Gude

spesies tumbuhan sejenis kacang-kacangan
Gude
Gude, Cajanus cajan
dari Ayotupas, Timor Tengah Selatan
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Klad: Tracheophyta
Klad: Angiospermae
Klad: Eudikotil
Klad: Rosid
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
C. cajan
Nama binomial
Cajanus cajan
Sinonim[6]
  • Cytisus cajan L. (1753)[2]
  • Cytisus pseudocajan Jacq. (1772)[3]
  • Cajanus flavus DC. (1813), nom. illeg.
  • Cajanus indicus Spreng. (1826)[4]
  • Cytisus guineensis Schumach. & Thonn. (1827)[5]

Gude, kacang gude, kacang kayo,[7] atau kacang bali (Cajanus cajan) adalah sejenis tanaman kacang-kacangan yang bersifat tahunan (perenial). Bijinya dapat dimakan dan menjadi sumber pangan alternatif. Tanaman ini relatif tahan panas dan kering sehingga cocok sebagai tanaman penghijauan kawasan kering.

Di Indonesia, tumbuhan ini disebut binatung (Makassar),[8] fouhate (Ternate dan Tidore),[9] gude, kacang kayu, kacang gude (Jawa), Bito' (Selayar), guḍi (Madura), kacang bali (Bahasa Melayu), kacang hiris (Sunda), kance (Bugis), kekace, undis (Bali), lebui (Sasak), kacang iris, kacang turis, lebui, legui, puwe jai (Halmahera), turis (Rote), tunis (Timor), ritik lias (Batak Karo), koloure (Tomia-Wakatobi),[10] , Lebui (Sasak-Lombok), dan kacang-kayu (Kisar-Maluku Barat Daya).

Deskripsi

sunting
 
Pelat botani menurut Blanco

Gude merupakan perdu dengan tinggi mencapai 3 m.[11] Tumbuhan ini juga merupakan kacang tahunan dengan umur yang tidak terlalu panjang, hanya 1–5 tahun.[9] Batangnya berbulu halus dan bercabang banyak. Ia berbentuk bulat, beralur, berbulu, dan hijau kecokelatan. Daunnya ganda, beranak daun berjumlah tiga. Ada bulu-bulu halus baik pada bagian atas maupun bawahnya. Helai daun bulat telur sampai elips, tersebar, ujung dan pangkalnya runcing, tepinya rata, bentuk pertulangannya menyirip, dan warnanya hijau.[10] Tangkainya pendek berwarna hijau. Bunganya berbentuk kupu-kupu, berwarna jingga, ataupun kecokelat-cokelatan, dan ungu.[7][11] Bunganya berjumlah majemuk, karangan bunga sepanjang 15–30 cm, serbuk sarinya berwarna kuning, putiknya satu, bengkok, mahkotanya berwarna kuning, dan juga berbentuk kupu-kupu.[8] Buahnya polong, dapat mencapai 7,5 cm,[11] lurus atau membengkok seperti sabit, membulat, memipih, menjorong atau agak persegi. Biji berwarna putih, krim, cokelat, ungu kehitaman,[9] dan juga kecil. Akarnya tunggang dan berwarna putih kotor.[8]

 
Bunga
 
Polong yang memecah, memperlihatkan biji
 
Cajanus cajan

Gude berkecambah 2–3 minggu setelah disemai di tanah. Apabila ditanam secara vegetatif, dia akan tumbuh secara lambat. Setelah 2–3 bulan, maka dia akan bertumbuh dengan akselerasi. Mulai berbunga 56–210 hari kemudian setelah penyemaian. Kacang gude berusia dewasa dalam waktu 95–256 hari dalam kondisi normal di waktu musim hujan pada waktu siang yang panjang. Apabila siangnya pendek, perpanjangan tubuh tumbuhan akan melambat dan bunganya akan terakselerasi. Di Indonesia, musim berbunga dan berbuah mungkin terjadi sepanjang tahun.[12] Sudah dapat dipanen dalam usia 5–8 bulan.Tanaman ini panen tanpa mengenal musim.[7]

Persebaran dan habitat

sunting
 
Polong muda

Menurut Setijati Sastrapradja (1981), gude dapat ditemui di Afrika. Pusat keanekaragamannya yang kedua adalah berada di India. Sekarang, tumbuhan ini acapkali ditemui di wilayah-wilayah tropis dan subtropis.[11] Menurut catatan Prosea, gude berasal dari India, dan menyebar hingga Asia Tenggara. Gude sampai ke Afrika 2000 SM atau lebih awal daripada itu, dan mencapai Amerika lewat jalan perdagangan budak-budak Afrika dan sejumlah penaklukan di sana, dan datangnya gude ini diperkirakan melalui Atlantik dan Pasifik. Ia kini tumbuh di seluruh wilayah tropis, termasuk Anakbenua India dan Afrika Selatan, kemungkinan abad ke-17 Masehi.[12][13]

