak
Lenga Latung ? Lenga Lantung Lisa Lantung Minyak tanah
Lêwih Langkung Luwih Langkung Lebih
Lima Gangsal Lima Gangsal Lima
Lunga ? Lunga / Melaku / Miyang Kesah Pergi
Lupa Lêpat Klalen / Ora Kelingan Kesupen Lupa
Luru ? Luruh Ngilari Cari
Luru Nggulati Luru / Goleti Nggelati Cari
Mabok Mêndhêm êndhêm Mêndhêm Mabuk
Maca ? Maca Maos Baca
Manfaat / Faedah Guna Manfaat / Faedah /Meguna Gina Manfaat
Mangan Dahar Mangan Maem Makan
Mangkat ? Mangkat / Miyang Tindak / Tumindak Berangkat
Maning ? Maning / Mênêh Malih Lagi
Manjing ? Mlêbu / Manjing Mlebet Masuk
Mata ? Mata Soca Mata
Mati Pejah Modhar / Mati Pejoh Mati
Mayid Laywan Jisim Layon Jenazah
Melu ? Melu Milet Ikut
Mencleng ? Nganclêng Nganclêng Lompat
Mêngana Mrika Mêngana / Mana / Mrana Mêrika Kesana
Mênê ? Mrêne / Mênê Mêriki Kesini
Mêngkonon ? Mêngkonon / Mêngkono Mèngkontên/Mêkotên Begitu
Mêtu Medal Mêtu / Mbudal Mbêdhal Keluar
Mlaku ? Mlaku Mlampah Berjalan
Mlayu ? Mêlayu Mêlajeng Lari
Mungkin ? Sokat Sokat Mungkin
Nang / Ning Teng Ning Teng / Ing Di (Tempat)
Nang Arep ? Ning Arep Ing Lajeng Di Depan
Nang Isor Teng Andap Ning Isor Teng Andap / Ing Andap Di Bawah
Nang kana Teng Riku Ning Kono Teng Kono / Ing Kono Di situ
Nang Mendhi Teng Pundi Ning êndi Teng Pundi / Ing Pundi di mana
Nini ? Nini Bude Nenek
Ngaji ? Ngaji Ngaos Mengaji
Nginum Ngombe Nginung / Ngombeh Minum
Nguyu ? Nguyu Nyeni Kencing
Olih ? Olih Angsal Mendapat
Omong Gunêm Catur Ngendika / Gunêm Bicara
Pada ? Pada Sami Sama
Pada bae ? Pada bae Sami mawon Sama saja
Pancal ? Tendang
Papat ? Papat Sêkawan Empat
Parêk ? Parêk / Cêdhak Cakêt Dekat
Pasar Pêkên Pasar Pêken Pasar
Pate Padem Paten Padêm Padam
Pati ? Nemen / Pati Patos Terlalu Beli Pati Doyan (Tidak Terlalu Suka)
Payung ? Payung Pajeng Payung
Pêrabot Pêranti Abah Pirantos Perabotan
Pêrcaya Pêrcantên Pêrcaya Pêrcayanipun Percaya
Lawang Kontên Lawang Kontên Pintu Lawang arep (Pintu Depan), Lawang Gada (Pintu Gerbang)keramas
Pira ? Pira Pintên Berapa
Piring ? Ajang Ambeng Piring
Polah ? Akeh polah Sêlêwa oleh / laku akeh polah (banyak perlakuan, banyak tingkah)
Punten Hampura Sêpurane / Ngapurane Nyuwun Pangapuntên Maaf
Purun ? Arep / Purun Lajeng Mau Panjenengan purun?(kamu mau?)
Putih Pethak Putih Pethak Putih
Rabi / Kurên Istri Bojo Sekurên Istri Sekurên = Sejodoh
Rada Rabi Rada ? Agak Rada Manis (agak manis)
Rewel ? Rewel ? Cerewet
Ro / Rua Kalih Loro Kalih Dua
Rungu Pireng Ngêrungu Mireng / Midhanget Dengar Ngrungu, Mireng (Mendengar)
Sabên ? Sabên Unggal Setiap
Salah ? Salah Sawon Salah
Sambut Sambêt Nyelang Sambat Pinjam
Sapa ? Sapa Sinten Siapa (Kaliyan Sinten? "Sama Siapa?")
Sawah ? Sawah Sabin Sawah
Sedang Siweg Nglakoni Siweg Sedang (Melakukan) (Siweg Punapa? "Sedang Apa")
Sega Sêkul Sega Sêkul Nasi
Sejen Liya Sejên Liya Lain (Mangga diterasken Liya-liya ae = "Silahkan diteruskan lain-lainnya")
Sekien Sêniki Sekiên Sêniki Sekarang
Sekiki Benjing Sukiki / Sêsuk / Mbesuk Benjing Besok
Senajan / Ari Menawi Senajan Menawa /Menawi Walau
Seneng Bungah Seneng / Berag Bingah / Bungah Senang
Setitik Sakedik Setitik Sêkedik Sedikit
Siji Tunggal Siji Sêtunggal Satu
Sira Panjenengan Slira / Sira / Sampêyan Panjênêngan Anda
Sira Panjênêngan Kowe / Slira Sampeyan / Panjênêngan Kamu
Srog Mangga mangga Sumangga Silahkan Ambil Cirebonan : "Ya Asrog (Silahkan Ambil)"
Suwe ? Suwe Lami Lama
Ya Mangga êndhang / Mangga Sumangga Silahkan Cirebon : "Ya Asrog (Silahkan Ambil)"
Taken Dangu Takon Taken / Dangu Tanya Andangu (Bertanya)
Tamu ? Tamu Sema Tamu
Tanduk Singat Tanduk Singat Tanduk
Teka Dugi Teka Dugi Tiba
Telu ? Telu Tiba Tiga
? ? Panggon Panggen Tempat
Terus Teras Nutugna Nêrusêna Teruskan
? ? Genah Tilari Tinggal
Tua Sepuh Tua Sepuh Tua
Tuku ? Tuku Tumbas Beli
Tur Tunten Bacut Lajeng Selanjutnya
Turu Kilem / Tilem / Kulem Turu Sare / Tilem Tidur
Umah Griya Umah Griya Rumah
Untap ? Dêlagdag Nguntap Durhaka
Upai ? ngupai / Upai Sukani Beri Ngupai, Nyukani (Memberi)
Urip ? Urip Gesang Hidup
Uwis Sampun Uwis / Pêragat Sampun Sudah
Wadon Istri Wadon Istri Perempuan
Waktu Sela Waktu / Sela Wektu Waktos / Wentos Waktu
Wanci Wayah Wanci Wayah Saat
Wareg Tuwuk Wareg Tuwuk Kenyang
Wong Tiyang Uwong / Menungsa Tiyang Orang
Wulan Sasi Wulan Sasi Bulan
? Kajaba ? Kajaba Kecuali
? Lan Lan / Ambi Marang / Dhumateng Dan
? Jentik Jentik Jentik Kelingking
? Leb Ditutup Dileb "Dileb = Ditutup" (Penggunaan Pada "Pintu")
? Maksad Maksude Maksadipun Maksud (Maksadipun = Maksudnya)
? Wiraos Ngomong Wiraos Bicara
Belajar Sinau / Ginau Belajar Sinau / Genau / Ginau Belajar
? Kah Iku Meriku Itu (dekat dari si pembicara)
? Waras Bregas Waras Sehat
? Bethek Adang Bethak Menanak Nasi
? Serat Jungkat Serat Serabut / Serat
? ? Kengulu Kajang Bantal

