Deklarasi Sirnagalih
Deklarasi Sirnagalih adalah pernyataan yang ditandatangani 58 wartawan dan kolomnis era Orde Baru di Wisma Tempo Sirnagalih yang berlokasi di Desa Cipayung Girang, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Indonesia pada tanggal 7 Agustus 1994.[1][2] Inti dari pernyataan bersama ini adalah menuntut dipenuhinya hak masyarakat atas informasi, menentang pengekangan pers, menolak wadah tunggal untuk para wartawan (dalam hal ini Persatuan Wartawan Indonesia), serta mengumumkan dibentuknya Aliansi Jurnalis Independen (yang sebelumnya berjalan secara bawah tanah).[3]
Deklarasi ini dianggap sebagai tonggak penting dalam sejarah kewartawanan Indonesia di mana untuk pertama kalinya para wartawan bersatu untuk melawan kesewenang-wenangan pemerintah dalam pemberangusan pers yang telah terjadi berpuluh-puluh tahun.[4]
Latar belakang
suntingSalah satu latar belakang munculnya Deklarasi Sirnagalih adalah pemberedelan terakhir yang terjadi pada era Orde Baru pada 21 Juni 1994, yang menimpa Tempo, Editor dan Detik.[2] Keputusan tersebut diumumkan Direktur Jenderal Pembinaan Pers dan Grafika Kementerian Penerangan, Subrata, atas nama Menteri Penerangan Harmoko. Pemberedelan ini dilakukan dengan alasan bahwa pemberitaan Tempo tentang indikasi korupsi pembelian kapal perang eks Volksmarine Jerman Timur dapat membahayakan stabilitas nasional.[4] Sementara, alasan yang diberikan atas pemberedelan Editor dan Detik terkait ketidaksesuaian perkembangan kedua media dengan apa yang tercantum di SIUPP masing-masing.[5] Detik dituduh telah menyimpang dari SIUPP-nya yang berfokus pada pemberitaan detektif dan kriminal, karena pada kenyataannya lebih sering mengkritik pemerintahan.[6]
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan berpendapat, memperoleh informasi, dan kebebasan berserikat adalah hak asasi setiap warga negara.
Bahwa sejarah pers Indonesia berangkat dari pers perjuangan yang menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan serta melawan kesewenang-wenangan.
Dalam melaksanakan misi perjuangannya, pers Indonesia menempatkan kepentingan dan keutuhan bangsa di atas kepentingan pribadi maupun golongan.
Indonesia adalah negara hukum. Karena itu pers Indonesia melandaskan perjuangannya pada prinsip-prinsip hukum yang adil dan bukan pada kekuasaan.
Indonesia adalah negara hukum, karena itu pers Indonesia melandaskan perjuangannya pada prinsip-prinsip hukum yang adil, dan bukan pada kekuasaan.
Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut maka kami menyatakan:
Satu, menolak segala bentuk campur tangan, intimidasi, sensor, dan pembredelan pers yang mengingkari kebebasan berpendapat dan hak warga negara memperoleh informasi.
Dua, menolak segala upaya mengaburkan semangat pers Indonesia sebagai pers perjuangan.
Tiga, menolak pemaksaan informasi sepihak untuk kepentingan pribadi dan golongan yang mengatasnamakan kepentingan bangsa.
Empat, menolak penyelewengan produk-produk hukum yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
Lima, menolak wadah tunggal profesi kewartawanan.
Enam, memproklamirkan pendirian Aliansi Jurnalis Independen sebagai salah satu wadah perjuangan pers Indonesia.
Sirnagalih, 7 Agustus 1994
Daftar penanda tangan
suntingDeklarasi Sirnagalih ditandatangani oleh:[8][2]
- Ahmad Taufik
- Amira Jufri
- Andreas Harsono
- Ardian T Gesturi
- Arief Budiman
- Aristides Katoppo
- Asikin
- Ati Nurbaiti
- Ayu Utami
- Bambang Harymurti
- Bina Bektiati
- Budiman S. Hartoyo
- Candra Negara
- Christianto Wibisono
- Dadang Rachmat HS
- Dhia Prekasha Yoedha
- Diah Purnomowati
- Didik Budiarta
- Didik Supriyanto
- Dwi Setyo Irawanto
- Eros Djarot
- Farid F Cahyono
- Fikri Jufri
- Goenawan Mohamad
- Happy Sulistyadi
- Hasudungan Sirait
- Heddy Lugito
- Hendrajit
- Ida Farida
- Idon Haryana
- Imran Hasibuan
- Indrawan
- Jalil Hakim
- Janoe Arijanto
- Jus Soema Dipraja
- Kelik M Nugroho
- Lenah Susianty
- Liston Siregar
- M Anis
- M Thoriq
- Moebanoe Moera
- Nuruddin Amin
- Putu Wirata
- Ragawa Indra Maruti
- Rinny S. Doddy
- Rustam Fachri Mandayun
- Rudi P. Singgih
- Saifullah Yusuf
- Santoso
- Satrio Arismunandar
- Toriq Hadad
- T.J. Wibowo
- Wahyu Muryadi
- Yoanida Rosita
- Yopie Hidayat
- Yopie Lasut
- Yosep Adi Prasetyo
- Zed Abidien
Tanggapan
suntingPersatuan Wartawan Indonesia cabang Jakarta, sebagai satu-satunya wadah wartawan yang diakui pemerintah kala itu, memecat 13 anggotanya yang ikut menandatangani deklarasi ini. Mereka adalah Goenawan Mohamad, Fikri Jufri, Budiman S. Hartoyo, Happy Sulistiady, Ardian T. Gesuri, Diah Purnomowati, Toriq Hadad, Yopie Hidayat, dan Moebanoe Moera dari Tempo, Eros Djarot dari Detik, P. Hasudungan Sirait dari harian Bisnis Indonesia, Satrio Arismunandar dari Kompas, dan Josep Adi Prasetya dari majalah mingguan Jakarta Jakarta.[1]
The Jakarta Post mengabarkan peristiwa ini dalam berita bertajuk "80 Journalists from Java Set Up Rival Journalist Association" pada edisi 8 Agustus 1994. Dikabarkan sebenarnya terdapat lebih banyak wartawan yang mengikuti perundingan ini, tetapi yang menandatangani hanya 58 saja karena beberapa telah kembali bekerja. Beberapa media asing juga dikabarkan memberitakan peristiwa bersejarah ini.[2]
Catatan kaki
sunting- ^ a b Hill, David T. (2011). Pers di Masa Orde Baru. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. ISBN 978-979-461-786-1.
- ^ a b c d dkk, Ahmad Taufik. Semangat Sirnagalih: 20 Tahun Aliansi Jurnalis Independen. Aliansi Jurnalis Independen (AJI).
- ^ "Sejarah Aliansi Jurnalis Independen". Aliansi Jurnalis Independen. Diakses tanggal 2020-05-05.
- ^ a b "Peringatan 25 Tahun Pembredelan Tempo". Tempo.co. 2017-02-01. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-12-26. Diakses tanggal 2020-05-05.
- ^ Kompas, Redaksi KPG & Penerbit (2018-08-13). Kita Hari Ini 20 Tahun Lalu. Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 978-602-424-860-4.
- ^ "Tertimbun dalam Pembredelan Pers". Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia. Diakses tanggal 2020-05-05.
- ^ "Deklarasi Sirnagalih" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-08-10.
- ^ "Penandatangan Deklarasi Sirnagalih | AJI SOLO (KOTA SURAKARTA)" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-05-05.