Catatan-catatan lain menunjukkan bahwa kemungkinan ia memang datang dari India. Pusat persebarannya adalah bagian timur semenanjung India, termasuk wilayah Odisha, yang di sana ada kerabat liarnya (Mansi) yang dapat ditemui di hutan tropis.[14] Penemuan arkeologis terhadap kacang bali didapati dalam dua situs Neolitik di Odisha, Gopalpur, dan Golbai Sassan yang bertanggal sekitar 3.400 dan 3.000 tahun lalu, dan sebuah situs di India Selatan, Sanganakallu dan Tuljapur Garhi, yang juga bertanggal 3,400 tahun lalu.[15] Dari India, ia sampai ke Afrika Timur dan Afrika Barat. Saat kacang ini didapati oleh orang Eropa, maka dari situlah kacang gude diberi nama Congo Pea (Kacang Kongo).[13]

Di Indonesia, gude paling tidak sudah dibudidayakan di Pulau Jawa Di Pulau Jawa sejak abad ke-6 Masehi. Budi daya gude secara luas belum pernah dilakukan, tapi kacang gude umumnya ditanam di Jawa, Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Wakatobi, Sulawesi Tenggara.[16] Terutama di Jawa bagian timur, banyak ditemukan di huma-huma maupun kebun-kebun hingga pada ketinggian 2000 mdpl.[11] Heyne mengatakan tumbuhan ini ditanam 1650 mdpl. Dia bisa dibudidayakan baik di negara-negara beriklim tropis maupun subtropis. Dahulu, di wilayah Sunda, tumbuhan ini ditanam baik di lahan kering ataupun tanggul untuk mengairi sawah.[17] Di Jawa, gude ditanam sebagai tanaman pangan atau sebagai pupuk hijau. Dapat tumbuh dari dataran rendah hingga pada ketinggian 2000 mdpl dengan pH tanah 5–6,5. Kondisi suhu udara yang diperlukan adalah 18°–30 °C. Pertumbuhannya membutuhkan banyak cahaya matahari dan tidak tahan terhadap kondisi lembap.[18] Tanaman ini tahan kering.[7]

Kegunaan dan manfaat

sunting
 
Biji-biji kacang gude
Kacang gude, biji kering
Nilai nutrisi per 100 g (3,5 oz)
Energi1.450 kJ (350 kcal)
36–65,8 g
Serat pangan5–9,4 g
1–9 g
1430 g
Komponen lainnyaKuantitas
Air7–10,3 g

Persen AKG berdasarkan rekomendasi Amerika Serikat untuk orang dewasa.
Sumber: PROSEA

Polongnya yang masih muda dipergunakan sebagai lalap, sayur, ataupun rujak. Bijinya yang sudah tua digoreng dan bisa pula digunakan sebagai obat.[11] Biji dari polong tuanya bisa dijadikan bahan untuk membuat tempe dan tahu sebagai pengganti kedelai, ataupun dipanggang.[12][a] Pada masa Heyne dahulu (1916), dhal dianggap kurang berguna; sehingga kacang gude dipergunakan sebagai makanan dessert dengan rasa manis dan gurih.[17] Daun muda bisa dimakan mentah sebagai lalap, direbus, atau dikukus.[18] Di Anakbenua India, kacang gude diambil polongnya dan dijadikan suatu masakan bernama dhal. Bijinya yang segar dan bahkan putiknya dipakai untuk sayor (=sayur, sup berrempah). Cabang dan batang dipakai untuk bahan bakar dan keranjang. Sering dipergunakan sebagai tanaman peneduh sekaligus tanaman pangan, penahan angin (windbreak), atau tanaman peneduh bagi vanila. Gude juga memperbaiki keadaan tanah karena sistem perakarannya yang lebar, mengikat nitrogen bersama Rhizobium dan yang disediakan oleh daun yang jatuh. Di Madagaskar, gude yang disebut gude ini pula digunakan untuk makanan ulat sutra dan pengusir kutu lak untuk di Bengal Utara, dan Thailand.[12]

Untuk kandungan kimia dan gizinya, diketahui bahwa daun gude mengandung flavonoid, saponin, dan polifenol. Batang mengandung flavonoid, saponin, dan tanin.[18] Menurut situs Globinmed.com, disebutkan lebih lengkap kandungan gizinya: 2'-o-methylcajanone, 7-hydroxy-methoxyisolaflavone, alpha-copaene, beta-himachalene, cajaminose, cajanin, asam cajaninistilbene, cajaquinone, lupeol, orientin, asam fitat, pinostrobin, vitexin, dan lain-lain.[19] Energi yang terkandung berkisar 1450 kJ/100 g. Biji segar mengandung vitamin, terutama provitamin A dan vitamin B kompleks.[12]