Ragam dialek

sunting

Pada masa pemerintah Hindia Belanda, asisten Residen Cirebon J. N Smith pernah meneliti tentang ragam kosakata bahasa Cirebon yang ada di wilayah karesidenan Cirebon dan hasil penelitiannya diterbitkan pada tahun 1926, dalam penelitiannya ia juga memasukan contoh cerita rakyat yang ditulis menggunakan bahasa Cirebon (pada masa tersebut J. N. Smith menyebutnya sebagai Javansch dialect van Cheribon),[42] berikut kutipan kisah yang ia masukan dalam hasil penelitiannya ;

Ana wong doewè anak wadon sidji, aranè si Bawang Poeti. Bareng anoe bokè mati, bapaè rabi maning, doewè anak wadon aranè si Bawang Abang. Ning sawidji dina si Bawang Poeti dikongkon basoe tjangkir ning baé kewalon; tjangkir toli digawa dïbasoe ning pinggir kali; lagi di-basoei tjangkirè mroetjoet ketjemploeng ning djero kali. Bawang Poeti balik wewara ning baè kewalon; baè kewalon njèwot, si Bawang Poeti dioembangi entok bresi sarta dikongkon-gogoni. Bawang Poeti loenga ning pinggir kali ketemoe lagan iwak wader. Bawang Poeti takon ning iwak wader bari nembang:

Iwak wader, iwak wader nemoe beli tjangkir kita, do tjètjè, do tjètjè, ala boedak katitjian.

Artinya, Ada seseorang memiliki anak perempuan satu, (yang) satu namanya bawang putih. Kemudian ibunya meninggal, bapaknya kawin lagi, punya anak perempuan namanya bawang merah. Pada suatu hari bawang putih disuruh mencuci cangkir oleh ibu tirinya. Cangkir tersebut terus dibawa dicuci di pinggir sungai. Lagi dicuci gelasnya terlepas masuk ke dalam sungai. Bawang putih pulang dan memberitahu ibu tirinya, ibu tirinya marah. Si bawang putih dimarahj habis-habisan serta disuruh mencarinya. Bawang putih pergi kepinggir sungai bertemu dengan ikan wader. Bawang putih bertanya ke ikan wader sambil bernyanyi

Iwak wader... iwak wader tahu gelas aku tidak... duh cece... duh cece... Ala anak kacician.[42]

Nurdin M. Noer, ketua Lembaga Basa lan Sastra Cirebon berpendapat bahwa bahasa Cirebon memiliki setidaknya ada beberapa dialek, yakni dialek Dermayon (dikenal juga sebagai bahasa Indramayuan), Jawareh (Jawa Sawareh; bahasa Jawa Separuh), Plered, dan Gegesik (Cirebon barat laut).[15] Sedangkan menurut Dini Zahrotud Diniyah, bahasa Cirebon yang dituturkan di Cirebon memiliki beberapa dialek, diantaranya dialek Arjawinangun, Dermayon, Campuran (Jawa Sawareh), dan Kuningan.[46] Sebesar 59% masyarakat Cirebon menggunakan bahasa Cirebon dialek Arjawinangun, sebanyak 16% menggunakan dialek Campuran, sebanyak 6% menggunakan dialek Dermayon dan Kuningan. Dari 47 penutur bahasa Cirebon, 32 diantaranya adalah penutur dialek Arjawinangun. Selebihnya sebanyak 15 orang adalah penutur dialek Dermayon, Campuran, dan Kuningan.

Hendrik Blink dalam buku berjudul Nederlandsch Oost- en West-Indië, geographisch, ethnographisch en economisch beschreven yang diterbitkan pada tahun 1905, menjelaskan bahwa bahasa Cirebon yang ketika itu disebut sebagai Cheribonsch Javansch, menguasai wilayah penuturan yang sangat luas bahkan hingga jauh ke timur. Sedangkan Hendrik Blink juga mengkategorikan wilayah Indramayu sebagai wilayah percampuran bahasa di mana wilayah Indramayu diapit oleh wilayah bahasa Sunda dan bahasa Cirebon.[47]

Dialek Indramayu (Dermayon)

sunting

Hendrik Blink mengkategorikan wilayah Indramayu sebagai wilayah percampuran bahasa di mana wilayah Indramayu diapit oleh wilayah bahasa Sunda dan bahasa Cirebon,[47] berkenaan dengan perbedaan kosakata diantara bahasa Cirebon standar dengan dialek Indramayu menurut Ajip Rosidi (seorang budayawan Cirebon) perbedaan tersebut tidak mencapai 30% sehingga dalam kajian kebahasaan sebenarnya ragam bahasa Cirebon yang ada di Indramayu belum bisa dikatakan sebagai sebuah dialek.[2]

Ayatrohaedi dalam penelitiannya, menjelaskan bahwa di Indramayu hanya terdapat sekitar sebelas desa yang berbahasa Sunda di mana empat desa diantaranya merupakan desa dengan status enclave bahasa Sunda karena dikelilingi oleh desa-desa yang berbahasa Cirebon.[28]

Dialek Jawareh (Jawa Sawareh)

sunting

Dialek Jawareh atau disebut juga sebagai Jawa Sawareh adalah dialek dari bahasa Cirebon yang berada disekitar perbatasan Kabupaten Cirebon dengan Brebes, atau sekitar Perbatasan dengan Kabupaten Majalengka dan Kuningan. Dialek Jawareh ini merupakan gabungan dari bahasa Cirebon yang bercampur dengan bahasa Jawa dan bahasa Sunda.[48]

Dialek Arjawinagun

sunting

Dialek Arjawinangun merupakan dialek yang dituturkan oleh masyarakat Cirebon di daerah kecamatan Arjawinangun, kabupaten Cirebon. Dialek ini cenderung masih asli dan tidak terpengaruh bahasa lain meskipun tidak bisa dikategorikan sebagai bahasa Cirebon yang baku. Dialek ini juga merupakan dialek yang paling banyak digunakan oleh masyarakat di Kota Cirebon.[46]