Dalam pengobatan, gude juga sangat berguna. Rebusan daun dari kacang gude dimanfaatkan dalam pengobatan.[11] Heyne mempelajari bahwa di Buitenzorg (sekarang Bogor) ia dipergunakan untuk mengobati gatal-gatal.[17] Daun kacang gude dipergunakan untuk mengobati sakit kuning, sakit pada mulut, pernapasan, dan gangguan perut. Di Jawa, daun dipergunakan untuk mengobati demam dan herpes. Akar dan biji untuk mengobati cacingan, batuk berdahak, dan luka. Sementara, bijinya dipergunakan untuk mengobati memar.[12][18] Di beberapa wilayah di Afrika, tumbuhan ini dipakai untuk mengobati masalah pencernaan. Di Madagaskar tumbuhan ini dipakai untuk membersihkan gigi. Selain itu pula, tumbuhan ini dipakai untuk mengobati infeksi mata, sakit telinga, dan akarnya dipakai untuk pengobatan sipilis. Bijinya bersifat antikanker.[7][19]

Penanaman

sunting

Sebagai tanaman pangan yang multifungsi, gude mungkin bisa dipergunakan sebagai tanaman yang bisa ditanam di tempat kering di Indonesia (Jawa Timur, dan Kepulauan Sunda) serta Filipina. Bisa ditanam di tepian perkebunan dan sawah-sawah. Kemudian, ia juga diperbanyak baik dengan biji maupun setek. Ia ditanam dengan jarak antar baris 30–50 cm × 75–150 cm. Bisa ditanam secara bersamaan dengan sorgum, kacang tanah, dan kapas.[12] Tiap hektare perlu 12–30 kg bibit unggul. Jarak tanam 100–120 cm per baris, dan 30–50 cm dalam barisan. Sebaiknya, tanah dicangkul dahulu dengan pacul, agar dibentuk jadi selokan. Lebar bedengan 140–160 cm, dengan selokan 30 cm lebar. Pupuk kandang yang diperlukan ialah 10–12 ton/ha. Pupuk tersebut dihampar merata.[7]

Untuk menambah hasil, diperlukan pupuk KCl, TSP, dan urea. Diberikan 4 kali selang 3 bulan sekali, dan hendaknya gulma yang ada disiangi supaya tidak bersaing unsur hara dengan rerumputan.[7] Penggunaan mesin digunakan hanya untuk kultivar berumur pendek. Hama kacang gude yang dikenal adalah spesies Heliothis dan lalat buah Agromyza. Sedangkan di Sulawesi Selatan, kacang gude diganggu oleh hama perusak polong, yakni Maruca testulalis dan Helicoverpa sp. Padahal, hasil panen daripada kacang gude ini merupakan sumber nilai tambah pada petani di sana.[16] Hendaknya dihindari pula, belalang daun hijau (Empoasca facialis). Diduga, belalang ini menulari virus keriting daun dan virus sapu. Pada kondisi tanah yang basah, hindari penyakit layu (Phoma cajani) yang menyerang leher batang dan diberantas dengan fungisida.[7] Yang menarik, setelah adanya musim hujan -sebagaimana kata Rumphius dikutip Heyne- bahwa "ulat akan datang menghinggap di buah dan daun. Tumbuhan ini berbuah setengah tahun setelah ditanam.[17] Setelah tumbuhan dipanen, dan dalam sekali panen, bisa menghasilkan 716 kg/ha -untuk di India-. Di Indonesia, hasilnya dapat mencapai 2–6 ton/ha polong tua dan 0,6–1,2 ton/ha biji kering.[7] Setelah panen, hendaknya ia harus diletakkan di tempat kedap udara. Di Hindia Barat, kacang gude dikalengkan dan dibekukan untuk dijual dan diekspor hingga ke Amerika Serikat; dari situ, bisa didapat keuntungan mencapai miliaran-juta dolar.[12]

Nutrisi

sunting


Penyakit

sunting


Taksonomi

sunting

Menurut Heyne, gude terbagi menjadi beberapa forma dan dibedakan berdasarkan warna kulit biji, terutama:[17]

  • abu-abu putih;
  • kuning;
  • cokelat; dan
  • hitam.