Dialek Plered, Panguragan, dan Cirebon Lor

sunting

Dialek Plered dan Cirebon Lor merupakan dialek bahasa Cirebon yang digunakan di wilayah sebelah barat dan utara Kabupaten Cirebon, serta Krangkeng, Indramayu. Dialek ini dikenal dengan cirinya yaitu penggunaan huruf "o" yang kental, misalkan pada Bahasa Cirebon standar menggunakan kata "sira", dialek Kabupaten Cirebon bagian Barat dan Utara (Kapetakan,Suranenggala), dan Krangkeng, Indramayu ini menggunakan kata "siro" untuk mengartikan "kamu", kata "apa" menjadi "apo", ora menjadi "oro", "gawa" (membawa) menjadi "gawo", "sapa" menjadi "sapo", dan "jendela" menjadi "jendelo". Penutur dialek yang menempati kawasan barat dan utara Kabupaten Cirebon ini lebih mengekspresikan dirinya dengan sebutan "Wong Cirebon", berbeda dengan Penduduk Kota Cirebon yang menggunakan bahasa Cirebon standar (sira) yang menyebut diri mereka sebagai "Tiang Grage", walaupun antara "Wong Cirebon" dan "Tiang Grage" memiliki arti yang sama, yaitu "orang Cirebon".[48]

Parikan dialek Plered (Pantun Cirebon)

sunting

Berbalas pantun atau Parikan dalam bahasa Cirebon dialek Plered antara Widudung Hamdan, Sipo, dan Wahyu Pawaka.

Widudung Hamdan

Sipo

Widudung Hamdan

Wahyu Pawaka

Widudung Hamdan

Wahyu Pawaka

Widudung Hamdan

Dialek Gegesik

sunting

Dialek Gegesik merupakan dialek yang digunakan di wilayah Cirebon Barat wilayah Utara disekitar Kecamatan Gegesik, dialek Gegesik sering digunakan dalam bahasa pengantar Pewayangan oleh Dalang dari Cirebon dan kemungkinan dialek ini lebih halus ketimbang dialeknya "Wong cirebon" sendiri.[49]

Perbandingan antar dialek bahasa Cirebon

sunting
Cirebon Baku Arjawinangun Indramayu Plered Gegesik Pekaleran* Indonesia
ana ana ana ano ana ana ada
apa apa apa apo apa apa apa
bapa bapa/mama bapa mama bapa/mama bapak bapak
bli bli ora bli bli/oro bli/ora tidak
dulang dulang dulang dulang muluk suap makan
elok lok sokat lok sok ilok pernah
isun isun/kita reang isun/kito isun/kita nyong/kita saya
kula kula kula kulo kula/kami kula saya/kami
laka laka/langka laka langko laka laka/langka tidak ada
mamang mamang mamang mang mang mamang/amang paman
salah salah salah salo salah salah salah
sewang sewong sewong sewong sewong sewang/ewang seorang
sokiki kiki/sokiki kiki/sokiki mengke sokiki isuk besok
  • Dialek Pekaleran digunakan di Kabupaten Majalengka bagian utara, oleh karenanya disebut Pekaleran (sebelah utara), wilayah utama penggunanya ada di Kecamatan Kertajati, Jatitujuh, Ligung, Sumberjaya, sementara wilayah sekitarnya seperti Kecamatan Leuwimunding, Palasah, Jatiwangi, Dawuan, Kasokandel, Sukahaji, dan Sindang merupakan wilayah percampuran antara bahasa Sunda dialek Majalengka dengan bahasa Cirebon dan Banyumasan yang dikenal dengan bahasa Jawareh (Jawa Sewareh).

Kongres bahasa Cirebon

sunting

Kongres Bahasa Cirebon pertama kali dicetuskan secara resmi oleh sekitar 70-an orang yang terdiri dari para budayawan, pakar dan pengajar bahasa, seniman dan kaum intelektual yang menghadiri seminar sehari "Dialog Interaktif Bahasa Cirebon" yang diselenggarakan di kota Cirebon atas kerjasama Pikiran rakyat, Mitra Dialog dan Forum Dialog Budaya Cirebon (FDBC), Wali kota Cirebon yang pada saat itu dijabat oleh bapak Subardi segera menyatakan dukungan penuh terhadap rencana penyelenggaraan Kongres Bahasa Cirebon.

Dalam seminar sehari tersebut di antaranya dihadiri oleh ;

  • Dr. H. Dadang Dally, M.Si (Kadisdik Jawa Barat)
  • Drs. H. Zakaria Mahmud (Rektor Universitas Swadaya Gunung Jati - UNSWAGATI)
  • Drs. H. Wahyo, M.Pd (Kadisdik kota Cirebon)
  • Drs. H. Zaenal Abidin, M.Si (Kadisdik kabupaten Cirebon)
  • Ahmad Sybubanuddin Alwi (Budayawan)
  • Saptaguna (Budayawan)
  • H. Nurdin M. Noer (Kepala Balitbang Mitra Dialog)
  • Drs. Made casta, M.Pd (Budayawan dan Karikaturis)
  • Drs. Wasikin Marzuki atau Ki Jatira (Pemimpin Mitra Dialog)

Rektor Universitas Swadaya Gunung Jati (UNSWAGATI) Drs. Zakaria Mahmud merupakan orang pertama yang mula-mula mengemukakan usulan diadakannya Kongres Bahasa Cirebon.

"Perlu ada Kongres Bahasa Cirebon. Kongres Bahasa Cirebon merupakan momentum bagi tumbuhnya kesadaran bersama dalam pelestarian dan pengembangan bahasa Cirebon. Melalui Kongres Bahasa Cirebon, bahasa Cirebon juga bisa menjadi alternatif kebahasaan. Bahkan ke depan, bahasa Cirebon bisa ikut memengaruhi bahasa nasional,"

Wali kota Cirebon bapak Subardi yang mendukung ide ini kemudian menyatakan,

Kongres Bahasa Cirebon menjadi penanda bahwa masyarakat Cirebon dari berbagai latar belakang, sepakat dengan satu hal, yakni penegasan bahwa bahasa Cirebon sebagai salah satu identitas khas dari keberadaan budaya (kultur) Cirebon. Cirebon ini memiliki kekhasan budaya. Cirebon bukan Sunda, juga bukan Jawa, tetapi Cirebon dengan kekhasannya. Mengangkat khazanah bahasa, berarti mengangkat pula kultur Cirebon yang spesifik. Siapa lagi yang akan mengapresiasi khazanah lokal itu kalau bukan masyarakat Cirebon itu sendiri,"

Disela-sela dukungan yang ada, Drs. Made Casta M.Pd juga angkat bicara mengenai fenomena kebahasaan ini, di mana telah terjadi pembunuhan bahasa (linguacide) oleh bahasa Indonesia yang merupakan bahasa lingua-franca yang ditetapkan secara politis terhadap bahasa-bahasa daerah, termasuk bahasa Cirebon yang jika tidak dilestarikan akan segera menemui kepunahannya.

Karena kekeliruan politik bahasa itu (red: bahasa Indonesia) menjadikan bahasa lokal, termasuk Cirebon bisa mengalami kepunahan, tingkat apresiasi masyarakat akan terus mengalami degradasi, karena itu dibutuhkan kajian dari aspek sosial-budaya untuk pelestarian dan pengembangan.

Harus dicari benang merah pengembangan bahasa lokal dari aspek hubungan dialektikanya dengan masyarakat. Pendekatannya mencerminkan dialektika antara bahasa dengan kompentensi sosiokultural. Sekarang ini, kurikulum dan pembelajaran bahasa Cirebon masih menekankan pada kompetensi linguistik. Sistem tata bahasa Jawa yang diseleraskan dengan pengistilahan dalam bahasa Indonesia begitu kuat didesakan kepada para siswa. Padahal itu terlepas dari konteks sosial-budayanya. Harusnya dibangun kurikulum dan pembelajaran bahasa Cirebon yang berpusat pada lingkup sosial budaya siswa atau student centred. Tanpa itu,

semua akan sia-sia,"

Pada acara "Dialog Interaktif Bahasa Cirebon" tersebut disepakati bahwa Kongres Bahasa Cirebon pertama akan diadakan pada tahun 2006.[50]

Kongres Bahasa Cirebon pertama

sunting

Kongres Bahasa Cirebon pertama (KBC I) dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari hasil kesepakatan seminar sehari "Dialog Interaktif Bahasa Cirebon" yang diselenggarakan di kota Cirebon.

Kongres Bahasa Cirebon pertama bertujuan untuk memperkuat posisi bahasa Cirebon dan mendukung upaya-upaya pelestariannya.