Referensi

sunting

Catatan bawah

  1. ^ Catatan penggunaan kacang gude sudah lebih awal dibuat oleh Karel Heyne (1916 dalam De nuttige planten van Nederlandsch-Indië [Tumbuhan berguna dari Hindia Belanda]), dia mengutip pernyataan H.C.H. De Bie (Januari 1915) dari Pemimpin Pengoesaha Tanah (EYD:Pemimpin Pengusaha Tanah) yang mempergunakan daun kacang gude yang direbus dan polong mudanya yang dipakai untuk semacam tempe.[17]

Referensi

  1. ^ Millspaugh, C.F. 1900. Publications of the Field Columbian Museum. Botanical series. 2(1): 53. Chicago, IL.
  2. ^ Linne, C. von. 1753. Species plantarum :exhibentes plantas rite cognitas, ad genera relatas, cum differentiis specificis, ... 2: 739 Diarsipkan 2023-04-04 di Wayback Machine.. Holmiae : Impensis Laurentii Salvii
  3. ^ Jacquin, N.J. von. 1772. Hortus Botanicus Vindobonensis v. 2 Diarsipkan 2022-05-13 di Wayback Machine.: 54. Vindobonae : Typis Leopoldi Joannis Kaliwoda, aulae imperialis typographi.
  4. ^ Sprengel, C.P.J.. 1826. Systema vegetabilium [Caroli Linnaei ... ]. Editio decima sexta. vol. III: 248 Diarsipkan 2023-07-13 di Wayback Machine.. Gottingae, Sumtibus Librariae Dieterichianae.
  5. ^ Schumacher, H.C.F. 1827. Beskrivelse af Guineeiske Planter som ere Fundne af Danske Botanikere, Isaet af Etatsraad Thonning ved F. C. Schumacher. Kjöbenhavn p.349
  6. ^ The Plant List: Cajanus cajan (L.) Millsp. Diarsipkan 2023-04-09 di Wayback Machine.
  7. ^ a b c d e f g h i Sunarjono, Hendro (2015). Bertanam 36 Jenis Sayur. hal.174 – 76. Jakarta: Penebar Swadaya. ISBN 979-002-579-3.
  8. ^ a b c "Cajanus cajan Millspaugh" (PDF). Departemen Kesehatan. 14 November 2001. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2008-12-07. Diakses tanggal 27 April 2013. 
  9. ^ a b c "Cajanus cajan Druce". Prosea - Prohati. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-04-13. Diakses tanggal 27 April 2013. 
  10. ^ a b "Gude". IPTEKnet. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-05-15. Diakses tanggal 27 April 2013. 
  11. ^ a b c d e f g Sastrapradja, Setijati; Lubis, Siti Harti Aminah; Djajasukma, Eddy; Soetarno, Hadi; Lubis, Ischak (1981). Proyek Penelitian Potensi Sumber Daya Ekonomi:Sayur-Sayuran 6:36 – 37. Jakarta: LIPI bekerja sama dengan Balai Pustaka. OCLC 66307472.
  12. ^ a b c d e f g h van der Maesen, L.J.G. (1989)."Cajanus cajan (L.) Millsp". In: van der Maesen, L.J.G. & Somaatmadja, S. (Editor). "Plant Resources of South-East Asia No. 1: Pulses." Pudoc, Wageningen, The Netherlands, hal. 39-42 dalam "Cajanus cajan". E-Prosea Detail. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-06-10. Diakses tanggal 1 Agustus 2013. 
  13. ^ a b Carney, J. A.; Rosomoff, R. N. (2009). In the Shadow of Slavery. Africa’s Botanical legacy in the Atlantic World. Berkeley:University of California Press.
  14. ^ Van der Maeson, L. J. G. (1995). "Pigeonpea Cajanus cajan", hal. 251–5 dalam Smartt, J.; Simmonds, N. W. (eds.), Evolution of Crop Plants. Essex:Longman.
  15. ^ DOI:10.1179/174963106x123232
    Rujukan ini akan diselesaikan secara otomatis dalam beberapa menit. Anda dapat melewati antrian atau membuat secara manual
  16. ^ a b Mas'ud, Syharir Kajian Perusak Polong Sebagai Hama Utama pada Kacang Gude di Sulawesi Selatan[pranala nonaktif permanen] hal.373 – 379. dalam Prosiding Pekan Serealia Nasional. ISBN 978-979-8940-29-3.
  17. ^ a b c d e f Heyne, Karel (1916). De nuttige planten van Nederlandsch-Indië [Tumbuhan berguna dari Hindia Belanda]. 2:332. Batavia:Ruygrok.
  18. ^ a b c d Dalimartha, Setiawan (1999). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Diarsipkan 2023-08-10 di Wayback Machine. 1:65 – 67. Jakarta:Trubus Agriwidya. ISBN 979-661-051-5.
  19. ^ a b "Cajanus cajan". Globinmed. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-12-02. Diakses tanggal 21 November 2013. 

Pranala luar

sunting