Kongres Bahasa Cirebon kedua

sunting

Kongres Bahasa Cirebon kedua (KBC II) diadakan selama tiga hari yang sejak tanggal 26 - 28 Juni 2013 di Hotel Prima kota Cirebon dengan tema Dedangdan basa, mengkuhaken budaya (memperbaiki bahasa, memperkokoh budaya)

Salah satu target yang ingin dicapai dengan kongres bahasa Cerbon saat ini yakni, segera mewujudkan wacana dibukanya program studi bahasa Cerbon di perguruan tinggi swasta maupun negeri, setidaknya yang ada di wilayah Cirebon. Berdasarkan survey, penutur bahasa Cerbon cukup banyak mencapai 4 juta. (Supali Kasim - Ketua Panitia Kongres Bahasa Cirebon kedua sekaligus Budayawan Indramayu)

[51]

Pra-Kongres Bahasa Cirebon kedua

sunting

Sebelum diadakanya Kongres Bahasa Cirebon kedua, pada tanggal 3 - 4 Desember 2012 diadakan terlebih dahulu pra-Kongres Bahasa Cirebon yang berbentuk saresehan (acara silaturahmi), dalam teks sambutan, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menyatakan bahwa ia sangat menghargai dan mengapresiasi masyarakat yang masih peduli untuk memelihara, melestarikan dan mengembangkan bahasa Cirebon dalam kehidupannya pada era globalisasi ini.[52]

Sementara, Prof. Dr. H. Wahyudin Zarkasih yang merupakan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat dalam makalah bahasa Cirebon miliknya yang berjudul Melu Ngurip-urip lan Ngembangaken Basa Cerbon menyatakan, kebijaksanaan pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam hal mengembangkan dan memelihara bahasa Cirebon itu merupakan landasan untuk menyusun program dan kegiatan yang intinya perencanaan strategis Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat dan tugas pokok, fungsi, rincian tugas Balai Pengembangan Bahasa Daerah dan Kesenian sebagai UPTD Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.

Tim perumus pra-Kongres Bahasa Cirebon di antaranya merekomendasikan untuk melaksanakan Kongres Bahasa Cirebon kedua (KBC II) pada tahun 2013 agar lebih bermanfaat bagi perkembangan bahasa Cirebon.[53]

"Dari hasil kegiatan ini diharapkan akan lebih tergali lagi potensi bahasa Cirebon dan akan bermanfaat bagi perkembangan bahasa Cirebon itu sendiri," (Wiyana Sundari - Kabid Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat

Peserta kongres Bahasa Cirebon kedua

sunting

Peserta Kongres Bahasa Cirebon kedua diikuti sekitar 150 orang yang berasal dari unsur seperti guru, dosen, ustad, seniman, budayawan, jurnalis, legislatif, eksekutif dan penggiat bahasa Cirebon.

Selain dari wilayah kota dan kabupaten Cirebon serta kabupaten Indramayu, para peserta juga datang dari wilayah utara kabupaten Majalengka yang dikenal dengan nama pakaleran, wilayah kabupaten Subang dan kabupaten Karawang.

Narasumber yang hadir pada Kongres Bahasa Cirebon kedua di antaranya ;

  • Ajip Rosidi (Budayawan)
  • Hj. Anna Sophanah (Bupati Indramayu)
  • Drs. H. Ano Sutrisno, M.Si (Wali kota Cirebon)
  • Drs. H. Dedi Supardi, M.M (Bupati Cirebon)
  • Prof. Dr. H. Wahyudin Zarkasyi, CPA (Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat)

Rekomendasi Kongres Bahasa Cirebon kedua

sunting

Kongres Bahasa Cirebon kedua yang diselenggarakan pada tanggal 26 - 28 Juni 2013 menghasilkan keputusan dua belas butir rekomendasi yang dirumuskan oleh tim perumus yang beranggotakan Made Casta (ketua), Raffan Hasyim (sekretaris), Adin Imadudin (anggota), Nurdin M. Noer (anggota)dan Supali Kasim (anggota sekaligus budayawan indramayu)terkait upaya-upaya pelestarian dan pengembangan bahasa Cirebon, butir-butir rekomendasi tersebut ditulis dengan bahasa Cirebon, berikut rekomendasinya[54].[55]

Pemréntah Propinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon lan Indramayu nglakukaken pamengkuhan status basa Cerbon ngliwati penetepan Peraturan Daerah, Peraturan Bupati/Wali kota lan Keputusan Bupati/Wali kota perkawis pelanggengan basa, sastra lan carakan.

(Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon dan Indramayu melakukan penguatan terhadap status bahasa Cirebon melalui penetapan Peraturan Daerah, Peraturan Bupati/Wali kota dan Keputusan Bupati/Wali kota berkenaan upaya pelestarian bahasa, sastra dan aksara carakan Cirebon)

Pemréntah Propinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon lan Indramayu madahi plaksanan penelitiyan-penelityan perkawis basa, sastra lan carakan Cerbon kanggé mantepaken keajegan basa Cerbon kanggé ngangsalaken legitimasi ilmiyah minangka wujud prancanan sumber data pelanggengan lan ngembangaken basa Cerbon.

(Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon dan Indramayu mewadahi pelaksanaan penelitian-penelitian berkenaan bahasa, sastra dan aksara carakan Cirebon untuk menguatkan posisi bahasa Cirebon guna mendapatkan legitimasi ilmiah sebagai wujud perencanaan sumber data pelestarian sekaligus menyembangkan bahasa Cirebon)

Pemréntah Propinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon lan Indramayu netepaken basa Cerbon, minangka basa padinan/bagongan lan bebasan.

(Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon dan Indramayu menetapkan bahasa Cirebon sebagai bahasa sehari-hari/bagongan dan bebasan)

Pemréntah Propinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon lan Indramayu swagata (menjamin) kalaksanané piwulangan basa Cerbon, teng kubengan kaluwarga, masyarakat lan sekolah awit undagan SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA kelayan nganggé kecaketan budaya, boten nganggé kecaketan wewengkon pulitik (geopolitik) ingkang bakal nrubusaken rasa ingkang boten adil.

(pemerintah Provinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon dan Indramayu secara bersama-sama menjamin pelaksanaan pengajaran bahasa Cirebon di lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah mulai dari tingkatan SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA secara bersinergi guna menumbuhkan kedekatan budata, tidak untuk menumbuhkan kedekatan wilayah politik (geopolitik) yang akan memunculkan rasa tidak adil)

Pemréntah Propinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon lan Indramayu swagata (menjamin) kasediyaané buku teks lan buku penunjang piwulangan basa Cerbon ingkang selaras sareng kebutuhan.

(Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon dan Indramayu secara bersama-sama menjadim tersedianya buku bacaan dan buku penunjang pengajaran bahasa Cirebon yang selaras dengan kebutuhan)

Pemréntah Propinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon lan Indramayu netepaken lan megaraken sarta nrubusaken bebasaan Cerbon, pamberdayan waktos-waktos bebasaan basa Cerbon lan nyukani pengajénan dumateng pelanggeng, pegiyat minangka piyambek utawi lembaga lan seniman ingkang nggadahi prestasi.

(Pemenrintah Provinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon dan Indramayu menetapkan dan menghidupkan kembali serta memunculkan bahasa cirebon tingkat bebasan, mengadakan waktu-waktu wajib berbahasa Cirebon dan memberikan apresiasi terhadap para pelestari, penggiat perorangan atau lembaga dan seniman yang memiliki prestasi)

Pemréntah Propinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon lan Indramayu nyambungaken pamengkuhan Lembaga Basa lan Sastra Cerbon (LBSC) saking aspek organisasi kelembagaan lan program-program dedamelan.

(Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon dan Indramayu melanjutkan penguatan Lembaga Basa lan Sastra Cirebon (LBSC) dari aspek-aspek organisasi kelembagaan hingga program-program kerja)

Unggal pengguron inggil (perguruan tinggi) lan lembaga penelitiyan/kajiyan ngembangaken peran Tri Dharmanipun kanggé mundhakaken aji basa Cerbon sacara kaélmuwan ngliwati pinten-pinten dedamelan ingkang selaras.

(Setiap perguruan tinggi dan lembaga penelitian/kajian mengembangkan peran Tri Darma-nya untuk memuliakan nilai luhur bahasa Cirebon secara keilmuan melalui berbagai program kerja yang selaras)

Media massa ambika rubrik lan madetaken rubrikasi, program utawi dedamelan pelanggengan lan pangembangan basa Cerbon.

(Media massa menyediakan rubik dan memperkaya rubrikasi, program atau usaha pelestarian dan pengembangan bahasa Cirebon)

Masyarakat penganggé basa Cerbon kedah mundhakaken rasa anderbéni lan tanggungjawab dumateng pelanggengan lan pangembangan basa Cerbon, teng kubengan kluwarga lan tundunan sosial budaya masyarakat.

(Masyarakat pengguna bahasa Cirebon harus meningkatkan rasa memiliki dan tanggung jawab terhadap pelestarian dan pengembangan bahasa Cirebon di lingkungan keluarga dan dilingkungan pergaulan sosial budaya masyarakat)

Pesantrén-pesantrén kedah ngunggulaken penganggéyan basa Cerbon teng selebeté komunikasi lan basa ater-ater piwulangan.

(Pesantren-pesantren harus menguatamakan penggunaan bahasa Cirebon di dalam berkomunikasi dan sebagai bahasa pengantar dalam pengajaran)

Keraton-keraton Cirebon ngutamakaken pengayoman, bedaran lan pangembangan naskah-naskah, kempalan-kempalan sosial minangka wujud pelanggengan pangembangan basa Cerbon.

(keraton-keraton Cirebon harus mengutamakan upaya perlindungan, penelitian dan pengembangan naskah-naskah, tempat berkumpul masyarakat sebagai wujud pelestarian pengembangan bahasa Cirebon)

Pengembangan dan pelestarian

sunting

Pengembangan dan pelestarian bahasa Cirebon menurut Imam Miftahul Jannah (aktifis bahasa Cirebon) dikatakan masih minim, sebagai contohnya adalah hanya diberikannya waktu satu jam bagi muatan lokal bahasa Cirebon sementara pelajaran bahasa Inggris diberikan waktu lebih banyak ketimbang bahasa Cirebon yang merupakan bahasa ibu.[56]

Penerjemahan Al-Qur'an dalam bahasa Cirebon

sunting

Pada tahun 2020 dengan diketuai oleh Dr. H. Ahmad Yani, M.Ag dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syekh Nurjati proses penerjemahan al Qur'an ke dalam bahasa Cirebon berlangsung, sepanjang 2020 telah berhasil diterjemahkan sebanyak 10 juz al Qur'an, diantara para ahli yang tergabung dalam tim penerjemahan Al Qur'an ke dalam bahasa Cirebon terdapat nama K.H. Ahsin Sakho Muhammad dari pesantren Dar Al Tauhid (Arjawinangun) yang merupakan lulusan Doktoral dari Madinah, selain ia, tim juga diperkuat oleh Mukhtar Zaedin yang merupakan seorang budayawan Cirebon.[57]

Validasi Al Qur'an dalam bahasa Cirebon

sunting

Kegiatan penerjemahan Al Qur'an ke dalam bahasa Cirebon telah memasuki tahap validasi yang diselenggarakan pada tanggal 28-30 Juni 2022 di Kuningan.[58]

Penetapan hari penggunaan bahasa Cirebon

sunting

Pelestarian bahasa Cirebon dalam lingkungan Pemerintah Daerah kota Cirebon ditandakan dengan ditetapkannya hari Selasa sebagai hari pengunaan bahasa Cirebon. Pada hari Selasa, menurut Agus Sukmanjaya selaku kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) kota Cirebon, bahasa Cirebon dipergunakan sebagai bahasa pengantar dalam apel Pemerintah Daerah dan dialog antar pekerjanya termasuk dialog dalam grup Whatsapp.[59]

Pelestarian Era Digital dan Media Sosial

sunting

Bahasa Cirebon pada setiap masanya memiliki model pelestarian yang beragam, termasuk pada era digital dan media sosial. Salah satu yang cukup menonjol adalah apa yang dilakukan oleh situs kamuscirebon.com. Selain fungsi utamanya sebagai kamus (investasi kosakata) di dalamnya juga menambahkan blog sebagai penjang informasi terkait dengan bahasa cirebon. Menariknya kamus cirebon online ini menancapkan satu tujuan utama adalah untuk membantu siapapun yang ingin bersentuhan langsung dengan Bahasa Cirebon, baik untuk kebutuhan akademis ataupun hanya sebagai tambahan kosa-kata dalam komunikasi sehari-hari.[60]

Selain bentuk kamus digital, pelestarian bahasa Cirebon juga dilakukan secara digital dengan pembuatan aplikasi permainan berwawasan tebakan kosakata-kosakata dalam bahasa Cirebon, aplikasi tersebut dinamakan Badekan basa Cerbon dan dibuat oleh Muhammad Anis Al Hilmi dan tim[61][62]

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Hanya mencakup Kabupaten dan Kota Cirebon, Kabupaten Indramayu dan sebagian utara Kabupaten Majalengka dan Subang.
  2. ^ Kata Cêrbon sendiri hanya sebatas fonologi. Secara ortografis, dalam Rikasara dan Carakan tetap ditulis "Cirebon".
  3. ^ Bahasa Cirebon merupakan dialek bahasa Jawa.

Referensi

sunting

Catatan

sunting
  1. ^ Berdasarkan penjelasan dalam Wyakarana Tata Bahasa Cirebon dinyatakan bahwa bahasa Cirebon berasal dari bahasa Sansekerta dengan tidak mengabaikan kata-kata serapan yang berasal dari bahasa Arab, Cina, Portugis, Jawa dan Belanda